Anda di halaman 1dari 20

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kegiatan Pemeliharaan Larva

5.1.1. Persiapan bak

Persiapan wadah pemeliharaan larva merupakan salah satu kegiatan

yang sangat penting dalam pembenihan udang vannamei. Ukuran bak

pemeliharaan larva di UPTD Perikanan Air Payau dan Laut Wilayah Selatan

5 x 3 x 1,3 m. Bak yang akan digunakan untuk kegiatan pembenihan di keringkan

terlebih dahulu selama beberapa hari baru kemudian di bersihkan untuk

membuang kotoran serta lumut yang menempel pada bak, serta di lakukan juga

sterilisasi untuk membuang kandungan asam yang terlalu tinggi karena bak yang

telah lama tidak beropersi. Kegiatan sterilisasi dilakukan dengan menggunakan

detergen , lalu digosokkan menggunakan spon secara merata ke dinding-dinding

atau dasar bak, setelah itu disiram dengan air tawar dan kemudian bak

dikeringkan selama ± 2 – 3 hari.

Setalah dibersihkan dan dilakukan sterilisasi, selanjutnya dipasang

peralatan pendukung seperti, jaringan aerasi (pipa, selang, dan batu aerasi), dan

terpal untuk menutup bagian atas bak pemeliharaan nauplius. Pengisian air

dilakukan setelah bak telah bersih dan semua peralatan pendukung terpasang.

Pengisian air dilakukan sampai ketinggian mencapai 70 – 80 cm, yang

sebelumnya air laut tersebut telah disaring terlebih dahulu dengan menggunakan

kain satin (filter back) yang di ikatkan pada ujung pipa pemasukan air.

Proses pembersihan bak dapat dlihat pada Gambar 3.


31

Gambar 3 .Pembersihan Bak


Sumber : Data Primer (2018)

5.1.2. Persiapan Air

Sebelum air laut dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan, terlebih

dahulu air ditreatment atau diberi perlakuan khusus dengan tujuan untuk

menghasilkan kualitas air yang baik dan steril atau terbebas dari berbagai

macam kotoran, kuman, bakteri, virus dan segala sesuatu yang dapat

mengganggu proses perkembangan larva. Proses Treatment air laut :

 Air laut dipompa kemudian masuk treatment sand filter.

 Dalam treatment sand filter terdapat pasir silica dan arang batok kelapa.

Fungsi pasir silica untuk meminimalisir partikel-partikel yang ikut

terpompa bersama air laut, sedangkan arang batok kelapa berfungsi

untuk mengurangi kadar amoniak.,

 Bak pengolahan air ada tiga buah, dua buah berukuran 2 x 2 x 2 m

berkapasitas 8 ton dan satu buah berukuran 3 x 3 x 2 m berkapasitas 18

ton, kemudian air laut di treatment menggunakan Kaporit dengan dosis 9

ppm.

 Kaporit dimasukkan dalam seser terlebih dahulu, kemudian seser

dimasukkan kedalam air laut sambil digoyang-goyang agar Kaporit

mudah terlarut.
32

 Kemudian aerasi dinyalakan agar Kaporit terlarut merata. Setelah

diaerasi selama 24 jam, aerasi dimatikan agar kotoran-kotoran

mengendap

 Air laut didiamkan selama dua hari atau sampai kelihatan jernih dan tidak

berbau kaporit lagi.

 Setelah proses treatment air laut selesai, air yang ada dibak pengolahan

dipindah ke bak tandon yang berkapasitas 32 ton menggunakan pipa

celup.

 Setelah air media disterilkan maka tahap selanjutnya adalah pengisian

air kedalam bak pemeliharaan larva dengan ketinggian awal 80 cm. air

yang dimasukkan kedalam bak yang disaring dengan menggunakan

filterbag.

5.1.3. Penebaran Nauplius

Sumber Naupli yang ditebar didapat dari hasil produksi sendiri dengan

kualitas F1. Penebaran naupli dilakukan pada sore hari hal ini dilakukan dengan

harapan untuk menghindari fluktuasi suhu yang terlalu tinggi terhadap

lingkungan. yang pertama dilakukan yakni menentukan padat tebar, di UPTD

Perikanan Air Payau dan Laut Wilayah Selatan padat tebar 1.800.000 dalam

bak volume 12 Ton.

Aklimatisasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menyesuaikan

lingkungan awal dengan lingkungan baru yang ditempati (adaptasi). Di UPTD

Perikanan Air Payau dan Laut Wilayah Selatan ini penebaran naupli

dilakukan pada pukul 15:00 WIB, hal ini dilakukan dengan tujuan supaya

perbedaan baik suhu dan salinitas tidak terlalu tinggi. Cara aklimatisasi yang

dilakukan di UPTD Perikanan Air Payau dan Laut Wilayah Selatan adalah

sebagai berikut:
33

a. Mengusahakan padat penebaran tidak terlalu tinggi, padat penebaran

yang dilakukan di UPTD Perikanan Air Payau dan Laut Wilayah

Selatan ini adalah 150 larva /liter.

b. Naupli yang berada dalam kantong dimasukan kedalam bak pemeliharan

larva selama ± 15 menit untuk menyamakan suhu,

c. Membuka setiap kantong naupli selanjutnya memasukan air sedikit demi

sedikit untuk menyesuaikan kadar garamnya.

d. Menuangkan naupli ke dalam bak pemeliharaan larva apabila dianggap

sudah tidak terdapat perbedaan salinitas

Hal ini sesuai dengan pendapat Suyanto dan Eny (2009) cara adaptasi

nauplius yang baik adalah:

a. Diusahakan penebaran tidak terlalu padat, tetapi cukup antara 75 - 150

ekor/ liter.

b. Setelah nauplius datang jangan langsung dibuka, tetapi diapung-

apungkan di dalam bak selama ± 10 menit,

c. Membuka plastik apabila sudah tidak ada perbedaan suhu,

d. Memasukkan sedikit demi sedikit air bak ke dalam kantong dengan tujuan

untuk menyesuaikan kadar garamnya,

e. Mengeluarkan nauplius apabila dianggap sudah terdapat perbedaan

salinitas tidak ada,

Untuk lebih jelasnya proses penebaran dapat dilihat seperti tampak pada

Gambar 4.
34

Gambar 4. Aklimatisasi Salinitas


Sumber : (Data Primer 2018)

5.1.4. Pemberian Pakan

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas benur

adalah pakan. Pengelolaan pakan penting untuk diperhatikan karena dalam

budidaya udang vannamei menyerap 60 - 70% dari total biaya operasional Pakan

yang diberikan pada larva udang vannamei dapat berupa pakan alami dan pakan

buatan. Pemberian pakan yang sesuai kebutuhan akan memacu pertumbuhan

dan perkembangan udang vannamei secara optimal sehingga produktifitasnya

bisa ditingkatkan.

a. Pemberian Pakan hidup

Frekuensi pemberian pakan hidup di UPTD Perikanan Air Payau dan

Laut Wilayah Selatan berbeda-beda menurut stadia larva dan jenis pakan

hidup yang diberikan. Untuk pakan yang berupa Skeletonema, diberikan pada

larva saat memasuki stadia Zoea 1 sampai Mysis 3. Skeletonema yang telah

disaring siap untuk diberikan pada larva udang, dosis pemberian pakan berupa

skeletonema ini sebanyak 260 ltr/hari frekuensi pemberian setiap harinya

sebanyak 2 kali jadi setiap pemberian sebanyak 130 liter waktu pemberian

skeletonema yakni pada pukul 06.00,18.00. Untuk pakan yang berupa artemia,

kista di tetaskan 35 gram untuk diberikan pada larva udang stadia PL 1 dalam

sehari dan akan bertambah pada hari berikutnya. Setelah memasuki PL 6 dosis
35

kista yang di tetaskan 75 gram sampai panen. Waktu pemberian artemia

diberikan pada saat pukul 02.00, 10.00, 18.00.

