Lapkas 2 Battle Sign Opol

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior

dr. Leopold Pondaag

PRESENTASI KASUS KE - 2

Tanggal : 29 Mei 2019 KepadaYth:

Jam : 08.00 WITA s/d selesai

Tempat : Neurology Conference Room

TINJAUAN NEUROANATOMI FRAKTUR BASIS KRANII


POSTERIOR

Nama : Dr. Leopold.Pondaag


NRI : 17015109007

Oponen I : dr. Elies Oktaviani


Oponen II : dr. Ricky Cik
Komentator : dr. Caroline Monigoei

Moderator : dr. Corry Mahama, Sp.S-K


Narasumber : dr Danny Ngantung Sp.S

KSM NEUROLOGI
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-I
FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRAT/RSUP PROF.DR.R.D.KANDOU MANADO
2019

1
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

PENDAHULUAN

Cedera kepala merupakan masalah kesehatan yang serius, karena menjadi salah satu
penyebab utama kematian maupun kecacatan nomor satu pada orang dewasa muda dan anak-
anak. Di Eropa, angka kejadian cedera kepala berada pada kisaran 150-300 per 100.000
penduduk per tahun. Dari data penelitian kohort di Finlandia utara didapatkan 118 per 100.000
penduduk per tahun. Di Indonesia kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. 1,2
Cedera pada susunan saraf pusat masih merupakan penyebab utama tingginya angka
morbiditas dan mortalitas pada usia muda di seluruh dunia. Pada tahun 2014 sebanyak 148.000
orang di Amerika meninggal akibat berbagai jenis cedera. Trauma kapitis menyebabkan 50.000
kematian. Insiden rata-rata (gabungan jumlah masuk rumah sakit dan tingkat mortalitas) adalah
95 kasus per 100.000 penduduk. Sebanyak 22% pasien trauma kapitis meninggal akibat
cederanya. Sekitar 10.000-20.000 kejadian cedera medulla spinalis setiap tahunnya.
Lebih dari 60% dari kasus fraktur tulang tengkorak merupakan kasus fraktur linear
sederhana, yang merupakan jenis yang paling umum, terutama pada anak usia dibawah 5 tahun.
Fraktur tulang temporal sebanyak 15-48% dari seluruh kejadian fraktur tulang tengkorak, dan
fraktur basis cranii sebesar 19-21%. Fraktur depresi antara lain frontoparietal (75%), temporal
(10%), occipital (5%), dan pada daerah-daerah lain (10%). Sebagian besar fraktur depresi
merupakan fraktur terbuka (75-90%). Insiden fraktur tulang tengkorak rata-rata 1 dari 6.413
penduduk (0.02%).1-2
Cedera kepala yang paling tersering timbul adalah Epidural Hemorrhage, pada EDH
dimana terdapat robekan di arteri meningea media sehingga arteri ini dapat berjalan di
sepanjang celah antara pars skuamous os temporalis. Fraktur di sepanjang tulang ini dapat
menyebabkan robeknya arteri tersebut dan membentuk hematom di sekitar fosa media.
Cedera kepala tersering timbul adalah Subdural Hemorrhage, pada SDH perdarahan
yang terjadi pada ruang potensial antara dura dan arachnoid.perdarahan ini paling sering terjadi
di vena-vena jembatan (bridging veins) sangat jarang disebabkan rupturnya arteri-arteri korteks
otak dan robekan sinus venosus
Fraktur basis kranii merupakan fraktur akibat benturan langsung pada daerah dasar
tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita), transmisi energi yang berasal dari benturan
pada wajah atau mandibula atau efek dari benturan pada kepala. Dalam beberapa studi telah
terbukti fraktur basis kranii dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme termasuk ruda paksa

2
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

akibat fraktur maksilofacial, ruda paksa dari arah lateral cranial dan dari arah kubah cranial,
atau karena beban inertia oleh kepala.5
Pasien dengan fraktur basis kranii (fraktur pertrous os temporal) dijumpai dengan
otorrhea dan memar pada mastoids (battle sign). Presentasi dengan fraktur basis cranii fossa
anterior adalah dengan Rhinorrhea dan memar di sekitar palpebra (raccoon eyes). Kehilangan
kesadaran dan Glasgow Coma Scale dapat bervariasi, tergantung pada kondisi patologis
intrakranial. Untuk penegakan diagnosis fraktur basis kranii, diawali dengan pemeriksaan
neurologis lengkap, analisis laboratorium dasar, diagnostik untuk fraktur dengan pemeriksaan
radiologi.5

Berikut ini akan dilaporkan kasus mengenai Neuroanatomi battle sign pada pasien
cedera kepala di Bagian/KSM Neurologi FK Unsrat/RS Prof.dr.R.D. Kandou Manado.

