Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Hipertensi

1. Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah arteri sistemik

yang menetap dimana tekanan darah sitolik ≥120 mmHg atau tekanan

darah diastolik ≥80 mmHg (AHA, 2017).


Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka

bagian atas (sistol) dan angka bawah (diastole) pada pemeriksaan

tekanan darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang

berupa cuff air raksa ataupun alat digital lainnya. (Rudianto ,2013).
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang

abnormal di dalam pembuluh darah arteri dalam satu poeriode,

mengakibatkan arteriola berkonstriksi sehingga membuat darah sulit

mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri (Udjianti,

2011).

1
2

2. Hipertensi merupakan keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan

peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan peningkatan angka

morbiditas dan angka mortalitas (Indriyani, 2009).Klasifikasi Hipertensi


Angka pengukuran tekanan darah hanya menunjukkan besarnya

tekanan arah pada saat dilakukan pengukuran (Junaedi,2013).


American Heart Assosiation (2017) mengeluarkan klasifikasi hipertensi

sebagaimana tertera dalam table berikut :

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut AHA

Klasifikasi Tekanan darah Tekanan darah


Tekanan darah Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal <120 mm Hg <80 mm Hg
Prehipertensi 120-129 <80 mm Hg
Hipertensi tahap 1 130-139 80-89 mm Hg
hipertensi tahap 2 ≥140 mm Hg ≥90 mm Hg
Hipertensi urgensi >180 mm Hg > 120 mm Hg
Hipertensi darurat >kerusakan Hg + > 120 mm Hg +
organ target 180 Kerusakan organ
mm target
Sumber: American Heart Assosiation (2017).

3. Etiologi Hipertensi
Penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 (Triyanto (2014) yaitu :
a. Hipertensi esensial atau primer
Hipertensi primer adalah tekanan darah 140/90 mm Hg atau lebih,

pada usia diatas 18 tahun keatas dengan penyebab yang tidak

diketahui. Pengukuran dilakukan 2 kali atau lebih dengan posisi

duduk, kemudian diambil rata-ratanya pada dua kali atau tiga

kunjungan (Chandra, 2014)


3

Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat diketahui,

sementara penyebab sekunder dari hipertensi esensial juga tidak

ditemukan. Pada hipertensi esensial tidak ditemukan penyakit

renovaskuler, gagal ginjal maupun penyakit lainnya. Genetik ras

stress, intake alkohol moderat, merokok, lingkungan dan gaya hidup

menjadi bagian dari penyebab timbulnya hipertensi esensial

(Triyanto, 2014).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah karena suatu

gangguan seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Dari 10%

kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor pencetus

munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi

oral, kehamilan, peningkatan volume intravaskular, luka bakar dan

stres (Udjianti, 2010).


Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat

diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan

kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal

(hiperaldosteronisme) dan penyakit parenkim (Buss & Labus,

2013).
3. Faktor Risiko Hipertensi
Lewa, dkk (2010) menjelaskan, faktor penyebab yang

mempengaruhi hipertensi ada 2 yaitu tidak dapat dikontrol dan

dapat dikontrol.
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol
1) Keturunan (Genetik)
Faktor genetik ternyata juga memiliki peran terhadap angka

kejadian hipertensi. Pasien hipertensi esensial sekitar 70-80


4

% lebih banyak pada kembar monozigot (satu telur) dari

pada heterozigot (beda telur). Riwayat keluarga yang

menderita hipertensi juga menjadi pemicu seseorang

menderita hipertensi, oleh sebab itu hipertensi disebut

penyakit turunan (Triyanto, 2014).


2) Jenis kelamin
Jenis kelamin juga sangat erat kaitannya terhadap terjadinya

hipertensi. Pada masa muda dan paruh baya di temukan

lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada

wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun (ketika seorang

wanita mengalami menopause). Secara umum tekanan darah

pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada

perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah masa

menopause yang mununjukkan adanya pengaruh hormon

(Julius, 2008).
3) Usia
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang

berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan

bertambahnya usia maka semakin tinggi pula resiko

mendapatkan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat

seiring dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan oleh

perubahan alamiah dalam tubuh yang mempengaruhi

pembuluh darah, hormon serta jantung (Triyanto, 2014).


b. Faktor resiko yang dapat dikontrol

1) Rokok
5

Kandungan rokok yaitu nikotin dapat menstimulus pelepasan

katekolamin. Katekolamin yang mengalami peningkatan

dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung, iritabilitas

miokardial serta terjadi vasokontriksi yang dapat

meningkatkan tekanan darah (Ardiansyah,2012).