 Kultur Masal Skeletonema

Kultur massal Skeletonema yang dilakukan di UPTD Perikanan Air

Payau dan Laut Wilayah Selatan dengan menggunakan bak beton yang

berukuran 2 x 1,5 x 1 m. Alat dan bak harus dalam keadaan steril. Setelah

mendapat bibit Skeletonema Kemudian masukkan Skeletonema kedalam bak

kultur pakan hidup setinggi 15 cm, air laut bersalinitas 35 ppt setinggi 80 cm

dan air tawar setinggi 10 cm. Kemudian masukkan pupuk ke dalam bak kultur,

dengan cara melarutkan dengan air tawar di ember. Pupuk yang digunakan

adalah pupuk NPK Tawon dan Mutiara yang sudah dicampur dengan kadar

Nitrogen (N) 16 %, Phospat (P) 16%, Kalium (K) 16%, Kalsium (CaO) 6%,

Magnesium (MgO) 0,5% , dengan perbandingan antara NPK Tawon dan

Mutiara 2 : 1. Dosis pupuk yang digunakan sebanyak 5 ppm dengan volume 3

ton. Setelah itu aerasi dinyalakan agar bibit dan pupuk tercampur merata

dengan air media. Panen dapat dilakukan setelah sehari setelah proses

penebaran Skeletonema. Bak kultur Skeletonema dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 : Bak Kultur Skeletonema


Sumber : (Data Primer 2018)

 Cara kultur Skeletonema


36

 Parsiapan bak, bak yang akan digunakan untuk kultur pakan hidup harus

dalam keadaan bersih dari kotoran dan lumut.

 Selanjutnya pupuk yang telah ditimbang sesuai dengan kebutuhan di

masukan ke dalam bak yang telah terisi air yang sudah steril dengan

kadar garam sekitar 20 – 30 %.

 Setelah pupuk melarut, bibit Skeletonema dimasukan ke dalam bak kultur.

 Lakukan pemeliharaan dengan pencahayaan diberikan dengan sinar

matahari ataupun dengan sumber cahaya dari lampu, aerasi diberikan

secara terus-menerus dan dijaga agar tidak mati.

 Cara Panen Skeletonema

Panen Skeletonema dilakukan dengan cara, memasang saringan

ukuran mesh size 20 – 80 µm pada saluran outlet bak kultur Skeletonema,

kemudian buka pipa pembuangan agar Skeletonema tersaring pada kantong

panen. selanjutnya Pemberian pakan yakni skeletonema yang telah dipanen

terlebih dahulu disaring menggunakan seser tujuanya agar kotoan tidak ikut

dalam pemberian pakan. Cara pemanenan Skeletonema dapat dilihat pada

Gambar 6.

Gambar 6: Panen skeletonema dan Skeletonema jika dilihat dalam microscope


Sumber: Data primer (2018)
37

 Kultur Artemia

Pada stadia post larva pakan hidup yang diberikan berupa naupli Artemia.

Artemia adalah barang impor yang relative mahal harganya. Artemia ini dibeli

dalam bentuk telur atau biasa disebut cysts Artemia. Untuk mendapatkan larva

artemia harus ditetaskan dengan cara di kultur.

 Cara kultur artemia

Air media yang digunakan adalah air laut bersalinitas 35 ppt bersuhu 290C.

Kemudian larutkan tiap 4 gram Cyst Artemia dalam 1 liter air dan diberi aerasi

kuat. Artemia dapat dipanen setelah 24 jam dari awal pengkulturan. Hal tersebut

sesuai dengan pendapat Kordi (2010), telur ditetaskan dalam bak berbentuk

corong. Jangka waktu penetasan berkisar antara 24-28 jam.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 : Kultur Artemia dan Artemia jika dilihat dari microscope


Sumber : Data Primer dan wikipedia (2018)

 Cara Pemanenan larva Artemia

Sebelum larva Artemia dipanen, aerasinya dimatikan terlebih dahulu.

Kemudian bagian atas bak kultur ditutup selama 15 menit agar naupli artemia

dan cangkangnya terpisah. Apabila Bagian atas bak kultur ditutup, cangkang

akan naik ke atas sementara naupli Artemia akan turun ke bawah, dikarenakan

conical tank bagian bawah dapat ditembus oleh cahaya dan sifat dari Artemia

adalah phototaksis atau hewan yang peka terhadap adanya cahaya, sehingga

akan memudahkan pemanenan naupli Artemia. Kemudian kran bagian bawah


38

bak kultur dibuka dan larva Artemia disaring menggunakan seser ukuran mata

saringan 40 µm. Bilas larva Artemia dengan menggunakan air laut sebelum

dimasukkan ke dalam bak penampungan. Setelah itu larva Artemia siap untuk

diberikan pada larva udang pada stadia PL 1 dosis awal 35 gram dan akan

bertambah pada hari berikutnya 15 gram setelah memasuki PL 6 pakan akan

tetap. Waktu pemberian pakan hidup di berikan pada saat pukul 02.00, 10.00 ,

17.00,

b. Pemberian Pakan Buatan

Pada Hatchery Di UPTD Perikanan Air Payau dan Laut Wilayah Selatan

Pemberian pakan buatan dilakukan sebanyak 6 kali per hari.

