Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
miobakterium tuberkulosa. Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja, dan
dimana saja. Setiap tahunnya, kasus TBC di Indonesia bertambah 25% dan
sekitar 140.000 terjadi kematian. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar
dengan masalah TBC di dunia.

Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam provinsi pada tahun 1983-
1993 menunjukan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2% –
0,65%. Sedangkan menurut laporan penanggulangan TBC Global yang
dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insiden TBC pada tahun 2002
mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya
merupakan kasus baru.

Penyakit TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri


miobakterium tuberkulosa.Baktei ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).Bakteri ini pertama
kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 maret 1882. Untuk mengenang
jasa Koch, bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan penyakit TBC pada
paru-paru kerap juga disebut sebagai Koch Pilmonum (KP).

Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua
menit muncul satu penderita baru penyakit TBC paru yang menular, bahkan
setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di
Indonesia.Sehingga kita harus waspada sejak dini dan mendapatkan informasi
lengakap tentang TBC.

B. Rumus Masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian dari TBC ?

2. Bagaimana patofisiologi penyakit TBC ?

3. Bagaimana cara Penularan TBC ?

1
4. Apa tanda dan gejala seseorang menderita TBC ?

5. Bagaimana cara penanggulangan/pencegahan TBC ?

C. Tujuan

Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian dari TBC.

2. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit TBC.

3. Untuk mengetahui cara penularan TBC.

4. Untuk mengetahui tanda dan gejala TBC.

5. Untuk mengetahui cara penaggulangan/pencegahan TBC.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan


Anatomi fisiologi sistem pernafasan bagian atas terdiri dari hidung,
faring, laring, dan trachea.
1. Hidung
Hidung terdiri dari hidung ekstrena dan rongga hidung di belakang
hidung eksterna. Hidung eksterna terdiri dari kartilago sebelah bawah dan
tulang hidung disebelah atas ditutupi bagian luarnya dengan kulit dan pada
bagian dalamnya dengan membrane mukosa. Rongga hidung memanjang dari
nostril pada bagian depan ke aperture posterior hidung, yang keluar ke
nasofaring bagian belakang. Rongga hidung tersebut ditutupi oleh membrane
mukosa.
Septum nasalis memisahkan kedua rongga hidung. Septum nasalis
merupakan stuktur tipis yang terdiri dari tulang dan kartilago, biasanya
membengkok ke satu sisi atau salah satu yang lain, dan keduanya dilapisi oleh
membrane mukosa. Dinding lateral dari ronnga hidung sebagian dibentuk oleh
maksila, palatum dan os sphenoid.
Konkha superior, inferior dan media (turbinasi hidung) merupakan
tiga buah tulang yang melangkung lembut melekat pada dinding lateral dan
menonjol ke dalam rongga hidung. Ketiga tulang tersebut tertutup oleh
membran mukosa.
Dasar dari hidung terbentuk oleh bagian dari maksila dan tulang
palatine. Atap dari rongga hidung merupakan celah yang sempit yang
terbentuk oleh tulang hidung frontalis dan sphenoid. Membran mukosa
olfaktorius, pada bagian atap rongga hidung dan bagian tepi dari rongga
hidung, mengandung sel-sel saraf tersebut melalui lempeng kribriformus dari
os frontal dan ke dalam bulb olfaktorius dari saraf cranial (olfaktorius).
Sinus paranasal terdiri dari ; sphenoid, ethmoid, frontalis, dan
maksilaris. Sinus paranasal merupakan ruang pada tulang cranial yang
berhubungan melalui ostium ked alam rongga hidung. Sinus tersebut ditutupi
oleh membran mukosa yang berlanjut dengan rongga hidung. Ostium ke
dalam rongga hidung. Lubang hidung, sinus sphenoid, diatas kokha superior.
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari
paru-paru. Jalan nafas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran-kotoran dan
melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru.

3
Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktorius (penciuman) karena reseptor
olfaksi terletak dalam mukosa hidung dan hidung juga membantu dalam
persengauan.
2. Faring

Faring atau tenggorok adalah stuktur seperti tuba yang


menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi
tiga region ; nasal, oral, dan laring.

