Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
A. Identitas Penderita
Nama : Tn.A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 49 tahun
II. ANAMNESIS
Aloanamnesis dengan keluarga pasien :
1. Keluhan utama
Sesak napas
2. Riwayat penyakit sekarang (Tanggal 15-03-2019)
Sesak sejak 1/2 bulan SMRS, memberat 3 hari terakhir. Sesak napas
muncul mendadak. Sesak napas bertambah berat saat batuk. Keluhan sedikit
berkurang jika beristirahat. Sesak tidak disertai bunyi “ngik”, sesak tidak
dipengaruhi oleh suhu, cuaca, maupun debu. Pasien menggunakan 2 bantal
saat tidur. Sesak napas tidak dipengaruhi posisi. Sebelum sesak pasien
mengeluh batuk sejak 3 bulan yang lalu. Batuk memberat sejak ½ bulan
SMRS. Batuk muncul mendadak. Berdahak warna kuning kental. Darah (-).
Pasien pernah merasakan nyeri dada sebelah kiri seperti ditusuk-tusuk sejak 1
minggu. Pasien menyangkal adanya penjalaran nyeri ke punggung dan tangan
sebelah kiri. Nyeri dada timbul terutama saat sesak napas dan batuk.
Demam (+) naik turun selama 2 bulan terakhir, menggigil (-), keringat
dimalam hari (+). Berat badan menurun (+), nafsu makan menurun. Badan
lemas (+) mual (-) muntah (-)
3. Riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan penyakit
sekarang
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Tidak ada
riwayat TB sebelumnya.
1
4. Riwayat penyakit dalam keluarga atau lingkungan sekitarnya yang ada
hubungan dengan penyakit sekarang adalah tidak ada.

III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 15 Maret 2019)


1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, lemah,gelisah
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
2. Pengukuran
Tanda vital :
Tekanan Darah: 110/75 mmHg
Nadi : 85x/menit
Respirasi : 26x/menit
Suhu : 36,5°C
SpO2 : 92% (O2 3 lpm)

a. Kulit : Warna : Pucat


Sianosis : Tidak ada
Kelembaban : Cukup
Ptekie : Tidak ada
Mata : Palpebra : Cekung (-/-)
Konjungtiva : Anemis (+/+)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Diameter : 3 mm / 3mm
Simetris : Isokor/Isokor
Reflek cahaya : +/+
Kornea : Jernih
Telinga : Bentuk : Simetris, Normotia
Sekret : tidak ada
Serumen : Minimal
Nyeri : Tidak ada
2
Hidung : Bentuk : Simetris
Pernafasan Cuping Hidung : Tidak ada
Epistaksis : Tidak ada
Sekret : Minimal
Philtrum : Makula eritema
Mulut : Bentuk : Simetris
Bibir : Mukosa bibir kering
Gusi : Tidak ada tanda perdarahan
: Tidak ada pembengkakan
Gigi-geligi : Lengkap
Lidah : Bentuk : Normolingua
Pucat/tidak : Tampak pucat
Tremor/tidak : Tidak tremor
Kotor/tidak : Tidak kotor
Faring : Hiperemis : (-)
Edem : Tidak ada
Membran/pseudomembran : Tidak ada
Mukosa : Normal
Tonsil : Pembesaran : Tidak ada
Abses/tidak : Tidak ada
Membran atau pseudomembran : Tidak ada
5. Leher :
Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak teraba
JVP : Tidak ada
Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada
Massa : Tidak ada
Tortikolis : Tidak ada

6. Toraks :
a. Dinding dada atau paru
3
Inspeksi : Bentuk : Simetris (+/+)
Retraksi : Tidak ada di seluruh lapang paru
Pernapasan : Thorakalis
Palpasi : Fremitus fokal: Simetris (+/+)
Perkusi : Pekak Pekak
Pekak Pekak
Pekak Pekak

Auskultasi : Ronki
+ +
+ +
+ +

Wheezing
- -
- -
- -

b. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis : Tidak terlihat
Palpasi : Apeks : Tidak teraba
Auskultasi : Suara Dasar : S1=S2 tunggal
Bising : -

7. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : Normal, Distensi (-)
Lain-lain : Venektasi vena (-),
Spider nevi (-), petekie (-), purpura (-),
turgor kembali cepat
Auskultasi : Bising Usus (+) normal

4
Perkusi : Timpani, regio kuadran kanan atas pekak, shifting dullness
(-)
Asites : Tidak ada
Palpasi : Supel
Nyeri tekan (-)
Hepar : tidak teraba, nyeri tekan (-)
Lien : tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ginjal : tidak teraba, nyeri tekan (-)
Massa : Tidak teraba

