Anda di halaman 1dari 14

Agrotekma, 2 (2) Juni 2018 ISSN 2548-7841 (Print) ISSN 2614-011X (Online)

Agrotekma
Jurnal Agroteknologi dan Ilmu Pertanian
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrotekma

Budidaya Tanaman Sawi ( Brassica juncea L. ) Pada Media Tanam


Yang Berbeda Secara Vertikultur

Cultivation of Cultivated Plants (Brassica juncea L.) On Different


Verticultural Cropping Media
Kamelia Munthe, Erwin Pane, dan Ellen L. Panggabean
Fakultas Pertanian, Universitas Medan Area, Indonesia

*Corresponding author: E-mail: kameliaumafp@gmail.com


Abstrak
Penelitian Budidaya Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.) Pada Media Tanam Yang Berbeda Secara
Vertikultur. Tujuan penelitian untuk mengetahui teknik budidaya tanaman Sawi yang lebih efisien
dengan menggunakan media tanam yang berbeda secara vertikultu. Penelitian dilakukan di kebun
percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan
Estate, Kecamatan Percut Sei Tuan dengan ketinggian tempat 25 m dari permukaan laut, topografi
datar dan jenis tanah alluvial. Penelitian ini dilaksanakan Mei 2014 / Juli 2014, penelitian mengunakan
rancangan acak kelompok faktorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan, yaitu Faktor pertama Pola
Budidaya (P) yang terdiri dari 3 taraf, P1 = Konvensional P2 = Vertikultur bambu P3 = Vertikultur botol
plastik bekas. Faktor kedua Media tanam (M) yang terdiri dari 2 taraf : M1 = tanah + pupuk kandang
sapi dan M2 = tanah + pupuk kompos sayuran. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian pupuk
kandang sapi dan kompos sayur tidak menunjukan perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan
tanaman sawi, tetapi pola tanam menunjukan pengaruh yata pada pertumbuhan tanaman sawi hijau
(P1) konvesional dan disusul dengan pelakuan perikultur yang tidak jauh berbeda yaitu P2 (verikultur
dengan Bambu). Secara umum penelitian tidak menunjukan hasil yang berbeda nyata tetapi pengunaan
pola tanam verikultur dengan bambu dapat digunakan karea hasil tidak jauh berbeda dengan
konvensional.
Kata Kunci: Sawi (Brassica juncea L. ), Media Tanam, Verikultur, Konvensional

Abstract
Research on Cultivation of Cultivated Plants (Brassica Juncea L.) On Different Verticulture Cropping Media.
The purpose of this research is to know the technique of Sawi cultivation more efficient by using different
vertical planting media. The experiment was conducted in experimental field of Faculty of Agriculture,
University of Medan Area, located at No. Pond Street. 1 Medan Estate, Perci Sei Tuan District with a height
of 25 m from sea level, flat topography and alluvial soil type. This research was conducted in May 2014 /
July 2014, the research using factorial randomized block design consisting of 2 factors of treatment, the
first factor of Cultivation Pattern (P) consisting of 3 levels, P1 = Conventional P2 = Vertikultur bamboo P3
= Vertikultur used plastic bottles. The second factor is Planting Media (M) consisting of 2 levels: M1 = soil +
cow manure and M2 = soil + vegetable compost. The results showed that the application of cow manure
and vegetable compost did not show any significant difference to the growth of mustard plant, but the
cropping pattern showed the effect of yata on the growth of green mustard greens (P1) and followed by
the periculture treatment that was not much different ie P2 (verikultur with Bamboo). In general, the
study did not show any significant different results but the use of vericulture planting pattern with
bamboo can be used because the result is not much different from conventional.
Keywords: Sawi (Brassica juncea L.), Planting Media, Verikultur, Conventional

How to Cite: Munthe, K., Pane, E. Panggabean, E.L. (2018), Budidaya Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)
Pada Media Tanam Yang Berbeda Secara Vertikultur, Agrotekma, 2 (2): 138-151

138
Agrotekma, 2 (2) Juni 2018: 138-151.

PENDAHULUAN pertanian yang diminati masyarakat,


Permintaan terhadap komoditas sehingga mempunyai potensi serta nilai
sayuran di Indonesia terus meningkat, komersial tinggi (Rukmana, 2005).
seiring dengan meningkatnya penduduk Usaha untuk meningkatkan produksi
dan konsumsi per kapita. Disamping itu, Sawi dapat dilakukan dengan diversifikasi
sebagian masyarakat juga menginginkan pola budidaya dengan menjaga kesuburan
produk hortikultura yang lebih lahan pertanian supaya kesinambungan
berkualitas. Meningkatnya jumlah usaha pertanian tetap terlaksana.
komoditas sayuran dari luar negeri Pertanian berkesinambungan adalah
mengindikasikan bahwa permintaan suatu teknik budidaya pertanian yang
pasar belum mampu dipenuhi oleh menitik beratkan adanya pelestarian
produksi dalam negeri. Apabila kondisi ini hubungan timbal balik antara organisme
terus berlangsung, maka Indonesia akan dengan sekitarnya. Sistem pertanian ini
sangat tergantung dari produk tidak menghendaki penggunaan produk
hortikultura impor. Konsumsi sayuran di berupa bahan-bahan kimia yang dapat
Indonesia tahun 2010 adalah 37.30 merusak ekosistem alam. Pertanian
kg/kapita/tahun. Hal ini masih rendah berkesinam-bungan identik dengan
dari syarat minimum yang penggunaan pupuk organik yang berasal
direkomendasikan oleh FAO yakni 65 dari limbah-limbah pertanian, pupuk
kg/kapita/tahun. Disisi lain produksi kandang, pupuk hijau, kotoran manusia,
sayuran masih rendah dari konsumsi serta kompos, dengan penerapan
yakni sebesar 35.30 kg/kapita/tahun. pertanian organik diharapkan keseim-
(Deptan, 2011), dengan demikian bangan antara organisme dengan
peningkatan produksi tanaman sayuran lingkungan tetap terjaga.
masih terbuka lebar untuk memenuhi Jumlah penduduk Indonesia
kebutuhan dan tingkat konsumsi sayuran mengalami peningkatan yang sangat pesat
nasional, salah satu diantaranya adalah setiap tahunnya, sehingga luas lahan yang
Sawi hijau. tersedia dan dapat diolah untuk areal
Tanaman Sawi (Brassica juncea) pertanian juga semakin terbatas. Bahkan
merupakan salah satu jenis sayuran famili tidak sedikit pula lahan pertanian yang
kubis-kubisan (Brassicaceae) yang diduga telah beralih fungsi menjadi, seperti areal
berasal dari negeri China. Sawi masuk ke industri, perumahan dan gedung-gedung
Indonesia sekitar abad ke -17, namun perkantoran. Hal ini tentu menjadi
sayuran ini sudah cukup populer dan peluang untuk mengembangkan
diminati di kalangan masyarakat vertikultur secara intensif. Sistem
(Darmawan, 2009). Tanaman Sawi vertikultur ini sangat cocok diterapkan
rasanya enak serta mempunyai bagi petani atau perorangan yang
kandungan gizi yang dibutuhkan tubuh mempunyai lahan sempit, namun ingin
manusia seperti energi, protein, lemak, menanam tanaman sebanyak-banyaknya.
karbohidrat, serat, Fosfor, zat Besi, Metode yang dapat digunakan sangat
Natrium, Kalium dan sumber vitamin A. beragam, diantaranya dengan metode
Kandungan gizi serta rasanya yang enak, bambu, plempem, pipa, pot dan karung
membuat sawi menjadi salah satu produk plastik. Tapi yang sering digunakan adalah

