Anda di halaman 1dari 11

Efektivitas Bladder Training Terhadap Retensi Urin Pada Pasien Post Operasi BPH

Di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen


Dwi Wiyono 1), Anita Istiningtyas 2), Ika Subekti W 3)
1) Mahasiswa
2) Dosen pembimbing I
3) Dosen Pembimbing II

Abstrak

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) memerlukan penanganan yang cukup serius,


salah satunya adalah tindakan operasi Trans Urethral Resection Prostate (TURP).
Komplikasi dari TURP adalah resiko terjadinya retensi urin. Intervensi yang dapat
dilakukan pada kondisi retensi urin adalah tindakan bladder training. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui efektivitas bladder training terhadap retensi urin pada pasien
post operasii BPH diruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
Desain penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain Quasy
eksperimental dengan rancangan penelitian Non equivalent control group design pretest –
post test. Sampel yang digunakan berjumlah 20 orang pasien post operasi BPH (TURP)
yang dibagi menjadi dua, yaitu 10 orang untuk kelompok perlakuan dan 10 orang untuk
kelompok kontrol. Uji analisa data yang digunakan adalah uji Fisher Exact test.
Instrument penelitian menggunakan lembar observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan nilai p value 0,020 < 0,05.
Sehingga H0 ditolak yang artinya terdapat efektivitas bladder training terhadap retensi
urin pada pasien post operasi BPH di ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Sragen.
Kesimpulan penelitian ini adalah Bladder training terbukti efektif dalam
menurunkan resiko kejadian retensi urin pada pasien post operasi BPH diruang Mawar
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.

Kata kunci: bladder training, retensi urin, TURP, BPH

-1-
PENDAHULUAN penyakit pembesaran prostat (A.K.
BPH (Benign Prostatic Abbas, 2005 dalam ML Hamawi, 2010).
Hyperplasia) adalah merupakan Data pasien BPH yang diperoleh pada
pertumbuhan nodul - nodul tanggal 2 Januari 2012 RSI PKU
fibroadenomatosa majemuk dalam Muhammadiyah Pekajangan,
prostat, pertumbuhan tersebut dimulai menunjukkan adanya peningkatan dari
dari bagian periuretral sebagai tahun sebelumnya. Jumlah pasien
proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan diagnosa BPH pada tahun 2009
dengan menekan kelenjar normal yang menyebutkan angka kejadiannya
tersisa, prostat tersebut mengelilingi mencapai 30 pasien. Jumlah pasien pada
uretra dan pembesaran bagian periuretral tahun 2010 mengalami peningkatan
menyebabkan obstruksi leher kandung dengan angka kejadian menjadi 54
kemih dan uretra parsprostatika yang pasien.
menyebabkan aliran kemih dari kandung Penyebab BPH belum diketahui
kemih (Price dan Wilson, 2006). secara pasti, tetapi sampai saat ini
Pembesaran kelenjar prostat ini berhubungan dengan proses penuaan
merupakan salah satu masalah yang mengakibatkan penurunan kadar
genitourinari yang prevalensi dan hormon pria, terutama testosteron.
insidennya meningkat seiring dengan Faktor lain yang mempengaruhi BPH
bertambahnya usia. Angka kejadian adalah latar belakang kondisi penderita
BPH diketahui terjadi pada 70 persen misalnya usia, riwayat keluarga,
pria berusia 60-69 tahun di Amerika obesitas, meningkatnya kadar kolesterol
Serikat dan 80 persen pada pria berusia darah, pola makan tinggi lemak hewani,
70 tahun ke atas. Insiden BPH olah raga, merokok, minuman
diperkirakan akan meningkat mencapai beralkohol, penyakit Diabetes Mellitus,
20 persen pada pria berusia 65 tahun ke dan aktifitas seksual (Kirby, et al.
atas atau mencapai 20 juta pria pada (1997).
tahun 2030 (Parsons, 2010). Penyakit Komplikasi yang sering dialami
pembesaran prostat di Indonesia oleh para penderita BPH yang sudah
menjadi urutan kedua setelah penyakit cukup parah adalah adanya keluhan
batu saluran kemih di tahun 2005, jika BAK macet atau retensi, terasa panas
dilihat secara umum diperkirakan dan perasaan tidak tuntas saat BAK.
hampir 50% pria di Indonesia yang Kasus BPH ini salah satu
berusia diatas 50 tahun mengalami penanganannya adalah dengan prosedur