Nasofaring terletak disebelah belakang rongga hidung, dibawah dasar


dari tengkorak dan disebelah depan vertebra servikalis ke 1 dan ke 2.
Nasofaring bagian depan keluar ke rongga hidung dan bagian bawah keluar ke
dinding orofaring. Auditorius (tuba eutakhia) keluar ke dinding lateral
nasofaring pada masing-masing sisinya. Tonsil orofaring merupakan bantalan
jaringan limfe pada dinding nasofaring posteriosuperior. Orofaring merupakan
sesuatu yang umum pada sistem pernafasan dan pencernan karena makanan
masuk ke dalamnya dari nasofaring dan paru-paru.

Orofaring pada bagian bawahnya berlanjut dengan laring ofaring, yang


merupakan bagian dari faring yang terletak tepat dibelakang laring dan ujung
bawah esophagus.

Udara di inspirasi adalah hangat. Lembab dan disaring karena udara


tersebut melalui rongga hidung. Fungsi faring adalah untuk menyediakan
saluran pada traktus respiratorius dan digestif.

3. Laring

Laring merupakan struktur yang lengkap dari kartilago; kartilgo tiroid,


epiglottis, kartilago kirkoid dan dua buah kartilago aritenoid. Kartilago tiroid
terbesar pada trachea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun.

Epiglotis, daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring


selama menelan. Kartilago krikoid satu-satunya cincin kartilago yang kompilt
dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid). Kartilago aritenoid (2 buah)
kartilago aritenoid; digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago
tiroid.

4
Membran mukosa : menghubungkan kartilago satu dengan lainnya dan
dengan os hioideus. Pita suara ; ligament yang dikontrol oleh gerakan otot
yang menghasilkan bunyi suara ; pita suara melekat pada lumen laring.

Laring terletak pada garis tengah bagian depan leher, terbenam dalam
kulit, kelenjar tiroid dan beberapa otot kecil, serta pada bagian depan laring
ofaringeus dan bagian atas esophagus.

Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya


vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda
asing dan memudahkan batuk.

4. Trakhea

Trakhea merupakan tuba yang lentur atau fleksibel dengan panjang


sekitar 10 cm dan lebar 2,5 cm. Trakhea menjalar dari kartilago krikoid ke
bawah depan leher dan ke belakang manubrium sternum, untuk berakhir pada
sudut dekat sternum. Dimana trakhea tersebut berakhir dengan membagi
membagi ke dalam bronkhus kanan dna kiri. Di leher trakhea disilangi pada
bagian depannya oleh istmus dari kelenjar tiroid dan beberapa vena. Trachea
terbentuk dari 16-20 helai kartilago yang berbentuk C dihubungkan satu sama
lainnya dengan jaringan fibrosa. Dengan konstruksi yang demikian
membuatnya tetap terbuka bagimanapun posisi dari kepala leher. Permukaan
posterior trachea agak pipih (karena cincin tulang rawan disitu tidak
sempurna). Tempat dimana trachea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan
kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat
menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.

Anatomi fisiologi sistem pernafasan bagian bawah terdiri dari


bronchus, bronkhiolus dan alveolus.

1) Bronkhus

Terdapat beberapa divisi bronchus didalam setiap lobus paru. Pertama


adalah bronchus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri).
Bronchus lobaris dibagi menjadi bronchus segmental (10 pada paru kanan dan
8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika melihat posisi
drainase postural yang paling efektif untul klien tertentu. Bronkhus segmental
kemudian dibagi lagi menjadi bronchus subsegmental. Bronchus ini
dikelilingi oleh jaringan ikat yang memilki arteri, limpatik dan saraf.

5
Bronkhus segmental kemudian akan membentuk percabangan menjadi
bronkhiolus, yang tidak mempunyai kartilago di dalam dindingnya. Patensi
bronkhiolus seluruhnya tergantung pada recoil elastic otot polos sekelilingnya
dan pada tekanan alveolar. Bronkhiolus mengandung kelenjar sub mukosa,
yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk
lapisan bagian dalam jalan nafas. Bronkhus dan bronkhiolus juga dilapisi oleh
sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang disebut sillia.
Sillia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk
mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.

