Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“Konsep Kegawatdaruratan & Pelaksanaan Pasien


Dengan Cedera Kepala “

Disusun Oleh :
Kelompok 7
1.Oktari Fauziah

2. Aprillia

Dosen Pembimbing :

STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG


TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya, makalah ini dapat
terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada para
pihak yang telah membantu kelancaran tugas ini, terutama dosen Keperawatan Gawat Darurat
yang telah memberi banyak pengarahan serta ilmu kepada kami para mahasiswa.

Semoga makalah yang saya buat ini, bermanfaat bagi pembaca. Saya juga
mengharapkan kritik dan saran, supaya tugas selanjutnya dapat menjadi lebih baik dari
sebelumnya dan sesungguhnya semua itu bersifat membangun.

Terima kasih.

Painan, 27 Desember 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok umur
produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.Tidak hanya berakibat pada
tingginya angka kematian pada korban kecelakaan.Justru, yang harus menjadi perhatian
adalah banyaknya kasus kecacatan dari korban kecelakaan.Khususnya, korban kecelakaan
yang menderita cedera kepala.
Menurut paparan dr Andre Kusuma SpBS dari SMF Bedah Saraf RSD dr Soebandi
Jember, cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat non-
degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar, yang mungkin
menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang sifatnya menetap maupun
sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran.
Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya dan
membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita.Sayangnya, kendati kasus
terus meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan
menolong penderita.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah
sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan
dan prognosis selanjutnya ( Mansjoer, 2000 ).
Berdasarkan hal-hal dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk membahas
Asuhan Keperawatan Cedera Kepala agar kita bisa menambah wawasan mengenai konsep
dari cedera kepala.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam
makalah ini adalah :
1. Bagaimana konsep triage pada Cedera Kepala ?
2. Bagaimana lingkup keperawatan gawat darurat Cedera Kepala ?
3. Apa definisi dari Cedera Kepala ?
4. Apa etiologi dari Cedera Kepala ?
5. Apa klasifikasi dari Cedera Kepala ?
6. Bagaimanakah manifestasi klinis dari Cedera Kepala ?
7. Bagaimanakah patofisiologi dari penyakit Cedera Kepala ?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Cedera Kepala ?
9. Bagaimana proses pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien penderita Cedera
Kepala ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep triage pada Cedera Kepala.
2. Untuk mengetahui lingkup keperawatan gawat darurat Cedera Kepala.
3. Untuk mengetahui pengertian dari Cedera Kepala.
4. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit Cedera Kepala.
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari Cedera Kepala.
6. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit Cedera Kepala.
7. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Cedera Kepala.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari penyakit Cedera Kepala.
9. Untuk mengetahui proses pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
penderita Cedera Kepala.

D. Manfaat Penulisan
a) Manfaat bagi Tim Penulis

Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat karya ilmiah dan
menambah wawasan khususnya tentangCedera Kepala dan ruang lingkupnya.

b) Manfaat bagi pembaca

Menjadi bahan masukan dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan terutama


mengenai konsep tentang Cedera Kepala dan ruang lingkupnya dalam bidang kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS
1. Konsep Triage Cedera Kepala
Triage adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit
untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi selanjutnya. Tindakan ini
merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan musibah terutama musibah
yang melibatkan massa.

Triase memiliki beberapa kategori, antara lain:

a) Prioritas Pertama (Merah)


Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan
transport segera untuk tetap hidup. Prioritas tertinggi untuk penanganan atau evakuasi.
b) Prioritas kedua (Kuning)
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan
dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Meliputi kasus
yang memerlukan tindakan segera terutama kasus bedah.
c) Prioritas ketiga (Hijau)
Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera,
memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala.
Penanganan tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda jika ada korban lain yang lebih
memerlukan penanganan atau evakuasi.
d) Prioritas nol (Hitam)
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang
mematikan.Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan
warna prioritas.Tanda triage dapat bervariasi mulai dari suatu kartu khusus sampai
hanya suatu ikatandengan bahan yang warnanya sesuai dengan prioritasnya. Jangan
mengganti tanda triage yang sudah ditentukan. Bila keadaan penderita berubah
sebelum memperoleh perawatan maka label lama jangan dilepas tetapi diberi tanda,
waktu dan pasang yang baru.
Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya cidera dan
fasilitas yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk melakukan persiapan persetujuan
pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap, dengan
demikian penderita dengan cidera kepala sedang dan berat dapat segera dikirim untuk
mendapatkan perawatan yang memadai. Konsultasi segera dengan ahli bedah saraf pada saat
pengobatan dan perawatan penderita sangat dianjurkan(1), khususnya pada penderita dengan
koma dan atau penderita dengan kecurigaan adanya lesi massa intrakranial. Keterlambatan
dalam perujukan dapat memperburuk keadaan penderita dan selanjutnya akan menurunkan
luaran cidera kepala.