8. Ekstremitas :
Umum : Ekstremitas atas : Akral hangat (+/+), parese (-/-), edema (-/-),
petekie (-/-), hematom (-/-), purpura (-/-),
clubbing finger (-/-), massa otot hipotrofi (-/-
), rumple leed (-/-), pulsasi arteri perifer
(arteri radialis dekstra et sinistra) teraba
kuat.
Ekstremitas bawah : Akral hangat (+/+), parese (-/-), edema (-/-)
petekie (-/-), hematom (-/-), purpura (-/-),
clubbing finger (-/-), massa otot hipotropi (-
/-).

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Darah Rutin hari 15 Maret 2019 (IGD)
- Hb :9,8 g/dL
- Ht :30,1 %
- Eritrosit :3,24 jt/ μL
- MCV :92,9 fL
- MCH :30,2 pg
- MCHC :32,6 g/dL
5
- Leukosit :4,0rb/ μL
- Hitung Jenis :
Basofil :0,0%
Eosinofil :0,0%
Neutropil :92,8%
Limfosit :5,2%
Monosit :2,0%
- Trombosit :135 rb/μL

Pemeriksaan Kimia Darah:


- LED :45 mm
- Glukosa sewaktu :98 mg/dL
- Asam Urat :9,3 mg/dL
- Kolesterol HDL :39,5 mg/Dl
- LDH :378 U/L
- Ureum :122 mg/dL
- Kreatinin :0,9 mg/dL
- SGOT :24 U/L
- SGPT :18 U/L
- Bilirubin Total :0,7 mg/dL
- Albumin :1,9 g/dL
- HBsAg Rapid :Non reaktif
- Anti HIV Rapid :Non reaktif

6
Rongent Thotax:

Interpretasi Rongent Thorax:


Rongent thorax PA tanggal 15 Maret 2019,
KV pas
 Soft Tissue: tipis
- Bone :Intak, costae dan ICS Kanan kiri normal
- Trakea : Ditengah
- Hilus :Kanan dan Kiri pas,tidak geser ke kanan atau kiri
- Cor : Site :dalam batas normal
Size : CTR <50%
Shape : dalam batas normal
- Diafragma:Kanan dan kiri mendatar

7
- Sudut costophenicus: kanan sedikit tumpul dan kiri tajam
- Pulmo :Fibroinfiltrat dan multipel cavitas
Kesimpulan: TB Paru, pneumonia

Diagnosis Kerja:
1. TB Paru
2. Pneumonia bakteri
3. Anemia
4. Hipoalbumin
5. Hiperuricemia
Diagnosis Banding :
1. Kanker Paru susp metastase
2. COPD

V. TATALAKSANA
Medikamentosa
- O2 2-4L/menit, nasal kanul
- IVFD Aminofluid:NaCl 0,9% = 1:2= 20 tetes/menit
- Inj viccilin 4 x 1,5 gr
- Inj fluconazole 1 x 200 mg
- Inj esomeprazole 2 x 40 mg
- Inj metilprednisolon 2 x 32,5 mg
- Vip albumin 3 x 2 caps
- Allopurinol 0-0-300 mg
- Rifampisin : 0-0-300 ac
- Isoniazid : 0-0-200 mg ac
- Pirazinamid: 0-0-750 mg ac
- Etambutol: 0-0-500 mg ac
- Transfusi PRC 1 labu/hari, premedikasi 1 ampul (Inj. Dexamethasone)

VI. PROGNOSIS
8
Quo Ad vitam : Dubia ad malam
Quo Ad functionam : Dubia ad malam
Quo Ad sanationam : Dubia ad bonam

VII. FOLLOW UP
16 Maret 2019
S : Sesak (+) batuk (+), demam (-), nafsu makan menurun (+), BAB (+),
nyeri badan (+), muntah (-), BAK lancar dan banyak.
O :
Keadaan umum tampak sakit sedang, lemah
Kesadaran kompos mentis, GCS 15
TD : 110/60 mmHg, N : 98x/menit, R : 22x/menit, suhu : 36 ,3C, SpO2: 94%
tanpa O2 tambahan
Kepala : Konjungtiva anemis (+/+)
Thorax :
Inspeksi : Bentuk : Simetris (+/+)
Retraksi : Tidak ada di seluruh lapang paru
Pernapasan : Thorakalis
Palpasi : Fremitus vokal: Simetris (+/+)
Perkusi : Pekak Pekak
Pekak Pekak
Pekak Pekak

Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronko Vesikular (+/+)


Suara Tambahan : Ronkhi (+/+) semua lapang paru
wheezing (-/-).
Jantung : S1S2 reguler, irama teratur, bising (-)
Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal, NT (-)
Ekstrimitas : Akral hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik, Petekie (<).