2) Alkohol

Hipertensi akan meninggi jika meminum alkohol lebih dari

tiga kali dalam sehari. Dan mengkonsumsi alkohol sedang

(moderate) diperkirakan punya efek protektif (Bustan, 2015).

3) Kurang Aktivitas Olahraga

Olahraga teratur adalah suatu kebiasaan yang memberikan

banyak keuntungan seperti berkurangnya berat badan,

tekanan darah, kolesterol serta penyakit jantung. Dalam

kaitannya dengan hipertensi, olahraga teratur dapat

mengurangi kekakuan pembuluh darah dan meningkatkan

daya tahan jantung dan paru-paru sehingga dapat

menurunkan tekanan darah (Widyanto dan Triwibowo,2013).

4) Obesitas

Faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah

kegemukan atau obesitas. Pasien obesitas dengan hipertensi

memiliki daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah

yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pasien yang

memiliki berat badan normal (Triyanto,2014).


6

5) Stress

Faktor lingkungan seperti stress juga memiliki pengaruh

terhadap hipertensi. Hubungan antara stress dengan hipertensi

melalui saraf simpatis, dengan adanya peningkatan aktivitas

saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah secara

intermitten (Triyanto, 2014).

4. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak dipusat vasomotor medulla otak. Rangsangan pusat

vasomotor yang dihantarkan dalam bentuk impuls bergerak menuju

ganglia simpatis melalui saraf simpatis. Saraf simpatis bergerak

melanjutkan ke neuron preganglion untuk melepaskan asetilkolin

sehingga merangsang saraf pasca ganglion bergerak ke pembuluh darah

untuk melepaskan norepineprin yang mengakibatkan kontriksi

pembuluh darah. Mekanisme hormonal sama halnya dengan mekanisme

saraf yang juga ikut bekerja mengatur tekanan pembuluh darah

(Smeltzer &Bare, 2008). Mekanisme ini antara lain :


a. Mekanisme vasokonstriktor norepineprin-epineprin
Perangsangan susunan saraf simpatis selain menyebabkan eksitasi

pembuluh darah juga menyebabkan pelepasan norepineprin dan

epineprin oleh medulla adrenal ke dalam darah. Hormon

norepineprin dan epineprin yang berada di dalam sirkulasi darah

akan merangsang pembuluh darah untuk vasokonstriksi. Faktor

seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon


7

pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor (Saferi

&Mariza, 2013).
b. Mekanisme vasokonstriktor renin-angiotensin
Renin yang dilepaskan oleh ginjal akan memecah plasma menjadi

substrat renin untuk melepaskan angiotensin I, kemudian dirubah

menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat.

Peningkatan tekanan darah dapat terjadi selama hormon ini masih

menetap didalam darah (Guyton, 2012).

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah

perifer memiliki pengaruh pada perubahan tekanan darah yang terjadi

pada lanjut usia (Smeltzer & Bare, 2008). Perubahan struktural dan

fungsional meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat

dan penurunan kemampuan relaksasi otot polos pembuluh darah akan

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah,

sehingga menurunkan kemampuan aorta dan arteri besar dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume

sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan

tahanan perifer (Saferi & Mariza, 2013).

5. Manifestasi Hipertensi
Gejala klinis yang dialami oleh para pasien hipertensi biasanya

berupa pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak

napas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunan-kunang, dan

mimisan (jarang dilaporkan). Individu yang menderita hipertensi

kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila


8

ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang

khas sesuai system organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah

bersangkutan. Perubahan patofisiologis pada ginjal dapat bermanifestasi

sebagai nokturia (peningkatan urinari pada malam hari) dan azetoma

peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin. Keterlibatan

pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangkaian

iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada

satu sisi (hemiplagia) atau gangguan tajam penglihatan (Triyanto,

20140.
Gejala dari hipertensi pada masing-masing individu hampir

sama gejalanya antara lain sakit kepala, kelelahan, sesak nafas, gelisah,

pandangan menjadi kabur karena adanya kerusakan pada otak (Wahdah,

2011),.
6. Pentalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk

mengendalikan angka kesakitan, komplikasi dan kematian akibat

penyakit hipertensi. Penatalaksanaan hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu

farmakologis dan non farmakologis (kemenkes RI, 2013) yaitu :