2. Lingkup Keperawatan Gawat Darurat Cedera Kepala


Insiden cidera kepala meningkat dari tahun ketahun seiring dengan meningkatnya
mobilitas penduduk. Dibanding dengan trauma lainnya, cidera kepala menduduki tingkat
morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh karena itu diperlukan pemahaman dan pengelolaan
yang lebih baik terutama untuk petugas kesehatan yang berada digaris depan, dimana sarana
diagnostik dan sarana penunjang untuk tindakan operasi tidak memadai.
Pada fasilitas-fasilitas kesehatan, dimana tidak dapat dilakukan tindakan diagnostik
ataupun operatif yang memadai, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Penanganan
A,B,C,D, dan E, pencegahan cidera otak sekunder dan merujuk penderita secepat mungkin
bila keadaan memungkinkan.
Dari keseluruhan kasus cidera kepala, 10% adalah cidera kepala berat dengan angka
kematian kurang lebih sepertiganya. Sepertiga lainnya hidup dengan kecacatan dan sepertiga
sisanya sembuh (tidak tergantung pada orang lain). Namun demikian mereka mungkin masih
mengalami gangguan kepribadian dan kesulitan dalam berkomunikasi dalam jangka waktu
lama.

3. Definisi Cedera Kepala


Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak atau
kombinasinya, (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito).
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas
otak, (Paula Kristanty, dkk 2009).
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (acceleasi –
decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada
percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serata notasi yaitu pergerakan pada kepala
dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tingkat pencegahan, (Musliha, 2010).

4. Etiologi
a) Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan
lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang
disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b) Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)
Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil
multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral,
batang otak atau kedua-duanya.
c) Etiologi lainnya
Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
Cedera akibat kekerasan.

5. Klasifikasi
Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)
a) Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)
GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)
Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt
Tak ada fraktur tengkorak
Tak ada contusio serebral (hematom)
Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

b) Cedera kepala sedang


GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)
Dapat mengalami fraktur tengkorak
Muntah
Kejang

c) Cedera kepala berat


GCS 3-8 (koma)
Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)
Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial
Tanda neurologist fokal
Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium

6. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut :
a) Gangguan kesadaran
b) Konfusi
c) Abnormalitas pupil
d) Piwitan tiba-tiba defisit neurologis
e) Gangguan pergerakan
f) Gangguan penglihatan dan pendengaran
g) Disfungsi sensori
h) Kejang otot
i) Sakit kepala
j) Vertigo
k) Kejang
l) Pucat
m) Mual dan muntah
n) Pusing kepala
o) Terdapat hematoma
p) Sukar untuk dibangunkan
q) Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
7. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.
Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.Trauma kepala meyebabkan
perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan
vaskuler dan udem paru.Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) :
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak.Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia
jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
b) MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
c) Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan
otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
d) Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
e) X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Pengkajian Primer
Airway (Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas).
Breathing
Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan,
tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung.
Circulation (Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill).
Disability (Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri).
Exposure (Suhu, lokasi luka)