139
Kamelia Munthe, Erwin Pane, Ellen L. Panggabean, Budidaya Tanaman Sawi ( Brassica juncea L. ) Pada

bambu dan pipa, alasannya karena kedua plot penelitian 24 plot, ukuran plot
metode ini sangat mudah untuk dilakukan penelitian 80x80 cm, jarak antar plot 60
dan mudah untuk mencari bahannya. cm, jarak antar ulangan 1 m, ukuran
Selain itu, dalam pembuatan kerangka bambu 1,2 m, jarak tanam plot 20x20 cm,
dapat menggunakan kayu, bambu, tali, jarak antar lubang bambu 10 cm, jarak
paku (Nitisapto, 2003). Berdasarkan antar botol plastik 10 cm, jumlah tanaman
uraian di atas, dilakukan penelitian sampel 4/plot, jumlah tanaman per plot
Budidaya Tanaman Sawi (Brassica juncea 16, dan total tanaman 384 tanaman.
L.) pada Media Tanam Yang Berbeda Model analisa Rancangan Acak
Secara Vertikultur. Kelompok (RAK) faktorial adalah sebagai
Berdasarkan uraian pada latar berikut :
belakang maka rumusan masalah dalam Yijk = µ + I + j + k + (  )jk + ijk, dimana:
penelitian ini adalah: Apakah budidaya Yijk = Hasil pengamatan pada ulangan ke-i
tanaman secara vertikultur dan media yang mendapat perlakuan pola budidaya
tanam yang berbeda berpengaruh pada taraf ke-j dan media tanam pada
terhadap pertumbuhan dan produksi taraf ke-k.
tanaman sawi. Tujuan penelitian untuk  = Nilai rata-rata populasi
mengetahui teknik budidaya tanaman I = Pengaruh ulangan ke-i
Sawi yang lebih efisien dengan j = Pengaruh pola budidaya taraf ke-j
menggunakan media tanam yang berbeda k = Pengaruh media tanam taraf ke-k.
secara vertikultur. ()jk = Pengaruh interaksi pola
budidaya pada taraf ke-j dan media tanam
METODE PENELITIAN
pada taraf ke-k.
Bahan-bahan yang digunakan dalam
ijk = Pengaruh sisa dari ulangan ke-i yang
penelitian ini adalah benih sawi, pupuk
mendapat pola budidaya taraf ke-j dan
kandang sapi, kompos sayuran, air, EM4,
media tanam pada taraf ke-k.
gula merah dan tanah sub soil. Alat-alat
Untuk mengetahui pengaruh
yang digunakan dalam penelitian ini
perlakuan maka disusun daftar sidik
adalah bambu, botol plastik, cangkul,
ragam, dan untuk perlakuan yang
kawat, gembor, timbangan, alat pengukur
berpengaruh nyata dan sangat nyata
dan alat-alat tulis.
dilanjutkan dengan uji beda rataan
Penelitian ini dirancang dengan
berdasarkan uji jarak Duncan’s (Gomez
Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dan Gomez, 2005)
faktorial yang terdiri dari 2 faktor
Pelaksanaan Penelitian terdiri dari
perlakuan, yaitu: (1) Pola Budidaya (P)
pembuatan Pupuk Kompos Sayuran.
yang terdiri dari 3 taraf, yaitu: P1 =
Dalam pembuatan kompos yang pertama
Konvensional, P2 = Vertikultur bambu, P3
kali dikerjakan yaitu tempat pembuatan
= Vertikultur botol plastik bekas. (2)
kompos dengan mencangkul tanah dengan
Media tanam (M) yang terdiri dari 2 taraf
ukuran 1 m x 1 m dan kedalaman 1,5 m.
yaitu: M1 = tanah + pupuk kandang sapi,
Kemudian diberi alas seperti plastik untuk
M2 = tanah + pupuk kompos sayuran
tempat kompos dan penutupnya. Bahan
Satuan penelitian terdiri dari 4 ulangan,
kompos yang digunakan sebanyak 60 kg
dalam 1 ulangan terdiri dari 6 plot, total