3
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

LAPORAN KASUS

Seorang Perempuan J.H.K umur 17 tahun, alamat jalan tanah tinggi, Kabupaten
Boesoirie/Ternate , Pekerjaan siswa, agama kristen protestan, masuk ke IGD RSUP Prof R.D
Kandou pada tanggal 24 Januari 2019 jam 07.39 wita dengan keluhan utama penurunan
kesadaran yang dialami penderita 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien nampak sakit
kepala hebat dan dalam kondisi gelisah dan meronta-ronta kesakitan bagian kepala . Sebelum
nyeri kepala hebat pasien mengalami kecelakaan motor, awalnya pasien sementara diboncengi
dengan motor tanpa menggunakan helm dan tanpa disadari pasien di tabrak dengan motor dari
arah belakang . Mekanisme kejadian selanjutnya tidak diketahui dengan pasti, muntah 2 kali
berisi cairan dan sisa makanan dan tidak menyemprot, pasien sempat pingsan sekitar 2 hari
selama di rawat di RSUD, keluar darah dari hidung, telinga, dan mulut disangkal .Pasien
sempat dibawah ke RSUD Dr.H.Chasan Boesoirie Ternate dan dirujuk ke RSUP Prof Dr. R.D
kandou dengan terpasang infus.
Riwayat penyakit dahulu, riwayat hipertensi, penyakit kencing manis, penyakit stroke,
jantung disangkal oleh keluarga. Pasien tidak minum-minuman beralkohol dan juga merokok.
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran somnolen.
Pada tanda-tanda vital tekanan darah 120/90 mmHg, laju nadi 100 kali per menit regular, isi
cukup, laju napas 20 kali per menit, suhu 36,5oC, saturasi oksigen 95 % Pada regio occipital
dextra ditemukan jejas berupa hematom dengan ukuran sekitar 3x2 cm, temporal parietal
sinistra adanya hematom ukuran 7x5 cm, dan Pattela sinistra ditemukan vulnus ekskoriasi
sinistra dengan ukuran 3x4 cm, raccoon eye -/-, battle sign +/+, ottorea -/-, rhinorea -/- hallo
test negative. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Pada pemeriksaan leher, trakea
ditengah, dan tidak berdeviasi, tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening, tidak
terdengar bruit karotis. Pada pemeriksaan dada dengan inspeksi ditemukan bentuk dada yang
normal, simetris, terdapat deformitas pada regio clavicula kanan,. Ronki, wheezing tidak
ditemukan pada auskultasi paru. Pada pemeriksaan jantung ditemukan bunyi jantung I dan II
murni, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan irama gallop. Pada pemeriksaan abdomen
dengan inspeksi tampak permukaan abdomen yang cembung, lemas pada perabaan, tidak
ditemukan nyeri tekan, bunyi usus normal. Pada pemeriksaan ekstremitas tidak ditemukan
edema, akral hangat.

4
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

Pada pemeriksaan neurologis ditemukan kesadaran Sopor GCS: E3M6V4 =13. Pupil
bulat isokor, diameter 3 mm, simetris, reaktif terhadap cahaya langsung dan tidak langsung.
Pada pemeriksaan tanda rangsang meningeal tidak ditemukan adanya tanda laseque dan tanda
kernig, pemeriksaan kaku kuduk tidak dilakukan. Pada pemeriksaan nervus kranialis kesan
paresis tidak ada. Pada pemeriksaan status motorik kesan hemiparesis tidak ada, tonus otot dan
refleks fisiologis pada keempat anggota gerak normal. Tidak ditemukan refleks patologis pada
keempat anggota gerak. Pemeriksaan status sensorik sulit dievaluasi. Pemeriksaan status
otonom tidak ditemukan retensi urin. Status lokalis ditemukan battle sign (+) di kedua belakang
telinga,hematom regio palpebrae dextra superior 3x2 cm temporal parietal sinistra adanya
hematom ukuran 7x5 cm, dan Pattela sinistra ditemukan vulnus ekskoriasi sinistra dengan
ukuran 3x4 cm, raccoon eye -/-, battle sign +/+, ottorea -/-, rhinorea -/- hallo test negative.

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut:


hemoglobin 12,3 g/dL, leukosit 11.900 /mm3, eritrosit 4,28 x106/mm3, trombosit 266.000/mm3,
hematokrit 36,3 %, gula darah sewaktu 91 mg/dL, ureum 16 mg/dL, kreatinin 0,5 mg/dL,
natrium 137 mEq/L, kalium 3,76 mEq/L, klorida 100,4 mEq/L. Pada pemeriksaan CT- Scan
kepala potongan aksial tanpa kontras dengan jendela tulang ditemukan adanya bayangan lesi
hiperdens bikonveks meliputi daerah parietal oksipital sinistra. Kesan epidural hematom dan
pada CT-Scan didapatkan juga lesi hiperdens berbentuk bikonkav pada regio frontal parietal
Sinistra fase penyerapan. Pada Bone Window tampak Fraktur linier pada Regio occipital
bilateral dan terdapat fraktur basis cranii posterior, X foto Thorax AP/Lat tampak corakan
bronkhovaskuler meningkat kesan normal

5
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

Gambar 1. X-foto Thorax

Gambar 4 Ct-Scan Kepala potongan axial non kontras + bone window

6
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

Battle sign

7
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

Pasien didiagnosis kerja sebagai epidural hematoma Regio parietooccipital sinistra vol
44 cc ,subdural hemorargik regio frontoparietal sinistra fase penyerapan, fraktur basis kranii
posterior, fraktur linier os occipital bilateral. Penatalaksaan pasien ini adalah ditatalaksana
dengan bed rest, elevasi kepala 300, oksigenasi simple mask 6-8 L/menit , diberikan NaCl 0,9%
500cc secara intravena tiap 8 jam, vitamin C ampul 200 mg secara intravena tiap 12 jam,
paracetamol 500 mg intravena setiap 8 jam, ranitidin 50 mg intravena tiap 12 jam, zinc 20
tablet secara oral tiap 12 jam, pemasangan orogastriktube, observasi tanda vital dan GCS .

Pada perawatan hari ketiga nyeri kepala, pasien sadar, kelopak mata hematom kanan
dengan batas tegas, memar pada dibelakang kedua telinga. Pasien di rawat di irina A,
pemeriksaan keadaan sedang, kesadaran compos mentis,vas 4 tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 95 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu 36,6 oC, SpO2 99 %, TOAG 100. Pada
pemeriksaan neurologis GCS E4M6V5 (15) kaku kuduk tidak dilakukan, laseque >70/>70,
kerniq >135/>135, Nn cranialis kesan paresis tidak ada, status motorik hemiparesis tidak ada,
status sensoris normoestesia, status otonom BAK via kateter. Terapi dengan bed rest, elevasi
kepala 300, oksigenasi 2-4 L/menit nasal kanul, diberikan NaCl 0,9% 500cc secara intravena
tiap 8 jam, vitamin C ampul 200 mg secara intravena tiap 12 jam, paracetamol 500 mg
intravena setiap 8 jam, ranitidin 50 mg intravena tiap 12 jam, zinc 20 tablet secara oral tiap 12
jam.

Perawatan hari ketujuh, Nyeri kepala pasien sadar, kelopak mata hematom pada bagian
kanan dengan batas tegas, memar pada dibelakang kedua telinga. pemeriksaan keadaan sedang,
kesadaran composmentis, vas 7 tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 90 kali/menit, respirasi 18
kali/menit, suhu 36,3 oC, SaO2 98 %. Pada pemeriksaan neurologis GCS E4M6V5 (15) ,
TOAG 100 kaku kuduk tidak dilakukan, laseque >70/>70, kerniq >135/>135, Nn cranialis
kesan paresis tidak ada, status motorik hemiparesis tidak ada, status sensoris normoestesia,
status otonom BAK via kateter. oksigenasi 2-4 L/menit nasal kanul, diberikan NaCl 0,9%
500cc secara intravena tiap 8 jam, ceftriaxone 2 gram secara intravena tiap 12 jam( hari ke 14),
vitamin C ampul 200 mg secara intravena tiap 12 jam, paracetamol 500 mg intravena setiap 8
jam, ranitidin 50 mg intravena tiap 12 jam, keterolac 30 mg intravena kalau perlu bila nyeri
kepala hebat., zinc 20 tablet secara oral tiap 12 jam, lactulac sirup 0-0-2C. Terapi Bedah saraf
IVFD Tutofusin : Nacl 0,9 % + 3 ampul ketorolac per 12 jam,ceftriaxone 2x1 gr iv ST.,

Perawatan hari kesembilan Nyeri kepala tidak ada, pemeriksaan fisik keadaan sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 70 kali/menit, respirasi 20

8
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

kali/menit, suhu 36,2 oC, SpO2 98 %. Pada pemeriksaan neurologis GCS E4M6V5, TOAG
100, kaku kuduk tidak dilakukan, laseque >70/>70, kerniq >135/>135, Nn cranialis kesan
paresis tidak ada, status motorik hemiparesis tidak ada, status sensoris normoestesia, status
otonom BAK via kateter. terapi vitamin C 200 mg secara tiap 12 jam oral, Paracetamol 3 x
500 mg, zinc 20 tablet secara oral tiap 12 jam, rencana ORIF elektif, dan rencana rawat jalan
besok Atas permintaan keluarga.

Pemeriksaan laboratorium tgl 24 Januari 2019 ( perawatan hari pertama) Pada


pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut: hemoglobin 12,3 g/dL,
leukosit 11.900/mm3, eritrosit 4,28x106/mm3, trombosit 266.000/mm3, hematokrit 36,3%,
ureum 16 mg/dL, kreatinin 0,5 mg/dL, natrium 137 mEq/L, kalium 3,76 mEq/L, klorida 100,4
mEq/L, SGOT 30 U/L, SGPT 19 U/L, albumin 3,51 g/dl.

Pemeriksaan laboratorium tgl 26 Januari 2019 (perawatan hari ke tiga) Pada


pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut: hemoglobin 11,2 g/dL,
leukosit 9500/mm3, eritrosit 3,87x106/mm3, trombosit 279.000/mm3, hematokrit 33,2%,
natrium 138 mEq/L, kalium 3,20 mEq/L, klorida 103,0 mEq/L, GDS 71 mg/dl,.

Pemeriksaan laboratorium tgl 28 Januari 2019( perawatan hari ke tiga) Pada


pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut: hemoglobin 11,2 g/dL,
leukosit 7500/mm3, eritrosit 3,85x106/mm3, trombosit 299.000/mm3, hematokrit 32,7%,
natrium 138 mEq/L, kalium 3,49 mEq/L, klorida 100,8 mEq/L, GDS 71 mg/dl, Albumin
3,84g/dl,SGOT 22, SGPT 14, Ureum 20, Creat 0,5

9
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

Pasien ini ditegakan dengan diagnosis:


Diagnosis klinis : Nyeri kepala, Penurunan Kesadaran.
Diagnosis etiologi : fraktur basis cranii posterior, ruptur a. meningea media, ruptur bridging
veins, ruptur vena emisariae
Diagnosis topis : ruang duramater dan arachnoid, ruang duramater dan tubula interna
tulang tengkorak
Diagnosis patologis : trauma
Diagnosis tambahan : Fraktur linier os occipital bilateral

Prognosis
Prognosis ad vitam : dubia ad bonam
Prognosis ad fungsionam : dubia ad bonam
Prognosis ad sanasionam : dubia ad bonam

10
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

PEMBAHASAN

Cedera otak traumatik atau trauma kapitis menurut konsensus nasional penanganan
trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak
langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi
psikososial baik temporer maupun permanen.6

Anatomi kepala dapat dilihat dalam trauma kapitis yaitu terdiri dari kulit, tulang
tengkorak, meningen, otak, cairan serebrospinal, tentorium. Yang termasuk dalam kulit kepala
(scalp) yaitu terdiri dari 5 lapisan ; kulit/skin, jaringan ikat, aponeurosis, jaringan ikat longgar,
dan perikranium. Kulit sifatnya tebal dan mengandung rambut serta kelenjar keringat (sebasea).
Tulang tengkorak yang terdiri atas kubah/ kalvaria dan basis cranii. Kalvaria paling tipis
terletak didaerah temporal. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai dasar
tengkorak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.6,7

Fossa Foramen Nervus pada Fungsi Gejala


foramen
Fossa Plate cribiform  NI  N I olfactory  Anosmia
anterior Penghiduan  Epistaksis
 Rhinnorhea
Foramen optikus  N II  N II  Gangguan
 Arteri penglihatan
opthalmica  Periorbital
 Arteri hemmorargic
retina raccoon eye
 Subconjungtiva
hemmorargic

Fisura supraorbital  N III  N III occulomotor  Disconjugasi


 N IV pergerakkan mata
 N V1 mata ke atas dan  Ptosis
 N VI ke bawah ipsilateral
constriksi pupil  Dilatasi pupil
 N IV trochlear secara
mata kebawah ipsilateral
dan ketengah  Kehilangan
 N V1 optalmic sensasi di dahi
merupakan salah kepala
satu nervus (kehilangan
trigeminus reflex dahi dan
 N VI pergerakkan cornea
bola mata kearah

11
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

temporal dan
medial
Tabel 1. Anatomi Basis Cranii beserta fungsinya

Fossa media Foramen rotundum  NV2  N V2 bagian  Hilangnya


maxillaris pada sensasi rasa
nervus trigeminal pada wajah
ipsilateral region bagian tengah
maxillaris pada
wajah
Foramen ovale  NV3  N V3 bagian  Hilangnya
mandibularis sensasi rasa
nervus pada wajah
trigeminus bagian tengah
ipsilateral region  Kelemahan
mandibularis secara
pada wajah ipsilateral
Foramen lacerum  Arteri  Suplai darah ke  Kehilangan
carotid anterior dan fungsi motoric
internal cerebral cortex tipe UMN
 Plexus media dan arteri secara
simpatik opthalmica kontralateral
baik bagian
atas maupun
bagian bawah
extremitas
 Buta secara
ipsilateral

Foramen spinosum  Arteri  Supply darah di  Gangguan


meninge lobus temporal pendengaran,
a media pemahaman,g
dan vena angguan
memori dan
kejang
 Epidural
hematom

12
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

Meatus acusticus  N VIII  Nervus VII nervus  Kelemahan


internus  N VII facial pergerakan wajah secara
 Arteri secara ipsilateral
labyrinthi ipisilateral,  Mata tertup
ne lacrimasi dan secara
 Internal salivasi pada 2/3 ipsilateral
auditory anak lidah  Mata kering
Arteri  NVIII nervus ipsilateral
vestibulocochlear  Mulut kering
(pendengaran  Hemotympani
dan cum
keseimbangan)  Tinnitus
 Supply darah  Kehilangan
pada labyrinth pendengaran

Fossa Foramen  Vena  Aliran darah  Ekimosis belakang


posterior jugular jugular keluar dari otak telinga
 Sinus  N IX Nervus  Hilang reflex muntah
sigmoid glossopharyngeal  Bradikardi
 N IX stimulasi  Ketidakmampuan
 NX kelenjar parotis memutar leher
 N XI ,reaksi faring,
langit2 mulut,
posterior
tongue,tuba
auditoris, cavitas
timpani dan
sinus carotis
 N X Nervus vagus
otot lunak dan
faring
mengontrol
system
parasimpatis dari
jantung otot
lunak
 N XI
menggerakkan
leher dan bahu
Hypoglossal  N XII  N XII nervus  Ketidakmampuan
canal hypoglossal menggerakkan lidah
pergerakkan
lidah

13
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

Foramen  Medulla  Medulla  Bradipneu, respirasi


magnum oblongata respirasi, irregular
 Meningen aliran darah  Hipertensi dan
 Arteri  Arteri bradikardi
vertebralis vertebralis-  Infark cerebellar
 Cabang batang otak,  Gangguan keseimbangan
meningeal lobus occipital  Cedera lobus occipitalis
arteri dan cerebellum Kehilangan penglihatan
vertebralis secara kontralateral
 Akar pada kedua mata,
spinal dari cedera lobus occipital
nervus XI kanan dapat
menyebabkan hilangnya
penglihatan sebelah kiri
dan sebaliknya

Jaringan ikat/ jaringan subkutis merupakan jaringan ikat lemak yang memiliki septa-
septa, kaya akan pembuluh darah terutama diatas Galeal. Pembuluh darah tersebut merupakan
anastomosis antara arteri karotis dan eksterna, tetapi lebih dominan arteri karotis eksterna.
Aponeurosis galeal, lapisan ini merupakan lapisan terkuat berupa fascia yang melekat pada tiga
otot, yaitu ke anterior – muskulus frontalis, ke posterior – muskulus occipital, ke lateral –
muskulus temporoparietalis.6,7

Jaringan ikat longgar, lapisan ini mengandung vena emissary yang merupakan vena
tanpa katup (Valveless vein), menghubungkan kulit, jaringan subkutis, aponeurosis, jaringan
ikat longgar dan perikranium, vena diploica dan sinus vena intrakranial ( misal : sinus sagitalis
superior), jika terjadi infeksi pada lapisan ini, akan dengan mudah menyebar ke intrakranial.

Perikranium merupakan periosteum yang melapisi tulang tengkorak, melekat erat


terutama pada sutura karena melalui sutura ini periosteum akan langsung berhubungan dengan
endosteum ( yang melapisi permukaan dalam tulang tengkorak).7

Cairan serebrospinal yang dihasilkan oleh pleksus koroideus dengan produksi rata-rata
500-700 ml/hari ( kecepatan produksi 20 ml/jam).Cairan serebrospinal mengalir didalam
ventrikel dan melewati ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel tiga
kemudian melalui aquaduktus sylvii menuju ventrikel empat, yang selanjutnya keluar dari
sistem ventrikel dan masuk keruang subaraknoid, cairan serebrospinal akan direabsobsi
melalui granulasi arachnoid yang merupakan penonjolan kecil arachnoidmater kedalam sinus
venosa. Fungsi utama cair serebrospinal ialah melindungi otak dan medula spinalis dari trauma

14
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

mekanisme dengan membentuk bantalan air diantara jaringan saraf yang halus dengan dinding
kavum tulang yang ditempati jaringan dan dinding tersebut.6

Gambar 5: Meningen dan Cairan serebrospinal8

Tulang tengkorak terdiri dari tiga lapisan yaitu tabula eksterna, diploe, tabula interna.
Luas dan tipe fraktur ditentukan oleh beberapa hal yaitu, besarnya energi yang membentur
kepala ( energi kinetik objek), arah benturan, bentuk tiga dimensi (geometri) objek yang
membentur, lokasi anatomis tulang tengkorak tempat benturan terjadi. Energi sebesar 454
kg/m2 sudah dapat menyebabkan fraktur. Adanya fraktur tulang tengkorak tidak
menggambarkan beratnya cedera otak yang terjadi, demikian juga sebaliknya.7

Klasifikasi fraktur tulang tengkorak berdasarkan gambaran fraktur dibedakan yaitu


linear, diastase, komunitatif dan depress. Fraktur linear merupakan garis fraktur tunggal pada
tengkorak yang meliputi seluruh ketebalan tulang. Pada pemeriksaan radiologi akan terlihat
sebagai garis radiolusen. Fraktur diastase, fraktur yang terjadi pada sutura sehingga terjadi
pemisahan sutura kranial, fraktur ini sering terjadi pada anak dibawah usia 3 tahun. Fraktur
komunutif, fraktur dengan dua atau lebih fragmen fraktur. Sedangkan fraktur depress adalah
fraktur dengan tabula eksterna pada satu atau lebih tepi fraktur terletak dibawah level anatomik
normal dari tabula interna tulang tengkorak sekitarnya yang masih utuh.7

Fraktur basis kranii yaitu fraktur linear yang terjadi pada tulang yang membentuk dasar
tengkorak. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada duramater yang melekat pada
dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan letak anatomi dibagi menjadi fraktur fossa

15
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Duramater daerah basis kranii lebih
tipis dibandingkan dengan kalvaria dan duramater daerah basis kranii melekat lebih erat pada
tulang dibandingkan dengan kalvaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis kranii dapat
menyebabkan robekan duramater. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan serebrospinal
yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningen).9

Fraktur pada masing-masing fossa akan memberikan manifestasi yang berbeda. Pada
fraktur basis kranii fossa anterior terdiri dari bagian posterior dari fossa anterior dibatasi oleh
os sphenoid, prosesus clinoidalis anterior, jugular sphenoidalis, sinus paranasal, pinggir
cribriform, dan atap orbital. Manifestasi klinis yang muncul yaitu ecchymosis periorbital
bilateral ( raccoon eye) yang memiliki batas yang tegas, dan selalu terletak dibawah tepi orbital
(orbita rim), manifestasi perlahan-lahan, membutuhkan waktu 12- 24 jam untuk memberikan
gambaran yang jelas, gejala rinoree yang perlu diamati apakah merupakan cairan serebrospinal
yang bocor atau sekret mukosa hidung. Sering ditemukan cairan yang keluar dari hidung
bercampur dengan darah sehingga menyerupai epistaksis. Pada kondisi ini perlu dilakukan
pemeriksaan untuk membuktikan adanya cairan serebrospinal dengan tes halo. Caranya dengan
meneteskan cairan tersebut pada media yang cepat menyerap seperti tissue atau kassa. Hal ini
dikatakan positif jika darah berkumpul dibagian tengah dan terdapat rembesan cairan
serebrospinal yang membentuk cincin mengelilingi darah tersebut. Tanda ini disebut halo sign
atau double ring sign. Pemeriksaan lain yang spesifik untuk menilai adanya cairan
serebrospinal adalah pemeriksaan beta 2 transferin yang merupakan marker spesifik cairan
serebrospinal.7,9,10

Fraktur basis kranii fossa posterior termasuk clivus, condylar juga bagian tulang
temporal petrous, adanya fraktur di daerah ini harus diwaspadai terhadap kemungkinan
timbulnya hematom, dan dapat menimbulkan kematian karena penekanan terhadap batang
otak, fraktur ini kadang-kadang juga menyebabkan memar pada mastoid ( battle’s Sign).10

16
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

Gambar 7 : Fraktur basis kranii

Komplikasi dari fraktur basis kranii posterior dimana akibat robekan meningen atau
jika fraktur melewati dinding sinus paranasal, bakteri bisa masuk ke rongga kranial dan dapat
menyebabkan meningitis atau terbentuknya abses terjadi sekitar 9-46 %. Pneumocefalus dapat
terjadi sekitar 30 % pada pasien dengan kebocoran cairan serebrospinal. Aerocele atau
kumpulan udara di ruang tengkorak merupakan salah satu komplikasi akibat fraktur tengkorak,
bila jumlah udara yang masuk sedikit biasanya akan diserap tapi bila volume udara besar akan
menyebabkan perubahan klinis setelah cedera ( tension pneumocranium).Dan juga terdapat
bradipneu, respiratory irregular biasanya gangguan pada medulla oblongata,hypertension dan
bradicardi gangguan pada arteri vertebralis pada region occipital dan cerebellum,kehilangan
penglihatan secara kontralateral pada hemianopia13,14

Nervus cranialis lain mungkin juga terlibat dalam fraktur basis cranii posterior. Fraktur
pada os temporale dan occipital. Dan terdapat Cedera nervus cranialis IX yang terisolasi
bukanlah akibat langsung dari fraktur, tapi mungkin akibat skunder karena terjadinya

17
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

ketegangan pada nervus. Gangguan pada nervus X, XI, XII terjadi pada fraktur pada fossa
media, Fraktur os temporal dan occipital dapat mempengaruhi nervus cranialis IX, X, XI dan
XII, juga dapat mengganggu arteri vertebralis dan vena jugularis berpotensi menghasilkan
pembentukan ekimosis pada telinga, gangguan muntah bradikardia, leher tidak bisa memutar
dengan baik. Cedera sinus carotid diduga terdapat pada kasus-kasus dimana lesi N IX.14

Gambar 8 . Lapisan meningen dan pembuluh darah otak15

18
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

Gambar 9. lapisan luar dura mater dan Anatomi kepala16

Pada kasus ini terjadi fraktur basis kranii fossa posterior, serta fraktur linear oksipital
bilateral dimana terjadi robekan meningen menyebabkan keluarnya cairan serebrospinal dan
robekan vena jugularis dan arteria vertebralis. fossa posterior dibatasi satu sama lain di lateral
oleh bagian atas os petrosus, dan di medial oleh dorsum sellae. Fossa posterior adalah fossa
yang terbesar dan terdalam merupakan tempat untuk cerebellum, pons, dan medulla. Di bagian
anteromedial dibatasi oleh dorsum sellae yang melanjutkan diri menjadi clivus. Bagian
anterolateral dibatasi oleh sisi posterior pars petrosa os temporalis, di lateral oleh os parietal,
dan di posterior oleh os occipital. Lubang paling besar yang ada di basis cranii terdapat pada
os occipital yaitu foramen magnum, dilalui oleh medulla oblongata. Meatus akustikus interna
terdapat pada bagian posteromedial pars petrosa ossis temporalis. Foramen jugular berada di
kedua sisi lateral foramen magnum. Foramen jugular dilalui oleh vena jugularis yang perluasan
ke anterior dari sinus sagitalis superior dan melanjutkan diri menjadi sinus transversus dan
sinus sigmoideus dan Cairan serebrospinal yang bocor akan mengalir memasuki masuk ke sel
udara mastoid dan berkumpul yang sering disebut dengan battle sign.

Indikasi Operasi pada Cedera Kepala

a. Volume hematoma mencapai lebih dari 40 ml di daerah sura tentorial atau lebih dari 20
cc di daerah infra tentorial

b. Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta gejala dan
tanda focal neurologis semakin berat

c. Terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat

d. Pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm

19
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

e. Kenaikan tekanan intracranial lebih dari 25mmHg

f. Terjadi penambahan ukuran hematoma pada pemeriksaan ulang CT Scan

g. Terjadi gejala herniasi otak

h. Terjadi kompresi/obliterasi sisterna basalis

Perawatan konservatif dilaksanakan bila tidak terdapat kebocoran cairan serebrospinal yang
persisten, fraktur tulang temporal, kelumpuhan otot-otot wajah, kehilangan pendengaran dan
kebutaan. Terapi konservatif meliputi pemberian antibiotik empirik intravenous selama 5 hari
untuk memberikan kesempatan penyembuhan robekan meningen.17

DAFTAR PUSTAKA

1. Rosenfeld JV, Maas AI, Bragge P, Morganti-Kossman MC, Manley GT, Gruen RL.
Early management of severe traumatic brain injury. Lancet. 2012; 380 (9847) :1088-
98.
2. Langlois JA, Brown BR, Wald MM. The epidemiology and impact of traumatic brain
injury : a brief overview. J Head Trauma Rehabil. 2006; 21(5) : 375-8.
3. Gan YC, Choksey MS. Rebleed in traumatic subarachnoid hemorrhage. Elsevier. 2006;
37 : 484-6.
4. Meisa not, Soertidewi L, Jannis J, Rasyid A. Perdarahan subarakhnoid traumatik.
Neurona. 2008; 25(2) : 33-9.
5. Khalilulah A. Said. Review articel Basiler Skul fracture. Publish online 25 mei 2017.
www.alfinzone.wordpress.com
20
Tinjauan Neuroanatomi Fraktur Basis Kranii posterior
dr. Leopold Pondaag

6. Ramli Yetty, Lastri N.Diatri dan Prawirohardjo pukovisa. Neurotrauma. Jakarta :


fakultas kedokteran Universitas Indonesia; 2015. h1-13
7. J. Iskandar. Cedera Kepala. Jakarta barat : Buana ilmu populer. 2004; 3-27
8. Gould J.Douglas. Pocket Neuroanatomy. Lippincott Williams & Wilkins. 2014; 36-45
9. Sadewo Wismaji. Sinopsis ilmu bedah saraf. Sagung Seto. 2011; h 28-30
10. Wani A.Abrar, Ramzan U. Altaf, Raina Tariq dkk. Skull base fractures. Elsevier.
Indian. 2013. www. medind.nic.in/icf/t13/i2/icft13i2p120
11. Listiono Joko. Ilmu bedah saraf edisi III. Gramedia pustaka utama. Jakarta. 1998. h 172
12. Hardt Nicolas, Kuttenberger Johannes. Craniofacial Trauma Diagnosis and
Management.Springer.2010; h3-14
13. Narayan K. Raj, Wilberger Jack, Povlishock T. John. Neurotrauma. McGraw-
Hill.United Stase of America.1995.639-40
14. Qureshi N H, Harsh G, Nosko M G, Talavera F, Wyler A R, Zamboni P. Skull fracture.
One medicine health 2009. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/248108-treatment
15. Gould. Douglas. Atlas Anatomi Klinis. Lippincoott Williams wilind. Worter Kluwer
PT Gelora aksara pratama. 2010. H Lembar 7-46
16. Moore L. Keith. Atlas Anatomi klinis edisi 2. Buku kedokteran EGC. Jakarta.1994. h
611-60
17. Wahyuhadi Joni, Suryaningtyas Wihasto, Susilo Rahadian dkk. Pedoman Tatalaksana
Cedera Otak Guideline in Management of Traumatic Brain Injury edisi kedua.
Surabaya. 2014. h 65-71

21

Anda mungkin juga menyukai