Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau

oleh keduanya disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah Staphylococcus aureus

dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis

merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Faktor

predisposisi pioderma adalah higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh,

dan telah ada penyakit lain di kulit. Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis

yang akan dibahas pada laporan kasus ini.1


Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dan

subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan

kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh

getah bening. Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik.

Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai

bawah.1 Penelitian di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya

ditemukan 29 kasus selulitis pada periode 2012-2014, dengan keluhan tersering

adalah bengkak, bercak kemerahan dan sensasi nyeri. Gejala prodormal selulitis

adalah demam dan malaise, kemudian diikuti tanda-tanda peradangan yaitu rubor

(eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak

merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak

meninggi.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

1
Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi

menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis. Infeksi ini biasanya

didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptococcus beta

hemolitikus dan Staphylococcus aureus. Pada anak usia di bawah 2 tahun dapat

disebabkan oleh Haemophilus influenza, keadaan anak akan tampak sakit berat,

sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti bakterimia dan

septikemia.3

Gambar 1: Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and Soft-

Tissue Infection (B)


2.2 Etiologi
Selulitis dan erysipelas biasanya disebabkan oleh Streptococcus -

hemolitikus dan Staphylococcus aureus. Faktor yang meningkatkan kemungkinan

terjadinya infeksi kulit dan jaringan lunak termasuk paparan organisme patogen,

usia, diabetes, obesitas, fungsi lokal pertahanan kulit, imunokopromis, obesitas

dan gangguan peredaran darah.3

2
Tabel 1: Specific Anatomical Variants of Cellulitis and Causes of Predisposition to

the Condition

Tabel 2: Etiologi Soft Tissue Infection (STIs)

3
2.3 Epidemiologi

Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Beserta

dengan pyoderma, selulitis dan erysipelas, merupakan bentuk infeksi kulit dan

jaringan lunak non nekrosis, dengan jumlah 7%-10% yang dirawat di Amerika

Utara. Selama dua dekade lebih, insiden ini meningkat lebih cepat dibanding

insiden infeksi akut lainnya, secara paralel meningkatkan rata-rata resistensi

methicillin terhadap Staphylococcus aureus.3

Sebuah studi retrospektif di RSUD Dr. Soetomo Surabaya ditemukan

insidensi pasien baru selulitis periode 2012-2014 sebanyak 29 kasus. Sebagian

besar datang berobat dengan keluhan utama bengkak, bercak kemerahan, dan

sensasi nyeri. Gejala prodromal tersering adalah febris. Faktor pencetus sebagian

besar karena garukan dan luka tusuk. Penyakit yang mendasari terbanyak adalah

anemia. Predileksi tersering pada ekstremitas bawah (93,1%). Penggunaan terapi

terbanyak yaitu injeksi ampisilin pada 22 pasien.2

Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun

dan usia dekade keempat dan kelima. Insidensi pada laki-laki lebih besar daripada

perempuan dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis ekstremitas

masih menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko selulitis seiring

meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis kelamin.6

2.4 Patogenesis

4
Bakteri patogen yang menembus lapisan luar memiliki mekanisme yang

efektif untuk melewati sistem kekebalan tubuh dan menimbulkan infeksi pada

permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit

pada orang gemuk, rendah gizi, orang tua dan pada orang yang menderita diabetes

melitus yang pengobatannya tidak adekuat.3

Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-

jaringan dan menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi polisakarida,

fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membran

sel.3

Bakteri patogen (streptokokus piogenes, streptokokus grup A,


stapilokokus aureus)

Menyerang kulit dan jaringan subkutan

Meluas ke jaringan yang lebih dalam

Menyebar secara sistemik

Terjadi peradangan akut

Eritema lokal pada kulit Edema kemerahan

Lesi Nyeri tekan

Kerusakan Integritas kulit Gangguan rasa nyaman dan


nyeri
5
Bagan 1. Patogenesis.3
2.5 Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi erisepelas dan selulitis adalah: diabetes melitus,

malnutrisi, penggunaan narkoba, alkoholisme, dan keadaan yang dapat

menurunkan daya tahan tubuh terutama bila disertai higiene yang jelek. Selulitis

umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka atau ulkus atau lesi kulit yang lain,

namun dapat terjadi secara mendadak pada kulit yang normal terutama pada

pasien dengan kondisi edema limfatik, penyakit ginjal kronik atau hipostatik.3

2.6 Gejala Klinis


Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua

bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak.

Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau

ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul

bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif

dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren).5,6


Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil,

dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor

(eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak

merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak

meninggi. Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau

jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan

limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan

leukositosis. 5,6

6
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal

berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat,

sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan

mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat

gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala

akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat

yang sama dapat terjadi elefantiasis. 5,6


Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada

orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat

seringnya trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di

lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut

(jika disebabkan oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis

bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis

rekurens. 5,6
2.7 Jenis selulitis menurut letak

2.7.1 Selulitis Fasial


Saat infeksi kulit tersebut terjadi di kulit muka, infeksi ini disebut dengan

Selulitis Fasial. Infeksi tersebut biasanya menyerang anak-anak dan dewasa.

Selulitis pada wajah merupakan indikator dini terjadinya bakteriemi stafilokokus

betahemolitikus grup A, dapat berakibat fatal karena mengakibatkan trombosis

sinus kavernosum yang septik. Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit

intra kranial berupa meningitis.

7
Gambar 2. Selulitis Fasial

2.7.2 Selulitis Orbita


Selulitis orbita adalah infeksi yang menyerang mata dan jaringan kulit

disekitar mata. Apabila tidak cepat ditindaklanjuti dapat menyebabkan kerusakan

struktur mata hingga terjadi peradangan diseluruh rongga mata. Infeksi tersebut

dapat menyerang semua umur, semua jenis kelamin dan harus segera di lakukan

penanganan. Infeksi ini ditandai dengan pembengkakan kelopak mata, sulit

menggerakkan bola mata, kemerahan dan nyeri pada area kulit sekitar mata dan

febris. Kondisi ini harus segera mendapatkan penatalaksanaan yang tepat, guna

mencegah kerusakan yang permanen pada mata.

8
Gambar 3. Selulitis Orbita
2.7.3 Selulitis Kulit Kepala ( Scalp Cellulitis )
Saat infeksi kulit tersebut terjadi di kulit kepala, infeksi ini disebut dengan

Selulitis kulit kepala. Infeksi tersebut biasanya menyerang anak-anak dan dewasa,

terutama pada penderita dengan penurunan daya tahan tubuh atau pada anak-anak

yang masih memiliki daya imun yang lemah.


Infeksi biasanya diawali dengan infeksi primer seperti tinea kapitis,

scabies kemudian berlanjut menjadi infeksi sekunder karena ada jalan masuk

kuman ke dalam jaringan kulit. Sehingga berakibat menimbulkan selulitis scalp

atau selulitis kulit kepala.

9
Gambar 4. Scalp Cellulitis

2.7.4 Selulitis Pada Ekstremitas


Sellulitis sering terjadi di kulit tangan atau kaki, karena daerah tangan

dan kaki adalah daerah yang sering mengalami trauma, dan daerah kulit pada

ekstremitas memiliki hygiene yang paling kotor.


Pada penderita diabetes mellitus sering terjadi selulitis di daerah

ekstremitas terutama kaki. Karena pada penderita diabetes mellitus didapatkan

pada banyak kasus dimana pembuluh darah mengalami atherosclerosis yang

10
menyebabkan supply nutrisi menuju ujung kaki menurun, sehingga menyebabkan

jaringan kaki menjadi mati atau mengalami nekrosis mengakibatkan penetrasi

kuman ke dalam kulit.