140
Agrotekma, 2 (2) Juni 2018: 138-151.

limbah sayur dan limbah sayuran kandang sapi dengan jumlah 480 gr/ botol
dipotong kecil-kecil kemudian plastik dengan perbandingan 1:1.
dimasukkan ke dalam plastik dan diberi Pemberian pupuk organik cair ini
EM4 dan gula merah 100 gram, gula dilakukan pada saat tanaman berumur 15,
merah dipotong kecil-kecil. Pemberian 25 hari dan 35 hst sesui dengan dosisnya.
EM4 dan gula merah ini berfungsi untuk Pupuk tersebut disemprotkan secara
mengaktifkan mikroba yang ada pada merata pada bagian bawah permukan
larutan EM4. daun dan batang, penyemprotan pupuk
Pembuatan bedengan, dibuat dengan organik ini dilakukan pada pagi hari.
ukuran panjang 80 cm, lebar 80 cm dan Parameter yang Diamati meliputi:
lebar 80 cm dan tinggi bedengan 22 cm. 1. Tinggi Tanaman (cm)
Bibit sawi ditanam perlubang dengan Tinggi tanaman diukur pada umur 1
jumlah 1 bibit dan jarak tanam 20 cm × minggu setelah pindah tanam. Tinggi
20 cm sehingga diperoleh 16 tanaman tanaman diukur mulai dari pangkal batang
perbedengan. Bedengan tidak diberi sampai ke ujung titk tumbuh tanaman
pupuk dasar hanya diberi pupuk kompos sampel. Pengukuran tinggi tanaman
dan pupuk kandang dengan jumlah dosis dilakukan dengan interval 1 minggu sekali
pupuk kandang 0.98 kg/ plot dan pupuk sampai tanaman sawi panen.
kompos sayuran 0.89 kg/plot. 2. Jumlah Daun (helai)
Pembuatan Vertikultur Bambu yaitu Jumlah daun tanaman diamati
wadah tanam yang digunakan adalah bersamaan pada waktu pengamatan tinggi
batang bambu dengan diameter 13 cm tanaman. Daun yang dihitung adalah daun
panjangnya 1,6 meter. Media tanam yang yang telah membuka sempurna. Jumlah
digunakan adalah perbandingan tanah daun dihitung dengan interval 1 minggu
dengan kompos sayuran dan setelah pindah tanam.
perbandingan tanah dengan pupuk 3. Produksi Tanaman per Plot (g/plot)
kandang sapi dengan perbandingan Produksi tanaman per plot (kg)
sebanyak 1 : 1. Setelah semua bahan dihitung dengan menimbang seluruh
terkumpul dilakukan pencampuran bobot basah tajuk dalam satu plot tanpa
dengan merata. Dalam pembuatan ini mengikut sertakan akar tanaman.
bambu dibuat secara vertikal atau Produksi tanaman per plot diukur pada
bertingkat. Semakin besar kualitas bambu waktu panen.
semakin lama masa pemakaiannya. 4. Bobot Basah Tajuk (g)
Vertikultur Botol Plastik Bekas, Bobot basah tajuk adalah berat tajuk
dalam pembuatan media ini bahan yang tanaman yang masih segar. Bagian yang
digunakan yaitu botol plastik bekas ditimbang adalah daun dan batang
minuman yang tidak digunakan lagi dan tanaman sampel. Bobot basah tajuk ini
bambu yang digunakan untuk tiang botol ditimbang pada waktu panen, dengan
bekas tersebut, kemudian dilakukan memotong akar.
pencampuran tanah dengan kompos 5. Bobot Kering Tajuk (g)
sayuran dengan jumlah 445 gr/ botol Bobot kering tajuk adalah berat
bekas sedangkan tanah dengan pupuk tajuk tanaman yang tidak lagi
mengandung air. Bobot kering tajuk

141
Kamelia Munthe, Erwin Pane, Ellen L. Panggabean, Budidaya Tanaman Sawi ( Brassica juncea L. ) Pada

ditimbang setelah panen pada tanaman HASIL DAN PEMBAHASAN


sampel. Untuk mengurangi kadar air pada Tinggi Tanaman
tajuk tanaman dengan menggunakan oven Data pengamatan tinggi tanaman
dengan waktu 2 jam sekali, dengan suhu sawi pada umur 1,2,3, dan 4 minggu
70°C. setelah pindah tanam (MSPT) disajikan
6. Bobot Basah Akar (g) pada lampiran 1,2,5 dan 7, sedangkan
Bobot basah akar adalah berat akar daftar sidik ragamnya disajikan pada
tanaman yang masih segar yaitu mulai lampiran 2, 4, 6, dan 8. Dari daftar sidik
pangkal batang sampai ujung akar. Bobot ragam menunjukkan bahwa perlakuan
basah akar ditimbang pada waktu panen pola budidaya berpengaruh tidak nyata
pada tanaman sampel. terhadap tinggi tanaman pada umur 1
7. Bobot Kering Akar (g) MSPT, tetapi berpengaruh sangat nyata
Bobot kering akar adalah berat pada umur 2, 3, dan 4 MSPT. Perlakuan
akar yang tidak mengandung air. Bobot media tanam berpengaruh tidak nyata
kering akar ditimbang setelah panen pada pada tinggi tanaman pada umur 1 MSPT,
tanaman sampel. Untuk mengurangi kadar tetapi berpengaruh nyata pada umur 2
air pada akar dengan menggunakan oven MST, serta berpengaruh sangat nyata pada
dengan waktu 7 jam sekali, dengan suhu umur 3 dan 4 MST. Interaksi antara pola
70°C. budidaya dan media tanam berpengaruh
tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada
semua umur pengamatan. Rataan tinggi
tanaman sawi pada umur 4 MSPT akibat
perlakuan pola budidaya dan media tanam
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Tinggi tanaman Sawi Umur 4 MST Akibat Perlakuan Pola Budidaya dan Media Tanam.
Perlakuan Pola Budidaya Rataan Tinggi Tanaman (cm)
P1 (Konvensional) 31.28 aA
P2 (Vertikultur bambu) 30.54 bB
P3 (Vertikultur Botol Bekas) 27.56 bB
M1 (Tanah + Pupuk Kandang Sapi) 30.70 aA
M2 (Tanah + Pupuk Kompos Sayuran) 28.88 bB
Keterangan : Huruf yang diikuti oleh notasi yang sama pada satu kelompok perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 % (huruf
kecil) dan 0.01 % (huruf besar)

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pemanjangan sel di pucuk merupakan inti
pola budidaya pada perlakuan P1 dan P3 dari pertumbuhan tinggi tanaman,
memperlihatkan perbedaan yang sangat kelancaran aktifitas pertumbuhan dipucuk
nyata pada umur 4 MST. Dimana tergantung pada suplai factor tumbuh
perlakuan P1 memperlihatkan tinggi terutama karbohidrat dari daun sebagai
tanaman paling tinggi (31.28 cm). pusat fotosintesis. Sutrisno (2003)
Pertambahan tinggi tanaman diakibatkan mengatakan bahwa sintesis karbohidrat
terbentuknya sel-sel yang terbentuk di terjadi pada bagian–bagian hijau tanaman,
daerah meristem apikal (Allard, 2000). Ini terutama bagian daun tanaman yang
berarti aktifitas pembelahan dan mendapat sinar matahari langsung,

