Anda di halaman 1dari 4

RASUL
Pendahuluan
Sejak awal, lembaga menekankan bahwa mereka adalah lembaga atau institusi kerasulan berdasarkan Al Quran
surat Al Ahzab 33:40, bahwa Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬adalah Nabi terakhir namun kerasulan itu belum berakhir.
Pemahaman ini akhirnya dianut oleh sebagian besar umat yang dinaungi lembaga bahwa lembaga adalah lembaga
kerasulan yang membawa misi risalah. Lebih jauh lagi, kata “Rasul” dalam ayat yang dibahas dalam setiap pembinaan
akhirnya diarahkan untuk mengacu kepada sosok pimpinan lembaga. Dengan kata lain, lembaga menganggap bahwa
“Rasul” dalam al-Quran adalah pimpinan lembaga, apapun levelnya.
Pemahaman tersebut menyebabkan lembaga seakan-akan berhak membuat kebijakan dan pemahaman yang
berbeda dengan apa yang diberikan oleh Rasulullah Muhammad ‫ ﷺ‬dengan tingkat kebenaran yang lebih tinggi dari
pada hadits yang keluar langsung dari lisan Beliau ‫ ﷺ‬sendiri. Sehingga akan banyak ditemukan bahwa pemahaman dan
kebijakan pimpinan lembaga tidak sesuai dengan Sunnah Rasulullah ‫ﷺ‬. Pimpinan akan sulit menyesuaikan kebijakan-
kebijakannya berdasarkan hadits shahih selama masih menganggap bahwa pimpinan adalah Rasul.
Oleh karena itu pemahaman tersebut perlu dikaji kembali berdasarkan tafsir yang shahih. Metode tafsir yang
shahih adalah salah satunya metode tafsir bil ma’tsur, yaitu tafsir yang bersumber dari Allah yang terdapat di dalam al
Quran, Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, shahabat dan tabi’in. Tafsir ini adalah bentuk penafsiran yang paling tua dan memiliki
tingkatan tafsir yang paling tinggi dan paling benar dalam khazanah intelektual Islam. Hal ini umum diketahui di
pesantren. Contoh tafsir bil ma’tsur adalah tafsir Al Qurthubi dan Ibnu Katsir. Metode tafsir yang kedua adalah tafsir bil
Ra’yi, yaitu tafsir berdasarkan akal atau ijtihad. Tafsir ini hanya bisa diterima jika tidak bertentangan dengan tafsir bil
ma’tsur.
Tulisan ini mengkaji dan menelusuri dari berbagai sumber untuk mengetahui apakah benar pemahaman mengenai
Rasul ini adalah pemahaman yang dibenarkan oleh Al Quran, As Sunnah, Al Hadits dan pemahaman generasi terbaik
Islam yaitu shahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in.
Kenabian Sudah Jelas Terhenti
Allah ‫ ﷻ‬berfirman dalam QS Al Ahzab ayat 40 sebagai berikut:

٤٠ ࣖ ‫ي ࣖ اًمْيِلَع ٍء عَ ِل ْي ًما‬
ْ ‫ش‬
ۗ ‫خاتَ َم ال َّن ِب ٖ ّي َ ࣖ اًمْيِلَع ٍءْيَش ِّلُكِب ُهّٰللا َناَكَو‬
َ ِّ ‫ن َو َكانَ هّٰللاُ بِكُل ࣖ اًمْيِلَع ٍءْيَش‬ َ ‫س ْولَ هّٰللاِ َو‬ ْ ‫جالِكُ ْم َو ٰلك‬
ُ ‫ِن َّر‬ َ َ ‫ ا‬2َ ‫د اَب‬
ْ ‫ح ࣖ اًمْيِلَع ٍد ࣖ اًمْيِلَع ٍءْيَش ِّم‬
َ ِّ ‫ن ر ࣖ اًمْيِلَع ٍءْيَش‬ 3 ‫َما َكانَ ُمحَ َّم‬