Gambar 5. Selulitis pada extremitas

11
12
2.8 Diagnosis

Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

klinis. Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak

meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai

limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat menjadi

septikemia. Dengan menyentuh daerah kulit yang terinfeksi, akan terasa lunak,

hangat, dan si penderita merasa nyeri, tampak ruam merah pada daerah kulit yang

terinfeksi. Untuk memastikannya dapat diperiksa apakah terdapat luka terbuka

yang memfasilitasi masuknya bakteri ke dalam pembuluh darah orang tersebut

sehingga menyebabkan infeksi kulit, pada pemeriksaan darah tepi selulitis

terdapat leukositosis dan dengan hitung jenis bergeser ke kiri. Membuat kultur

kuman dari tenggorokan, hidung atau mata. Titer ASTO meningkat pada minggu

I. 5

13
Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan

sering disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan

septikemia. Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau

merah keunguan. Lesi kebiru-biruan dapat juga ditemukan pada selulitis yang

disebabkan oleh Streptokokus pneumonia Pada pemeriksaan darah tepi selulitis

terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan hitung jenis bergeser ke kiri.5

Gejala dan tanda Selulitis


Gejala prodormal : Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil
Daerah predileksi : Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan

genitalia
Makula eritematous : Eritema cerah
Tepi : Batas tidak tegas
Penonjolan : Tidak terlalu menonjol
Vesikel atau bula : Biasanya disertai dengan vesikel atau bula
Edema : Edema
Hangat : Tidak terlalu hangat
Fluktuasi : Fluktuasi
Tabel 3. Gejala dan tanda selulitis
Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada

sebagian besar pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan laboratorium,

pemeriksaan pencitraan juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada pemeriksaan darah

lengkap, ditemukan leukositosis pada selulitis penyerta penyakit berat, leukopenia

juga bisa ditemukan pada toxin-mediated cellulitis. ESR dan C-reactive protein

(CRP) juga sering meningkat terutama penyakit yang membutuhkan perawatan

rumah sakit dalam waktu lama. Pada banyak kasus, pemeriksaan Gram dan kultur

darah tidak terlalu penting dan efektif. 5


2.9 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang terdiri dari :

14
o Pemeriksaan darah, terdapat leukositosis. Laju endap darah dan

kadar C-reactive protein juga meningkat, terutama pada pasien

dengan penyakit berat yang membutuhkan rawat inap jangka

panjang.
o Fungsi cairan pada bagian yang terinfeksi di biakkan dan dipulas

dengan pulasan gram.


o Kultur darah positif (hanya pada beberapa pasien).
o Jika infeksi berulang dari selulitis diduga sebagai infeksi sekunder

dari tinea pedis, disarankan untuk melakukan tes atau kultur

mikologis.
o Biopsi kulit tidak disarankan untuk dikerjakan, kecuali pada pasien

dengan dugaan etiologi infeksi non bakteri, atau pada pasien

dengan Immunocompromised.

2.10 Diagnosis Banding


Deep thrombophlebitis, dermatitits statis, dermatitis kontak, giant

urticaria, insect bite (respons hipersensitifitas), erupsi obat, eritema nodosum,

eritema migran (Lyme borreliosis), perivascular herpes zooster, acute Gout, Wells

syndrome (selulitis eosinofilik), Familial Mediterranean fever-associated

cellulitis like erythema, cutaneous anthrax, pyoderma gangrenosum, sweet

syndrome (acute febrile neutrophilic dermatosis), Kawasaki disease, carcinoma

erysipeloides. Selulitis sering didiagnosis banding dengan erysipelas. Perbedaan

selulitis dan erisipelas adalah : Selulitis batas lesi tidak jelas, sedangkan pada

enisipelas jelas. Juga pada selulitis terdapat infiltrat dijaringan subkutan. Sering

pada kasus tertentu sukar dibedakan antara selulitis dan erysipelas, sehingga

praktisi sering mendiagnosisnya sebagai erysipeloselulitis.3

2.11Pengobatan

15
Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000

IU IM selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500

mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari. Pada selulitis karena H. Influenza diberikan

Ampicilin untuk anak (3 bulan sampai 12 tahun) 100-200 mg/kg/d (150-300 mg),

>12 tahun seperti dosis dewasa.3


Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus

penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi

terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa: 250-500

gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10 hari. Dapat

juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hari PO; anak-anak 16-20

mg/kgbb/hari). Pada yang penyebabnya SAPP selain eritromisin dan klindamisin,

juga dapat diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral selama 7-10 hari.3