142
Agrotekma, 2 (2) Juni 2018: 138-151.

dengan menggunakan unsure hara yang Nitrogen membentuk asam-asam amino


diserap tanaman sebagai bahan baku, menjadi protein. Protein yang terbentuk
disebut proses fotosintesis. digunakan untuk membentuk hormon
Pola tanam secara konvensional pertumbuhan. Menurut Aria Bara et al.,
memberikan pertumbuhan yang terbaik, (2009), pupuk kandang merupakan
hal ini disebabkan pola budidaya sumber Nitrogen yang memberikan
konvensional memberikan keleluasaan pengaruh paling cepat dan menyolok pada
akar tanaman untuk tumbuh dan pertumbuhan tanaman dibandingkan
berkembang, sehingga tampak lebih tinggi unsur lainnya, dalam penelitian Suleman
dibanding pola budidaya vertikultur dan Cindra dosis pupuk organik padat 20
bamboo, dan terendah dari keduanya ton/ha memiliki nilai tertinggi (47,70 cm)
yaitu vertikultur botol bekas, dari Tabel 1 karena Nitrogen yang tersedia di dalam
juga dapat dilihat bahwa perlakuan media tanah dan mencukupi kebutuhan
tanam M2 (30.70cm) (tanah + pupuk tanaman, dapat meningkatkan tinggi
kandang) memperlihatkan tinggi tanaman tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh
tertinggi pada umur 4 MST, berbeda dengan baik. Sebaliknya tanaman tidak
sangat nyata dengan perlakuan M2 dapat tumbuh dengan baik jika unsur hara
(28.88cm) (Tanah + Pupuk Kompos Nitrogen tidak tercukupi pada tanaman.
sayuran). Pernyataan ini diperkuat oleh Sutejo
Tinggi tanaman meningkat pada dalam Ari Purwanti et al, (2009), bahwa
media yang dicampur pupuk kandang sapi kekurangan unsur hara Nitrogen
karena pupuk kandang sapi yang yang menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dan
dicampur dengan tanah mampu pertumbuhannya tersendat, serta daun
memperbaiki kesuburan media tumbuh. berwarna hijau muda dan akhirnya
Tanah yang subur akan mampu kuning.
menyediakan berbagai factor tumbuh,
seperti unsur hara dan air. Sebahagaian Jumlah Daun
besar unsur hara diambil tanaman dari Data pengamatan jumlah daun
tanaman lain (media) melalui perakaran. tanaman sawi pada umur 1, 2, 3, dan 4
Unsur hara ini akan dimanfaatkan MST disajikan pada lampiran 9, 11, 13,
tanaman dalam aktifitas pertumbuhan dan 15, sedangkan daftar sidik ragamnya
(pembelahan dan pembesaran sel), disajikan pada lampiran 10, 12, 14, dan
sehingga tanaman semakin tinggi. Hal ini 16. Dari daftar sidik ragam menunjukkan
mungkin disebabkan pupuk kandang sapi bahwa perlakuan pola budidaya dan
mengandung unsur makro seperti media tanam serta interaksinya
Nitrogen (N), Fospor (F), dan Kalium (K), berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah
pupuk kandang juga mengandung unsure daun pada umur 1 - 4 MST. Rataan jumlah
mikro seperti kalsium (Ca), Magnesium daun tanaman sawi pada umur 4 MST,
(Mg), dan Sulfur (S) ( Indriani, 2007). akibat perlakuan pola budidaya dan media
Hanolo (1997) menyatakan bahwa, tanam dapat dilihat pada Tabel 2.
unsur hara Nitrogen pada pupuk organik
memacu pertumbuhan tanaman, karena

143
Kamelia Munthe, Erwin Pane, Ellen L. Panggabean, Budidaya Tanaman Sawi ( Brassica juncea L. ) Pada

Tabel 2. Rataan Jumlah Daun Tanaman Sawi Umur 4 MST Akibat Perlakuan Pola Budidaya Dan Media
Tanam.
Perlakuan Pola Budidaya Rataan Jumlah daun (helai)
P1 (Konvensional) 9.94 a
P2 (Vertikultur bambu) 9.81 a
P3 (Vertikultur Botol Bekas) 9.81 a
M1 (Tanah + Pupuk Kandang Sapi) 10.02 a
M2 (Tanah + Pupuk Kompos Sayuran) 9.71 a
Keterangan : Huruf yang diikuti oleh notasi yang sama pada satu kelompok perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 % (huruf
kecil) dan 0.01 % (huruf besar)

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa tanaman yang terekspresikan melalui


pola budidaya pada perlakuan P1, P2 dan fenotipnya, dipengaruhi oleh faktor
P3 memperlihatkan perbedaan yang tidak genetik, lingkungan, dan interaksi antar
nyata pada umur 4 MST, dimana faktor genetik dan lingkungan. Keragaman
perlakuan P1 memperlihatkan jumlah genetik, dan heritabilitasnya. Seleksi lebih
daun yang paling banyak. Perlakuan efektif, jika di dalam populasi terdapat
media tanam M1(10.02 helai) (Tanah + kelebihan dari sistem vertikultur ini yaitu
Pupuk Kandang sapi) memperlihatkan dapat menghemat lahan karena meskipun
jumlah daun paling banyak pada umur 4 dilahan yang sempit tetapi sisten ini tetap
MST, berbeda tidak nyata dengan bisa diterapkan, dapat diperoleh hasil
perlakuan M2 (9.71 helai) (Tanah + Pupuk yang lebih banyak dari pada cara biasa,
kompos sayuran). Jumlah daun belum tidak tergantung musim karena sistem
memberikan respon terhadap pola vertikultur bisa dilakukan sepanjang
budidaya dan media tanam, diduga jumlah waktu tanpa harus menunggu musim
daun lebih dominan dipengaruhi oleh tertentu, lebih efisien tenaga kerja
faktor genetik dan faktor lingkungan maupun penggunaan pupuk, ganguan
(Hutagalung, 2006). Gardner et all. (1991) gulma dan penyakit yang ada relative
menyatakan bahwa pertumbuhan suatu lebih minim karena media tanam yang
tanaman dipengaruhi oleh dua faktor digunakan lebih steril dari metode
yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. konvensional (Haryanto, 2007).
Sifat kualitatif adalah berupa jumlah
yang mempunyai nilai heritabilitas yang Produksi Per Plot
rendah, bila dihubungkan dengan pola Data pengamatan produksi per plot
pengendalian genetik terhadap sifat maka tanaman sawi disajikan pada lampiran 17,
sifat kualiatif dikendalikan oleh satu atau sedangkan daftar sidik ragam
beberapa gen dan berpengaruh faktor menunjukkan bahwa perlakuan pola
genetik lebih dominan terhadap budidaya dan media tanam berpengaruh
penampilan sifat tersebut dibanding sangat nyata terhadap produksi per plot
dengan peranan faktor lingkungan. sedangkan interaksinya berpengaruh
Lingkungan tumbuh tanaman, tidak selalu tidak nyata terhadap produksi per plot.
merupakan lingkungan yang optimal bagi Rataan produksi per plot tanaman sawi
pertumbuhan sehingga seringkali akibat perlakuan pola budidaya dan media
tanaman tidak mampu mengekspresikan tanam dapat dilihat pada Tabel 3.
sifat-sifat genetiknya. Sifat genetik

