Anda di halaman 1dari 12

A.

DEFINISI
Chronik Kidney Disease atau penyakit gagal ginjal kronik didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR). (Nahas & Levin, 2010).
Menurut Terry & Aurora, 2013 CKD merupakan suatu perubahan fungsi
ginjal yang progresif dan ireversibel. Pada gagal ginjal kronik, ginjal tidak
mampu mempertahankan keseimbangan cairan sisa metabolism sehingga
menyebabkan penyakit gagal ginjal stadium akhir. Gagal ginjal biasanya dibagi
menjadi 2 kategori yaitu akut dan kronik.
Gagal ginjal kronik di definisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversible, dan samar
(insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit sehingga menjadi uremia
atau azotemia (Smeltzer, 2009).

B. ETIOLOGI
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik (infeksi saluran kemih),
glomerulonephritis (penyakit peradangan ).
Pielonefritis adalah proses infeksi peradangan yang biasanya mulai di renal
pelvis, saluran ginjal yang menghubungkan ke saluran kencing (ureter) dan
peraneyma ginjal atau jaringan ginjal. Glomerulonefritis disebabkan oleh
salah satu dari banyak penyakit yang merusak baik glomerulus maupun
tubulus. Pada tahap penyakit berikutnya keseluruhan kemampuan
penyaringan ginjal sangat berkurang.
b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis. Disebabkan karena
terjadinya kerusakan vaskularisasi di ginjal oleh adanya peningkatan
tekanan darah akut atau kronik.
c. Gangguan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa.
Disebabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang ada dalam
membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Penyakit
peradangan kronik dimana system imun dalam tubuh menyerang jaringan
sehat, sehingga menimbulkan gejala di berbagai organ.
d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista multiple, bilateran dan
berekspansi dengan lambat laun akan mengganggu dalam menghancurkan
parenkim ginjal normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak
mampu mempertahankan fungsi ginjal akan semakin rusak.
e. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amyloidosis
Penyebab terjadinya ini dimana kondisi genetik yang ditandai dengan
adanya kelainan dalam proses metabolisme dalam tubuh akibat defisiensi
hormone dan enzim.
f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik. Penyebab penyakit
yang dapat dicegah bersifat refersibel, sehingga menggunakan berbagai
prosedur diagnistik.
g. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolitiasis
Merupakan penyebab gagal ginjal dimana benda padat yang dibentuk oleh
presipitasi berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih.

C. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik menurut Nahas & Levin (2010), adalah sebagai berikut :
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas akibat pericarditis, efusi
perikardiak dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung dan edema. Kondisi bengkak bisa terjadi pada bagian
pergelangan kaki , tangan, wajah dan betis. Kondisi ini disebabkan
ketika tubuh tidak bisa mengeluarkan semua cairan yang menumpuk
dalam tubuh, gejala ini sering disertai dengan beberapa tanda seperti
rambut yang rontok terus-menerus, berat badan yang turun meskipun
terlihat lebih gemuk.
b. Gangguan pulmoner
Ditandai dengan nafas dangkal, nafas kusmaul, batuk dengan sputum
kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolism
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi
dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Pegal pada kaki sehingga selalu digerakan, rasa kesemutan dan
terbbakar, terutama ditelapak kaki, tremor, miopat (kelemahan dan
hipertropi otot ekstremitas)
e. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ekskresi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolik lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hyperkalemia, hipokalsemia.
h. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sumtulang berkurang.