a. Terapi Farmakologis

1) Jenis-jenis Obat Anti Hipertensi (OAH)


a) Diuretik
Peranan sentral retensi garam dan air dalam proses terjadinya

hipertensi essensial, penggunaan diuretic dalam pengobatan

hipertensi dapat masuk akal. Akan tetapi, akhir-akhir ini rasio

manfaat terhadap resikonya masih belum jelas. Efek samping yang


9

ditimbulkan dari penggunaan diuretik seperti: hipokalemia,

hiperurisemia, dan intoleransi karbohidrat dapat meniadakan efek

manfaat obat tersebut dalam menurunkan tekanan darah tinggi

(Marya, 2013) .
b) Penghambat adrenergik (β-bloker)
Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan daya

pompa jantung, dengan kontraindikasi pada penderitayang

mengalami gangguan pernafasan seperti asma bronkial (Saferi &

Mariza, 2013).
c) Vasodilator
Peningkatan resistensi perifer merupakan kelainan utama hipertensi

essensial, maka pemberian obat-obat vasodilator akan menyebabkan

vasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah yang akan menurunkan

tekanan darah (Marya,2013).

b. Non Farmakologi

Menurut Susilo & Wulandari (2011), upaya penatalaksanaan

hipertensi dapat dilakukan dengan pengobatan non farmakologis,

termasuk mengubah gaya hidup yang tidak sehat. Beberapa saran

perubahan gaya hidup yang dapat menurunkan tekanan darah (Palmer

dan Williams (2007) adalah:

1) Menjaga berat badan dalam kisaran normal


Secara umum, semakin berat tubuh semakin tinggi tekanan darah.

Jika menerapkan gaya hidup sehat dengan olahraga teratur dan

pola makan seimbang, maka dapat mengurangi berat badan dan

menurunkan tekanan darah dengan caracara yang terkontrol.


2) Mengurangi asupan garam
10

Terlalu banyak mengkonsumsi garam dapat meningkatkan

tekanan darah hingga ketingkat membahayakan. Menurut British

hypertension society menganjurkan asupan garam dibatasi

sampai kurang dari 2,4 g sehari. Jumlah tersebut setara dengan

6gram garam, yaitu satu sendok teh perhari.


3) Berhenti merokok
Dalam rokok terkandung berbagai zat yang dapat merusak

lapisan dinding arteri, yang pada akhirnya akan membentuk plak

atau kerak arteri. Plak ini menyebabkan penyempitan lumen atau

diameter arteri yang menyebabkan berkurangnya kadar oksigen

dalam darah. Akibatnya jantung akan bekerja lebih berat untuk

memberikan cukup oksigen ke sel-sel tubuh.


4) Stres
Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan tekanan

darah sementara. Menghindari stress pada pasien hipertensi dapat

dilakukan dengan cara relaksasi seperti relaksasi otot, yoga atau

meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf sehingga

menurunkan tekanan darah yang tinggi (Hartono, 2008).


5) Aktivitas (Olah Raga)
Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik

aerobik selama 30-45 menit perhari) dapat menurunkan tahanan

perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Selain itu

keuntungan melakukan olahraga adalah dapat meurunkan berat

badan, meningkatkan level HDL (High Density Lipoprotein) dan

menurunkan trigliserida (lemak dari makanan yang menjadi


11

bagian dari sirkulasi darah dalam aliran darah) (Susilo &

Wulandari, 2011)
6) Terapi herbal
Terapi herbal adalah salah satu pengobatan alternatif yang telah

diakui di kalangan medis yang mampu mengobati hipertensi.

Terapi ini menggunakan tanaman yang terbukti secara medis

memiliki kandungan obat herbal sebagai obat antihipertensi

dengan pemakaian yang tepat dan benar, kandungan obat herbal

tanaman bisa membantu proses pengendalian tekanan darah.

Salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk terapi herbal

adalah daun salam (Nurrahmani & Kurniadi, 2015).


Flavonoid dalam daun salam berfungsi sebagai antioksidan

yang mampu mencegah terjadinya oksidasi sel tubuh.

Kandungan flavonoid pada daun salam dapat digunakan untuk

menurunkan terjadinya hipertensi, menurunkan kadar

kolesterol tubuh, menurunkan kadar gula darah, dan

menurunkan kadar asam urat (Utami & Puspaningtyas, 2013).