144
Agrotekma, 2 (2) Juni 2018: 138-151.

Tabel 3. Rataan Produksi Per Plot Tanaman Sawi Akibat Perlakuan Pola Budidaya Dan
Media Tanam.
Perlakuan
Rataan Produksi Per Plot ( g)
Pola Budidaya
P1( Konvensional ) 344.06 Aa
P2( Vertikultur bambu ) 335.94 bB
P3( Vertikultur Botol Bekas ) 304.22 bB
M1 ( Tanah + Pupuk Kandang Sapi ) 337.71 aA
M2 ( Tanah + Pupuk Kompos Sayuran) 317.77 bB
Keterangan : Huruf yang diikuti oleh notasi yang sama pada satu kelompok perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 % (huruf
kecil) dan 0.01 % (huruf besar)
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tanah dan ditransportasi ketajuk tanaman.
pola budidaya pada perlakuan P1 Di tajuk tanaman, hara tersebut diolah
memperlihatkan perbedaan yang sangat menjadi senyawa pertumbuhan dan
nyata antara P2 dan P3 pada parameter dikirim kembali ke akar (Guritno dan
produksi per plot, dimana perlakuan P1 Sitompul, 1996).
(344.06 gr) memperlihatkan produksi per Disamping itu asam humus yang
plot paling tinggi. Dari Tabel 3 dapat disumbangkan mempunyai kapasitas
dilihat bahwa perlakuan media tanam M1 tukar kation yang tinggi, berkisar antara
(337.71 gr) (Tanah + Pupuk Kandang 150 – 300 m/ 100 g dan luas permukaan
sapi) memperlihatkan produksi per plot 800 – 900 m2/g. Tingginya kapasitas
tertinggi, berbeda sangat nyata dengan tukar kation dan luasnya permukaan
perlakuan M2 (317.77 gr) (Tanah + Pupuk humus meningkatkan ketersediaan hara
Kompos Sayuran), media tanah + pupuk dan air bagi tanaman (Soepardi, 1988).
kandang sapi dapat memperbaiki Ketersediaan hara dan air yang cukup
kesuburan tanah, sehingga unsur hara akan menyebabkan fotosintesa efektif
menjadi tersedia, dapat dimanfaatkan dalam pembentukan karbohidrat,
tanaman untuk pertambahan dan sehingga laju pertumbuhan tanaman
produksi tanaman, karena unsur tersebut meningkat, ditandai dengan bobot basah
mempunyai peranan penting. Salah satu semakin berat.
unsur yang tersedia adalah unsur fosfor.
Peranan unsur Fosfor adalah Bobot Basah Tajuk
penyusun ATP sebagai sumber energi, Data pengamatan bobot basah tajuk
serta penyusunan DNA dan RNA sebagai tanaman sawi disajikan pada lampiran 19,
senyawa Asam Nukleat. ATP sebagai sedangkan daftar sidik ragamnya
sumber energi dibutuhkan untuk aktifitas disajikan pada lampiran 20, dari daftar
pembelahan dan pemanjangan sel sidik ragam menunjukan bahwa
sehingga tanaman semakain tinggi. Fosfor perlakuan pola budidaya dan media tanam
mendorong pembelahan sel terutama berpengaruh sangat nyata terhadap bobot
pada organ akar, peningkatan pembelahan basah tajuk, sedangkan interaksinya
sel akibat tersedianyan Fosfor berpengaruh tidak nyata terhadap bobot
berpengaruh positif terhadap basah tajuk. Rataan bobot basah tajuk
pertumbuhan tajuk, karena tajuk tanaman tanaman sawi akibat perlakuan pola
dengan akar saling tergantung satu sama budidaya dan media tanam dapat dilihat
lain. Akar menyerap hara dari dalam pada Tabel 4.

145
Kamelia Munthe, Erwin Pane, Ellen L. Panggabean, Budidaya Tanaman Sawi ( Brassica juncea L. ) Pada

Tabel 4 : Rataan Bobot Basah Tajuk Tanaman Sawi Akibat Perlakuan Pola Budidaya Dan Media Tanam
Perlakuan Pola Budidaya
Rataan Bobot Basah Tajuk ( g )
P1( Konvensional ) 85.78 aA
P2( Vertikultur bambu ) 84.06 bB
P3( Vertikultur Botol Bekas ) 75.88 bB
M1 ( Tanah + Pupuk Kandang Sapi ) 84.31aA
M2( Tanah + Pupuk Kompos Sayuran ) 79.50 bB
Keterangan : Huruf yang diikuti oleh notasi yang sama pada satu kelompok perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 % (huruf
kecil) dan 0.01 % (huruf besar)