Jenis pakan buatan yang diberikan pada larva selama proses pemeliharaan

dibedakan sesuai stadianya :

a. Stadia Naupli

Pada stadia ini naupli belum diberi pakan buatan karena naupli masih

mempunyai cadangan makanan yaitu kuning telur.

b. Stadiap Zoea

Pada stadia ini kandungan gizi pakan buatan yang diberikan kepada zoea

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan Gizi Pakan Buatan pada Stadia Zoea.

Jenis Kandungan Pakan


No
Pakan
Protein Lemak Karbohidrat Fiber Moisture
1 SP 50-60 % 3-5 % 18-22 % - -
2 Artemac 57% 19% 12% - 7%
3 TOP 45% 16% - 3% 10%
Sumber : Kordi (2010).

c. Stadia Mysis

Pada stadia ini kandungan gizi pakan buatan yang diberikan kepada larva

stadia mysis dapat dilihat pada Tabel 6.


39

Tabel 6. Kandungan Gizi Pakan Buatan pada Stadia Mysis.


Jenis Kandungan Pakan
No
Pakan Protein Lemak Karbohidrat Fiber Moisture
1 Flake  40%  3% - - -
2 SP 50-60 % 3-5 % 18-22 % - -
3 Lansy ZM 48% 13% - 2,5% 8%
4 TOP 45% 16% - 3% 10%
Sumber : Kordi (2010).

d. Stadia Post Larva

Kandungan gizi pakan buatan yang diberikan kepada larva dapat dilihat

pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan Gizi Pakan Buatan pada Stadia Post Larva.

Jenis Kandungan Pakan


No
Pakan Protein Lemak Karbohidrat Fiber Moisture
1 Flake  40%  3% - - -
2 Artemac 57% 19% 12% - 7%
3 Rotofier 50% 16% - 6% 8%
RDN-
4 57% 19% - - 7%
ULTRA
5 TOP 45% 16% - 3% 10%
Sumber : Kordi (2010).

Dari beberapa jenis pakan buatan yang diberikan pada setiap stadia larva udang

Vannamei, pakan buatan tersebut harus dicampur terlebih dahulu.

Pemberian pakan buatan diberikan mulai dari stdia Zoea 1 hingga panen

dengan kata lain pemberian pakan buatan diberikan menyeluruh dari awal

dengan frekuensi pemberian pakan 6x, Untuk stadia Zoea - PL 4 pemberian

pakan buatan terlebih dahulu ditakar sesuai dengan kebutuhan larva, kemudian

dimasukkan pada wadah untuk pemberian pakan berupa bak, setelah itu pakan

buatan dilarutkan kedalam air yang berisikan ± 5 liter air dengan diberikan secara

merata kedalam air tersebut agar benar-benar larut dan mudah dicerna oleh

larva, sedangkan untuk stadia PL 5 - 7 langsung diayak dengan menggunakan

saringan. Pemberian pakan hidup dan buatan ini dilakukan dengan cara

penebaran secara merata kedalam bak larva agar tidak terjadi kompetisi dalam
40

mendapatkan pakan. Syarat yang mutlak untuk terpenuhinya pakan yang baik

adalah penebaran secara merata, dalam arti dapat diusahakan agar udang

memperoleh bagian pakan yang sama dengan yang lainnya. Setiap harinya akan

di tambah 1 ppm setiap harinya. Pada zoea II sampai panen, larva diberikan

tambahan berupa vitamin berupa elkoso dan CVC dengan dosis 0,6 ppm dan

1,25 ppm. Pemberian elkoso ini dilakukan setiap jam 6 pagi dan malam.

Sedangkan CVC diberikan hanya jam 6 malam saja. Untuk lebih rincinya bisa

dilihat pada lampiran 2.