9
A :
a. TB Paru
b. Pneumonia bakteri
c. Anemia
d. Hipoalbumin
e. Hiperuricemia

P :
Medikamentosa
- O2 2-4L/menit, nasal kanul
- IVFD Aminofluid:NaCl 0,9% = 1:2= 20 tetes/menit
- Inj viccilin 4 x 1,5 gr
- Inj fluconazole 1 x 200 mg
- Inj esomeprazole 2 x 40 mg
- Inj metilprednisolon 2 x 32,5 mg
- Vip albumin 3 x 2 caps
- Allopurinol 0-0-300 mg
- Rifampisin : 0-0-300 ac
- Isoniazid : 0-0-200 mg ac
- Pirazinamid: 0-0-750 mg ac
- Etambutol: 0-0-500 mg ac
- Transfusi PRC 1 labu/hari, premedikasi 1 ampul (Inj. Dexamethasone)

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung paru yang disebabkan
oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman ini
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.1
2.2 Etiologi
Tuberkulosis Paru (TB) adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan
oleh mycobacterium tuberculosis. Mycrobacterium tuberculosis adalah bakteri
yang masuk dalam bentuk batang dan memiliki sifat tahan terhadap asam atau
Batang Tahan Asam (BTA).2,3
Penderita TB BTA (+) merupakan sumber penularan utama penyakit ini,
terutama pada waktu bersin atau batuk. Penyebaran melalui droplet atau percikan
dahak yang didalamnya terkandung bakteri aktif yang nantinya apabila terhisap
oleh orang lain dapat menularkan TB melewati saluran pernapasan. Daya
penularan dari seorang penderita di tentukan banyaknya kuman yang di keluarkan
dari parunya. Dalam BTA positif pada penderita TB semakin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan dahak maka semakin infeksius penderita tersebut, begitu pula
dengan sebaliknya. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan dalam
beberapa jam di udara dengan suhu kamar.3

2.3 Epidemiologi
Tahun 2016 secara global terdapat 10,4 juta kasus insiden TB (Cl 8,8 juta-
12 juta) setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Insiden kasus TB
tertinggi dilima negara yaitu India, Indonesia, China, Philipina dan Pakistan
seperti gambar di bawah ini:4

11
Gambar 2.1 Estimasi Jumlah Kasus Baru (incidence) TB di Negara yang
Memiliki Paling Sedikit 100.000 Kasus Baru tahun 2016. Gambar 2.2 Estimasi
IncidenceRate TB per 100.000 penduduk tahun 2016.4
Sebagian besar insiden TB tahun 2016 pada kawasan Asia Tenggara
(45%) dimana Indonesia merupakan salah satu di dalamnya dan 25% terjadi di
kawasan seperti dibawah ini:4

Gambar 2.3 Estimasi Insidens TB menurut Regional tahun 2016.

2.4 Patogenesis
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi
oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit
kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.
Akan tetapi, pada sebagiankecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam

12
makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN.5
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus
primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus,sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru,
yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan
gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).5
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu
yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang
waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler.5
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi
terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat
terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.
Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama
masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,
imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler
berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB

13
dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman
TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. 5

Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya


mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.5
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis
fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair
dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal
saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus
dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat
menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis
perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-
konsolidasi.5
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan
pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.5
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
14
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ
di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks
paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi
dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya.5
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai
Fokus SIMON. Bertahuntahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun,
focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ
terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.5
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB
secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu
2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan
virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu
(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.5
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal
dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi padian/jewawut (millet
seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,
yang secara histologi merupakan granuloma.5
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan
menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan
15
masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe
ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini
dapat terjadi secara berulang.5
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),
biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB
paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru
kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier
atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.5
Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran
kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan).
Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya
infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam
lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada
anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda. Tuberkulosis ekstrapulmonal
dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB.5

2.5 Gejala Klinis


Gejala klinikTB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik
(atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik meliputi batuk lebih dari 3 minggu, batuk disertai darah,
sesak napas, dan nyeri dada. Semua gejala ini sangat bervariasi, dimulai tidak ada
gejala sampai gejala cukup berat tergantung luasnya perlukaan pada paru.
2. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak
nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas &
kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
3. Gejala sistemik meliputi demam dari rendah sampai tinggi, dan disertai dengan
gejala sistemik yang lain seperti malaise, anoreksia, keringat malam, dan berat
badan menurun yang merupakan ciri khas TB selain batuk berkepanjangan.1

16
2.7 Diagnosis
Tuberkulosis paru cukup mudah dikenali melalui keluhan-keluhan klinis,
gejala-gejala, kelainan fisis, kelainan radiologi sampai dengan kelainan
bakteriologis. Diagnosis pasti tuberkulosis paru adalah dengan menemukan
kuman mycobacterium tuberculosa dalam sputum atau jaringan paru secara
biakan. Diagnosis tuberkulosis paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status
bakteriologis, status radiologis dan status kemoterapi. Menurut WHO kriteria
pasien TB yaitu sputum BTA positif yaitu pemeriksaan sputum secara
mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan atau
satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan
gambaran TB aktif atau sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.
Pasien dengan sputum BTA negatif, pada pemeriksaan sputum secara mikroskopis
tidak ditemukan BTA, pada 2x pemeriksaan gambaran radiologis sesuai dengan
TB aktif atau pasien dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif.6,7
TB ekstra paru, yakni pasien dengan kalainan histologis atau dengan
gambaran klinis sesuai dengan TB aktif atau pasien dengan satu sediaan dari
organ ekstra parunya menunjukkan hasil bakteri M. tuberculosae. Pembagian
pasien digolongkan lagi berdasarkan riwayat penyakitnya yaitu:
a. Kasus baru, yakni pasien yang tidak mendapat obat anti TB lebih dari 1
bulan.
b. Kasus kambuh adalah pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB,
tetapi kemudian timbul lagi TB aktifnya.
c. Kasus gagal (smear positive failure) adalah pasien yang sputum BTA-nya
tetap positif setelah mendapat obat anti TB lebih dari 5 bulan atau pasien
yang menghentikan pengobatannya setelah mendapat obat anti TB 1-5
bulan dan sputum BTAnya masih positif.
d. Kasus kronik adalah pasien dengan sputum BTA tetap positif setelah
mendapat pengobatan ulang (retreatment) lengkap yang disupervisi
dengan baik.7

17
Gambar 2.9 Mentri Kesehatan Republik Indonesia alur diagnosis TB dan TB
resisten obat di Indonesia.7,8

18
2.8 Pengobatan
Paduan pengobatan OAT FDC yang digunakan di Indonesia adalah
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).
a. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.
b. Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.
c. Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2
yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin,
Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan
obat TB baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
Catatan: Pengobatan TB dengan paduan OAT Lini Pertama yang
digunakan di Indonesia dapat diberikan dengan dosis harian maupun dosis
intermiten (diberikan 3 kali perminggu) dengan mengacu pada dosis terapi
yang telah direkomendasikan.7,8

Tabel 2.1 Dosis OAT berdasarkan kelompok berat badan:7

Keterangan:

1. Kanamisin diberikan maksimum 0,75 g untuk pasien usia >59 tahun. Jika

kanamisin tidak dapat diberikan, maka dapat diganti dengan kapreomisin dengan

dosis yang sama.

19
2. Khusus untuk INH, pasien dengan BB 33-40 kg diberikan 450 mg; >40 kg

diberikan 600 mg.

3. Karena yang tersedia saat ini adalah obat Clofazimin 100 mg, maka untuk

pasien dengan berat badan <33 kg, Clofazimin diberikan dua hari sekali.

4. Pemilihan Etionamid atau Protionamid tergantung pada ketersediaan obat

program

2.9 Komplikasi
Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut yaitu
komplikasi dini pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, poncet’s
arthopathy. Komplikasi lanjut yaitu obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom
Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat yaitu fibrosis paru, kor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS),
sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB. Komplikasi lain pada pasien TB
adalah pneumotoraks, gagal napas dan gagal jantung.2,7

