Anda di halaman 1dari 80

LAMPIRAN 1

Gambar Peralatan Penelitian

Aditif FeMo Serbuk BaFe12O19

Chamber dan Besi Alu dan Mortar

Ayakan 200 mesh Spatula

Universitas Sumatera Utara


Neraca Digital Jar-Mill dan Ball-Mill

Planetary Ball Mill (PBM) Jar-Mill pada HEM

High Energy Milling (HEM) Serbuk BaFe12O19 + FeMo

Universitas Sumatera Utara


Cawan Keramik Oven

Hair-dryer Gelas Ukur

Piknometer Toluen

Universitas Sumatera Utara


Vacum Desicator OM

VSM Bata

Universitas Sumatera Utara


Thermolyne XRD

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 2
Perhitungan True Density

a.True Density (Eksperimen)

= x

-
m1, m2, m3, dan m4 = x10-3 kg

- ρ = x10-3 kg/m3

1) BaFe12O19

Percobaan m1 m2 m3 m4 m3-m1 m2-m1 m4-m3 ρaquades ρsampel

1 14,09 23,81 15,09 24,61 1 9,72 9,52 0,997 4,98


2 14,09 23,81 15,09 24,61 1 9,72 9,52 0,997 4,98
3 14,09 23,81 15,09 24,61 1 9,72 9,52 0,997 4,98
Rata-rata 4,98

2) FeMo

Percobaan m1 m2 m3 m4 m3-m1 m2-m1 m4-m3 ρtoluene ρsampel


1 14,09 22,36 15 23,19 0,91 8,27 8,19 0,86 9
2 14,09 22,36 15 23,2 0,91 8,27 8,2 0,86 11,18
3 14,09 22,36 15 23,19 0,91 8,27 8,19 0,86 9,783
Rata-rata 10,25

3) 99% BaFe12O19 : 1% FeMo


m1 m2 m3 m4 ρtoluene m3-m1 m2-m1 m4-m3 ρsampel
14,08 22,43 14,58 22,8 0,86 0,5 8,35 8,22 3,31
14,08 22,43 14,58 22,8 0,86 0,5 8,35 8,22 3,31
14,08 22,43 14,58 22,79 0,86 0,5 8,35 8,21 3,07
Rata-rata 3,23

4) 97% BaFe12O19 : 3% FeMo


m1 m2 m3 m4 ρtoluene m3-m1 m2-m1 m4-m3 ρsampel
14,08 22,43 14,58 22,81 0,86 0,5 8,35 8,23 3,58
14,08 22,43 14,58 22,8 0,86 0,5 8,35 8,22 3,31
14,08 22,43 14,59 22,8 0,86 0,51 8,35 8,21 3,13

Universitas Sumatera Utara


Rata-rata 3,34

5) 95% BaFe12O19 : 5% FeMo


m1 m2 m3 m4 ρtoluene m3-m1 m2-m1 m4-m3 ρsampel
14,08 22,43 14,58 22,81 0,86 0,5 8,35 8,23 3,58
14,08 22,43 14,58 22,82 0,86 0,5 8,35 8,24 3,91
14,08 22,43 14,59 22,82 0,86 0,51 8,35 8,23 3,66
Rata-rata 3,72

6) 93% BaFe12O19 : 7% FeMo


m1 m2 m3 m4 ρtoluene m3-m1 m2-m1 m4-m3 ρsampel
14,08 22,43 14,59 22,83 0,86 0,51 8,35 8,24 4
14,08 22,43 14,59 22,83 0,86 0,51 8,35 8,24 4
14,08 22,43 14,58 22,84 0,86 0,5 8,35 8,26 4,78
Rata-rata 4,26

7) 91% BaFe12O19 : 9% FeMo


m1 m2 m3 m4 ρtoluene m3-m1 m2-m1 m4-m3 ρsampel
14,08 22,43 14,58 22,84 0,86 0,5 8,35 8,26 4,78
14,08 22,43 14,58 22,84 0,86 0,5 8,35 8,26 4,78
14,08 22,43 14,58 22,83 0,86 0,5 8,35 8,25 4,3
Rata-rata 4,62

b.True Density (Teori)

ρteori = (ρt-A)(%berat A) + (ρt-B)(%berat B)/100

ρteori BaFe12O19 = 5,28 x10-3 kg/m3

ρteori FeMo = 10,22 x10-3 kg/m3

1) 99% BaFe12O19 : 1% FeMo

ρteori = (5,28)(99) + (10,22)(1)/100 = 5,33 x10-3 kg/m3

2) 97% BaFe12O19 : 3% FeMo

ρteori = (5,28)(97) + (10,22)(3)/100 = 5,43 x10-3 kg/m3

3) 95% BaFe12O19 : 5% FeMo

Universitas Sumatera Utara


ρteori = (5,28)(95) + (10,22)(5)/100 = 5,53 x10-3 kg/m3

4) 93% BaFe12O19 : 7% FeMo

ρteori = (5,28)(93) + (10,22)(7)/100 = 5,63 x10-3 kg/m3

5) 91% BaFe12O19 : 9% FeMo

ρteori = (5,28)(91) + (10,22)(9)/100 = 5,72 x10-3 kg/m3

%berat ρt A %berat ρt B ρcampuran


A (x10-3 kg/m3) B (x10-3 kg/m3) (x10-3 kg/m3)
99 5,28 1 10,22 5,33
97 5,28 3 10,22 5,43
95 5,28 5 10,22 5,53
93 5,28 7 10,22 5,63
91 5,28 9 10,22 5,72

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 3
Hasil Optical Microscope (OM)

1) BaFe12O19
- Foto asli hasil Optical Microscope dan software ImageJ

- Distribusi Partikel
35
100% BaFe12O19
100
30

Kumulatif (%)
Jumlah Partikel

25 80

20 60
15
40
10
20
5

0 0
10 100
Diameter Partikel (nm)
2) FeMo
- Foto asli hasil Optical Microscope dan software ImageJ