2
pembedahan yang biasa disebut dengan training merupakan salah satu terapi
prosedur TURP (Transurethral yang efektif diantara terapi
Resection of the Prostate). Beberapa nonfarmakologis (Syafar, 2011). Latihan
kelebihan TURP antara lain prosedur ini ini dilakukan dengan cara menahan atau
tidak dibutuhkan insisi dan dapat menunda kencing pada pasien yang
digunakan untuk prostat dengan ukuran terpasang kateter.
beragam, dan lebih aman bagi pasien Penelitian yang dilakukan oleh
yang mempunyai risiko bedah yang Friska Hinora (2014) menyebutkan
buruk (Smeltzer & Bare, 2003). Efek bahwa bladder training dapat
dari tindakan operasi ini adalah keluhan meningkatkan kemampuan berkemih
BAK kemerahan dan terjadi retensi urin pada pasien retensi urin yang terpasang
yang sering terjadi karena adanya cloth kateter. Penelitian lain yang mendukung
yang menyumbat di saluran kemih. adalah penelitian yang dilakukan oleh
Retensi urin adalah ketidakmampuan Wahyu Hidayati, (2011) menjelaskan
dalam mengeluarkan urine sesuai bahwa terdapat pengaruh latihan bladder
dengan keinginan, sehingga urine yang training terhadap penurunan jumlah
terkumpul di buli-buli melampaui batas residu urin pada pasien stroke yang
maksimal. Penyempitan pada lumen terpasang kateter urin. Efektivitas
uretra adalah salah satu penyebabnya Bladder training juga telah di sampaikan
karena fibrosis pada dindingnya, disebut oleh Dadi Santosa (2015) menyatakan
dengan striktur uretra. Penanganan bahwa kombinasi latihan bladder
kuratif penyakit ini adalah dengan training dan muscle pelvic exercise
operasi, namun tidak jarang beberapa ternyata efektif dalam perbaiki fungsi
teknik operasi dapat menimbulkan eliminasi kemih pada pasien BPH pasca
rekurensi penyakit yang tinggi bagi operasi TVP (Trans Vesika
pasien (Purnomo, 2011). Prostatectomy).
Upaya perawatan post operasi Berdasarkan data Rekam Medis
yang dilakukan untuk mengatasi retensi RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen,
urin adalah dengan tindakan bladder jumlah pasien operasi BPH di Ruang
training. Bladder training adalah salah Mawar RSUD Dr Soehadi Prijonegoro
satu upaya untuk mengembalikan fungsi Sragen antara bulan Januari sampai
kandung kencing yang mengalami dengan April 2015 saja berjumlah 40
gangguan kedalam keadaan normal atau pasien, rata rata tiap bulan terdapat 10
fungsi optimal neurogenik. Bladder pasien . Berdasarkan hasil wawancara

3
terhadap enam pasien post operasi BPH, dengan Desember 2015. Penelitian ini
dua orang pasien mengatakan setelah menggunakan metode penelitian Quasy
kondisi membaik dan selang kecing Experiment non equivalent control
dilepas, mereka mengatakan BAK group desain pre test dan post test,
awalnya masih terasa agak panas hingga dimana peneliti melakukan pengukuran
akhirnya BAK lancar seperti biasanya. sebelum melakukan intervensi dan
Empat orang pasien mengatakan setelah melakukan penilaian kembali data
pulang dari rumah sakit, mereka variabel independent (bladder training)
mengeluhkan BAK macet dan terasa dan dependent (retensi urin).
sakit sehingga mereka kembali dipasang Populasi dalam penelitian ini
selang kencing . Tindakan perawat yang adalah seluruh pasien BPH post TURP
diambil pada saat kejadian seperti ini diruang Mawar RSUD dr. Soehadi
biasanya adalah dengan memasang Prijonegoro Sragen. Sampel berjumlah
selang kencing kembali dan melakukan 20 orang yang dibagi menjadi dua
spoel Nacl 0,9% untuk melancarkan kelompok, yaitu kelompok perlakuan
saluran kemih bila ada sumbatan. dan kelompok kontrol. Analisa statistik
Berdasarkan hasil konfirmasi dari menggunakan uji Mc Nemar dengan
bidang keperawatan RSUD Dr Soehadi tingkat kemaknaan (α) 0,05 untuk
Prijonegoro Sragen, sampai saat ini mengukur perbedaan retensi urin pada
belum membuat SOP ( Standar kelompok perlakuan dan kontrol.
Operasional Prosedur ) tentang latihan Sedangkan untuk menganalisa
bladder training ini. efektivitas bladder training terhadap
Berdasarkan permasalahan data - retensi urin digunakan uji statistik
data data diatas maka peneliti tertarik Fisher exact test. Peneliti menggunkan
untuk melakukan penelitian yang lembar observasi frekuensi urin sebagai
berjudul “ Efektivitas Bladder Training instrumen penelitian.
terhadap Retensi urin pada pasien post
operasi BPH di Ruang Mawar RSUD Dr HASIL DAN PEMBAHASAN
Soehadi Prijonegoro Sragen”. ANALISA UNIVARIAT
1. Karakteristik Responden
METODOLOGI PENELITIAN Tabel 1
Penelitian ini dilaksanakan diruang .karakteristik responden
Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro berdasarkan umur kelompok
Sragen pada bulan Oktober 2015 sampai perlakuan

4
No Umur Jumlah Persentase bahwa jumlah responden yang paling
%
banyak adalah diusia lanjut keatas (60-
1 45-59 2 20 74 tahun). Berdasarkan hasil studi
tahun
dilapangan yang dilakukannoleh
2 60-74 4 40
tahun peneliti, mayoritas penderitadengan

3 75-90 4 40 kasus BPH di RSUD dr. Soehadi


tahun Prijonegoro Sragen adalah kalangan
Jumlah 10 100 lanjut usia (> 60 tahun ketas).
Salah satu masalah kesehatan

Berdasarkan tabel diatas dapat yang sering dijumpai pada pria diatas 60

dijelaskan bahwa dari 10 orang tahun adalah Benigna Prostatic

responden dari kelompok perlakuan Hyperplasia atau BPH, keadaan ini di

didapatkan data bahwa mayoritas alami oleh 50% pria yang berusia 60

responden berusia 60-74 tahun yaitu tahun, dan kurang lebih 80% pria yang

sebanyak 4 orang (40%) dan usia 75-90 berusia 80 tahun (Nursalam dan

tahun yaitu sebanyak 4 orang (40%). Fransisca, 2009). Hal ini sesuai dengan

Tabel 2. teori bahwa salah satu faktor resiko

Karakteristik responden berdasarkan terjadinya kasus BPH adalah faktor usia.

umur kelompok kontrol Dimana kadar testosteron mulai

No Umur Jumlah Persentase % menurun secara perlahan pada usia 30


tahun dan turun lebih cepat pada usia 60
1 45-59 2 20
tahun tahun keatas (Birowo, 2000).
2 60-74 6 60 2. Tingkat Retensi urin
tahun
Tabel 3.
3 75-90 2 20 Tingkat retensi urin pre test
tahun
kelompok perlakuan
Jumlah 10 100
No Pre Jumlah Persentase
bladder %
training
Dari tabel 2. Dapat diketahui
1 Tidak 2 20
bahwa jumlah responden kelompok retensi
kontrol yang terbanyak adalah di usia urin

60-74 tahun yaitu sebanyak 6 orang (60 2 Retensi 8 80


urin
tahun).dilihat dari rata rata jumlah
responden penelitian ini, ditemukan Jumlah 10 100