20
BAB III
PEMBAHASAN

Tuberkulosis Paru (TB) adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan


oleh mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru cukup mudah dikenali
melalui keluhan-keluhan klinis, gejala-gejala, kelainan fisis, kelainan radiologi
sampai dengan kelainan bakteriologis. Diagnosis pasti tuberkulosis paru adalah
dengan menemukan kuman mycobacterium tuberculosa dalam sputum atau
jaringan paru secara biakan.
Berdasarkan teori,gejala klinik TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik meliputi batuk lebih dari 3 minggu, batuk disertai darah,
sesak napas, dan nyeri dada. Semua gejala ini sangat bervariasi, dimulai tidak ada
gejala sampai gejala cukup berat tergantung luasnya perlukaan pada paru.
2. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak
nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas &
kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
3. Gejala sistemik meliputi demam dari rendah sampai tinggi, dan disertai dengan
gejala sistemik yang lain seperti malaise, anoreksia, keringat malam, dan berat
badan menurun yang merupakan ciri khas TB selain batuk berkepanjangan.1
Pada pasien ini diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis, pada
pasien didapatkan keluhan sesak napas, batuk berdahak, sesak bertambah berat
ketika batuk, disertai demam, keringat dimalam hari, berat badan menurun dan
nafsu makan menurun. Sesuai dengan teori TB paru, pada pasien ini didapatkan
gejala respiratorik yaitu batuk lebih dari 3 minggu disertai dengan gejala
pernapasan (nyeri dada, sesak napas). Selain itu juga didapatkan gejala sistemik
yaitu demam, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, dan keringat malam).

21
Batuk adalah gejala yang banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus. Batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan
yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Sesak napas pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan
sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. Nyeri dada jarang
ditemukan dan timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis. Ketika terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik atau melepaskan napasnya.
Demam biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Kadang-kadang
badan panas dapat mencapai 40-4l°C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali sehingga pasien merasa tidak
pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubussh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis
yang masuk.
Pemeriksaan fisik pada pasien ini yaitu perkusi pekak paru kanan dan kiri,
auskultasi terdapat suara bronco vesikuler pada kedua paru, terdapat suara ronki
pada kedua lapang paru, wheezing (-/-). Suara napas tambahan berupa ronki basah
kasar dan nyaring. Jika infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas
menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar pada
pemeriksaan perkusi terdengar suara hipersonor atau timpani dan auskultasi
memberikan suara amforik. Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk
efusi pleura.
Pemeriksaan radiologi pada pasien ini didapatkan bercak-bercak
fibroinfiltrat dan multipel kavitas pada kedua paru, cord an hilus kesan posisi
tertarik ke kiri, dengan diafragma mendatar, kesannya adalah TB paru lesi luas.
Gambaran yang didapat sesuai dengan teori, yaitu satu foto dada sering
didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah
22
lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik atau
sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema. Bayangan (lesi) pada foto dada,
bukanlah menunjukkan adanya aktivitas penyakit, kecuali suatu infiltrat yang
betul-betul nyata. Lesi penyakit yang sudah non-aktif, sering menetap selama
hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas, schwarte, sering
dijumpai pada orang-orang yang sudah tua.
Pengobatan TB pada pasien ini dengan kasus baru yaitu dengan kategori
satu 2RHZE/4RH dengan dosis yang disesuikan dengan BB pasien. Pengobatan
tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan) dan fase lanjutan
(4 bulan).
Diagnosis lain didapatkan adanya pneumonia secara anamnesis, gejala
klinis batuk dan dahak. Pemeriksaan fisik demam, sesak napas, tanda-tanda
konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronki nyaring, suara pernapasan
bronkial). Penatalaksanaan rawat inap AB harus diberikan dalam 8 jam pertama di
rawat di RS. Steroid jangka panjang selama l4 hari atau lebih. Penyebab S.
pneumonia menggunakan antibiotik yang digunakan ceftriaxone, penyebab H.
influenza atau gram (-) sensitif dengan antibiotik levofloksasin, moksifloksasin
atau ciprofloksasin atau ampisilin/sulbaktam atau ertapenem.

23
BAB IV
KESIMPULAN

Tuberkulosis Paru (TB) adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan


oleh mycobacterium tuberculosis. Pada pasien ini diagnosis TB paru ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis, pada pasien didapatkan keluhan sesak napas, batuk
berdahak, sesak bertambah berat ketika batuk, disertai demam, keringat dimalam
hari, berat badan menurun dan nafsu makan menurun. Sesuai dengan teori TB
paru, pada pasien ini didapatkan gejala respiratorik yaitu batuk lebih dari 3
minggu disertai dengan gejala pernapasan (nyeri dada, sesak napas). Selain itu
juga didapatkan gejala sistemik yaitu demam, tidak nafsu makan, penurunan berat
badan, dan keringat malam). Pengobatan TB pada pasien ini dengan kasus baru
yaitu dengan kategori satu 2RHZE/4RH dengan dosis yang disesuikan dengan BB
pasien. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2
bulan) dan fase lanjutan (4 bulan).

24

Anda mungkin juga menyukai