“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup para nabi.
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: “Kiamat tidak terjadi hingga kabilah-kabilah dari ummatku bertemu kaum musyrikin dan
hingga patung-patung disembah dan di tengah-tengah ummatku akan ada tiga puluh pendusta, semuanya mengaku
nabi padahal aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi setelahku”1
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda kepada Ali ra.: “Kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa. Hanya
tidak ada nabi setelahku”.2
Hal ini insya Allah sudah sangat jelas kebenarannya dan dijelaskan pula oleh hadits mutawatir yang sangat banyak.
Kerasulan Juga Sudah Berhenti
Ayat Al Ahzab ayat 40 dijelaskan dalam Tafsir Ibnu Katsir, dengan penjelasan begini: “Ayat 40 surat Al Ahzab ini
merupakan nash yang menunjukkan bahwa tidak ada nabi lagi sesudahnya, dan apabila sudah tidak ada nabi lagi, maka
terlebih lagi rasul. Karena kedudukan rasul bersifat lebih khusus daripada kedudukan nabi. Dengan kata lain, setiap
rasul pasti nabi, tetapi tidak sebaliknya. Hal ini telah disebutkan oleh banyak hadits mutawatir dari Rasulullah ‫ﷺ‬
melalui riwayat sejumlah para shahabat radhiyallahu ‘anhum.”3
Ternyata tafsir ini dikuatkan oleh hadits shahih berikut ini: Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: “Risalah dan kenabian telah
terputus, maka tidak ada rasul dan nabi setelahku .” Anas berkata: hal itu memberatkan orang-orang, lalu beliau
bersabda: “Akan tetapi yang ada adalah mubasyirat”. Para shahabat bertanya: Apa yang dimaksud mubasyirat wahai
Rasulullah? Beliau menjawab: “Mimpi seorang muslim adalah salah satu dari sekian bagian kenabian”. 4

Hadits serupa diriwayatkan pula oleh Ahmad, no. 133225


Dalam hadits lain, dikatakan bahwa di akhir zaman akan timbul dajjal pendusta yang mengaku sebagai Rasulullah.
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: “Tidak akan terjadi hari kiamat hingga ada dua kelompok yang saling berperang, yang
keduanya mengaku satu agama (islam)”. Selanjutnya, “Tidak akan terjadi hari kiamat hingga ada dua kelompok yang
saling berperang, ketika itu para korban yang terbunuh sangat banyak padahal keduanya mengaku satu agama (islam)
dan tidak akan terjadi hari kiamat hingga timbul para dajjal pendusta yang jumlahnya hampir mendekati tiga puluh
orang semuanya mengaku dirinya Rasul Allah”6

Dari tafsir dan hadits shahih di atas dapat disimpulkan bahwa kerasulan, baik dengan diksi ‘Rasul’ maupun
‘Rasulullah’ telah terhenti. Sehingga tidak ada lagi - baik sebagai Nabi, sebagai Rasulullah, atau sebagai Rasul yang
tertulis dalam Al Quran – setelah Rasulullah Muhammad ‫ﷺ‬.

Jumlah Rasul lebih sedikit dari pada Nabi

󽿚Abu Dzar bertanya, “Wahai Nabi Allah, berapa jumlah para nabi?”, Rasulullah 󽿚 ‫ ﷺ‬bersabda, “Seratus dua puluh
empat ribu (124000), rasul berjumlah tiga ratus lima belas (315), sangat banyak.”78
Dari jumlah yang disebutkan oleh penggalan hadits shahih di atas, dapat dilihat bahwa jumlah Rasul lebih sedikit
dari pada jumlah Nabi. Oleh karena itu Ibnu Katsir mengatakan bahwa Rasul itu lebih khusus dari pada Nabi. Dengan
demikian, setiap rasul adalah Nabi. Keterangan ini semakin menguatkan keyakinan bahwa jika kenabian telah terhenti,
maka kerasulan pun otomatis telah terhenti pula.
Jika Rasulullah adalah Rasul yang secara langsung dipilih Allah, apakah ada Rasul yang tidak langsung dipilih
oleh Allah (dengan kata lain, Rasul yang diutus oleh Rasulullah)?
Dalam bahasa arab, memang istilah rasul berarti penyampai atau penerus pesan 9. Lembaga pun berargumen bahwa
istilah rasul ini adalah istilah yang juga lazim digunakan dalam agama Nasrani sebagai penda’wah dalam ajaran mereka,
contohnya Rasul Paulus. Sehingga menurut lembaga, ada Rasul lain selain Rasulullah ‫ ﷺ‬dalam Islam.