Universitas Sumatera Utara


- Distribusi Partikel
16
100% FeMo
100

Kumulatif (%)
Jumlah Partikel
12 80

60
8

40
4
20

0 0
100
Diameter Partikel (nm)

3) 99% BaFe12O19 : 1% FeMo

- (BAB 4, Hasil dan Pembahasan)

4) 97% BaFe12O19 : 3% FeMo


- Foto asli hasil Optical Microscope dan software ImageJ

- Distribusi Partikel
40
BaFe12O19 : FeMo 100
35 97 : 3 (%wt)
Jumlah Partikel

Kumulatif (%)

30 80
25
60
20

15 40
10
20
5

0 0
10 100
Diameter Partikel (nm)

Universitas Sumatera Utara


5) 95% BaFe12O19 : 5% FeMo
- Foto asli hasil Optical Microscope dan software ImageJ

- Distribusi Partikel
BaFe12O19 : FeMo
102

50 95 : 5 (%wt) 100

40 80
Jumlah Partikel

Kumulatif (%)
30 60

20 40
122

10 20
82
62

0 0
100
Diameter Partikel (nm)

6) 93% BaFe12O19 : 7% FeMo


- Foto asli hasil Optical Microscope dan software ImageJ

Universitas Sumatera Utara


- Distribusi Partikel
40
BaFe12O19 : FeMo
100
35 93 : 7 (wt%)

Kumulatif (%)
30 80
Jumlah Partikel

25
60
20

15 40
10
20
5

0 0
10 100
Diameter Partikel (nm)

7) 91% BaFe12O19 : 9% FeMo


- Foto asli hasil Optical Microscope dan software ImageJ

- Distribusi Partikel

20
BaFe12O19 : FeMo
100
91 : 9 (wt%)
16
Jumlah Partikel

80
Kumulatif (%)

12
60

8
40

4 20

0 0
10 100
Diameter Partikel (nm)

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 4
Kurva BHmax

a. Kurva BHmax komposisi serbuk sebelum kalsinasi


1) 99% BaFe12O19 : 1% FeMo
B (G)

600

500

400

300
BHmax
200

100

0
-400 -200 0 200 400 600
Hc (Oe) BH(GOe)

BHmax = 60 (10-1/4π) J/m3

2) 95% BaFe12O19 : 5% FeMo


(BAB 4, Hasil dan Pembahasan)

3) 91% BaFe12O19 : 9% FeMo


B (G)

800

600

400
BHmax

200

0
-400 -200 0 200 400 600 800 1000
Hc (Oe) BH(GOe)

BHmax = 99 (10-1/4π) J/m3

Universitas Sumatera Utara


b. Kurva BHmax komposisi serbuk setelah kalsinasi (95% BaFe12O19 : 5% FeMo)

1) T = 1000oC
(BAB 4, Hasil dan Pembahasan)

2) T = 1100oC
B (G)

200

150

100

BHmax
50

0
-200 -150 -100 -50 0 50 100
Hc (Oe) BH (GOe)

BHmax = 7,92 (10-1/4π) J/m3

3) T = 1200oC
B (G)

200

150

100
BHmax

50

0
-200 -150 -100 -50 0 50 100
Hc (Oe) BH (GOe)

BHmax = 8,51 (10-1/4π) J/m3

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Allan. 2011. Pengaruh Penambahan Fe Terhadap Sifat Fisis dan Magnetik dari
Barium Heksaferit (BaFe12O19) [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera
Utara.

Ambarwanti, D. 2014. Struktur dan Sifat Kemagnetan Material Magnet


BaFe12MnxZnxO19 yang Disiapkan dengan Metode Ultrasonic Mixing.
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng dan DIY: Yogyakarta.

Anwar, N. 2011. Pembuatan Magnet Permanen Nd2Fe12B Melalui Metode


Mechanical Alloying [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.

Bambang, W. 2009. Studi Sintesis Paduan MnBi dengan Metode Mechanica


Alloying dan Karakterisasinya [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia.

Billah, A. 2006. Pembuatan dan Karakterisasi Magnet Stronsium Ferit dengan


Bahan Dasar Pasir Besi [Skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Buschow, K. 2004. Physics of Magnetism and Magnetic Materials. New York:


Kluwer Academic Publisher.

Dewi. 2015. Optimasi Sintesis Li4Ti5O12 dengan Penambahan LiOH.H2O untuk


Anoda Baterai Ion Lithium [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah.

Dinata, M. 2014. Pengaruh Variasi Kadar Binder Terhadap Proposity dan


Microhardness Duralumin pada Proses Hot Isostatic Pressing [Skripsi].
Malang: Universitas Brawijaya.

Hadi, L. 2010. Fabrikasi dan Karakterisasi Sifat Mekanik Kaca Magnetik Berbasis
Barium Ferit [Skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Indiyanto. 2010 .Pengantar Pengetahuan Bahan [Diktat]. Surabaya: Universitas


Pembangunan Nasional-Veteran.

Universitas Sumatera Utara


Ismail. 2013. Studi Micromagnetik Proses Magnetisasi dan Spektrum
Suseptibilitas Ferromagnetik Elemen Diamond-Shaped [Tesis]. Depok:
Universitas Indonesia.

Kristiputra. 2015. Analisa Sifat Magnetik dan Morfologi Barium Heksaferit


dengan Variasi Fraksi Mol Ni-Zn dan Temperatur Sintering dengan Metode
Sol Gel Auto Combustion [Jurnal]. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
November.