7. Pengukuran Tekanan Darah
Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan

membalutkan manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan

dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai

denyut radial atau brakial menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan

bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui dan arteri brakialis telah

tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas

titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset dikempiskan perlahan,

dan dilakukan pembacaan secara auskultasi. Sedangkan mengunakan


12

auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih

akurat (Smeltzer & Bare, 2001). Untuk mengauskultasi tekanan darah,

ujung stetoskop yang berbentuk corong atau diafragma diletakkan pada

arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku (rongga antekubital), yang

merupakan titik dimana arteri brakialis muncul diantara kedua kaput otot

biseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per

detik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang

menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai bunyi

Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus

terdengar dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di

bawah tekanan diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang

(Smeltzer & Bare, 2001).


8. Daun Salam (Syzygium polyanthum)
a. Definisi
Salam (Syzygium polyanthum) adalah nama pohon penghasil

daun rempah yang banyak digunakan dalam masakan Indonesia. Obat

tradisional ini secara empiris berkhasiat dalam terapi Hipertensi. Daun

salam tumbuh menyebar di Asia Tenggara dan sering ditemukan di

pekarangan rumah. Selain sebagai bumbu dapur, daun salam memiliki

banyak manfaat untuk kesehatan misalnya untuk mengobati diabetes

militus, gastritis, pruritus, diare, mabuk karena alkohol, dan

hipertensi. (Agoes, 2010).


2. Klasifikasi Daun Salam
klasifikasi tanaman daun salam sebagai berikut Menurut

(Mardiana,2013) yaitu :
a) Kerajaan : Plantae
b) Divisi : Magnoliophyta
13

c) Kelas : Magnoliopsida
d) Ordo : Myrtales
e) Famili : Myrtaceae
f) Genus : Syzygium
g) Species : Syzygium polyanthum

2.1 Gambar Daun Salam


3. Kandungan Daun Salam
Daun salam mengandung eugenol, metil kavikol, sitral, ekstrak

etanol sebagai anti jamur dan anti bakteri, ekstrak etanol sebagai anti

cacing, flavonoid, tanin, vitamin A, B kompleks, kalsium, zat besi,

lemonen, pinen, neral, katekin, asam caffein, salisilat, parthenolide,

enzim, dan minyak atsiri (Nuraini, 2014)


Daun salam (Syzygium polyanthum) mempunyai kandungan

kimia yang mempunyai fungsi menurunkan tekanan darah yaitu

minyak asiri, tannin, dan flavonoida. Mekanisme kerja dari kandungan

kimia dalam daun salam merangsang sekresi cairan empedu sehingga

kolesterol akan keluar bersama cairan empedu menuju usus, dan

merangsang sirkulasi darah sehingga mengurangi terjadinya

pengendapan lemak pada pembuluh darah (Margowati, dkk, 2016).


Kandungan Flavonoid akan mempengaruhi kerja dari

Angiotensin Converting Enzym (ACE). Penghambatan ACE akan

menginhibisi perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, yang


14

menyebabkan vasodilatasi sehingga tahanan resistensi perifer turun

dan dapat menurunkan tekanan darah. Efek lainnya dapat

menyebabkan penurunan retensi air dan garam oleh ginjal, sekresi

aldosteron, dan sekresi Anti Diuretic Hormone (ADH) oleh kelenjar

hipopituitari. Sekresi aldosteron yang menurun berefek terhadap

penurunan retensi air dan garam oleh ginjal, sedangkan penurunan

sekresi ADH menyebabkan penurunan absorpsi air. Penurunan retensi

air dan garam serta absorpsi air menyebabkan volume darah menurun,

sehingga tekanan darah menurun (Irawati, 2015).


4. Cara Pembuatan Rebusan Daun Salam
Cara peembutan ramuan daun salam dapat dijelaskan sebagai berikut

(Nuraini, 2014):
a) Siapkan 7 sampai 10 lembar daun salam kemudian di cuci

sampai bersih.
b) Rebus daun salam dengan air 3 gelas (600 cc)
c) Proses perebusan di hentikan ketika air kira-kira tersisa 1

gelas saja (200 cc), Setelah air dingin lalu saring


d) Minumlah air tersebut 2x sehari pagi dan sore, masing-

masing 1 gelas atau 100 cc


5. Efek non farmakologi daun salam sebagai antihipertensi
Daun salam secara teori memiliki kandungan kimia yang

diduga berperan terhadap penurunan tekanan daran adalah flavonoid.