5.1.5. Pengelolaan Kualitas Air

Air sebagai media hidup bagi larva harus memiliki kualitas air yang baik

dan sesuai dengan standar. Pengelolaan air yang dilakukan pada Di UPTD

Perikanan Air Payau dan Laut Wilayah Selatan adalah dengan treatment air

yang akan digunakan untuk pemeliharaan larva dan pengukuran parameter

kualitas air pada bak larva udang Vannamei.

Sedangkan menurut Sutaman (1993) pengelolaan kualitas air adalah cara

pengendalian kondisi air sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat secara fisik

dan kimiawi bagi kehidupan dan pertumbuhan larva udang yang dipelihara. Di

antaranya yang termasuk dalam variabel fisik air adalah suhu dan kekeruhan.

Sedangkan variabel kimiawi air yang terpenting adalah salinitas, pH, DO,

Amonia, dan hasil-hasil buangan proses metabolisme lainya, seperti H 2S.

a. Monitoring kualitas air

Pada Di UPTD Perikanan Air Payau dan Laut Wilayah Selatan

pemantauan kualitas air seperti suhu dan salinitas dilakukan tiap pagi (08.00),
41

dan sore hari (17.00). ini bertujuan menghindari adanya fluktuasi air yang begitu

tinggi sehingga larva dapat tumbuh secara optimal. selain itu pemantauan air

juga bertujuan agar mencegah adanya penyakit yang menyerang larva udang

Vannamei karena itu pentingnya pemantauan air setiap harinya.

1). Suhu

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer

yang diletakan ke dalam air bak pemeliharaan. Pengukuran suhu

dilakukan pagi dan sore. Pada awal tebar suhu pada air pemeliharaan

adalah 29 - 32 oC, setelah benih udang mencapai stadia zoea suhu air

dinaikan hingga 34 oC. Untuk menjaga kestabilan suhu di Di UPTD

Perikanan Air Payau dan Laut Wilayah Selatan bak pemeliharaan larva

Pada umumnya apabila musim penghujan untuk mengantisipasi perubahan

suhu yang tidak stabil dengan cara bak ditutup dengan terpal.

Sedangkan menurut Sutaman (1993) Secara umum suhu optimal

bagi udang Vannamei adalah 28 - 32 oC. Suhu diatas 32 oC masih

dianggap baik bagi budidaya udang. Udang akan kurang aktif apabila suhu

air turun dibawah 18 oC dan pada suhu 15 oC atau lebih rendah akan

menyebabkan udang stress bahkan mati.

2). pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter.

Pengukuran pH ini dilakukan pagi dan sore. Pengukuran bak pemeliharaan

larva pH mencapai 7,5 dan pH tidak berubah selama pemeliharaan.hal ini

sesuai dengan pendapat Sutaman (1993) yang menyatakan bahwa pH

untuk budidaya udang vannamei adalah sekitar 7,0 ─ 8,5. Selain itu

dengan pH yang stabil daharapkan nafsu makan udang tetap tinggi.

Apabila nilai pH tidak terjaga dengan baik maka secara tidak langsung
42

akan mengakibatkan penurunan kualitas air. Hal ini juga berpengaruh pada

aktifitas udang yang menyebabkan menurunnya tingkat pertumbuhan dan

terganggunya metabolisme udang secara perlahan akan menggangu

kesehatan udang..

3). Salinitas

Pengukuran salinitas ini dilakukan pada pagi hari saat pergantian

air dengan menggunakan refraktometer. Hal ini bertujuan agar salinitas

air yang baru tidak telalu jauh dengan salinitas air yang lama. Salinitas

yang terdapat pada bak larva cenderung stabil pada kisaran 30 – 34 ppt.