5
untuk melatih kandung kemih dan
Dari tabel 3. diketahui bahwa mengembalikan fungsi normal dengan
sebagian besar responden dari kelompok menghambat atau menstimulasi BAK
perlakuan pre bladder training (Potter & Perry, 2005).
mengalami retensi urin, yaitu sebanyak Tabel 5.
8 responden (80%), kondisi ini Tingkat retensi urin pre kontrol
kemungkinan besar terjadi akibat adanya No Pre kontrol Jumlah Persentase
%
sumbatan cloth pada saat post op
TURP.kekurangan dari operasi TURP 1 Tidak retensi 2 20
urin
adalah terjadinya retensi urin,
2 Retensi urin 8 80
perdarahan, dan juga sindrom TURP
Jumlah 10 100
(Smeltzer & Bare, 2003).
Tabel 4
Tingkat retensi urin Dari tabel 5 dapat diketahui
post test kelompok perlakuan bahwa mayoritas responden dari
No Post Jumlah Persentase kelompok pre kontrol mengalami retensi
bladder % urin, yaitu sebanyak 8 responden
training
(80%), dimana kondisi ini ditandai
1 Tidak 9 90 dengan keluhan BAK tidak lancar dan
retensi urin
macet, nyeri di supra pubis, rasa panas
2 Retensi urin 1 10
dan tak nyaman serta BAK kadang
Jumlah 10 100 kemerahan. Keadaan retensi urin ini
terjadi karena ketidakmampuan
Dari tabel 4 diketahui bahwa mengosongkan kandung kemih
mayoritas responden dari kelompok secara secara berlebihan. Kondisi ini
perlakuan post bladder training tidak dapat disebabkan oleh penyumbatan
mengalami retensi urin, yaitu sebanyak pada saluran kemih karena pembesaran
9 responden (90%). Hal ini dikarenakan kelenjar prostat, batu ginjal dan batu
pada kelompok perlakuan ini responden kandung kemih atau akibat penyebab
diberikan tindakan bladder training yaitu non obstruktif, seperti lemahnya otot
dengan mengeklem selang kateter kandung kemih dan masalah persarafan
selama 12 jam dan pada hari berikutnya yang menyebabkan terganggunya sinyal
responden dilakukan pemeriksaan saraf antara otak dan kandung kemih
kembali. Tujuan dari tindakan ini adalah (Wartonah, 2006).

6
Tabel 6. Pre 10 .80 .422 0 1
test
Tingkat retensi urin post kontrol
perla
No Post kontrol Jumlah Persentase kuan
%
Post 10 .10 .316 0 1 .016
1 Tidak 3 30 test
retensi urin perla
2 Retensi urin 7 70
kuan

Jumlah 10 100
Dari tabel 7. Diatas dapat
diketahui hasil dari data descriptive
Dari tabel 6. Diketahui bahwa
statistics yaitu nilai p value uji Mc
mayoritas responden masih mengalami
Nemar sebesar 0,016 (< 0,05), maka H0
retensi urin yaitu sebanyak 7 responden
ditolak yang artinya ada perbedaan atau
(70 %). Sebagian responden masih
efektivitas tindakan bladder training
mengalami keluhan yang hampir sama
pada pre dan post test kelompok
dengan pada saat pre kontrol. Kondisi
perlakuan. Dari hasil temuan ini dapat
ini terjadi karena memang tidak
disimpulkan bahwa bladder training
dilakukan intervensi apapun pada saat
mampu menurunkan kejadian retensi
pre dan post pemeriksaan. Kejadian
urin pada pasien post TURP.
retensi urin ini sebenarnya memerlukan
Tabel 8.
penanganan yang tepat dan adequat
Perbedaan pre dan post kontrol pada
untuk menghindari terjadinya
kelompok kontrol
penyempitan lumen urethra karena
N Me Std. Min Max Exact
fibrosis pada dindingnya / striktur an Devia imu imu Sig.
urethra (Purnomo, 2011). tion m m (2.tai
led)