Mukhlisin, I. 2013. Pembuatan dan Karakterisasi Magnet Komposit Ferit dengan


Bahan Pengikat Resin [Skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Nauva, M. 2015. Pilarisasi Bentonit Sebagai Katalis Biasa untuk Konversi


Gliserol Menjadi Gliserol Karbonat [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.

Panjaitan, N. 2015. [Skripsi]

Rahmawatus. 2012. Pengaruh Holding Time Kalsinasi Terhadap Sifat


Kemagnetan Barium M-Heksaferit (BaFe12-xZnxO19) dengan Ion Doping Zn.
Jurnal Sains dan Seni Vol.1 ISSN : 2301-928x. Institut Teknologi Sepuluh
November.

Safarina. 2011. Sintesis Senyawa Kompleks Ion Logam Mn (II) dengan Ligan 2-
Feniletilamin [Jurnal]. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.

Sariyanto. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Kromium (III) dengan


Benzokain [Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Sebayang, P. 2011. Kajian Struktur Mikro Terhadap Sifat Magnetik pada Magnet
Permanen Ba0.6Fe2O3. Telaah Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ISSN
: 0125-9121. Tangerang Selatan.

Sianipar. 2015. [Skripsi]

Universitas Sumatera Utara


Silitonga, L. 2016. Pengaruh Suhu Sintering Terhadap Sifat Magnet Berbasis
BaFe12-4xAlxSn3xO19 dengan Konsentrasi (x) 0,4% mol [Skripsi]. Sumatera
Selatan: Universitas Sriwijaya.

Simbolon, dkk. 2013. Sintesis dan Karakterisasi Barium M-Heksaferit dengan


Doping Ion Mn dan Temperatur Sintering. Seminar dan Focus Group
Discussion (FGD) Material Maju. Solo.

Sudrajat. 2007. Karakterisasi Pembentukan Nanopartikel Magnet Barium Ferit


dengan X-Ray Diffraction. Jurnal Sains Materi Indonesia ISSN : 1411-1098.
Bandung.

Wimbledon. 1988. Molybdenum. London: International Molybdenum


Assosiation.

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat Penelitian


Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Magnet, Pusat Penelitian
Fisika-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI) Kawasan PUSPITEK
Serpong, Tangerang Selatan.

3.2. Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan mulai 09 Februari sampai 27 Mei 2016.

3.3. Alat dan Bahan


3.3.1 Alat
Peralatan yamg digunakan pada penelitian ini adalah:
1) Mortar dan Alu, berfungsi sebagai alat untuk menghaluskan sampel
2) Palu, berfungsi sebagai alat untuk menghancurkan bongkahan sampel
sebagai bahan aditif FeMo.
3) Chamber dan Besi berfungsi sebagai alat untuk menghaluskan bongkahan
FeMo setelah dihancurkan menggunakan palu
4) Spatula, berfungsi sebagai alat untuk mengambil sampel yang berbentuk
serbuk.
5) Ayakan, berfungsi sebagai alat untuk mengayak sampel yang telah
dihaluskan hingga berukuran 200 mesh.
6) Neraca Digital berfungsi sebagai alat untuk menimbang massa sampel
yang akan digunakan dalam penelitian.
7) Hair-Dryer berfungsi sebagai alat untuk mengeringkan peralatan yang
telah dbersihkan.
8) Gelas Ukur berfungsi sebagai alat untuk mengukur volume aquades dan
toluene yang akan digunakan saat mengukur true density sampel.
9) Planetary Ballmill (PBM) berfungsi sebagai alat untuk menghaluskan
bahan baku BaFe12O19

Universitas Sumatera Utara


10) High-Energy Milling (HEM) berfungsi sebagai alat untuk menghaluskan
(wet milling) pada bahan aditif FeMo dan alat untuk mencampur bahan
baku dan aditif.
11) Cawan Keramik berfungsi sebagai wadah aditif FeMo setelah wet milling.
12) Oven berfungsi sebagai alat untuk mengeringkan dan menghilangkan
kandungan toluene pada adiitif FeMo.
13) Vacum Desicator berfungsi sebagai tempat menyimpan aditif FeMo agar
tidak teroksidasi dengan udara (oksigen).
14) Piknometer berfungsi sebagai alat untuk mengukur true density sampel
yang digunakan dalam penelitian.
15) Optical Microscope, berfungsi sebagai alat untuk mengukur ukuran dan
distribusi partikel dari sampel.
16) Vibrating Sample Magnetizer (VSM250 Electromagnetic) berfungsi
sebagai alat untuk mengukur nilai kemagnetan yang terkandung di dalam
sampel.
17) Thermolyne Furnace High Temperature berfungsi sebagai alat untuk
kalsinasi sampel dengan 3 variasi suhu (1000, 1100, dan 1200oC)
18) X-Ray Diffraction (XRD), berfungsi sebagai alat untuk mengidentifikasi
kandungan fasa yang terdapat pada sampel
19) Bata tahan api, berfungsi sebagai wadah sampel untuk proses kalsinasi.

3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Serbuk BaFe12O19, berfungsi sebagai bahan baku utama dalam
pembuatan sampel penelitian
2) Serbuk FeMo, berfungsi sebagai bahan aditif dalam pembuatan sampel
penelitian
3) Toluen, berfungsi sebagai cairan yang ditambahkan pada aditif saat
proses wet milling dan menghindari terjadinya oksidasi pada sampel.
4) Aquades, berfungsi sebagai cairan yang digunakan pada pengujian true
density.

Universitas Sumatera Utara


3.4. Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian yang dilakukan, seperti terlihat pada Gambar 3.1.