Namun, jika memang istilah Rasul ini adalah istilah yang mengacu kepada shahabat, da’i atau ulama (secara
individu) maupun kepada daulah atau khilafah (secara organisasi) maka pasti istilah Rasul ini lazim digunakan oleh
para shahabat dalam hadits dan atsar karena merekalah yang paling pantas mendapat tugas sebagai penerus langsung
pesan dan risalah dari Nabi ‫ﷺ‬. Lalu jika memang ada istilah lembaga kerasulan, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬pun pasti akan
mengatakannya dalam hadits Beliau ‫ ﷺ‬.Tapi, benar-benar tidak kita temukan dalam hadits, atsar maupun tafsir bahwa
istilah Rasul dalam Al Quran mengacu pada para shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, da’i, ulama, daulah ataupun khilafah.
Yang ditemukan dalam hadits adalah, bahwa akan tegak khilafah ala minhajin nubuwwah, bukan lembaga kerasulan.
Maka, jika generasi pertama, terbaik dan terdahulu dalam Islam saja tidak menggunakan istilah Rasul untuk menyebut
diri mereka sendiri, maka apalagi generasi zaman now yang terpaut jauh 1400 tahun lamanya, semakin tidak pantas
menyebut diri atau organisasi mereka sebagai Rasul atau lembaga kerasulan..
Selain itu, agama dan diin Islam bukanlah agama Nasrani. Sehingga istilah-istilah yang digunakan dalam agama
Nasrani tidak relevan untuk digunakan dalam Islam. Apa yang diturunkan kepada Nabi ‫ ﷺ‬dan yang telah dicontohkan
oleh Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬sudah cukup dan sempurna, tidak perlu mencari-cari contoh dan istilah dari agama lain.

“Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) diinmu, sebab itu janganlah kamu takut
kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan diinmu untukmu, dan telah Aku
cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai diinmu.” (QS Al Maidah: 3)
Tafsir yang lebih tepat mengenai Rasul
Allah ‫ ﷻ‬berfirman dalam Ali Imran 3: 144 sebagai berikut: “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul,
sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke
belakang? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah
sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
Dalam ayat lain yaitu Ali Imran 3:110, Allah ‫ ﷻ‬berfirman,