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pola kandungan salah satu unsur makro yang
budidaya pada perlakuan P1 dan P3 tinggi mampu dimanfaatkan tanaman
memperlihatkan perbedaan yang sangat untuk membentuk bagian vegetatif
nyata. Pada parameter bobot basah tajuk tanaman menjadi lebih baik sehingga
perlakuan P1 memperlihatkan bobot proses metabolisme juga berjalan lebih
basah tajuk paling tinggi (85.78g). Pola baik. Hal ini sesuai seperti yang
budidaya vertikultur bambu P2 dan botol dinyatakan oleh Salisburry dan Ross (
plastic P3 tidak berbeda nyata, P2 1992 ) mengatakan bahwa tanaman
memiliki bobot (84.06 gr) dan P3 memiliki membutuhkan unsur hara makro untuk
bobot (75.88 gr). Dari Tabel 4 juga dapat meningkatkan proses fotosintesis, dan
dilihat bahwa perlakuan madia tanam M1 mengaktifkan kerja enzim dalam
(84.31g) (Tanah + pupuk kandang sapi) membentu proses tersebut. Unsur hara
memperlihatkan bobot basah tajuk paling makro yang digunakan dalam proses
berat, berbeda sangat nyata dengan potosintesis sendiri proses fotosintesis
perlakuan M2 (79.50g) (Tanah + pupuk yang mampu menyerap cahaya tersebut
kompos sayuran). Penambahan pupuk sebab mereka memiliki zat hijau daun
kandang sapi kedalam tanah dapat atau klorofil. Klorofil ini sendiri ada di
memperbaiki porositas tanah sehingga dalam bagian organel bernama kloroplast.
tanah tidak menjadi padat yang Pada bagian daun tumbuhan, terdapat dua
mengakibatkan respirasi akar semakin lapisan sel yang dinamai dengan mesofil.
baik. Dengan demikian perkembangan pada bagian ini terdapat kurang lebih
akar semakin luas untuk mendapatkan setengah juta kloroplast yang tersebar di
nutrisi (unsur hara makro dan mikro) dari setiap millimeter persegi. Cahaya
dalam tanah dan pertumbuhan vegetative matahari selanjutnya akan melewati
menjadi lebih baik. Semakin baik lapisan epidermis yang tanpa warna
pertumbuhan vegetative maka kemudian melaju menuju mesofil. Pada
biomassanya yang ditimbang pada bagian bagian inilah sebagian besar kegiatan
tajuk tanaman semakin berat (Salisbury, fotosintesis berlangsung, sehingga suflai
1992). makanan dari hasil potosintesia
Diperkirakan bahwa unsur hara yang meningkat mempengaruhi pertumbuhan
terkandung di dalam pupuk kandang sapi, (bobot tajuk). Hasil potosintesis sendiri
benar-benar dimanfaatkan oleh tanaman akan dirombak kembali melalui proses
untuk menambah berat tanaman pada repirasi dan menghasilkan energy yang
titik optimum. Pada titik optimum diperlukan oleh sel untuk melakukan
konsentrasi pupuk kandang sapi dengan aktivitas, seperti pembelahan sel yang

146
Agrotekma, 2 (2) Juni 2018: 138-151.

terdapat pada daun tanaman yang berpengaruh sangat nyata terhadap bobot
menyebabkan daun tumbuh menjadi kering tajuk sedangkan interaksinya
panjang dan lebar. berpengaruh tidak nyata terhadap bobot
kering tajuk. Rataan bobot kering tajuk
Bobot Kering Tajuk tanaman sawi akibat perlakuan pola
Data pengamatan bobot kering tajuk budidaya dan media tanam dapat dilihat
tanaman sawi disajikan pada lampiran 21, pada Tabel 5.
sedangkan daftar sidik ragamnya
disajikan dalam lampiran 22, dari daftar
sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan pola budidaya dan media tanam

Tabel 5.: Rataan Bobot Kering Tajuk Tanaman Sawi Akibat Perlakuan Pola Budidaya dan Media Tanam.
Perlakuan Pola Budidaya Rataan Bobot Kering Tajuk ( g)
P1 ( Konvensional ) 30.03 aA
P2 ( Vertikultur bambu ) 29.34 bB
P3 ( Vertikultur Botol Bekas ) 26.63 bB
M1 ( Tanah + Pupuk Kandang Sapi ) 29.48 aA
M2 ( Tanah + Pupuk Kompos Sayuran ) 27.85 Bb
Keterangan : Huruf yang diikuti oleh notasi yang sama pada satu kelompok perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 % (huruf
kecil) dan 0.01 % (huruf besar)
Dari Tabel 5 dpat dilihat bahwa pola produksi suatu tanaman. Bahan organik
budidaya pada perlakuan P1 dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia
memperlihatkan perbedaan yang sangat tanah juga dapat meningkatkan jumlah
nyata antara perlakuan P2 dan P3 pada dan aktifitas mikroorganisme tanah
parameter bobot kering tajuk, dimana (Hsieh dah Hsieh, 1990). Perombakan
perlakuan P1 memperlihatkan bobot bahan organik akan menyumbangkan
kering tajuk yang paling berat (30,03g), unsur hara yang dikandungnya untuk
pola budidaya konvensional dan tanaman. sesuai dengan penelitian Noor
vertikultur bambu berbeda tidak nyata dan Ningsih (1998) menunjukkan pupuk
terhadap bobot kering tajuk, bobot basah kandang kotoran sapi mempunyai kadar N
tajuk yang semakin berat maka bobot 0,92%, P 0,23%, K 1,03%, Ca 0,38%, Mg
kering tajuk yang diperoleh juga semakin 0,38%, yang akan dapat dimanfaatkan
berat pada perlakuan konvensional oleh tanaman kalau sudah terurai.
maupun verikultur. Peningkatan hasil produksi tanaman
Dari Tabel 5 juga dapat dilihat dengan pemberian pupuk kandang bukan
bahwa perlakuan media tanam M1 saja karena pupuk kandang merupakan
(29.48g) (tanah + pupuk kandang sapi) sumber hara N dan juga unsur hara
memperlihatkan bobot kering tajuk paling lainnya untuk pertumbuhan tanaman,
berat, berbeda sangat nyata dengan selain itu pupuk kandang juga berfungsi
perlakuan M2 (27.85g) (tanah + pupuk dalam meningkatkan daya pegang tanah
kompos sayuran). Pemberian pupuk terhadap pupuk yang diberikan dan
kandang dapat memperbaiki kondisi meningkatkan kapasitas tukar kation
lingkungan pertumbuhan tanaman yang (KTK) tanah. Pemberian bahan organik
pada akhirnya mampu meningkatkan hasil pupuk kandang selain meningkatkan