Mulai

Bongkahan FeMo
Serbuk BaFe12O19
Dihancurkan menggunakan
palu,serta chamber dan besi
Kecepata
n=11,5 Milling
rpm (Planetary Ball Mill) Diayak menggunakan ayakan
Waktu = 200 mesh
24 jam
Serbuk FeMo

Wet Milling Waktu =


(High Energy Milling) 1 jam

o
Pengujian : Pengeringan (oven, 100 C)
- True
density
- OM
- XRD Mixing
Variasi komposisi
99:1, 97:3, 95:5, 93:7, 91:9
v Pengujian: (% berat)
- OM
- VSM
- true density
- DTA/TG Kalsinasi
o
T = 1000,1100, dan 1200 C
t = 2 jam

Karakterisasi

VSM XRD

Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan Serbuk BaFe12O19 dengan aditif FeMo

Universitas Sumatera Utara


3.5 Preparasi Sampel
Ada dua proses preparasi yang dilakukan, yaitu milling BaFe12O19 dengan
menggunakan Planetary Ball Mill (PBM) dan wet milling FeMo dengan
menggunakan High Energy Milling (HEM).

3.5.1 Milling BaFe12O19


Proses milling merupakan suatu proses penggilingan sampel dengan
metode matalurgi serbuk dengan cara menghancurkan serbuk menggunakan Ball
Mill. Proses milling bertujuan untuk mendapatkan serbuk yang ukuran yang
diinginkan, dalam penelitian ini ukuran serbuk yang diinginkan ±75µm. Serbuk
BaFe12O19 ditimbang sebanyak 115 gram menggunakan neraca digital, lalu serbuk
dimilling menggunakan Planetary Ball Mill (PBM) dengan kecepatan milling
11,5 rpm dan waktu 24 jam. Perbandingan massa bola-bola keramik (ball mill)
dengan massa sampel ialah 1 : 5.

Gambar 3.2. Planetary Ball Mill (PBM)

3.5.2 Wet Milling FeMo


Sebelum dilakukan proses milling pada sampel, bongkahan FeMo
dihancurkan menggunakan palu, hingga diperoleh dalam ukuran beberapa mm
dengan menggunakan chamber dan besi penumbuk. Serpihan FeMo dalam ukuran
beberapa mm ini, kemudian dimilling dengan menggunakan High Energy Milling
(HEM) selama 1 jam. Hasil milling, kemudian diayak dengan menggunakan
ayakan 200 mesh hingga diperoleh serbuk ≤ 200 mesh (±75µm). Setiap proses
milling dilakukan dengan menggunakan High Energy Milling (HEM) dan
ditambahkan larutan toluene. Banyaknya sampel setiap penggilingan terlebih

Universitas Sumatera Utara


dahulu ditimbang dengan timbangan digital sebanyak 6 gram. Penambahan
toluene bertujuan untuk menghindari proses oksidasi pada sampel. Perbandingan
massa bola-bola keramik (ball mill) dengan massa sampel adalah 1 : 5 (gram).
Selanjutnya serbuk FeMo hasil milling dalam keaadaan basah, perlu dikeringkan
di dalam oven pada suhu 100oC untuk menghilangkan kandungan toluene.

Gambar 3.3 High Energy Milling (HEM)

3.6. Mixing
Mixing atau pencampuran bahan baku BaFe12O19 dan aditif FeMo
dilakukan menggunakan High Energy Milling (HEM) selama 15 menit, dengan
perbandingan massa bola-bola keramik dan massa sampel ialah 1 : 6 (gram).
Adapun komposisi campuran sampel diperlihatkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Matriks komposisi sampel BaFe12O19 : FeMo


Sampel Komposisi

BaFe12O19 FeMo BaFe12O19 FeMo


(%berat) (%berat) (x10-3 kg) (x10-3 kg)
1 99 1 1,98 0,02
2 97 3 1,94 0,06
3 95 5 1,9 0,1
4 93 7 1,86 0,14
5 91 9 1,82 0,18

3.7. Uji Sifat Fisis


Pengujian sifat fisis yang dilakukan meliputi: true density dan differential
thermal analysis/ thermal gravimetry analysis (DTA/TGA).
3.7.1. True Density

Universitas Sumatera Utara


Pengujian true density merupakan karakterisasi sifat fisis untuk
mengetahui kerapatan serbuk. Sampel yang diuji meliputi serbuk BaFe12O19,
serbuk FeMo, dan campuran serbuk BaFe12O19 dan FeMo. Pengujian true density
dilakukan dengan menggunakan Piknometer, bahan cairan adalah aquades dan
toluen. Akuades digunakan untuk pengujian sampel BaFe12O19, sedangkan toluen
digunakan pada pengujian serbuk FeMo dan campuran serbuk (BaFe12O19 +
FeMo). Langkah – langkah pengujian true density menggunakan piknometer
(Gambar 3.4) adalah sebagai berikut:
1. Bahan dan peralatan yang digunakan, antara lain: piknometer, aquades,
toluen, spatula, kertas, tissue, neraca digital, dan hair dryer.
2. Neraca digital dinyalakan pada posisi ON, kemudian tekan tombol Re-
Zero dan dipastikan terbaca angka 0.
3. Timbang massa piknometer kosong (m1) dan massa piknometer yang telah
diisi penuh dengan aquades ataupun toluene (m2).
4. Masukkan massa serbuk (1 gram) ke dalam piknometer kosong, kemudian
ditimbang massa piknometer yang telah berisi serbuk (m3).
5. Tambahkan aquades atau toluen ke dalam piknometer yang telah berisi
serbuk hingga penuh, kemudian ditimbang massanya (m4).
6. Ukur suhu ruangan (T = 25oC), kemudian data densitas aquades dan toluen
(ρ0) dicari sesuai dengan Datasheet (lampiran).
7. Hitung nilai true density serbuk dengan persamaan (2.)