Kestabilan salinitas ini diharapkan udang dapat tumbuh dengan baik. Hal

ini sesuai dengan pendapat Sutaman (1993). Menyatakan bahwa salinitas

berada pada kisaran 0,5 – 35 ppt. Hal ini mengakibatkan energi lebih

banyak terserap untuk proses osmoregulasi dibandingkan untuk

pertumbuhan.

b. Penyiponan

Di Di UPTD Perikanan Air Payau dan Laut Wilayah Selatan dilakukan

penyiponan pada dasar bak pada saat larva mulai masuk stadia zoea selama

pemeliharaan larva. Tujuanya agar menghilangkan sisa pakan yang tidak

termakan dan hasil metabolisme yang berupa feses sehingga pada dasar kolam

akan banyak endapan. Penyiponan dilakukan dengan cara memasukan selang

ke dalam kolam yang ujungnya selang dimasukkan ke dalam pipa yang diberi

lubang-lubang kecil sehingga memperkecil kemungkinan agar larva tidak ikut

tersedot. Selanjutnya kotoran akan dibuang ke saluran pembuangan yang telah

pasang happa agar larva yang ikut tersedot bisa diambil lagi menggunakan

seser.

b. Pergantian air
43

Pada stadia mysis 2 dan PL 2 dilakukan pergantian air sebanyak 10 cm,

bak pemeliharaan dikurangi dengan selang yang ujungnya dimasukkan ke dalam

pipa yang diberi lubang-lubang kecil sehingga memperkecil kemungkinan

agar larva tidak ikut tersedot. Kemudian penambahan air, air yang

ditambahkan berasal dari air penampungan air laut yang telah disterilkan terlebih

dahulu yang selanjutnya disalurkan melalui selang yang ujungnya telah diberi

filterbag agar kotoran tidak ikut masuk. Pergantian air dilakukan bertujuan agar

tetap terjaga kualitas air. Pergantian air ini di lakukan seminggu sekali.

Untuk lebih jelasnya, pengurangan air dan penambahan air dapat dilihat

pada Gambar 8.

Gambar 8. Penambahan air


Sumber: Data primer (2018).

5.1.6. Pengendalian Penyakit

Pengendalian penyakit di Di UPTD Perikanan Air Payau dan Laut

Wilayah Selatan dilakukan dengan menggunakan prinsip pencegahan dan

pengobatan dengan 2 cara yaitu dengan sanitasi peralatan dan sanitasi

ruangan.

a. Sanitasi Alat

Hal – hal yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Mencuci langsung semua peralatan yang telah selesai digunakan


44

2. Perendaman alat dengan larutan desinfektan seperti formalin, kaporit dan

iodine sebelum digunakan

3. Pergantian tempat penyelupan alat pengambilan sampel (gayung dan

beaker glass) dengan larutan iodine setiap hari

b. Sanitasi Ruangan

Untuk menjaga ruangan tetap bersih dan terbebas dari berbagai macam

kuman dan bakteri, maka ada beberapa hal yang dilakukan, yaitu :

1. Penerapan biosecurity sebelum memasuki ruang pemeliharaan larva

2. Adanya footbath yang berisi larutan kaporit 1000 ppm yang diganti setiap

hari

3. Fumigasi ruangan saat persiapan media pemeliharaan

4. Lantai ruangan dibilas dengan larutan kaporit setiap sore hari

5. Dinding bak dibilas dan dilap dengan larutan formalin 100 ppm

6. Pemberian probiotik dan Vit C setiap hari

7. Desinfeksi pipa air laut dan selang algae dengan kaporit secara rutin

Pengendalian penyakit tersebut sesuai dengan pendapat Haliman dan

Adijaya (2005) yang mengemukakan bahwa tindakan pencegahan dilakukan

dengan cara mulai dari penerapan biosecurity dengan menggunakan Kalium

Permanganat (PK) sebanyak 1,5 ppm yang ditempatkan pada awal pintu masuk

sebelum memasuki dan akan memasuki ruangan. Selain penebaran biosecurity

dilakukan juga sanitasi peralatan yang dilakukan sebelum dan sesudah

pemakaian peralatan dengan cara diping menggunakan formalin 100 ppm pada

setiap bak.

Di UPTD Perikanan Air Payau dan Laut Wilayah Selatan tidak

ditemukan adanya penyakit yang menyerang pada larva pembenihan udang

Vannamei.
45

5.1.7. Pengamatan pertumbuhan

Selama proses pemeliharaan larva pengamatan pertumbuhan dilakukan

setiap hari dengan menggunakan Beker Glass. Pengamatan pertumbuhan ini

bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan,adanya penyakit dan nafsu makan

larva yang dapat dilihat pada isi perut larva dengan adanya makanan atau tidak.