Terapi non farmakologi, Perawatan lokal meliputi elevasi dan imobilisasi

pada daerah selulitis untuk mengurangi pembengkakan. Melakukan

pengompresan untuk mengurangi rasa sakit. Intervensi bedah (insisi dan drainase)

tetapi hal ini jarang dilakukan pada kasus selulitis.3

16
2.12 Pencegahan

17
Untuk mencegah terjadinya selulitis atau infeksi kulit lainnya, setiap ada

luka terbuka kita dapat melakukan hal-hal berikut ini:


 Cuci luka tersebut setiap hari dengan air dan sabun.
 Oleskan krim atau salep antibiotik.
 Tutupi luka dengan perban. Hal ini dapat menjaga kebersihan luka dan

mencegah masuknya bakteri.


 Ganti perban secara teratur. Ganti perban sekurang-kurangnya sehari

sekali, atau bila perban sudah kotor atau basah.


 Waspada terhadap adanya infeksi awal selulitis. Bila terdapat nyeri,

bengkak dan kemerahan di kulit, penderita dianjurkan memeriksakan diri

ke sarana kesehatan ( puskesmas atau rumah sakit).

2.12 Komplikasi
Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada

selulitis dapat berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat. Selulitis

pada wajah merupakan indikator dini terjadinya bakteriemia stafilokokus beta

hemollitikus grup A, dapat berakibat fatal karena mengakibatkan trombosis sinus

cavernpsum yang septik. Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit

intrakranial berupa meningitis.3

BAB III
LAPORAN KASUS

3. 1 Identitas Pasien
Nama : Tn, M
Umur : 79 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Dorak
Masuk RS : 23 November 2019

3. 2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan aloanamnesis

18
Keluhan utama
Kaki kanan bengkak sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Riwayat penyakit sekarang
 2 minggu SMRS kaki kanan pasien luka terkena besi di daerah tumit
kanan pasien. Menurut pasien besi tidak berkarat dan bersih. Luka
kemudian tidak dibawa berobat, hanya dibersihkan dengan air dan betadin.
 4 hari SMRS pasien mengeluh kaki kanan kemerahan dan membengkak,
kaki terasa nyeri dan panas, sehingga pasien kesulitan berjalan.
 Keluhan demam tidak ada, tidak sedang sakit infeksi yang lainnya

Riwayat penyakit dahulu


Pasien belum pernah menderita keluhan yang sama.
Riwayat hipertensi(+)
Diabetes melitus, penyakit jantung, kelainan darah dan alergi disangkal pasien.

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada keluarga menderita sakit yang sama.

Riwayat pekerjaan, kebiasaan dan sosial ekonomi


 Pasien sudah tidak bekerja
 Tidak ada kebiasaan lain yang berhubungan dengan keluhan pasien

3. 3 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital : TD: 141/75mmHg
Nadi: 90x/i
Suhu: 39,60C
Nafas: 22x/i

Status Generalis
 Kepala dan leher
Wajah : Normosefali
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Refleks cahaya +/+
Leher : pembesaran KGB tidak ada, JVP tidak meningkat.
 Toraks
Paru
- Inspeksi : pengembangan dinding dada simetris kiri=kanan,

19
gerak nafas simetris, tidak ada bagian tertinggal.
- Palpasi : vokal fremitus kiri=kanan
- Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : vesikuler kedua lapangan paru, ronki -/- wheezing
-/-
Jantung
- Inspeksi : ictus cordis terlihat di linea midklavikula SIK IV
- Palpasi : ictus cordis teraba di linea midklavikula SIK IV
- Perkusi : batas jantung 1 jari medial linea midklavikula dan
linea sternalis dextra
- Auskultasi : bunyi jantung I-II murni regular, gallop (-) murmur
(-)
 Abdomen
- Inspeksi : datar, tidak ada asites
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-) organomegali (-)
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus (+) normal
 Ekstremitas
Akral hangat, CRT <2 detik, Status lokalis : ekstremitas inferior dextra

Status Lokalis
Ekstremitas inferior dextra
Udem (+), Hiperemis
(+), Nyeri (+), Panas(+),
Pus (-) Jaringan
Nekrosis (+)

20
3. 4 Pemeriksaan penunjang
 Darah rutin (23/11/2019)  Kimia darah (9/7/2018)