Gambar 3.4 Piknometer

Universitas Sumatera Utara


3.7.2. DTA/TGA
Analisis termal dilakukan untuk mengetahui karakteristik termal dari
serbuk sebagai fungsi temperatur. Secara fisis berdasarkan hukum termodinamika,
baik meliputi reaksi eksotermik dan endotermik yang dialami. Karakteristik
termal memegang peranan penting terhadap sifat suatu bahan karena berkaitan
erat dengan struktur dalam bahan itu sendiri. Bahan bila dipanaskan akan terjadi
perubahan struktur yang mengakibatkan adanya perubahan dalam kapasitas panas
atau energi termal bahan tersebut. DTA (Differential Thermal Analysis)
merupakan perlakuan ketika suatu bahan diuji dengan variasi suhunya. TGA
(Termogravimetri Analysis) bertujuan untuk mendeteksi efek yang melibatkan
perubahan massa seiring dengan perubahan suhu yang diberikan. Hasil uji
DTA/TGA akan menjadi referensi bagi suhu kalsinasi dan sintering yang akan
dilakukan pada sampel.

3.8. Kalsinasi
Kalsinasi merupakan suatu proses pemanasan suatu benda hingga
temperatur tinggi menggunakan tungku (Gambar 3.5), tetapi masih dibawah titik
lebur bahan. Kalsinasi berfungsi untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang ada
pada sampel. Pada penelitian ini dilakukan kalsinasi pada tiga suhu yang
bervariasi yaitu 1000, 1100, dan 1200oC (masing-masing ditahan pada suhu
tersebut selama 2 jam).

Gambar 3.5 Thermolyne


Proses kalsinasi dilakukan dengan menggunakan alat Thermolyne dengan waktu
penahanan (holding time) 2 jam. Kenaikan suhu pada proses ini adalah

Universitas Sumatera Utara


10oC/menit. Proses kalsinasi ini berlangsung masing-masing dengan suhu T =
1000oC (2 jam), T = 1100oC (2 jam), dan T = 1200oC (2 jam).

Waktu Skema Kalsinasi


Suhu (oC)
(menit) 1000
120

25 0 800
40
600 57

Temperatur (oC)
600
60
600 117 97
400
1000 157
57
1000 277 200

25 374 0

0 50 100 150 200 250 300 350 400


Waktu (menit)

(a)
Suhu Waktu Skema Kalsinasi
(oC) (menit) 1200

120
25 0 1000

600 57 800 50
Temperatur (oC)

600 117 600


60 107
1100 167 400

1100 287 200 57

25 394
0

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450


Waktu (menit)

(b)

Skema Kalsinasi
o Waktu
Suhu ( C) 1200
(menit) 120

25 0 1000

600 57 800 60
Temperatur (oC)

600 117 600


60
1200 177 120
400
57
1200 297
200
25 414
0

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450


Waktu (menit)

(c)
Gambar 3.6. Proses kalsinasi, (a). T = 1000oC, (b). T = 1100oC ,dan
(c). T = 1200oC (2 jam).

Universitas Sumatera Utara


3.9. Uji Mikrostuktur
Uji mikrostuktur dilAkukan dngan menggunakan Optical Microscope
(OM) dan X-ray diffraction (XRD).

3.9.1 Optical Microscope (OM)


Optical Microscope (Gambar 3.7) dalam penelitian ini berfungsi untuk
memberikan informasi mengenai topografi (tekstur permukaan sampel), morfologi
(bentuk dan ukuran butiran sampel), dan distribusi partikel dari sampel.
Adapun langkah – langkah dari pengujian ini adalah:
1. Siapkan serbuk yang akan diuji, lalu serbuk dipreparasi di atas kaca
preparat.
2. Letakkan kaca preparat di bawah lensa pengamat, kemudian sampel
diamati dengan perbesaran 400 kali.
3. Hasil pengamatan OM dalam bentuk gambar disimpan di komputer, dan
dianalisis menggunakan software ImageJ.

Gambar 3.7. Optical Microscope (OM)

3.9.2 X-Ray Diffraction (XRD)


Difraksi sinar X atau X-ray diffraction (XRD) adalah suatu metode analisa
yang digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara
menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel.
Difraksi sinar X (Gambar 3.8) ini digunakan untuk mengetahui beberapa
informasi, diantaranya:
1. Pengukuran jarak rata-rata antara lapisan atau baris atom.
2. Penentuan kristal tunggal
3. Penentuan struktur kristal dari material yang tidak diketahui
4. Mengukur bentuk, ukuran, dan tegangan dalam dari kristal kecil

Universitas Sumatera Utara


Adapun langkah-langkah dari pengujian ini adalah:
1. Disiapkan sampel yang akan diuji
2. Diletakkan sampel diatas preparat
3. Dimasukkan preparat ke dalam XRD kemudian ditutup rapat
4. Disiapkan software pendukung untuk pengoperasian XRD

Gambar 3.8 X-Ray Diffraction (XRD)

3.10 Uji Sifat Magnet menggunakan Vibrating Sample Magnetometer (VSM)


Vibrating Sample Magnetometer (VSM) digunakan untuk melihat sifat
magnet dari sampel. Hasil pengukuran yang didapat dari pengujian ini yaitu nilai
koersivitas (Hc), remanensi (σr), saturasi (σs), dan nilai loop area. Dari VSM
(Gambar 3.8) ini juga akan menghasilkan kurva histeresis dari sampel yang diuji.
Adapun langkah-langkah dalam pengujian ini adalah:
1. Siapkan sampel yang akan diuji
2. Timbang sampel yang akan diuji sebanyak 5 x 10-5 kg, lalu sampel
dimasukkan ke dalam kapsul dan diletakkan di dalam sample holder
berupa gabus.
3. Agar sampel kering dan mengeras, diteteskan power glue secukupnya
4. Setelah sampel kering, kapsul yang telah berisi sampel dimasukkan ke
dalam alat uji VSM.
5. Sapkan software untuk mendukung pengujian pada VSM dan diberi
medan magnet luar (Hext) pada sampel tersebut untuk mendapatkan hasil
pengujian sifat magnet dari sampel.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.9 Vibrating Sample Magnetometer (VSM)

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Serbuk


Pada hasil sintesis serbuk BaFe12O19 dengan penambahan aditif FeMo,
dilakukan pengujian untuk mengetahui sifat fisis dan magnet untuk masing-
masing bahan baku. Pengujian tersebut meliputi analisa X-Ray Diffraction (XRD),
true density, Optical Microscope (OM), Differential Thermal
Analysis/Thermogravimetry Analysis (DTA/TGA), dan Vibrating Sample
Magnetometer (VSM).