‫ع ِن ال ُْمنْك ِِهّٰللاِب َر ِهّٰللاِب َوتُ ْْؤ ِمن ُ ْو ِهّٰللاِب َن بِالل ّ ٰ ِه‬ ِ ‫ت لِلن ّ ِِهّٰللاِب َاستِهّٰللاِب َْأ ْ ُم ُر ْو ِهّٰللاِب َن بِال ِهّٰللاِب َْم ْع ُر ْو‬
َ ‫ف ِهّٰللاِب َوتِهّٰللاِب َن ْ ِهّٰللاِب َه ْو ِهّٰللاِب َن ِهّٰللاِب‬ ْ ‫كُنْتُ ْم ِهّٰللاِب َخي ْ ِهّٰللاِب َر ا ُ ّ ِهّٰللاِب َمة! ا ُ ْخ ِر ِهّٰللاِب َج‬
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah”.
Seorang ulama10 menjelaskan mengenai ayat di atas bahwa Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬adalah Nabi dan Rasul yang
terakhir, dan tidak ada lagi Nabi sesudah itu. Beliau memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan agama sampai Hari
kiamat, namun beliau telah wafat. Maka tanggung jawab kerja Beliau dalam amar ma’ruf nahi munkar telah di wariskan
kepada seuruh umatnya sampai hari Kiamat. Umatnya telah ditetapkan Allah sebagai umat terbaik apabila memenuhi
persyaratan. Jika mengungakan kata ‘antum’, maka yang dimaksud dalam ayat itu hanyalah Nabi dan para sahabat saja.
Tapi karena menggunakan kata ‘kuntum’, maka semua umat Islam setelah shahabat yang memenuhi kriteria dalam ayat
itu, yaitu berda’wah dan beriman kepada Allah, akan dicatat sebagai khairu ummah.
Maka ayat ini adalah seperti SK pengangkatan bahwa kita semua umat Islam adalah pelanjut misi da’wah Nabi
Muhammad ‫ﷺ‬, tanpa mengklaim diri dan organisasi kita sebagai Nabi atau Rasul . Ibaratnya, misalkan ada seorang
ayah bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya, lalu ayah tersebut wafat. Maka. anak laki-laki akan mendapat
mandat untuk melanjutkan tanggung jawab ayahnya walaupun bukan berarti dia menjadi ayah dalam keluarga tersebut.
Dalam tafsir Ibnu Katsir11 untuk Ali Imran ayat 144 di atas, dijelaskan bahwa, shahabat Ali ra. semasa Rasulullah
‫ ﷺ‬masih hidup pernah membacakan firman Allah: “Apakah jika dia wafat atau terbunuh kalian berbalik ke
belakang?” hingga akhir hayat. Lalu ia berkata: “Demi Allah, kami tidak akan berbalik mundur ke belakang setelah
Allah memberi kami petunjuk. Demi Allah, sekiranya beliau wafat atau terbunuh, sungguh aku akan tetap bertempur
meneruskan perjuangannya hingga tetes darah penghabisan. Demi Allah, sesungguhnya aku adalah saudaranya, walinya
anak pamannya, dan ahli warisnya. Siapakah orang yang lebih berhak terhadap beliau selain daripada diriku sendiri.”
Istilah Rasul yang mengacu kepada selain Rasulullah ‫ ﷺ‬adalah istilah baru yang menyesatkan

Dalam sebuah hadits shahih, Irbadh bin Sariyah berkata, "Suatu ketika Rasulullah ‫ ﷺ‬shalat bersama kami, beliau
lantas menghadap ke arah kami dan memberikan sebuah nasihat yang sangat menyentuh yang membuat mata menangis
dan hati bergetar. Lalu seseorang berkata, "Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat untuk perpisahan! Lalu apa
yang engkau wasiatkan kepada kami?" Beliau mengatakan: "Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada
Allah, senantiasa taat dan mendengar meskipun yang memerintah adalah seorang budak habsyi yang hitam.
Sesungguhnya orang-orang yang hidup setelahku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, hendaklah kalian
berpegang dengan sunnahku, sunnah para khalifah yang lurus dan mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengannya
dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru, sebab setiap perkara yang baru adalah
bid'ah dan setaip bid'ah adalah sesat."”12
Telahlah jelas bagi kita bahwa terdapat penyimpangan penggunaan istilah ‘Rasul’ yang digunakan selama ini.
Dalam berbagai literatur terdahulu - yaitu hadits Nabi, atsar shahabat dan tafsir ulama - istilah ‘Rasul’ ini tidak pernah
digunakan untuk mengacu pada seseorang atau organisasi selain Rasulullah ‫ﷺ‬. Ini adalah perkara baru yang tidak
dicontohkan oleh Rasulullah ‫ﷺ‬. Hal yang sangat penting untuk meninggalkan istilah tersebut untuk mengacu kepada
lembaga atau pimpinan lembaga, karena istilah tersebut menyesatkan.
Kesimpulan
 Kenabian dan kerasulan telah terhenti. Tidak ada lagi Nabi dan Rasul setelah Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.

 Para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in yang secara langsung melanjutkan misi risalah tidak menyebutkan diri
mereka sebagai Rasul.
 Daulah dan Khilafah, maupun pergerakan yang memperjuangkannya tidak pernah disebut sebagai institusi
kerasulan dalam hadits Nabi ‫ ﷺ‬dan atsar shahabat.

 Tafsir yang tepat untuk setiap ayat Al Quran yang menggunakan istilah Rasul adalah, ayat tersebut berlaku
untuk Rasulullah ‫ ﷺ‬dan berlaku pula untuk umat Islam yang beriman dan meneruskan perjuangan da’wah
Rasulullah ‫ﷺ‬. Namun, tidak seorangpun umat Islam yang disebut sebagai Rasul.

 Istilah Rasul yang mengacu kepada selain Rasulullah ‫ ﷺ‬adalah istilah baru yang menyesatkan, sehingga harus
segera ditinggalkan.

Semoga Allah ‫ ﷻ‬mengampuni dosa-dosa dan memberi petunjuk kepada kita semua...
1 Hadits Shahih riwayat Tirmidzi no. 2145 (atau no. 2219 versi Maktabatu al Ma’arif Riyadh). Dapat diakses melalui
aplikasi “Ensiklopedi Hadits”
2 Hadits Shahih riwayat Muslim no 4418 (atau no. 2404 versi Syarh Shahih Muslim). Dapat diakses melalui aplikasi
android “Ensiklopedi Hadits”
3 Tafsir Ibnu Katsir, Surat Al Ahzab, Hal 23. Diakses melalui aplikasi Android “Tafsir Ibnu Katsir Lengkap”. Dapat
juga dilihat di Tafsir Ibnu Katsir versi kitab maupun versi pdf.
4 Hadits Tirmidzi no. 2198 (No. 2272 versi Maktabatu al Ma’arif Riyadh). Hadits ini dishahihkan oleh Muhammad
Nashiruddin Al Albani. Dapat diakses melalui aplikasi android “Ensiklopedi Hadits”
5 Dapat diakses melalui aplikasi android “Ensiklopedi Hadits”
6 Hadits shahih riwayat Bukhari no. 3340 (atau no. 3608 dan 3609 versi Fathul Bari). Dapat diakses melalui aplikasi
android “Ensiklopedi Hadits”
7 Hadits riwayat Ahmad no. 21257. Hadits serupa terdapat pula pada Ahmad no. 20572 dan no. 20566. Dapat diakses
melalui aplikasi android “Ensiklopedi Hadits”. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam al-Misykah.
Keterangan keshahihan hadits ini dapat diakses melalui https://konsultasisyariah.com/14320-jumlah-nabi-dan-
rasul.html
8 Jika memiliki akses untuk melihat kitab, dapat dilihat pula pada HR. Ahmad (V/178, 179, 265) dan al-Hakim
(II/262) dari Sahabat Abu Umamah. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban (no. 94) dari Sahabat Abu Dzarr. Tentang
jumlah Nabi dan Rasul riwayatnya shahih dari Sahabat Abu Umamah dan Abu Dzarr Radhiyallahu anhuma, hanya
saja terdapat sedikit perbedaan tentang jumlah Rasul, pada sebagian riwayat disebutkan 313 dan pada riwayat yang
lain 315, wallaahu a’lam. Lihat Zaadul Ma’aad fii Hadyi Khairil ‘Ibaad (I/43-44) dan Silsilatul Ahaadiits ash-
Shahiihah (no. 2668). Keterangan ini diperoleh dari https://almanhaj.or.id/3224-iman-kepada-rasul-rasul-allah.html
9 Penulis bertanya langsung kepada mahasiswa LIPIA
10 Dalam Kitab Fadhail Amal, dijelaskan oleh Syaikh Maulana Zakariya Al-Khandahlawi
11 Diakses melalui aplikasi android “Tafsir Ibnu Katsir Lengkap”
12 Hadits shahih riwayat Abu Daud no. 3991. Hadits serupa juga berderajat shahih, yaitu riwayat Tirmidzi no. 2600
dan Ibnu Majah no. 42. Seluruhnya dapat diakses melalui aplikasi android “Ensiklopedi Hadits”

Anda mungkin juga menyukai