b) Pengkajian Sekunder
Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan kapan cedera terjadi.Bagaimana mekanismenya.Apa
penyebab nyeri/cedera. Darimana arah dan kekuatan pukulan?
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau
kejang/ tidak.Apakah ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan
pernapasan.Apakah klien dilahirkan secara forcep/ vakum.Apakah pernah
mengalami gangguan sensorik atau gangguan neurologis sebelumnya.Jika
pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya.Bagaimana asupan nutrisi.
Riwayat Keluarga
Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit
sistemis seperti DM, hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Pantau frekuensi, irama,
Pola keperawatan selama 3 x 24 kedalaman pernapasan.
Napasberhubungan jam Catat ketidakteraturan
dengan kerusakan diharapkanketidakefektifan pernapasan.
neurovaskuler pola napas teratasi dengan Pantau dan catat
(cedera pada pusat kriteria hasil,tidak ada sesak kompetensi reflek
pernapasan otak) atau kesukaran bernafas, gag/menelan dan
jalan nafas bersih, dan kemampuan pasien
pernafasan dalam batas untuk melindungi jalan
normal. napas sendiri. Pasang
jalan napas sesuai
indikasi.
Angkat kepala tempat
tidur sesuai aturannya,
posisi miirng sesuai
indikasi.
Anjurkan pasien untuk
melakukan napas dalam
yang efektif bila pasien
sadar.
Auskultasi suara napas,
perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya
suara tambahan yang
tidak normal misal:
ronkhi, wheezing,
krekel.
2 Perubahan perfusi Setelah dilakukan tindakan Tentukan faktor-faktor
jaringan serebral keperawatan selama 3 x 24 yang menyebabkan
berhubungan dengan jam, diharapkan masalah koma/penurunan perfusi
penghentian aliran teratasi, dengan kriteria jaringan otak dan
darah (hemoragi, hasil tanda vital stabil dan potensial peningkatan
hematoma) tidak ada tanda-tanda TIK.
peningkatan TIK. Pantau /catat status
neurologis secara teratur
dan bandingkan dengan
nilai standar GCS
Evaluasi keadaan pupil,
ukuran, kesamaan antara
kiri dan kanan, reaksi
terhadap cahaya.
Pantau tanda-tanda vital:
TD, nadi, frekuensi
nafas, suhu.
Bantu pasien untuk
menghindari /membatasi
batuk, muntah,
mengejan.
Kolaborasikan
pemberian obat sesuai
indikasi, misal: diuretik,
steroid, antikonvulsan,
analgetik, sedatif,
antipiretik
3 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan Kaji keluhan nyeri
dengan adanyatrauma keperawatan selama 3 x 24 dengan menggunakan
kepala. jam diharapkan nyeri skala nyeri, catat lokasi
berkurang atau hilang nyeri, lamanya,
dengan criteria serangannya,
hasilklien merasa nyaman peningkatan nadi, nafas
yang ditandai dengantidak cepat atau lambat,
mengeluh nyeri, dan tanda- berkeringat dingin.
tanda vital dalam batas Atur posisi sesuai
normal. kebutuhan anak untuk
mengurangi nyeri.
Kurangi rangsangan yang
bisa memicu terjadinya
nyeri.
Berikan obat analgetik
sesuai dengan program.
Ciptakan lingkungan
yang nyaman termasuk
tempat tidur.
Berikan sentuhan
terapeutik, lakukan
distraksi dan relaksasi.
4 Resiko Setelah dilakukan tindakan Monitor status hidrasi
kekuranganvolume keperawatan selama 3 x 24 seperti kelembaban
cairan jam diharapkan masalah mukosa dan turgor kulit
teratasi dengan criteria hasil Monitor Vital Sign
hasil membran mukosa Monitor intake dan
lembab, integritas kulit baik, output
dan nilai elektrolit dalam Monitor status nutrisi
batas normal. Dorong pasien untuk
menambah intake oral
Berikan penggantian
nasogatrik sesuai dengan
output
Kolaborasikan pemberian
cairan IV
5 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan Bantu anak dalam
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 memenuhi kebutuhan
tirah baring dan jam diharapkan terjadi aktivitas, makan –
menurunnya peningkatan perawatan minum, mengenakan
kesadaran. diri dengan kriteria pakaian, BAK dan BAB,
hasiltempat tidur membersihkan tempat
bersih,tidak ada iritasi pada tidur, dan kebersihan
kulit, buang air besar dan perseorangan.
kecil tanpa dibantu. Berikan makanan via
parenteral bila ada
indikasi.
Lakukan Perawatan
kateter bila terpasang.
Kaji adanya konstipasi,
bila perlu pemakaian
pelembek tinja untuk
memudahkan BAB.
Libatkan orang tua atau
orang terdekat dalam
perawatan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.