4.1.1 X-Ray Diffraction (XRD)


Analisa XRD dilakukan pada bahan dasar serbuk BaFe12O19 yang
dimilling menggunakan Planetary Ball Mill (PBM) dan aditif FeMo yang
dimiling menggunakan High Energy Milling (HEM). Analisa ini bertujuan untuk
mengetahui kandungan fasa dan struktur kristal yang terbentuk pada sampel.
Adapun hasil analisa untuk serbuk BaFe12O19 ditunjukkan pada Gambar 4.1.
2200
BaFe12O19
2000  Fe2O3

1800
Intensity (cps)

1600

1400 

1200

1000

800

600

20 30 40 50 60 70 80
2 (deg)

Gambar 4.1. Hasil analisa XRD dari serbuk BaFe12O19

Universitas Sumatera Utara


Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa serbuk BaFe12O19 menghasilkan 81,9% fasa
mayor barium heksaferit (BaFe12O19) dengan struktur kristal Heksagonal pada 2θ
(32,5; 34,4; 57) sebagai tiga puncak tertinggi dengan parameter kisi a = b = 5,865
; c = 23,099 dan 18,1% fasa minor hematit (Fe2O3) dengan struktur kristal
trigonal pada 2θ (35,81; 47,12) dengan parameter kisi a = b = c = 5,43 .
Hasil analisis untuk serbuk FeMo ditunjukkan pada gambar 4.2.

160

FeMo
140

120
Intensity (cps)

100

80

60

40

20 30 40 50 60 70 80
2(deg)

Gambar 4.2. Hasil analisa XRD dari serbuk FeMo

Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa hasil XRD serbuk FeMo menghasilkan fasa
FeMo 100% dengan struktur kristal Tetragonal dengan 2θ (37,6; 40,6; 43,3) dan
parameter kisi a = b = 9,128 ; c = 4,813 .

4.1.2 True Density


Hasil dari pengujian true density dari Barium Heksaferit (BaFe12O19) yang
telah dimilling selama 24 jam menggunakan Planetary Ball Mill (PBM) adalah
4,98 x 10-3 kg/m3. Sedangkan hasil pengukuran FeMo yang dimilling selama 1
jam menggunakan High Energy Milling (HEM) adalah 9,78 x 10-3 kg/m3.
Pengaruh penambahan aditif FeMo terhadap nilai true density dapat dilihat pada
Tabel 4.1 dan Gambar 4.3.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.1. Hasil pengukuran true density dengan variasi komposisi aditif FeMo
terhadap serbuk BaFe12O19.

FeMo ρeksperimen ρteori


(%berat) (x10-3 kg/m3) (x10 kg/m3)
-3

1 3,22 5,33

3 3,34 5,43
5 3,71 5,53
7 4,25 5,63

9 4,61 5,73

Dari tabel 4.1 dan gambar 4.3 dapat dilihat bahwa serbuk barium
heksaferit yang ditambahkan serbuk FeMo sebesar 1 sampai 9 %berat
menghasilkan nilai true density berkisar 3,22 - 4,61 x10-3 kg/m3. Peningkatan nilai
true density ini disebabkan oleh densitas FeMo yang lebih tinggi dibandingkan
dengan BaFe12O19.
Secara teoritis nilai true density (ρterori) dapat dihitung dengan persamaan
(2.5). Hasil pengukuran true density eksperimen dan teori campuran serbuk
BaFe12O19 dan FeMo diperlihatkan pada Gambar 4.3.
6.0
teori
5.5
True Density (x10-3 kg/m3)

5.0
eksperimen
4.5

4.0

3.5

3.0
0 2 4 6 8 10
Additive FeMo (%berat)

Gambar 4.3. Nilai true density eksperimen dan teori dari campuran serbuk
BaFe12O19 dan FeMo.

Universitas Sumatera Utara


Dari gambar 4.3, dapat dilihat bahwa nilai true density eksperimen dan
teori mengalami peningkatan seiring dengan penambahan aditif FeMo. Nilai true
density yang dihasilkan menunjukkan bahwa hasil densitas secara eksperimen
lebih rendah dibandingkan secara teoritis. Pada penelitian sebelumnya
[Priyono,dkk, 2010] telah dilakukan sintesis pada BaFe12O19 dengan penambahan
aditif Al2O3 dan menghasilkan nilai true density eksperimen yang lebih rendah
dari pada true density teori.

4.1.3 Optical Microscope (OM)


Hasil dari pengukuran ukuran dan distribusi partikel dari BaFe12O19 dengan
penambahan FeMo yang diamati menggunakan Optical Microscope (OM).
Serbuk diamati dengan perbesaran 400 kali, dimana ukuran partikel didapatkan
dari analisis gambar menggunakan software ImageJ. Adapun gambar hasil
pengamatan Optical Microscope (OM) dari berbagai variasi komposisi serbuk
dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Partikel

(a) (b)

Gambar 4.4. Foto serbuk 99% BaFe12O19 : 1% FeMo (a). hasil OM, (b). hasil
analisis software ImageJ.