Dengan adanya pengamatan yang dilakukan rutin setiap harinya larva udang

Vannamei dapat terkontrol baik dari pertumbuhan maupun penyakit yang

menyerang, karena dilakukan setiap harinya jika ada penyakit yang menyerang,

larva dapat diobati secara langsung.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama mengikuti PKL diperoleh

data sebagai berikut :

 Fase Nauplius ke Fase Zoea membutuhkan waktu 2 - 3 hari

 Fase Zoea ke Fase Mysis membutuhkan waktu 3 - 4 hari

 Fase Mysis ke Fase Post larva membutuhkan 3 - 4 hari

Adapun cara membedakan dari masing – masing stadia dengan cara

pengamatan langsung adalah sebagai berikut:

1. Fase naupli gerakannya berenang dan berhenti.

2. Fase zoea gerakannya konstan, pergerakannya melingkar dan selalu makan

sehingga dibagian tubuh belakangnya menempel kotoran yang mirip ekor.

3. Fase mysis gerakannya kadang menjentik atau membengkokkan tubuhnya

dan berenang mundur.

4. Larva masuk stadia PL apabila badan lurus, berenang maju dan sudah

tampak seperti udang dewasa.

Adanya kotoran atau fases panjang pada ekor larva pada stadia zoea

yang bentuknya seperti benang, hal ini menunjukkan adanya indikasi bahwa

larva mendapat cukup makanan untuk dimakan. Banyak tidaknya jumlah pakan
46

dalam air menunjukkan apakah larva tersebut nafsu makan atau tidak, dengan

adanya monitoring pertumbuhan maka dapat memantau secara langsung

kehidupan larva sehingga apabila terserang penyakit dapat diambil langkah-

langkah yang tepat dan cepat.

5.2. Panen dan Pasca Panen

5.2.1. Panen

Panen benur dilakukan pada stadia PL8 atau sesuai permintaan pembeli.

Panen dapat dilakukan pada pagi atau sore hari. Di UPTD Perikanan Air

Payau dan Laut Wilayah Selatan melakukan pemanenan dengan saringan

halus sehingga benur tidak bisa lolos pada saluran pembuangan. Saringan ini

mempunyai lubang khusus yang dapat disalurkan langsung ke pipa

pembuangan. Jadi benur yang keluar dari pipa pembuangan akan langsung

masuk ke jaring halus.

Menurut Subaidah dkk (2009), pemanenan benur dimulai pada stadia

PL10 atau ukuran PL telah mencapai ukuran 1 cm dan yang telah memenuhi

kriteria – kriteria benur yang siap dipanen. Data yang diperoleh dilapangan

dengan pendapat Subaidah dkk (2009) menunjukkan kesesuaian yang

menunjukkan bahwa kegiatan panen yang dilaksanakan dinilai sudah sesuai

dengan standar yang ada secara umum.

Sebelum dilakukan proses pemanenan benur, mula – mula air dalam bak

diturunkan terlebih dahulu. Selama proses penurunan air ini, saringan ganti air

tetap terpasang sehingga benur tidak ikut keluar bersama air. Setelah itu pipa

pada outlet di buka dan benur akan keluar menuju saringan. Lalu benur dapat

mulai diseser. Kemudian benur dibawa ke bak penampungan yang terbuat dari

fiber glass sebelum dilakukan pengepakan. Ketika air dalam bak sudah mulai
47

habis, terkadang masih banyak benur yang tersangkut di dinding dan lantai bak.

Untuk itu dilakukan pembilasan dinding dan lantai agar benur yang menyangkut

bisa hanyut terbawa air.

5.1.1. Pasca Panen

Setelah panen selesai dilanjutkan dengan kegiatan pasca panen yaitu

pengepakan dan pengiriman. Sebelum dilakukan pengepakan, terlebih dahulu

dilakukan perhitungan jumlah benur dengan harapan untuk dapat mengetahui

tingkat kehidupan (Survival Rate) benur.

Pengepakan dilakukan dengan mengambil benur dengan alat bernama

scoup yang mempunyai diameter atau ukuran tertentu. Kebetulan pada panen

kali ini menggunakan scoup yang berdiameter 3 cm yang rata – rata berisi 3000

ekor. Packing dilakukan dengan menggunakan kantong plastik jenis PE

(Polyethylene) yang dibentuk sesuai dengan kemasan benur. Kantong plastik

diisi air yang mempunyai suhu 22 – 23oC sebanyak 2 liter. Tidak lupa juga

ditambahkan karbon aktif sebanyak 10 – 15 butir yang bertujuan untuk

mengurangi NH3 dan menjaga agar PH tetap stabil.