Pre 10 .80 .422 0 1


ANALISA BIVARIAT kont
Tabel 7. rol

Perbedaan pre dan post test kelompok Post 10 .70 .483 0 1 1.000
kont
perlakuan rol
N Me Std. Mi Max Exa
an Devi nim imu ct
ation um m Sig. Dari tabel diatas dapat dilihat
(2.ta hasil test statistics pre dan post test
iled)
kelompok kontrol yaitu nilai p value uji
Mc nemar adalah 1,00 (> 0,05), yang

7
artinya H0 diterima, sehingga tidak penurunan atau perbaikan keluhan
ditemukan adanya perbedaan atau retensi urin dari responden dibandingkan
efektifitas bladder training pada pre pada saat pre test. Sedangkan pada
kontrol dan post kontrol kelompok kelompok kontrol, hasil yang didapat
kontrol. Karena memang pada kelompok tidak terlalu signifikan. Dimana pre dan
kontrol ini tidak diberikan intervensi post hanya ada satu responden yang
apapun, maka keluhan responden akan mengalami perbaikan keluhan.
retensi urin masih saja ditemukan. SIMPULAN
Kondisi retensi urin ini dapat terjadi 1. Karakteristik responden berdasarkan:
akibat adanya obstruksi, infeksi, faktor a. Umur responden pada kelompok
farmakologi, faktor neurologi, ataupun perlakuan ditemukan data bahwa
trauma (Sellius & Subedi, 2008). sebagian besar responden adalah
Tabel 9. berusia 60-74 tahun yaitu
Efektivitas bladder training sebanyak 4 responden (40%) dan
pada kelompok perlakuan dan kontrol pada usia 75-90 tahun yaitu
Value df Asymp. Exact sebanyak 4 responden (40%).
Sig.(2- sig.
sided) Sedangkan pada kelompok
(2-
kontrol ditemukan mayoritas
sided)
responden berusia 60-74 tahun
Fisher’s - - - .020
Exact Test yaitu sebanyak 6 responden
(60%).

Dari tabel 9. untuk hasil uji Fisher b. Tingkat retensi urin pada

Exact probablility didapatkan nilai p kelompok perlakuan pre bladder

value < α (0,020 < 0,05) sehingga Ho training ditemukan data bahwa

ditolak. Dengan demikian dapat sebagian besar responden

disimpulkan bahwa ada efektivitas mengalami retensi urin yaitu

bladder training terhadap retensi urin sebanyak 8 responden (80%),

pada pasien post operasi BPH diruang sedangkan pada post bladder

Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro training sebagian besar dari

Sragen. Dari hasil penelitian sangat responden tidak mengalami

terlihat adanya perbedaan hasil retensi urin yaitu sebesar 9

pengukuran antara kelompok perlakuan responden (90%).

dan kontrol. Dimana pada kelompok c. Tingkat retensi urin pada

perlakuan pada saat post test terjadi kelompok pre kontrol ditemukan

8
hasil bahwa sebagian besar latihan bladder training terbukti
responden yaitu sebanyak 8 orang efektif dalam mengurangi resiko
responden (80%) mengalami terjadinya retensi urin pada
retensi urin, sedangkan pada post pasien post operasi BPH di
kontrol ditemukan sekitar 7 ruang Mawar RSUD dr. Soehadi
responden (70%) masih Prijonegoro Sragen.
mengalami retensi urin. SARAN
2. Tingkat retensi urin pada 1. Bagi pasien / masyarakat
kelompok perlakuan pasien post Hasil penelitian ini diharapkan
operasi BPH diruang Mawar dapat bermanfaat dalam
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro mengurangi resiko terjadinya
Sragen dengan uji statitik Mc retensi urin dan meningkatkan
Nemar didapatkan hasil nilai p kenyamanan serta kepuasan
value < α, yaitu 0,016 < 0,05 pada pasien yang dirawat
maka H0 ditolak. Sehingga ada diruang Mawar khususnya di
perbedaan antara pre dan post RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
bladder training pada kelompok Sragen dengan post operasi
perlakuan. BPH.
3. Tingkat retensi urin pada
2. Bagi perawat atau rumah sakit
kelompok kontrol pasien post
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
operasi BPH diruang Mawar
Sragen
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Hasil penelitian ini diharapkan
Sragen dengan uji statistik Mc
dapat menjadi panduan dalam
Nemar didapatkan hasil nilai p
bekerja terutama perawat
value > α, yaitu 1,000 > 0,05
diruang Mawar dalam
maka H0 diterima. Yang artinya
melakukan tindakan bladder
tidak ada perbedaan kejadian
training dan sebagai acuan
retensi urin antara pre dan post
dalam membuat SOP khususnya
kontrol.
dalam teknik bladder training
4. Dari hasil uji hitung statistik
yang tepat bagi pasien post
Fisher’s Exact Test pada
operasi BPH.
penelitian ini, didapatkan nilai p
3. Bagi institusi pendidikan
value < α, yaitu 0,020 < 0,05.
Maka H0 ditolak yang berarti