Distribusi partikel serbuk 99% BaFe12O19 : 1% FeMo dapat dilihat pada


Gambar 4.5, sedangkan gambar untuk komposisi yang lain dapat dilihat pada
Lampiran 3.

Universitas Sumatera Utara


132
BaFe12O19 : FeMo
25 100
99 : 1 (%wt)

20 80

Jumlah Partikel

92

Kumulatif (%)
15 60

112
10 40

72
5 20

152
0 0

100
Diameter Partikel (nm)
Gambar 4.5. Hubungan antara jumlah partikel dan kumulatif distribusi terhadap
diameter partikel dari serbuk 99% BaFe12O19 : 1% FeMo.

Hasil analisis ukuran partikel serbuk menggunakan software ImageJ


ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil analisis ukuran partikel serbuk BaFe12O19 dan FeMo serta
campuran ke-dua material tersebut.

Sampel (%berat) Diamater rata-rata (nm)

100% BaFe12O19 114

100% FeMo 105


99% BaFe12O19 + 1% FeMo 106

97% BaFe12O19 + 3% FeMo 104

95% BaFe12O19 + 5% FeMo 103

93% BaFe12O19 + 7% FeMo 100

91% BaFe12O19 + 9% FeMo 92

Dari tabel 4.2 memperlihatkan bahwa korelasi antara ukuran partikel


serbuk terhadap penambahan aditif FeMo pada BaFe12O19 adalah berbanding

Universitas Sumatera Utara


terbalik, artinya semakin banyak jumlah aditif yang ditambahkan maka ukuran
partikel semakin kecil. Hal tersebut sesuai dengan hubungan antara ukuran
partikel dan true density yang berbanding terbalik. Semakin tinggi densitas
serbuk, maka semakin kecil ukuran partikel yang dihasilkan.
Dengan demikian, pengunaan metode mechanical alloying menggunakan
High Energy Milling (HEM) selama 15 menit cukup efektif menghasilkan ukuran
butiran yang kecil (submikron hingga nanometer). Kelebihan dari penggunaan
Optical Microscope ialah dapat menganalisa gumpalan partikel yang terbentuk
dari serbuk dan dapat mengukur partikel pada skala ratusan nanometer.

4.1.4 Vibrating Sample Magnetometer (VSM)


Sebelum proses kalsinasi, analisis sifat magnet dilakukan pada serbuk
menggunakan Vibrating Sample Magnetometer (VSM). Pemilihan sampel yang
dilakukan untuk analisa VSM berdasarkan nilai true density paling rendah, nilai
tengah, dan nilai yang paling besar. Adapun hasil analisis sifat magnet yang
diukur menggunakan VSM diperlihatkan pada Gambar 4.6 dan Tabel 4.3.

1%wt FeMo
60
5%wt FeMo
9%wt FeMo
40
(4 x 10-7) Wb.m/kg

BaFe12O19

20

0
-20000 -10000 0 10000 20000
-20

-40

-60

Hext (103/4) A/m


Gambar 4.6. Kurva histeresis dari hasil analisis sifat magnet pada penambahan 1,
5, dan 9 %berat FeMo terhadap BaFe12O19

Dari gambar 4.6 dan tabel 4.3 diperoleh nilai saturasi (σs) berkisar 39 – 51
(4π x 10-7) Wb.m/kg, remanensi (σr) = 16 – 24 (4π x 10-7) Wb.m/kg, koersivitas
(jHc) = 1100 – 1150 (103/4π) A/m, dan BHmax = 60 – 140 (10-1/4π) J/m3. Pengaruh

Universitas Sumatera Utara


penambahan aditif 5%berat memiliki sifat magnet yang paling baik dan termasuk
material soft magnet. Penurunan sifat magnet dari serbuk yang mengandung 1 dan
9%berat FeMo disebabkan oleh proses oksidasi unsur Fe pada suhu rendah yang
mengakibatkan terbentuknya fasa baru yaitu hematite (Fe2O3) sebagai fasa
pengotor. Peneliti sebelumnya [Doyan,A, 2015] telah melakukan penelitian
mengenai pengaruh substitusi ion Zn terhadap BaFe12O19. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa penambahan ion Zn dapat mereduksi sifat magnet sampel
sebagai akibat dari terganggunya arah momen magnet dengan munculnya ion
substisional sehingga domain magnet menjadi random.

Tabel 4.3. Hasil analisis Vibrating Sample Magnetometer (VSM) pada serbuk
BaFe12O19 dan penambahan 1, 5, dan 9 (%berat) FeMo terhadap
BaFe12O19.

σs (4π x 10-7) σr (4π x 10-7) jHc (103/4 π) BHmax (10-1/ 4π)


Sampel
Wb.m/kg Wb.m/kg) A/m J/m3
BaFe12O19 59,18 45,15 1340 1300

99% BaFe12O19 :
39,41 16,29 1149 60
1% FeMo
95% BaFe12O19 :
50,94 23,83 1106 137
5% FeMo
91% BaFe12O19 :
43,25 18,95 1115 99
9% FeMo

Nilai BHmax didapat dari turunan kurva histerisis pada kuadran kedua
(kurva demagnetisasi) sehingga diperoleh kurva (BH) yaitu perkalian B sebagai
sumbu y, H sebagai sumbu -x (negatif), dan BH sebagai sumbu x (positif). Kurva
untuk memperlihatkan nilai BHmax dari serbuk BaFe12O19 dengan penambahan
5%berat FeMo diperlihatkan pada Gambar 4.7 dan kurva untuk komposisi lainnya
dapat dilihat pada Lampiran 4.

Universitas Sumatera Utara


B (10-4) T
1200

1000

800

600

BHmax
400

200

0
-600 -400 -200 0 200 400 600 800 1000 1200 1400
3
Hc (10 /4) A/m BH (10-1/4) J/m3

Gambar 4.7. Kurva demagnetisasi pada kuadran ke-dua dari serbuk BaFe12O19
dengan penambahan 5%berat FeMo.