Menurut Subaidah dkk (2009), Kepadatan benur sesuai dengan jarak

transportasi, biasanya setiap kantong berisi 2000 – 4000 ekor PL10. Namun,

fakta di lapangan menunjukkan perbedaan dengan literatur. Hal ini

mempertimbangkan kualitas pengemasan yang dinilai sudah baik sehingga

memungkinkan untuk mengisi setiap kantong lebih dari 4000 ekor.

Sistem pengangkutan yang dilakukan di UPTD Perikanan Air Payau

dan Laut Wilayah Selatan adalah sistem pengangkutan tertutup dan

menggunakan suhu rendah yang di sandingkan dengan es balok. Penurunan

suhu menyesuaikan jarak pengiriman, semakin jauh dan lama maka es balok

akan di tambahkan agar suhu tetap terjaga. Tujuan dari penurunan suhu adalah
48

untuk mengurangi metabolisme benur sehingga benur menjadi tenang, tidak

agresif dan tidak kanibal.Kantong plastik benur yang sudah siap kemudian

dimasukkan ke dalam kardus. Satu kardus berisi 4 kantong plastik. Lalu kardus

ditutup rapat dengan isolasi. Selanjutnya kardus ditata di atas truk.

a. Perhitungan Survival Rate (SR)

Survival Rate (SR) larva di Di UPTD Perikanan Air Payau dan Laut

Wilayah Selatan dapat diketahui berdasarkan rata-rata hasil panen yang

dapat diperoleh selama satu siklus. Rata-rata hasil panen larva yang dapat

diperoleh dalam satu bak adalah 400.000 benur dengan total penebaran

rata-rata 1.800.000 per bak

Perhitungan SR di UPTD Perikanan Air Payau dan Laut Wilayah

Selatan adalah sebagai berikut :

Survival Rate ( SR ) :

Jadi SR yang diperoleh selama proses pemeliharaan larva sampai

dengan panen adalah 33 %.

b. Pengemasan

Setelah benur ditampung di Fiber Tank, benur diseser kembali.

Kemudian dikemas dengan kantong plastik jenis Pholyetilen. Kantong plastik

tersebut sebelumnya diisi dengan satu liter air media. Satu kantong tersebut

diisi dengan satu canting benur dengan kepadatan  3000 benur. Kemudian

kantong plastik diisi oksigen dengan perbandingan oksigen dan air media

adalah 2 : 1.

Cara pengemasan dapat dilihat pada Gambar 10.


49

Gambar 10 : Pengemasan Benur


Sumber : Data primer (2018)

5.2. Pemasaraan

Pemasaran merupakan langkah akhir dari suatu kegiatan usaha.

Pemasaran adalah faktor yang sangat menentukan bagi suatu usaha

pembenihan udang, mengingat hasilnya (benur) tidak dapat disimpan lama.

Semakin lama benur berada di tempat pembenihan berarti semakin bertambah

biaya produksi yang akan dikeluarkan, sehingga akan mengurangi jumlah

pendapatan yang diperoleh.

Harga memiliki peranan penting dalam kegiatan pemasaran. Untuk

pengiriman lokal harga berkisar antara Rp. 7,- - Rp. 10,- , sedangkan untuk

pengiriman luar wilayang Pangandaran harga berkisar antara Rp. 10,- - Rp. 15,-.

Dalam pemasarannya UPTD Perikanan Air Payau dan Laut Wilayah Selatan

ini mempunyai dua tipe pemasaran:

1. Pemasaran langsung bertemu antara Produsen dengan konsumen, tipe

ini pada pemasaran lokal,

2. Pemasaran benur melalui agen perantara artinya Produsen dan

konsumen tidak pernah bertemu.

Hal itu sesuai pendapat Aquaculture (2010) yang menyatakan bahwa tipe

pemasaran dibagi menjadi 2 tipe yaitu konsumen langsung datang ke tempat

pembenihan untuk membeli benur yang diinginkan. Atau juga dapat melalui

peran agen.

Anda mungkin juga menyukai