Hb : 12,1 g/dl Glukosa : 178 mg/dl

Ht : 34% Ureum : 63mg/dl


Kreatinin : 1,6 mg/dl
Leukosit : 30.310/uL
Albumin : 2,6 g/dl
Trombosit : 146.000/uL
Globulin :3,1 g/dl
MCV : 85
Natrium : 127 mmol
MCH : 31
Kalium : 3,4 mmol
MCHC : 36
Clorida : 94 mmol

Kalsium : 1,0 mmol


3. 5 Diagnosa kerja
- Selulitis cruris dextra
- Hiponatrium
- Hipoalbumin

3. 6 Penatalaksanaan
Non farmakologi
- Elevasi tungkai 2 bantal
Farmakologi
- IVFD Asering 20 tpm
- Parasetamol 1000 mg/8 jam p.o
- Ceftriaxone 2 gr/24 jam i.v
- Metronidazole 500 mg/8 jam i.v
- Omeprazole 40mg/12 jam i.v

3. 7 Prognosis

21
Dubia ad bonam

3. 8 Follow up

Tanggal S O A P

23/11 / Kaki kanan TD: 130/80 Selulitis cruris - Elevasi tungkai 2 bantal
2019 nyeri mmHg dextra - IVFD Asering 20tpm
berkurang, - Parasetamol 1000 mg/8 jam
N: 80x/i - Ceftriaxone 2 gr/24 jam i.v
bengkak (+),
- Metronidazole 500 mg/8 jam i.v
kemerahan RR: 22x/i - Omeprazole 40 mg /12jam i.v
(+), demam - Posafit 2x1
(+) T: 39,00C

St. lokalis

Udem (+),
Hiperemis
(+), Nyeri
(+),
Panas(+),Jar
ingan
Nekrosis (+)

24/11/ Demam TD: 99/54 - Selulitis - IVFD RL 20tpm


2019 mmHg pedis - Parasetamol 1000 mg/8 jam p.o
Kaki kanan dextra - Ceftriaxone 2 gr/24 jam i.v
nyeri N: 96x/i - Metronidazole 500 mg/8 jam i.v
berkurang, - Ganti balut tiap hari
bengkak (+), RR: 20x/i - Rencana debridement hari ini
kemerahan T: 37,50C
(+) Terapi post operasi

- Ceftriaxone 2 gr/24 jam i.v


St. lokalis - Metronidazole 500 mg/8 jam i.v
- Ketorolac 30 mg/8 jam i.v
Udem (+), - Ranitidin 50 mg/12 jam i.v
Hiperemis - Cek darah rutin dan albumin
(+), Nyeri - Elevasi tungkai
(+), - Ganti balut hari ke 2

22
Panas(+),Jar
ingan
Nekrosis (+)

12/7/ Nyeri luka TD: 100/70 - Selulitis - IVFD RL 20tpm


2018 bekas mmHg post - Ceftriaxone 2 gr/24 jam i.v
operasi, debridement - Metronidazole 500 mg/8 jam i.v
N: 75x/i hari ke-1 - Ketorolac 30 mg/8 jam i.v
demam (-)
- Ganti balut dengan kassa lembab
RR: 20x/i + kassa kering
- Diet ekstraputih telur (5butir)
T: 36,50C

Luka post
operasi
dibalut
verban

13/7/ Nyeri luka TD: 100/70 - Selulitis - IVFD RL 20tpm


2018 bekas operasi mmHg post - Ceftriaxone 2 gr/24 jam i.v
(+) debridement - Metronidazole 500 mg/8 jam i.v
N: 70x/i hari ke-2 - Ketorolac 30 mg/8 jam i.v
- Ganti balut tiap hari
RR: 20x/i - Diet ekstraputih telur (5butir)

T: 36,30C

Luka post
operasi
merah, pus
(-)

14/7/ Nyeri luka TD: 120/80 - Selulitis - Aff infus


2018 bekas operasi mmHg post - Pasien boleh pulang
berkurang debridement - Kontrol luka ke poli/puskesmas
N: 80x/i hari ke-3