2) Bronkhiolus

Bronkhiolus membentuk percabangan menjadi bronkhiolus terminalis,


yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan sillia. Bronkhiolus terminalis
kemudian menjadi bronkhiolus respirator, yang dianggap menjadi saluran
transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara
dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas.
Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian
mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli.
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli.

3) Alveolus

Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam
klaster antara 15-20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika
mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter
persegi.

Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang
aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agak tidak kolaps. Sel alveoli tipe
III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang
memakan benda asing (lendir, bakteri dan bekerja sebagai mekanisme
pertahanan yang penting).

6
Fisiologi Pernafasan

Ventilasi

Ventilasi adalah gerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru.


Gerakan dalam pernafasan adalah ekspansi dan inspirasi. Pada inspirasi otot
daifragma berkontraksi dan kubah dari diafragma menurun, pada waktu yang
bersamman otot-otot interkonstal interna berkontraksi dan mendorong dinding
dada sedikit ke arah luar. Dengan gerakan seperti ini ruang di dalam dada
meluas, tekanan dalam alveoli menurun dan memasuki paru-paru. Pada
ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi. Diafragma
naik, dinding-dinding dada jatuh ke dalam dan ruang di dalam dada hilang.
Pada pernafasan normal yang tenang terjadi sekitar 16 kali permenit .
ekspirasi diikuti dengan terhenti sejenak. Kedalam dan jumlah dari gerakan
pernafasan sebagian besar dikendalikan secara biokimiawi.

Difusi

Difusi adalah gerakan diantara udara dan karbondioksida didalam


alveoli dan darah didalam kapiler sekitarnya. Gas-gas melewati hamper secara
seketika diantara alveoli dan darah dengan cara difusi. Dalam cara difusi ini
gas mengalir dari tempat yang tinggi tekanan partialnya ke tempat lain yang
lebih rendah tekanan parsialnya.

Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan parsial yang lebih tinggi


dari oksigen yang berada dalam darah dan karenanya udara dapat mengalir
dari alveoli masuk ke dalam darah. Karbondioksida dalam darah mempunyai
tekanan parsial yang lebih tinggi dari pada yang berada dalam alveoli dan
karenanya karbon dioksida dapat mengalir dari darah masuk ke dalam alveoli.

Transportasi gas dalam darah

Transport pengangkutan oksigen dan karbon dioksida oleh darah.


Oksigen di transportasi dalam darah ; dalam sel-sel darah merah ; oksigen
bergabung dengan hemoglobin untuk membentuk oksihemoglobin, yang
berwarna merah terang. Dalam plasma ; sebagian oksigen terlarut dalam
plasma. Karbondioksida di transportasi dalam darah ; sebagai natrium
bikarbonat dalam dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah dalam
larutan bergabung dengan hemoglobin dan protein plasma.

7
Pertukaran gas dalam jaringan

Metabolisme jaringan meliputi pertukaran oksigen dan karbondioksida


diantara darah dan jaringan.

a. Oksigen

Bila darah yang teroksigensasi mencapai jaringan, oksigen


mengalir dari darah masuk ke dalam cariran jaringan karena tekanan
parsial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan
jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir ke dalam sel-sel
sesuai kebutuhannya masing-masing.

b. Karbondioksida

Karbon dioksida dihasilkan dalam sel mangalir ke dalam cairan


jaringan. Tekanan parsial karbondioksida cairan jaringan lebih besar dari
pada tekanannya dalam darah, dan karenanya karbondioksida mengalir
dari cairan jaringan ke dalam darah.

B. Definisi Tuberkulosis Paru (TBC)

Di masyarakat tentunya sering kita jumpai kasus TBC atau TB Paru.


Tubercolosis (TBC) merupakan penyakit yang sudah dikenal sejak dahulu
kala dan telah melibatkan manusia sejak zaman purbakala, seperti terlihat
pada peninggalan sejarah.

TBC adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang


secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada orang lain.

C. Etiologi

Penyakit TBC disebabkan oleh “Mycobacterium Tuberculosis“


sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um, dan tebal
0,3-0,6/um. Kuman terdiri dari asam lemak, sehingga kuman lebih tahan
asam dan tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.