9
Hasil penelitian ini diharapkan Dadi Santosa. (2015). Efektivitas
dapat menjadi sumber literatur Kombinasi Bladder Training dan
untuk menyusun materi Muscle Pelvic Exercise terhadap
pembelajaran dan juga Fungsi Eliminasi berkemih pada
menambah pengetahuan tentang Pasien Benign Prostate
pengaruh bladder training Hyperplasia Pasca operasi Trans
terhadap retensi urin pada Vesical Prostatectomy
pasien post operasi BPH. Friska Hinora. (2014). Pengaruh
4. Bagi penelitian lain Bladder Training Terhadap
Hasil penelitian ini diharapkan Kemampuan Berkemih pada
dapat menjadi sumber data Pasien Pria dengan Retensi Urin.
untuk memotivasi pelaksanaan Buletin Sari putra .vol 1 (1)
penelitian yang lebih baik Kirby, Roger. S, Christmas,
diwaktu yang akan datang dan Timothy.(1997). Benign Prostatic
juga diharapkan lebih dijelaskan Hyperplasia second Edition.
lagi klasifikasi retensi urin yang Mosby international
diteliti, apakah retensi urin akut Nursalam. (2003). Konsep dan
atau retensi urin kronis. penerapan metodologi Penelitian
5. Bagi peneliti Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Hasil penelitian ini diharapkan Salemba Medika
dapat menambah pengalaman Potter & Perry.(2005). Buku Ajar
dan pengetahuan dalam hal Fundamental Keperawatan Edisi
efektivitas bladder training 4 vol 2. Jakarta: EGC
terhadap retensi urin pada Purnomo B, Basuki. (2011).Dasar dasar
pasien post operasi BPH. Urologi. Edisi ketiga. Jakarta: CV
Sagung Seto
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, S.C, & Bare , B.G. (2003).
Birowo P, Rahardjo L. (2000).
Brunner & Suddarth’s Text Book
Karakteristik penderita
of Medical Surgical Nursing (10th
pembesaran prostat jinak di
Ed) Philadelphia: Lippincott
RSUPN Dr. Cipto Mangun
Williams & Wilkins
Kusumo dan RS Sumber Waras
Sri Wulandari. (2012). Pengaruh
Jakarta tahun 1994 – 1997. Vol
Latihan Bladder Training
50 (2) - 81-5
terhadap Penurunan

10
Inkontinensia pada Lanjut Usia di
Panti Wreda Dharma Bakti
Surakarta
Sulli Nova. (2011). Retensi Urin.
Diakses dari
http://www.scribd.co/novasulli
Wahyu Widayati.(2011). The Influence
of the Bladder Training Initiation
on Residual Urine in The Stroke
Patient with Urine catheter .
Nurse Media Journal of Nursing
1,2 Juli 2011. 255-264
Wartonah Tarwoto. (2006). Kebutuhan
Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan edisi 3. Jakarta:
Salemba Medika
Wilson M. (1997). Care of The Patient
Undergoing Transurethral
Resection of the Prostate, Journal
of Perianesthesia Nursing.
12(5).341-351

11

Anda mungkin juga menyukai