Senyawa flavonoid dapat menurunkan systemic vascular resisten

(SVR) karena menyebabkan vasodilatasi dan mempengaruhi kerja

Angiotensin Converting Enzyme (ACE) yang mampu menghambat

terjadinya perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Efek

vasodilatasi dan inhibitor ACE dapat menurunkan tekanan darah.


15

Dengan demikian daun salam dapat bertindak sebagai penurun tekanan

darah (Junaedi, 2013).


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dafriani (2016)

pada pasien hipertensi yang mengkonsumsi rebusan daun salam yang

diberikan satu gelas rebusan daun salam berukuran 240 cc dan di

minum 2 kali sehari masing-masing setengah gelas (120 cc) pada

responden selama 5 hari secara rutin didapatkan hasil penurunan rata-

rata sistol antara sebelum dan sesudah yaitu 161 mmHg menjadi 121

mmHg dan penurun rata-rata diastolik antara sebelum dan sesudah

diberikan rebusan daun salam yaitu 96 mmHg menjadi 76 mmHg

menunjukkan bahwa terdapat perubahan tekanan darah Sistolik pre-

test dan posttest pasien hipertensi adalah 40 mmHg dan 20 mmHg

diastol.
9. Relaksasi Napas Dalam
a. Pengertian Relaksasi Napas Dalam
Relaksasi napas dalam adalah suatu teknik merilekskan ketegangan

otot yang dapat membuat pasien merasa tenang dan bisa

menghilangkan dampak psikologis stres pada pasien. Relaksasi napas

dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan yang dalam ini

perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas

dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) 50 dan

bagaimana menghembuskan napas dalam secara perlahan (Teti, 2015).


Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang

didasarkan pada pada cara kerja sistem syaraf simpatis dan

parasimpatis. Teknik relaksasi semakin sering dilakukan karena

terbukti efektif mengurangi ketegangan dan kecemasan, dan dapat


16

menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Pernapasan

diafragma sampai saat ini menjadi metode relaksasi yang mudah dalam

pelaksanaannya terapi relaksasi napas dalam sangat baik untuk

dilakukan setiap hari oleh pasien hipertensi, agar membantu tubuh

terutama otot pembulu darah sehingga mempertahankan elastisitas

pembuluh darah elastis (Ramdhani, 2014)

b. Fisiologi Relaksasi Napas Dalam


Latihan relaksasi napas dalam dapat menurunkan produksi

asam laktat di otot dengan cara meningkatkan suplai oksigen

sementara kebutuhan oksigen didalam otak mengalami penurunan

sehingga terjadi keseimbangan oksigen didalam otak. Napas dalam dan

lambat menstimulus saraf otonom yang berefek pada penurunan

respons saraf simpatis dan peningkatan respons saraf parasimpatis.

Respons saraf simpatis akan meningkatkan aktifitas tubuh sementara

respons saraf parasimpatis cenderung menurunkan aktifitas tubuh

sehingga tubuh mengalami relaksasi dan mengalami penurunan

aktifitas metabolik. Stimulasi saraf parasimpatis berdampak pada

vasodilatasi pembuluh darah otak yang memungkinkan suplai oksigen

didalam otak lebih banyak sehingga perfusi jaringan otak lebih adekuat

(Downey, 2009 dalam Niken, 2015).


Penurunan kadar hormon adrenalin juga terjadi saat latihan

nafas dalam dan lambar akan memberikan rasa tenang dan rileks

sehingga berdampak pada perlambatan denyut jantung yang akhirnya

akan membuat tekanan darah mengalami penurunan (Prasetyo, 2010).


17

c. Prosedur Relaksasi Napas Dalam


Langkah-langkah relaksasi napas dalam terdiri dari empat fase

(National Safety Counncil, 2013) yaitu :

a. Fase I
Inspirasi dengan menarik udara masuk ke dalam paru melalui

hidung, memposisikan tubuh serileks mungkin, konsentrasi, dan

perhatikan penuh.
b. Fase II
Beri jeda sebelum mengeluarkan dari paru.
c. Fase III
Ekhalasi, mengeluarkan udara dari paru melalui saluran masuknya

udara tersebut.
d. Fese IV
Beri jeda kembali setelah, mengeluakan udara sebelum mulai

menghirup udara lagi menggunakan visualisasi dengan imajinasi.

Pemberian teknik relaksasi nafs dalam dilakukan 15 menit.

10. Keaslian Penelitian

Tabel 2.2Keaslian Penelitian

NO Peneliti Judul Metode Hasil penelitian


(tahun) penelitian

1 Erlita Pengaru penelitian Hasil penelitian


Tawang, h teknik ini ini menyatakan ada
Mulyadi, relaksas mengunak penurunan tekanan
dan Henry i napas an pra darah yang
18

Palandeng dalam eksperime signifikan sesudah


, 2013 terhadap n dengan Dilakukan teknik
penurun rancangan relaksasi napas
an non- dalam pada pasien
tekanan equivalent hipertensi sedang-
darah control berat kelompok
pada group. eksperimen, nilai
pasien sistolik mengalami
hiperten penurunan sebesar
si 165,77mmHg/90,0
sedang- 0
berat di mmHg untuk hari
ruang ke-1, sedangkan
irina c hari ke-2 terjadi
blu prof. penurunan sebesar
Dr.R. D. 149,33 mmHg /
Kandou 84,00 mmHg.
manado terdapat pengaruh
pada tekanan
darah kelompok
eksperimen,dengan
melakukan teknik
relaksasi napas
dalam,nilai P.Value
0,000 dimana (<
á=0,05),
sedangkan pada
kelompok kontrol
P.Value
1,000 dimana (>=á
0,05) tidak ada
pengaruh.
2 Shahfitri, Efektifit Desain Senam jantung
dkk(2014) as senam penelitian sehat dan senam
jantung quasi ergonomic
sehat dan experimen kombinasi
senam t . relaksasi napas
argonomic Rancangan dalam sama-sama
kombinasi penelitian efektif terhadap
relaksasi pretest and penurunan tekanan
19

napas post test darah pada sistolik


dalam group dan diastolic pada
terhadap design penderia hipertensi
tekanan tanpa dengan P.Value
darah pada kelompok tekanan darah
pasien control sistolik dan
hipertensi sampel 32 diastolik (0,000) <
orang . α (0,05), hal ini
Teknik berarti ada
analisis pengaruh yang
data signifikan antara
dengan uji mean penurunan
t-test tekanan darah
sistolik dan
diastolik
3 Tunjung Pengaruh Penelitian Hasil penelitian
Sri air rebusan ini menunjukkan
Yulianti, daun merupakan bahwa adanya
Rahayu salam penelitian penurunan nilai
Setyanings tehadap eksperime tekanan darah
ih, Mega penurunan n semu sistol setelah diberi
Suryaning Tekanan atau quasi rebusan daun
sih (2014) darah pada eksperime salam yaitu dengan
pasien n dengan hasil nilai rata-rata
hipertensi rancangan tekanan darah
di dukuh pre post sistol 126.43
Jangkung eksperime mmHg dan nilai
rejo ntal. rata-rata tekanan
nogosari darah diastol 80.18
boyolali mmHg. Dengan α
= 5% (0.05)
diperoleh p= 0,000
sehingga p < 0,05
yang berarti Ho
ditolak dan Ha
diterima, sehingga
dapat ditarik
kesimpulan bahwa
ada pengaruh
konsumsi rebusan
Penurunan
Faktor Risiko: Umur, Hipertensi
Tekanan
Hipertensi
Hipertensi
penatalaksanaan
farmakologi
Obesitas Darahdan Gaya Hidup
sekunder
primer
, Stress

1. Deuretik 20
2. Penghambat simpatis
3. Beta Bloker
4. Vasodilator
nan darah
5. Antagonis kalsium
6. Penghambat reseptor
daun salam
terhadap
penurunan tekanan
darah pada pasien
hipertensi di
Dukuh Jangkung
Rejo Nogosari
Boyolali.

2.2 Kerangka Teori

Non farmakologi
Penurunan BB
Mengurangi Garam
Olahraga
Herbal
Rebusan daun salam
mengurangi Stress
Relaksasi napas dalam
21

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Triyanto, 2014.,Kemenkes RI, 2013

2.3 Kerangka konsep


Kerangka teori diatas, maka dapat diuat kerangka konsep penelitian

seperti pada skema dibawah ini :

Hipertensi Pre Test Hipertensi Post Test

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

2.4 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pernyataan

penelitian (Notoadmojo,2012). Dimana hipotesis dari judul penelitian

diatas adalah :
Ho : Tidak ada pengaruh relakasasi napas dalam dan rebusan daun

salam terhadap perubahan tekanan darah pada pasien hipertensi di

Puskesmas sibela.
Ha : Adanya pengaruh relakasasi napas dalam dan rebusan daun salam

terhadap perubahan tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas

sibela.

Anda mungkin juga menyukai