8
D. Patofisologi

Kuman tuberculosis masuk kedalam tubuh melalui udara


pernafasan. Bakteri yang terhirup akan dipindahkan melalui jalan nafas ke
alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk
memperbanyak diri, selain itu bakteri juga dapat pindahkan melalui
system limfe dan cairan darah ke bagian tubuh yang lainnya.

Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi


inflamasi.Fagosit menekan banyak bakteri, limposit spesifik tuberculosis
menghancurkan bakteri dan jaringan normal.Reaksi jaringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli yang dapat
menyebabkan bronchopneumonia.Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai
10 minggu setelah pemajaman. Massa jaringan baru yang disebut
granuloma merupakan gumpalan basil yang hidup dan sudah mati
dikelilingi oleh makrofag dan membentuk dinding protektif granuloma
diubah menjadi jaringan fibrosa bagian sentral dari fibrosa ini disebuut
“TUBERRKEL” Bakteri dan makrofag menjadi nekrotik membentuk
massa seperti keju.

Setelah pemajaman dan infeksi awal, induvidu dapat mengalami


penyakit taktif karena penyakit tidak adekuatnya system imun tubuh.
Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivitas
bakteri. Tuberkel memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam
bronchi. Tuberkel yang pecah menyembuh dan membentuk jaringan parut
paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak dan mengakibatkan
terjadinya “bronchopneumonia” lebih lanjut.

E. Penularan

Penularan terjadi melalui udara yang mengandung basil TB dalam


percikan ludah yang di keluarkan oleh penderita TB paru pada waktu
mereka batuk, bersin atau pada waktu bernyanyi. Petugas kesehatan dapat
tertulari pada waktu mereka melakukan otopsi, beronkospi atau pada
waktu mereka melakukan intubasi.

 Tuberculosis primer
Jika kuman tuberculosis menyerang paru orang sehat, reaksi
radang akut akan terjadi. Monosit akan menggantikan sel-sel

9
lekosit polimorfonuklear. Basil tuberculosis yang mengalami
fagositosis, ternyata maupun berkembangbiak didalam sel sebaik
kemampuannya berkembangbiak ekstraseluler, bahkan kerusakan
sel dapat terjadi pada masa ini. Penumpukan sel-sel monosit ini
kemudian diikuti dengan pembentukan sel-sel epitelioit dan sel
raksasa langhan. Akhirnya terjadi nekrosis pengijuan dibagian
tengah dari granuloma, salah satu yang mempengaruhi terjadinya
adalah reaksi hipersensitif yang lambat. Jika keadaan tuan rumah
baik maka proses penyakit akan diakhiri dengan pembentukan
kapsul disekitar lesi oleh elemen-elemen limposi dan fibrobas.
Sebaliknya jika kondisi tuan rumah buruk, maka tuberkel akan
tumbuh dan berkembang ke jaringan di sekitarnya termasuk
saluran limfe, pembuluh darah dan bronki. Dengan demikian akan
terjadi penyebaran yang luas, tuberculosis milier, atau mengenai
satu organ yang jauh dari lesi primer. Yang disebut lesi primer
adalah daerah terbatas tempat masuknya basil ke dalam jaringan
untuk pertama kalinya beserta modus limfe regional. Seringkali
lesi primer ini terjadi didalam paru-paru beserta daerah subpleura
dari lobus atas paru dan nodus limfe regional. Semuanya ini
disebut Ghon complex. Primer kompleks ini juga dapat tejadi pada
tonsil dan nodus limfe servikal atau pada nodus limfe mesenteric
di dalam usus halus.
 Tuberculosis pascaprimer

Reinfeksi baik secara endogen maupun eksogen dapat terjadi


setiap saat sesudah adanya infeksi primer. Jika tuan rumah sangat
hipersnsitif, maka reaksi deposisi basil tuberculosis akan
berlangsung lebih cepat dengan proses pengijuan yang ekstentif
(caseous pneumonia). Dikenal 2 golongan tuberculosis
pascaprimer yaitu tuberculosis sekunder dan tuberculosis tertier.
Tuberculosis sekunder berjalan akut dengan manifestasi alergi
yang lebih berat, sedangkan tuberculosis tertier berjalan kronik dan
produktif. Tuberculosis pada organ urogenital dan tulang serta
lupus vulgaris termasuk golongan tuberculosis tertier, sedangkan
meningitis tuberculosis, tuberculosis milier, pleuritis eksudatif dan
peritonitis tuberculosis termasuk golongan tuberculosis sekunder.