3. Implementasi dan Evaluasi

NO.DX Implementasi Evaluasi


1 Memantau frekuensi, irama,
S : S : Klien mengatakan sudah tidak
kedalaman pernapasan. Catat sesak lagi
ketidakteraturan pernapasan. O : Klien tampak bernafas dengan baik
Memantau dan catat kompetensi A : Masalah teratasi
reflek gag/menelan dan P : Hentikan Intervensi
kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas sendiri.
Pasang jalan napas sesuai
indikasi.
Mengangkat kepala tempat tidur
sesuai aturannya, posisi miirng
sesuai indikasi.
Menganjurkan pasien untuk
melakukan napas dalam yang
efektif bila pasien sadar.
Mengauskultasi suara napas,
perhatikan daerah hipoventilasi
dan adanya suara tambahan
yang tidak normal misal: ronkhi,
wheezing, krekel.
2 Menentukan faktor-faktor yang S : -
menyebabkan koma/penurunan
O : O :Klien tampak mengalami perbaikan
perfusi jaringan otak dan respon motorik
potensial peningkatan TIK. A : A :Masalah belum teratasi
Memantau /catat status
P: P :Lanjutkan Intervensi
neurologis secara teratur dan
bandingkan dengan nilai standar
GCS
Mengevaluasi keadaan pupil,
ukuran, kesamaan antara kiri
dan kanan, reaksi terhadap
cahaya.
Memantau tanda-tanda vital:
TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
Membantu pasien untuk
menghindari /membatasi batuk,
muntah, mengejan.
Mengkolaborasikan
pemberian obat sesuai indikasi,
misal: diuretik, steroid,
antikonvulsan, analgetik,
sedatif, antipiretik
3 Mengkaji keluhan nyeri denganS S : Klien mengatakan nyeri berkurang
menggunakan skala nyeri, catat O : Klien tampak sedikit lebih tenang
lokasi nyeri, lamanya, A : Masalah belum teratasi
serangannya, peningkatan nadi, P : Lanjutkan Intervensi
nafas cepat atau lambat,
berkeringat dingin.
Mengatur posisi sesuai
kebutuhan anak untuk
mengurangi nyeri.
Mengurangi rangsangan yang
bisa memicu terjadinya nyeri.
Memberikan obat analgetik
sesuai dengan program.
Menciptakan lingkungan yang
nyaman termasuk tempat tidur.
Memberikan sentuhan
terapeutik, lakukan distraksi dan
relaksasi.
4 Memonitor status hidrasi seperti S : -
kelembaban mukosa dan turgor O : Status hidrasi klien normal
kulit A : Masalah teratasi
Memonitor Vital Sign P : Hentikan Intervensi
Memonitor intake dan output
Memonitor status nutrisi
Mendorong pasien untuk
menambah intake oral
Memberikan penggantian
nasogatrik sesuai dengan output
Mengkolaborasikan pemberian
cairan IV
5 Membantu anak dalam S : S : Klien mengatakan belum mampu
memenuhi kebutuhan aktivitas, melakukan aktivitas secara mandiri
makan – minum, mengenakan O : O : Klien tampak selalu dibantu
pakaian, BAK dan BAB, melakukan aktivitas
membersihkan tempat tidur, dan A: Masalah belum teratasi
kebersihan perseorangan. P: Lanjutkan Intervensi
Memberikan makanan via
parenteral bila ada indikasi.
Melakukan Perawatan kateter
bila terpasang.
Mengkaji adanya konstipasi,
bila perlu pemakaian pelembek
tinja untuk memudahkan BAB.
Melibatkan orang tua atau orang
terdekat dalam perawatan
pemenuhan kebutuhan sehari-
hari.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak atau kombinasinya,
(Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito).

Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya cidera dan
fasilitas yang tersedia.Walaupun demikian, penting untuk melakukan persiapan persetujuan
pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap, dengan
demikian penderita dengan cidera kepala sedang dan berat dapat segera dikirim untuk
mendapatkan perawatan yang memadai.

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.

B. Saran
Melalui kesimpulan diatas, adapun saran yang diajukkan oleh Tim Penulis adalah :
1. Sebagai tenaga kesehatan yang lebih tahu tentang kesehatan, kita dapat
menerapakan perilaku yang lebih berhati-hati agar tidak memicu terjadinya cedera pada
kepala.
2. Perawat harus melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan baik pada pasien
penderita Cedera Kepala sehingga kesembuhan pasien dapat tercapai dengan baik
3. Perawat maupun calon perawat harus memahami konsep dasar dariCedera Kepala dan
ruang lingkupnya sehingga dalam proses memberikan asuhan keperawatan pada pasien
penderita Cedera Kepala dapat terlaksana dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai