PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak merupakan hal yang paling penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus
keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa.oleh karena itu, tidak ada satupun
orang tua yang ingin anaknya jatuh sakit. lebih-lebih bila anaknya mengalami bronchopneumonia.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak dibawah umur 3 tahun
dengan resiko kematian yang tinggi pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.
Infeksi saluran nafas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di
Negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001
influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei,
nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO
1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi
saluran nafas akut termasuk pneumonia dan influenza. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes
tahun 2001, penyakit infeksi saluran nafas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Penggunaan antibiotic, membuat penyakit ini bisa di control beberapa tahun kemudian.
Namun tahun 2000, kombinasi bronchopneumonia dan influenza kembali merajalela dan menjadi
penyebab kematian ketujuh di Negara itu.
B. TUJUAN
B. ETIOLOGI
C. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) sejak 1986 sampai era 2000 am hampir
80% sampai 90% kematian balita akibat serangan ISPA dan pneumonia. Angka kejadian tertinggi
ditemukan pada usia kurang 4 tahun dan mengurang dengan m,eningkatnya umur.
Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh Pneomococcus, ditemukan pada orang dewasa dan
anak besar, sedangkan Bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi. Pneumonia
merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya menyerang sekitar 1% penduduk Amerika.
Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotic, pneumonia tetap sebagai penyebab terbanyak
dari kematian di Amerika.
D. ANATOMI FISIOLOGI
a. Anatomi
1. Hidung
Merupakan saluran udara nerupakan saluran udara yang pertama, berfungsi mengalirkan udara ke
paru-paru. Jalan nafas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru.
Struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring (pangkal
tenggorokan). Faring dibagi menjadi tiga region : nasofaring, orofaring dan laringofaring.
Struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk
memungkinkan terjadinya vokalisasi, melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk. Laring sering juga disebut sebagai kotak suara. Dan terdiri atas : epiglottis,
glottis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago arytenoid dan pita suara.
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang dari tulang-tulang rawan.
6. Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung alveoli. Paru-paru dibagi
menjadi 2 bagian yaitu : paru-paru kanan dan kiri, dimana paru-paru kanan terdiri drai 3 lobus dan
paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus.
b. Fisiologi
Proses pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada
paru-paru. Proses ini terdiri dari 3 tahap yaitu :
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya iksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau
dari alveoli ke atsmosfer. Ada dua gerakan pernafasan yang terjadi sewaktu pernafasan, yaitu
inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik nafas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh
kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai kebawah, yaitu vertikal.
Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke kedua sisi dan dari depan kebelakang. Pada
ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot dan karena paru-paru kempis kembali,
disebabkan sifat elastic paru-paru itu. Gerakam-gerakan ini adalah proses pasif. Proses ventilasi
dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara atsmorfer dengan paru,
adanya kemampuan thoraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspensi, reflex batuk dan
muntah.
b. Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di
kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya
permukaan paru, tebal membrane respirasi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
c. Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2
jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung
(kardik output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), eritrosit dan Hb.
Secara anatomis, system respirasi dibagi menjadi dua yaitu saluran pernafasan dan parenkim
paru. Saluran pernafasan dimulai dari organ hidung, mulut, trakea, bronkus, dan bronkiolus.
Didalam rongga toraks bronkus bercabang menjadi dua yaitu : kanan dan kiri. Bronkus kemudian
bercabang menjadi bronkiolus, bagi parenkim paru berupa kantong-kantong yang menempel
diujung bronkiolus yang disebut alveoli (bila banyak).
E. PATOFISIOLOGI
Disebut hyperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah
baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di
tempat infeksi. Hyperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mest
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamine dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antara kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan
di antara kapiler dan alveolus meningkat jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida
maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mangakibatkan penurunan
saturasi oksigen hemoglobin.
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi
padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit, dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti heper, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
Disebut juga sebagai stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula. Inflamasi pada bronkus ditandai dengan adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam,
batuk produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli,fibrosis, emfisema dan atelectasis. Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan nafas,
sesak nafas, dan nafas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan
produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema
(timbulnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelectasis
mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas, hipoksemia, acidosis respirator, pada klien terjadi sianosis,
dyspnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal nafas.
F. MENIFESTASI KLINIK
G. KLASIFIKASI
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang
dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia, yaitu :
H. GAMBARAN KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahuli oleh infeksi saluran nafas baigan atas selama beberapa hari. Suhu
dapat dapat naik secara ,endadak 39 – 40C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak
sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianusis
dikesitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak di jumpai di awal penyakit, anak akan mendapatkan
batuk selama beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada Bronchopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada
perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki
basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronchopneumonia menjadi satu (konfluen)
mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara yang pernafasan pada auskultasi
terdengar mengeras. Pada stadium ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses
penyembuhan dapat terjadi antara 2 – 3 minggu.
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
1. Rontgen Dada : hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi distribusi structural, dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrate, empyema (stapilococcus), infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (virus). Pneumonia
mikoplasma sinar x dada mungkin bersih. Foto thorax bronchopneumonia terdapat bercak-
bercak infiltrate pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya
konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
2. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan
test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologi, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan
karena sukar.
3. Pemeriksaan funsi paru. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan volume paru mungkin menurun
(kongesti dan kolaps alveolar), tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain paru
menurun, terjadi hipoksemia.
4. Analisa Gas Darah. Pada pemeriksaan dara ini biasanya akan didapatkan hasil yang tidak normal
mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
5. Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau beberapa lobus yang
berbercak-bercak infiltrate.
6. Pemeriksaan laboraturium didapati lekositosit antara 15000 sampai 40000/mm3.
7. Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami imunodefiensi.
8. Pemeriksaan AGD (analisa gas darah), untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigen.
9. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biobsi jarum, untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok untuk menanganinya.
BAB III
Askep teoritis bronkopneumonia
f. Pola pengkajian
1. Pernafasan
Riwayat pneumonia berulang, biasanya terpajan pada polusi kimia/ iritan pernafasan
dalam jangka panjang (misalnya rokok sigaret), debu/ asap (misalnya : asbes
debu, batubara, room katun, serbuk gergaji). Pengunaaan oksigen pada malam hari
atau terus menerus.
Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik ( tripot) untuk bernafas, penggunaan otot
bantu pernafasan (misalnya : meninggikan bahu, retraksi supra klatikula,
melebarkan hidung)
Dada : Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP ( bentuk
barel), gerakan difragma mini mal.
Bunyi nafas : Krekels lembab, kasar
Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu keseluruhan.
2. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan tekanan darah. Peningkatan frekuensi jantung / takikardi Berat,
disritmia Distensi vena leher (penyakit berat) edema dependen, tidak
berhubungan dengan penyakit jantung. Bunyi jantung redup ( yang berhubungan
dengan peningkatan diameter AP dada).
Warna kulit / membrane mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis perifer. Pucat dapat
menunjukan anemia.
3. Makanan / cairan
Gejala : Mual / muntah, nafsu makan buruk / anoreksia ( emfisema),
ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
Tanda :Turgor kulit buruk, berkeringat, palpitasi abdominal dapat menyebabkan
hepatomegali
4. Aktifitas / istirahat
Gejala : Keletihan, keletihan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari- hari
karena sulit bernafas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
, dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau istirahat
Tanda : Keletihan, gelisah/ insomnia, kelemahan umum / kehilangan masa otot
5. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontal (influensa).
Tanda : Perubahan mental (bingung somnolen).
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri dada meningkat saat batuk, mialgia, atralgia.
Tanda : Melindungi area yang sakit.
7. Pernafasan
Gejala : Riwayat PPOM, takipnea, dipsnea, pernafasan dangkal, pelebaran nasal.
Tanda : Sputum (merah muda, purulen), perkusi (pekak diatas area yang konsolidasi),
fremitus (traktil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi), bunyi nafas (menurun
atau tidak ada), warna (pucat atau cyanosis bibir/kuku).
8. Keamanan
Gejala : Riwayat gangguan sistem imun, demam.
Tanda : Berkeringat, menggigil, gemetar, kemerahan, adanya infeksi berulang.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas
b. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi
eksudat
c. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, proses inflamasi
d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake dan
tachipnea
e. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungan dengan kejang
C. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas.
Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau sumbatan dari saluran pernapasan
untuk mempertahankan kebersihan jalan napas.
Batasan Karakteristik :
1. Batuk tidak ada
2. Bunyi napas tambahan
3. Perubahan dalam frekuensi napas
4. Perubahan dalam irama pernapasan
5. Sianosi
6. Dyspnea
7. Sputum terlalu banyak
8. Batuk tidak efektif
9. Mata terbelalak ( Melihat ) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam
jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
NOC : Kepatenan jalan napas
1. Demam tidak ada
2. Ansietas tidak ada
3. Sesak tidak ada
4. Frekuensi napas dalam batas normal
5. Keluaran sputum dari jalan napas
6. Tidak ada suara napas tambahan
Indikator skala :
1. Ekstrim
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
NIC :
a. Manajemen Jalan Napas. Aktivitas :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan napas actual/potensial
3. Lakukan fisioterapi dada, sesuai dengan kebutuhan
4. Bersihkan secret dengan menggunakan penghisapan
5. Dukung untuk bernapas pelan, dalam, berbalik dan batuk
6. Instruksikan bagaimana cara batuk efektif
b. Penghisapan jalan napas. Aktivitas :
1. Tentukan kebutuhan untuk penghisapan oral atau trakeal
2. Auskultasi bunyi napas sebelum dan sesudah penghisapan
3. Informasikan pada keluarga tentang proses penghisapan
4. Ubah teknik penghisapan berdasarkan respon tubuh pasien
5. Catat jenis dan jumlah sekresi yang dihasilkan.
c. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, proses inflamasi.
Definisi : Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak menyediakan ventilasi yang adekuat.
Batasan Karakteristik :
1. Napas dalam
2. Perubahan gerakan dada
3. Bradipnea
4. Penurunan tekanan ekspirasi
5. Penurunan tekanan inspirasi
6. Dispnea
7. Napas cuping hidung
8. Ortopnea Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam …x 24 jam pola napas efektif
dengan criteria hasil :
NOC :
a. Status Pernapasan : kepatenan jalan napas
1. Demam tidak ada
2. Sesak tidak ada
3. Frekuensi napas dalam batas normal
4. Irama napas teratur
5. Keluaran sputum dari jalan napas
6. Tidak adanya suara napas tamabahan
Indikator skala :
1. Ekstrim
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
NIC :
a. Manajemen Jalan Napas. Aktivitas :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan napas actual/potensial
3. Lakukan fisioterapi dada, sesuai dengan kebutuhan
4. Bersihkan secret dengan menggunakan penghisapan
5. Dukung untuk bernapas pelan, dalam, berbalik dan batuk
6. Instruksikan bagaimana cara batuk efektif
b. Bantuan Ventilasi. Aktivitas :
1. Jaga kepatenan jalan napas
2. Berikan posisi yang mengurangi dyspnea
3. Bantu perubahan posisi dengan sering
4. Pantau kelemahan oto pernapasan
5. Mulai dan jaga oksigen tambahan
6. Pantau status respirasi dan respirasi.
d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake dan
tachipnea.
Definisi : Suatu keadaan yang berisiko mengalami dehidrasi vascular, selular, atau intra
selular.
Faktor resiko :
1. Penyimpanan yang mempengaruhi akses cairan
2. Penyimpangan yang memperngaruhi pemasukan cairan
3. Penyimpangan yang mempengaruhi absorbs cairan Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama … x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan dengan criteria
hasil.
NOC: Hidrasi
1. Dehidrasi kulit
2. Membran mucus yang basah
3. Edema perifer
4. Nafas pendek tidak ditemukan
5. Mata cekung tidak ditemukan
6. Bunyi napas tambahan tidak ditemukan
Indikator skala :
1. Ekstrim
2. Sangat
3. Sedang
4. Sedikit
5. Tidak ada
NIC:
a. Manajemen cairan. Aktivitas :
1. Timbang BB tiap hari
2. Hitung haluaran
3. Pertahankan intake yang adekuat
4. Monitor status hidrasi
5. Monitor TTV
6. Berikan terapi IV
b. Terapi Intra vena. Aktifitas :
1. Atur pemberian IV sesuai resp dan pantau hasilnya
2. Pantau jumlah tetes dan tempat infuse IV
3. Periksa IV secara teratur
4. Pantau TTV
5. Catat intake dan output
6. Pantau tanda dan gejala yang berhungan dengan infusion flebitis
Nanda, 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA: Klasifikasi dan Definisi 2012-2014. Alih Bahasa:
Made sumarwati, dkk, Jakarta: EGC
Hidayat, A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba Medika.
Buku saku diagnosis keperawatan 2012. Edisi 9. Alih bahasa:Esty wahyuningsih,dkk. Jakarta:
EGC