10
Gambaran klinik tuberculosis tergantung pada jenis
proses tuberculosis, lokalisasi proses dan beratnya kelainan. Oleh
karena itu gejala-gejala dan keluhan penderita sangat berbeda-beda
tergantung pada lokalisasi dan parahnya penyakit. Meskipun
demikian pada umunya setiap penderita tuberculosis akan
mengalami gejala-gejala umum berupa lemah badan, penurunan
berat badan, meningkatnya suhu tubuh, keringat malam sering
terjadi, berubahnya gambaran hitung lekosit darah Perifer dan
meningkatnya laju endap darah. Remisi dan relaps sering terjadi
terutama pada tuberculosis paru.

F. Tanda dan Gejala

Pada stadium awal penyakit TBC tidak menunjukan tanda dan


gejala yang spesifik. Namun seiring dengan perjalanan penyakit akan
menambah jaringan parunya mengalami kerusakan, sehingga dapat
meningkatkan produksi sputum yang ditunjukan dengan seringnya
seseorang batuk sebagai batuk kompensasi pengeluaran dahak.

Selain itu, orang yang sudah mulai terinfeksi terhadap TBC akan
mengalami penurunan sistem imun. Secara rinci tanda dan gejala TB
paru ini dapat dibagi atas 2 (dua) golongan yaitu gejala respiratorik
dan gejala sistemik.

Gejala respiratorik adalah:

a. Batuk

Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan


bronkus. Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkus,
selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronkus, batuk akan
menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang
produk-produk ekskresi peradangan.Dahak dapat bersifat mukoid atau
purulent.

11
b. Batuk Darah

Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah.Berat dan


ringannya batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah.Batuk darah tidak selalu timbul akibat
pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat terjadi karena
ulserasi pada mukosa bronkhus.

c. Sesak Nafas

Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan


kerusakan paru yang cukup luas.Pada awal penyakit gejela ini tidak
pernah di temukan.

d. Nyeri Dada

Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di


pleura terkena, gejela ini dapat bersifat local atau pleurit.

Gejala sistemik adalah:

a. Demam

Demam merupakan gejala pertama dari penyakit “Tuberculosis”,


biasanya timbul pada sore dan malam hari disertai dengan keringat,
hampir sama dengan demam influenza yang segera meredah.
Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan
demam yang terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan. Demam seperti
influenza ini hilang timbul dan semakin lama makin panjang masa
serangannya, sedangkan masa bebas serangan akan makin pendek.
Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40°-41°C.

b. Malaise

Karena penyakit “Tuberculosis” bersifat radang menahun, maka


dapat terjadi rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan
berkurang, badan semakin kurus, sakit kepala berlebihan, mudah lelah
dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan siklus haid.

12
Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian.

a. Aktivitas / istirahat :
 Keluhan umum dan kelemahan.
 Dispnea saat kerja maupun istirahat.
 Kesulitan tidurpada malam hari atau demam pada malam hari,
menggil dan atau berkeringat dimalam hari.
 Takikardi, takipnea / dispnea pada saat kerja.
 Kelelahan otot, nyeri, sesak ( tahap lanjut ).
b. Sirkulasi :
 Palpitasi
 Takikardia, distritemia
 Adanya S3 dan S4 bunyi gallop ( gagal jantung akibat effusi ).
 Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan udara
mediastinal.
 Tanda hormman ( bunyi rendah denyut jantung akibat adanya
udara dalam mediatinum ).
 TD : hipertensi / hipotensi.
 Ditensi vena jagularis.
c. Integritas ego :
 Gejala-gejala stress yang berhubungan lamanya perjalanan
penyakit, masalah keuangan, perasaan tidak berdaya / atau putus
asa, menurunnya reproduktivitas.
 Menyangkal ( khususnya tahap dini ).
 Ansietas, ketakutan, gelisah, irritable.
 Perhatiaan menurun, perubahaan mental ( tahap lanjut ).
d. Makanan dan cairan :