147
Kamelia Munthe, Erwin Pane, Ellen L. Panggabean, Budidaya Tanaman Sawi ( Brassica juncea L. ) Pada

kapasitas tukar kation juga dapat Bobot Basah Akar


meningkatkan kemampuan tanah menah- Data pengamatan bobot basah akar
an air, sehingga unsur hara yang ada tanaman sawi disajikan pada lampiran 23,
dalam tanah maupun yang ditambahkan sedangkan sidik ragamnya disajikan pada
dari luar tidak mudah larut dan hilang, lampiran 24. Dari daftar sidik ragam
unsur hara tersebut tersedia bagi tanam- menunjukkan bahwa perlakuan pola
an. Pada tanah yang kandungan pasirnya budidaya dan media tanam berppengaruh
lebih dari 30% dan kandungan bahan sangat nyata terhadap bobot basah akar
organiknya tergolong rendah dan sangat sedangkan interaksinya berpengaruh
memerlukan pemberian bahan organik tidak nyata terhadap bobot basah akar.
untuk meningkatkan produksi dan meng- Rataan bobot basah akar tanaman sawi
efisiensikan pemupukan (Karama, 1990). akibat perlakuan pola budidaya dan edia
tanam dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 : Rataan Bobot Akar Tanaman Sawi Akibat Perlakuan Pola Budidaya Dan Media Tanam
Perlakuan Rataan Bobot Basah Akar ( g )
Pola Budidaya
P1 ( Konvensional ) 12.99 aA
P2 ( Vertikultur bambu ) 12.78 bB
P3 ( Vertikultur Botol Bekas ) 11.75 Bb
M1 ( Tanah + Pupuk Kandang Sapi ) 12.81 aA
M2 ( Tanah + Pupuk Kompos Sayuran ) 12.21 Bb
Keterangan : Huruf yang diikuti oleh notasi yang sama pada satu kelompok perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 % (huruf
kecil) dan 0.01 % (huruf besar)
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa Dari Tabel 6 juga terlirhat bahwa
pola budidaya pada perlakuan P1 dan P2 perlakuan media tanam M1 (12.81g)
menunjukkan hasil yang tidak nyata (tanah + pupuk kandang sapi)
namun berbeda sangat nyata terhadap memperlihatkan bobot basah akar paling
perlakuan P3 pada parameter bobot basah berat berbeda sangat nyata dengan
akar, dimana perlakuan P1 memperlihat- perlakuan M2 (12.21g) (tanah + pupuk
kan bobot basah akar paling berat kompos sayuran).
(12.99g). Proses difrerensiasi membutuh-
Bobot Kering Akar
kan bahan dari hasil fotosintesis dan
unsur hara yang diserap akar untuk Data pengamatan bobot kering akar
proses pertumbuhan baik akar maupun tanaman sawi disajikan pada lampiran 25,
batang. Hasil potosintesis berupa senyawa sedangkan daftar sidik ragamnya disaji-
karbohidrat digunakan segabagai energi kan pada lampiran 26, dari daftar sidik
oleh akar dalam mengambil unsur hara ragamnya menunjukkan bahwa perlakuan
dan pertuhan sel meristem pada akar pola budidaya dan media tanam ber-
(pembelahan sel). Akar yang mengalami pengaruh sangat nyata terhadap bobot
perpanjangan bertujuan utuk mengambil kering sedangkan interaksinya berpenga-
ruh tidak nyata terhadap bobot kering.
unsur hara yang jauh dari perakaran, hal
Rataan bobot kering akar tanaman sawi
ini membuat jumlah akar bertambah dan
membuat bobot akar juga bertambah, akibat perlakuan pola budidaya dan media
sehingga bobot akar semakin berat. tanam dapat dilihat pada Tabel 7.

148
Agrotekma, 2 (2) Juni 2018: 138-151.

Tabel 7. Rataan Bobot Kering Akar Tanaman Sawi Akibat Perlakuan Pola Budidaya dan Media Tanam
Perlakuan Pola Budidaya Rataan Bobot Kering Akar ( g )
P1 ( Konvensional ) 4.16 aA
P2 ( Vertikultur bambu ) 4.08 bB
P3 ( Vertikultur Botol Bekas ) 3.76 bB
M1 ( Tanah + Pupuk Kandang Sapi ) 4.10 aA
M2 ( Tanah + Pupuk Kompos Sayuran ) 3.90 bB
Keterangan : Huruf yang diikuti oleh notasi yang sama pada satu kelompok perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 % (huruf
kecil) dan 0.01 % (huruf besar)
Dari Tabel 7 didapat hasil yang sama ketersedian P tanah. Keadaan ini
dengan Tabel 6 bahwa pola budidaya pada memungkinkan akar tumbuh dengan baik,
perlakuan dan memperlihatkan sehinga kontak akar dengan P dan unsur-
perbedaan yang sangat nyata pada ursur lainnya lebih banyak. Soepardi
parameter bobot akar tetapi berbeda (1983) menyatakan bahwa, unsur P bagi
tidak nyata dengan , dimana perlakuan tanaman berfungsi dalam pembelahan sel,
memperlihatkan bobot akar paling membentuk jaringan muda, membantu
berat. Dari Tabel 7 juga dapat dilihat perkembangan akar dan dapat
bahwa perlakuan media tanam (4.10g) meningkatkan kualitas tanaman. Akar
(tanah + pupuk kandang sapi) tanaman yang terus berkembang dan
memperlihatkan bobot kering akar paling semakin panjang membuat keleluasaan
berat, berbeda sangat nyata dengan akar tanaman dalam mengambil unsure
perlakuan (3.90g) (tanah + pupuk hara dengan baik. Meningkatnya
kompos sayuran). Hal ini dikarenakan perpanjangan akar dan pertumbuhan akar
kandungan C-organik, pH (H2O), membuat meningkatnya penyerapan
Kapasitas Tukar Kation (KTK), N-total dan unsure hara (N, P dan lainya) yang akibat
P-tersedia tanah akibat penambahan penambahan bahan organic dan
pupuk kandang sapi. Peningkatan peningkatan kualitas tanaman pada
ketersedian unsur hara terutama Nitrogen bagian tajuk.
dan Fosfor akan memacu pertumbuhan Hakim (2009) menjelaskan bahwa, P
tanaman sawi. Peran bahan organik sangat penting dalam pertumbuhan dan
terhadap ketersediaan hara dalam tanah menentukan hasil tanaman, karena
tidak terlepas dengan proses mineralisasi peranan utama P adalah sebagai bahan
yang merupakan tahap akhir dari proses pembangun nukleoprotein yang terdapat
perombakan bahan organik. Dalam proses dalam inti sel. Pada perlakuan yang tidak
mineralisasi akan dilepas mineral-mineral diberi bahan organik menunjukan
hara tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, pertumbuhan tanaman menjadi tidak
Mg dan S, serta hara mikro) dalam jumlah sempurna dan kerdil sehingga produksi
tidak tentu dan relatif kecil. Hara N, P dan akan rendah. Hasil penelitian Rusnetty
S merupakan hara yang relatif lebih (2000), menunjukkan bahwa pemberian
banyak untuk dilepas dan dapat bahan organik dapat mening-katkan pH
digunakan tanaman. tanah, P tersedia, N total, serapan P, fraksi
Peningkatan produksi tanaman Sawi Al dan Fe dalam tanah, sehingga dapat
ini jelas disebabkan terjadinya perbaikan meningkatkan kandungan P tanaman,
sifat kirnia tanah, akibat pemberian bahan pada akhirnya hasil tanaman juga turut
organik ini mengakibatkan meningkatnya meningkat.