RR: 20x/i Obat pulang

T: 36,50C - Cefixim 2x200 mg


- Clyndamicin 2x300 mg

23
- Imunos 2x1 tab

BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan utama kaki kanan bengkak

sejak 4 hari SMRS. Diagnosis Selulitis pada pasien ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis

didapatkan keluhan sesuai dengan kepustakaan berupa kaki kanan bengkak,

kemerahan, nyeri dan terasa panas. Dan didapatkan adanya riwayat trauma yang

merupakan port d’entrée masuknya kuman yang mengakibatkan terjadinya

infeksi. Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda yang sesuai dengan

selulitis berupa rubor (eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor

(pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi

tidak dapat diraba atau tidak meninggi serta didapatkan adanya jaringan nekrosis.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan darah rutin dan kimia

darah didapatkan kesan leukositosis dan hipoalbuminemia. Leukositosis

merupakan tanda adanya infeksi pada kasus ini.


Tatalaksana pada pasien ini selain diberikan analgetik, antipiretik dan

antibiotik, juga dilakukan tindakan pembedahan untuk dilakukan debridement dan

24
membuang jaringan nekrotik untuk mempercepat proses penyembuhan luka.

Selanjutnya setelah selesai pemberian antibiotic perawatan luka dilanjutkan di

rumah atau faskes tingkat I. dan control ke poli bedah untuk dilihat perkembangan

luka selanjutnya.

BAB V
KESIMPULAN

Selulitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri

Streptoccocus dan S. aureus, yang menyerang jaringan subkutis dan daerah

superfisial. Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan

kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh balik (vena) maupun

pembuluh getah bening. Daerah predileksi yang sering terkena yaitu wajah, badan,

genitalia, dan ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan klinis

selulitis: adanya makula erimatous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema,

infiltrat dan teraba panas. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan

anamnesis dan gambaran klinis. Penanganan perlu memperhatikan faktor

predisposisi dan komplikasi yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

25
1. Budianti WK, Pioderma, in : Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2016. 71-75


2. Rositawati A, Sawitri, Studi Retrospektif: Profil Pasien Erisipelas dan

Selulitis. Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya : RSUD Dr.

Soetomo.
3. Lipworth AD, Saavendra AP, Weinberg AN, Johnson RA. Non-Necrotizing

Infection of the Dermis and Subcutaneous Fat : Cellulitis and Erysipelas, in :

Lowell AG, Stephen IK, Barbara AG, et al., editors. Fitzpatrick’s Dermatology

In General Medicine. Eight Edition. United States: McGraw-Hill Companies;

2012. 2160-2168

4. Herchilne TE, Chandrasekar PH, Swaminathan S, Bronze MS, Brenner BE.

Cellulitis. [internet]. Emedicine: Medscape; Aug 2015. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/214222-overview

5. James WD, Berger TG, Elston DM. Bacterial Infections, in Elston DM,

Domonkos AN. Andrews’ Diseases of the Skin Clinical Dermatology. Eleven

Edition. United State : Elsevier; 2011. 263-264

6. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. Bacterial Colonizations and Infections of

Skin and Soft Tissue, in Stephen IK, Saavendra AP. Fitzpatrick’s Color Atlas

and Syynopsis of Clinical Dermatology. Seven Edition. United States:

McGraw-Hill Companies; 2013. 534-542

26

Anda mungkin juga menyukai

  • Lapkas Bedah
    Lapkas Bedah
    Dokumen30 halaman
    Lapkas Bedah
    mery indrawati
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Bedah
    Lapkas Bedah
    Dokumen30 halaman
    Lapkas Bedah
    mery indrawati
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen7 halaman
    Bab Iii
    mery indrawati
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen2 halaman
    Bab Iv
    mery indrawati
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen11 halaman
    Bab Ii
    mery indrawati
    Belum ada peringkat
  • DBD
    DBD
    Dokumen30 halaman
    DBD
    mery indrawati
    Belum ada peringkat
  • DBD
    DBD
    Dokumen30 halaman
    DBD
    mery indrawati
    Belum ada peringkat
  • FAM Meli
    FAM Meli
    Dokumen33 halaman
    FAM Meli
    mery indrawati
    100% (1)