13
 Kehilangan nafsu makan.
 Penurunan berat badan.
 Tugor kulit buruk, kering, dan bersisik.
 Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan
e. Nyeri dan kenyamanan :
 Nyeri dada meningkat karena pernafasan, dan batuk berulang.
 Nyeri tajam / menusuk di perberat oleh nafas dalam, mungkin
menyebar kebahu, leher atau abdomen.
 Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distrasi, dan gelisah.
f. Pernafasan :
 Batuk ( produktif atau tidak peroduktif ).
 Nafas pendek.
 Riwayat tuberculosis dengan individu terinfeksi.
 Peningkatan frekuensi pernafasan.
 Peningkatan kerja nafas, penggunaan otot aksesori pernafasan pada
dada, leher, tereaksi intercostal, ekspirasi abdominal kuat.
 Pengembangan dada tidak simetris.
 Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax,
perkusi hiperresonan di atas area yang terlibat.
 Bunyi nafas menurun / tidak ada secara bilateral atau unilateral.
 Bunyi nafas tubuler atau pectoral di atas lesi.
 Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek ( crackels posttussive ).
 Karaktristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau berbacak
darah.
 Deviasi trakeal.
g. Keamanaan :

14
 Kondisi penurunan imunnitas secara umum memudahkan infeksi
sekunder.
 Demam ringan atau demam akut.

G. Panatalaksanaan Medis

Pengobatan TBC di Indonesia sesuai program nasional


menggunakan panduan OAT yang diberikan dalam bentuk kombipak,
sebagai berikut:

a. Kategori I:2 RHZE/4H3R3

Diberikan untuk:

 Penderita baru TB paru, dengan BTA (+).


 Penderita baru TB paru, BTA (-), RO (+), dengan kerusakan
parenkim paru yang luas.
 Penderita baru TB dengan kerusakan yang berat pada TB ekstra
pulmons.

b. Kategori II:2 RHZES/HRZE/5 R3H3E3.

Diberikan untuk:

Penderiata TB Paru BTA (+) dengan riwayat pengobatan


sebelumnya kambuh, kegagalan pengobatan atau pengobatan tidak
selesai.

c. Kategori III:2 RHZ / 4 R3H3.

Diberika untuk :

 Penderita baru BTA (-) dan Ro (+) sakit ringan.


 Penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudatif unilateral, TB kulit, TB tulang.

15
H. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakan diagnosa penyakit TBC, maka test


diagnostik yang sering dilakukan pada klien adalah:

a. Pemerikasaan Laboratorium:
 Darah.
Pada TB paru aktif biasanya ditemukan peningkatan leukosit
dan laju endap darah (LED).
 Sputum BTA.
Pemeriksaan bakteriologik dilakukan untuk menemukan
kuman teberkulosis.Diagnosa pasti ditegakan bila pada biakan
ditemukan kuman tuberculosis.Pemeriksaan penting untuk
diagnosa definitive dan berturut-turut dan biakan/kultur BTA
selama 4-8 minggu.
b. Test Tuberculin (Mantoux Test).
Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk menegakan
diagnosa terutama pada anak-anak.Biasanya diberikan suntikan
PPD (Protein Perified Derivation) secara intra cutan 0,1cc.
Lokasi penyuntikan umumnya pada 1 / 2 bagian atas tengah
bawah sebelah kiri bagian depan. Penilaian test tuberculosis
dilakukan setelah 48-72 jam penyuntikan dengan mengukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi pada lokasi
suntikan.

Indurasi berupa kemerahan dengan hasil sebagai berikut:


 Indurasi 0-5mm: negative.
 Indurasi 6-9 mm : meragukan.
 Indurasi >10 mm: positif.

Test tuberculin negatif berarti bahwa secara klinis tidak


ada infeksi mikrobakterium tuberculosa, dan bila hasil
meragukan dapat disebabkan karena kesalahan teknik reaksi
silang.

c. Pemeriksaan Radiologis: foto rontgen toraks.

16
Tuberculosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-
macam pada foto rontgen toraks, akan tetapi terdapat beberapa
gambaran yang karakteristik untuk tuberculosis paru yaitu:

 Apabila lesi terdapat terutama dilapangan diatas paru.


 Bayangan berwarna atau bercak.
 Terdapat kavitas tunggal atau multiple.
 Terdapat klasifikasi.
 Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas
paru.
 Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto
ulang beberapa minggu kemudian.

Lesi pada orang dewasa mempunyai predileksi disegmen


apical dan posterior lobus atas serta segmen apical lobus bawah.
Umumnya lesi tuberculosis bersifat multiform, yaitu terdapat
membran beberapa stadia pada saat yang sama misalnya terdapat
infiltrat, fibrosis dan kalsifikasi bersamaan.

Gambaran yang tampak pada foto toraks tergantung dari


stadium penyakit.Pada lesi baru di paru yang berupa sarang
pneumonia terdapat gambaran bercak seperti awan dengan batas
yang tidak jelas. Kemudian pada fase berikutnya bayangan akan
lebih padat dan batas lebih jelas. Apabila lesi diliputi oleh jaringan
ikat maka akan terlihat bayangan bulat berbatas tegas disebut
tuberculoma. Apabila lesi tuberculosis meluas maka akan terjadi
perkijuan, yang apabila dibatukan akan menimbulkan kavitas.
Kavitas ini akan bermacam-macam bentuknya “Multiloculatied”,
dinding tebal dan sklerotik. Bisa juga ditemukan atelectasis pada
satu lobus bahkan pada satu paru, kadang-kadang kerusakan yang
luas ditemukan pada kedua paru.

Gambaran fibrosis tampak seperti garis-garis yang padat,


sedangkan klasifikasi terlihat sebagai bercak dengan densitas
tinggi.Sering juga ditemui penebalan yang tersebar merata dikedua
paru.Gambaran efusi pleura dan pneumotoraks juga sering
menyertai tuberculosis paru-paru. Foto toraks PA dan lateral
biasanya sudah cukup memberikan gambaran. Kadang-kadang
diperlukan pemeriksaan radiologik khususnya seperti foto

17
toplordotik, tomogram dan bronkografi. Penting sekali melakukan
evaluasi foto dan membandingkan hasilnya, untuk mengetahui
apakah ada kemajuan, perburukan atau terdapat kelainan yang
menetap.

I. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin timbul pada klien TB Paru dapat berupa:

a. Malnutrisi.
b. Empiema.
c. Efusi pleura.
d. Hepatitis , ketulian dan gangguan gastrointestinal (sebagai efek
samping obat-obatan).

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Anatomi pernafasan pada bagian atas terdiri dari hidung, faring, laring,
trakhea dan anatomi pada bagian bawah terdiri dari bronchus, bronkhiolus,dan
alveolus. Adapun fisiologi pernafasan terdiri dari ventilasi paru, difusi,
transport, dan metabolism jaringan. TBC adalah suatu penyakit infeksi yang
menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma
dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat
menular dari penderita kepada orang lain.

Penyakit TBC disebabkan oleh “Mycobacterium Tuberculosis“ sejenis


kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um, dan tebal 0,3-
0,6/um. Kuman terdiri dari asam lemak, sehingga kuman lebih tahan asam dan
tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Adapun tanda dan gejala penderita
TBC adalah demam, malaise, batuk, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada.
Untuk penderita TBC sangat penting melakukan pemeriksaan medis dan
penunjang.

B. Saran

Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui


dan memahami tentang penyakit TBC (Tuberculosis) mulai dari etiologi,
patofisiologi, tanda dan gejala sampai dengan penatalaksanaan medis dan
penunjang penderita TBC.

19
DAFTAR PUSTAKA

Sandina, dewi . 2011. 9 penyakit mematikan. Jakarta: smart pustaka.

Kunoli, firdaus. 2012. Asuhan keperawatan. Jakarta :buku kesehatan.

Manurung, santa. 2013. Asuhan keperawatan gangguan sistem pernafasan akibat


infeksi.jakarta. buku kesehatan

20

Anda mungkin juga menyukai