D. PATOFISIOLOGI
Disfungsi ginjal mengakibatkan keadaan patologik yang kompleks
termasuk diantaranya penurunan GFR(Glomerulo Filtration Rate), pengeluaran
produksi urin dan ekskresi air yang abnormal, ketidakseimbangan elektrolit dan
metabolik abnormal. Homeostatis dipertahankan oleh hipertropi nefron. Hal ini
terjadi karena hipertrofi nefron hanya dapat mempertahankan ekskresi solates
dan sisa-sisa produksi dengan jalan menurunkan reabsorbsi air sehingga terjadi
hipostenuria (kehilangan kemampuan memekatkan urin) dan poliuria adalah
peningkatan output ginjal. Hiposten dan poliuria adalah tanda awal CKD dan
dapat menyebabkan dehidrasi ringan. Perkembangan penyakit selanjutnya,
kemampuan memekatkan urin menjadi semakin berkurang osmolitasnya. Jika
fungsi ginjal mencapai tingkat ini serum BUN meningkat secara otomatis, dan
pasien akan beresiko kelebihan beban cairan seiring dengan output urin yang
makin tidak adekuat. Pasien dengan CKD mungkin menjadi dehidrasi ataupun
mengalami kelebihan beban cairan tergantung pada tingkat gagal ginjal.
Perubahan metabolic pada gagal ginjal juga menyebabkan gangguan
ekskresi BUN dan kreatinin. Kreatinin sebagian diekskresikan oleh tubulus
ginjal dan penurunan fungsi ginjal berdampak pada pembentukan serum
kreatinin. Adanya peningkatan konsentrasi BUN dan kreatinin dalam darah
disebut azotemia dan merupakan salah satu petunjuk gagal ginjal.
Perubahan kardiak pada CKD menyebabkan sejumlah gangguan system
kardiovaskuler. Mnifestasi umumnya diantaranya anemia, hipertensi, gagal
jantung kongesif dan pericarditis. Anemia disebabkan oleh penurunan tingkat
eritropoetin, penurunan masa hidup sel darah merah akibat dari
uremiadefisiensi besi dan asam laktat perdarahan gastrointestinal.
Hipertrofi terjadi karena peningkatan tekanan darah akibat overload cairan dan
sodium dan kesalahan fungsi system renin.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hematokrit (hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, trombosit)
2. RFT (Renal Fungsi Test) yakni pemeriksaan ureum dan kreatinin
3. Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium)
4. BGA
 BUN/ Kreatinin meningkat biasanya meningkat dalam proporsi kadar
kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir (rendahnya yaitu 5)
 Hitung darah lengkap : hematokrit menurun, HB kurang dari 7-8g/dl
 AGD penurunan asidosis metabolic (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hydrogen dan
ammonia atau hasil akhir katabolisme protein bikarbonat menurun
PC02 menurun.
 Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolysis
SDM pada tahap akhir perubahan EKG tidak terjadi kalium 6,5 atau
lebih besar.
5. EKG mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan
asam basa.
6. USG abdominal
7. CT scan abdominal

F. PENATALAKSANAAN UMUM
Pengobatan GGK dibagi dalam dua tahap yaitu penanganan konservatif
dan terapi pengganti ginjal dengan cara dialsis atau transplantasi ginjal atau
keduanya. Penanganan GGK secara konservatif terdiri dari tindakan untuk
menghambat berkembangnya gagal ginjal, menstabilkan keadaan pasien, dan
mengobati setiap faktor yang reversible. Ketika tindakan konservatif tidak lagi
efektif dalam mempertahankan kehidupan pasien pada hal ini terjadi penyakit
ginjal stadium akhir satu-satunya pengobatan yang efektif adalah dialisis
intermiten atau transplantasi ginjal.
Tujuan terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit.
Beberapa tindakan konservatif yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Diet protein
Pada pasien GGK harus dilakukan pembatasan asupan protein.
Pembatasan asupan protein telah terbukti dapat menormalkan kembali dan
memperlambat terjadinya gagal ginjal. Asupan rendah protein mengurangi
beban ekskresi sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan
intraglomerulus dan cidera sekunder pada nefron intak Asupan protein
yang berlebihan dapat mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal
berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang akan
meningkatkan progresifitas perburukan ginjal.
2. Diet Kalium
Pembatasan kalium juga harus dilakukan pada pasien GGK dengan
cara diet rendah kalium dan tidak mengkonsumsi obat-obatan yang
mengandung kalium tinggi. Pemberian kalium yang berlebihan akan
menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya bagi tubuh. Jumlah yang
diperbolehkan dalam diet adalah 40 hingga 80 mEq/hari. Makanan yang
mengandung kalium seperti sup, pisang, dan jus buah murni.
3. Diet kalori
Kebutuha n jumlah kalori untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen memlihara
status nutrisi dan memelihara status gizi.
4. Kebutuhan cairan
Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati pada GGK.
Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi,
edem dan intoksikasi cairan. Asupan yang kurang dapat menyebabkan
dehidrasi, hipotensi, dan pemburukan fungsi ginjal. Ketika terapi
konservatif yang berupa diet, pembatasan minum, obat- obatan tidak bisa
memperbaiki keadaan pasien maka terapi pengganti ginjal dapat
dilakukan. Terapi pengganti ginjal tersebut berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal dan transplantasi ginjal.
5. Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu cara dengan mengalirkan darah ke dalam
dialyzer (tabung ginjal buatan) yang teridiri dari 2 komparten yang
terpisah yaitu komparetemen darah dan komparetemen dialisat yang
dipisahkan membran semipermeabel untuk membuang sisa-sisa
metabolism. Sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran
darah manusia itu dapat berupa air, natrium, kalium, hydrogen urea,
kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain. Hemodialisis dilakukan 3 kali dalam
seminggu selama 3-4 jam terapi.
6. Dialisis peritoneal
Dialisis peritoneal merupakan terapi alternatif dialisis untuk penderita
GGK dengan 3-4 kali pertukaran cairan perhari. Pertukaran cairan terakhir
dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritoneal dibiarkan semalaman.
Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien Dialisis Peritoneal
(DP). Indikasi medik yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih
dari 65tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit system
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan
bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien
dengan stroke, pasien dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetic disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-
medik yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri, dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
7. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai
untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan transplantasi
ginjal jauh melebihi jumlah ketersediaan ginjal yang ada dan biasanya
ginjal yang cocok dengan pasien adalah yang memiliki kaitan keluarga
dengan pasien. Sehingga hal ini membatasi transplantasi ginjal sebagai
pengobatan yang dipilih oleh pasien.
G. FOKUS PENGKAJIAN
1. Inspeksi
a) Kulit dan membrane mukosa
Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang
menyebabkan anemia HB 7,8 pada pasien. Tekstur kulit tampak kasar
atau kering. Penurunan turgor merpakan indikasi dehidrasi.
b) Mulut
Nafas bau amonia
c) Abdomen
Adanya pembengkakan pada ekstremitas bawah
2. Palpasi
a) Kandung kemih terasa penuh di daerah simpisis pubis pasien
3. Perkusi
a) Kandung kemih terasa penuh di daerah simpisis pubis pasien
4. Auskultasi
Terdengar bunyi bruit pada abdomen

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

I. FOKUS INTERVENSI
Status pernafasan : ventilasi
1. Memonitor efek samping ventilasi mekanik
2. Melakukan suction jika ada suara nafas abnormal
3. Melakukan fisioterapi dada sesuai kebutuhan
4. Memposisikan untuk memfasilitasi ventilasi
5. Menyediakan alat untuk berkomunikasi dengan pasien
6. Mengkolaborasikan terapi pernafasan dalam rangka kordinasi perawatan
J. Pathway CKD

Hipertensi

Kerusakan arteri nefron

Suplai darah menurun

Iskemia

Kerusakan sel tubulus

Obstruksi tubulus

Penurunan GFR

Gagal ginjal kronik

Retensi natrium Gangguan keseimbangan PH

Cairan ekstra seluler meningkat Ginjal tidak dapat mempertahankan PH

Tekanan kapiler meningkat PH 3,41 PCO2 3,33 HCO3 20,7

Volume interstitial Asidosis metabolik terkompensasi sempurna

Edema ekstremitas bawah Paru-paru mengkompensasi

Preload

Beban jantung meningkat

Hipertrofi ventrikel kiri

Payah jantung kiri

Bendungan atrium kiri meningkat

Tekanan vena pulmonalis

Kaplier paru

Edema paru

Sesak napas (RR 28x/menit)

Gangguan pertukaran gas


K. DAFTAR PUSTAKA

Terry dan Aurora.2013.Keperawatan Kritis. Yogyakarta : EGC

Nahas & Levin.2010. Chronic Kidney Disease : Practical Guide to


Understanding and Management. USA : Oxford University
Press
Smelzer & Bare. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Vol. 2. Jakarta : EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE PADA Nn. S


DI RUANG IGD RSUD PROF Dr. MARGONO SOEKARDJO
PURWOKERTO

MINGGU KE 1

Oleh:
1. Fiqqi Arsyadani Azza
2. Fitriyawan
3. Ida Ulfi

PRAKTIK PROFESI NERS STASE GADAR KRITIS


PROFESI UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2019

Anda mungkin juga menyukai