149
Kamelia Munthe, Erwin Pane, Ellen L. Panggabean, Budidaya Tanaman Sawi ( Brassica juncea L. ) Pada

Dengan demikian bahan organik Gomez, K.A. & Gomea, A.A. (2005). Prosedur
Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Jhon
yang terkandung dalam pupuk kandang
Wiley and Sons. New York.
Sapi mampu meningkatkan kualitas tanah Guritno, B, dan Sitompul, S.M. (1996), Analisis
karena sudah mengalami dekomposisi Pertumbuhan Tanaman, Gajah Mada
Universitas Press, Yogyakarta.
sehingga bakteri atau jasad renik
Hanolo, W. (1997). Tanggapan Tanaman Selada
menyebabkan tanah menjadi remah dan dan Sawi Terhadap Dosis dan Cara
dapat menyimpan air. Tanaman Sawi Pemberian Pupuk Cair Stimulan. Jurnal
Agrotropika.
merupakan tanaman sukulan sehingga
Haryanto, E.T. Suhartini dan Rahayu, E. (2005).
kebutuhan air harus terpenuh. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hakim, M.A. (2009). Asupan Nitrogen Dan Pupuk
Organik Cair Terhadap Hasil dan Kadar
SIMPULAN
Vitamin C Kelopak Bunga Rosela
Teknik budidaya tanam yang (Hisbiscus sabdariffa L).
berbeda sangat nyata berpengaruh pada http://eprints.uns.ac.id/279/1/16039250820100948
1. pdf. [01 November 2012].
pengamatan tinggi tanaman, produksi,
Hsieh, S.C. and Hsieh, C.F. (1990). The use of
bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, organic matter in crop production. Paper
bobot basah akar dan bobot kering akar. Presented at Seminar on “The Use of
Namun tidak berbeda nyata pada jumlah Organic Fertilizer in CropProduction“ at
Soweon, South Korea, 18-24 June 1990.
daun tanaman sawi. Media tanam yang http-/ isroi.files. wordpress. com/ 2008/ 02/
berbeda berbengaruh sangat nyata kompos.pdf
terhadap tinggi tanaman, produksi, bobot Hutagalung, O.E.H. (2006). Pengantar Genetika.
Universitas Katolik St. Thomas Sumatera
basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot Utara. Medan.
basah akar dan bobot kering akar. Namun Indriani. (2007). Membuat Kompos Secara Kilat,
tidak berbeda nyata pada jumlah daun. Jakarta: Penebar Swadaya.
Isroi & Widiastuti, H. (2005). Kompos Limbah
Padat Organik. Materi disampaikan pada
DAFTAR PUSTAKA acara pelatihan Pengelolaan Limbah
Adianto, (1993). Biologi Pertanian (Pupuk Organik, Dinas KLH Kab. Pemalang,
kandang, pupuk organik nabati, dan tanggal 29 September 2005, Pemalang, Jawa
(insektisida). Edisi kedua. Alumni -Anggota Tengah.
IKAP: Bandung. Karama, A.S. (1990). Penggunaan pupuk dalam
Agus, B. (2010). Sistem Tanaman Vertikultur. produksi pertanian. Makalah disampaikan
Penebar Swadaya. Jakarta. pada Seminar Puslitbang Tanaman Pangan,
Allard. (2001). Pemuliaan Tanaman. Bina Aksara. 4 Agustus 1999 di Bogor.
Jakarta Musnamar, E.I. (2004). Pupuk Organik Cair dan
Anonimus. (2002). Petunjuk Praktis Bertanam Padat, Pembuatan, Aplikasi. Jakarta:
Sayuran. Kanisius. Yogyakarta. Penebar Swadaya
Apriadji, W.H. (1989). Memproses Sampah. Seri Musnamar. (2003). Pembuatan dan Aplikasi
Teknologi. Cet. keXX11. Penebar Swadaya. Pupuk Organik Padat. Penebar Swadaya,
Darmawan. (2009). Budidaya Tanaman Sawi. Bogor.
Kanisius. Yogyakarta. Marsono, (1996). Petujuk Penggunaan Pupuk.
Deptan. (2011). Tanaman Hortikultura dan Jakarta: Penebar Swadaya.
Palawija. Depertemen Pertanian Jakarta. Nazarudin. (2003). Komoditi Ekspor Pertanian
Djafaruddin. (1996). Dasar – dasar Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura. Jakarta:
Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara. Penebar Swadaya.
Nan, K.D. & Setiawan, B.S. (2004). Cara Cepat Nitisapto, L. (2003). Sistem Vertikultr. Bandung:
Membuat Kompos Agromedia Pustaka, Angkasa.
Bogor. Noverita. (2005). Pola Bertanam Secara
Femmy, L. (2003). Vertikultur Teknik Budidaya di Vertikultur. Yogyakarta: Kanisius.
Lahan Sempit. Agromedia Pustaka, Bogor. Purwanti, A. Anas, D.S. (2009). Pengaruh Jenis
Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan

150
Agrotekma, 2 (2) Juni 2018: 138-151.

Dan Produksi Tanaman Sayuran Dalam Rusnetty. (2000). Beberapa Sifat Kimia Erapan P,
Nethouse. Fraksionasi Al dan Fe Tanah, Serapan Hara,
Rukmana, R. (2005). Bertanam Sawi dan Petsai. serta Hasil Jagung Akibat Pemberian Bahan
Jakarta: Penebar Swadaya. Organik dan Fosfat Alam pada Ultisols
Sitiung. [Disertasi]. Bandung: Universita
Padjadjara.

151

Anda mungkin juga menyukai