4.1.5 Differential Thermal Analysis/Thermogravimetry Analysis (DTA/TGA)


Serbuk BaFe12O19 dengan penambahn 1%berat FeMo diberikan perlakuan
panas sampai temperatur 900oC dianalisa dengan DTA/TGA. Dari hasil analisis
diperoleh informasi jumlah perubahan massa serbuk yang hilang serta proses
endotermis dan eksotermis. Hasil analisis DTA/TGA dari serbuk BaFe12O19
dengan penambahn 1%berat FeMo dapat dilihat pada Gambar 4.8.
TG
DTA

1.2 120

1.0 100
0,07 mg (0,3%)

80
0.8
Heat Flow (mW)
loss weight (mg)

0,3 mg (1,5%) 60
0.6

40
0.4

20
0.2 0,81 mg (4,2%)

0
0.0
0 200 400 600 800 1000
o
Temperature ( C)

Gambar 4.8. Kurva DTA/TGA dari serbuk BaFe12O19 dengan penambahn


1%berat FeMo.

Universitas Sumatera Utara


Dari gambar 4.8 pada kurva DTA yang menggambarkan perubahan aliran
panas (heat flow), dapat dilihat bahwa pada serbuk BaFe12O19 dengan penambahn
1%berat FeMo yang diberi perlakuan panas pada temperatur 0oC sampai 900oC
belum terlihat proses endotermis maupun eksotermis. Hal tersebut berarti bahwa
pada temperatur 900oC belum terjadi transformasi fasa dan sampel dapat
diberikan perlakuan panas diatas temperatur tersebut. Pada temperatur 0 – 400oC
terjadi perubahan massa sebesar 4,2% dan perubahan massa tersebut
menunjukkan adanya proses endotermis disertai dengan pelepasan air (H2O). Pada
temperatur 400 - 620oC terjadi penurunan sebesar 0,3% disertai dengan proses
eksotermis yang menujukkan bahwa sampel memerlukan energi yang tinggi untuk
mengikat unsur hidroksida (OH-). Kemudian terjadi penurunan massa sebesar
1,5% pada temperatur 650 – 900oC yang menunjukkan bahwa sampel mulai
terdekomposisi [Rahmawatus, 2012].

4.2 Karakterisasi Sampel


Setelah proses kalsinasi serbuk BaFe12O19 dengan penambahan aditif
FeMo 5%berat pada temperatur 1000, 1100, dan 1200oC selama 2 jam
dikarakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan Vibrating Sample
Magnetometer (VSM).

4.2.1 Vibrating Sample Magnetometer (VSM)


Sampel yang telah dikalsinasi pada variasi temperatur 1000, 1100, dan
o
1200 C selama 2 jam dikarakterisasi menggunakan VSM untuk mengetahui sifat
magnet yang dihasilkan pada serbuk tersebut. Adapun hasil yang diperoleh dari
karakterisasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.9 dan Tabel 4.4.

Universitas Sumatera Utara


Tcal = 1000oC
Tcal = 1100oC 30
Tcal = 1200oC

 (4 x 10-7) Wb.m/kg


20

10

0
-20000 -10000 0 10000 20000
-10

-20

-30

-40
Hext (103/4) A/m

Gambar 4.9. Kurva histeresis hasil analisis sifat magnet pada penambahan
5%berat FeMo terhadap serbuk BaFe12O19 yang dikalsinasi pada
temperatur 1000, 1100, dan 1200oC selama 2 jam.

Dari tabel 4.4 dan gambar 4.9 6 diperoleh nilai saturasi (σs) berkisar 31,2
– 31,56 (4π x 10-7) Wb.m/kg, remanensi (σr) = 16,23 – 17,17 (4π x 10-7) Wb.m/kg,
koersivitas (jHc) = 450 – 3232 (103/4π) A/m, dan BHmax = 6 – 7,92 (10-1/4π) J/m3.
Hasil karakterisasi tersebut menunjukkan bahwa serbuk dengan temperatur
kalsinasi 1000oC memiliki sifat magnet yang paling baik. Hal tersebut dapat
dilihat dari hasil analisis XRD bahwa pada temperatur 1000oC menghasilkan
kandungan fasa hematit (Fe2O3) yang lebih sedikit. Sedangkan pada suhu yang
lebih tinggi menghasilkan kandungan hematite (Fe2O3) yang semakin banyak dan
menyebabkan penurunan pada nilai remanensi dan saturasi serbuk.
Dari hasil penelitian sebelumnya [Sudrajat, 2007] mengenai karakterisasi
nanopartikel barium ferit didapatkan hasil bahwa sifat magnet meningkat pada
temperatur kalsinasi 1000oC karena pada temperatur kalsinasi tersebut
pembentukan senyawa BaFe12O19 semakin sempurna. Akan tetapi sifat magnet
menurun pada temperatur kalsinasi 1200oC.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.4. Hasil analisis Vibrating Sample Magnetometer (VSM) pada
penambahan 5%wt FeMo terhadap serbuk BaFe12O19 yang telah
dikalsinasi selama 2 jam.

σs (4π x 10-7) σr (4π x 10-7) jHc (103/4 π) BHmax


Sampel (10-1/ 4π)
Wb.m/kg Wb.m/kg A/m
J/m3
95% BaFe12O19 :
5% FeMo 31.56 17.17 455.36 8,66
(1000oC)
95% BaFe12O19 :
5% FeMo 31.21 16.23 3232 7,92
(1100oC)
95% BaFe12O19 :
5% FeMo 31.2 16.47 1185 8,51
(1200oC)

Jika dibandingan dengan hasil analisis sifat magnet pada serbuk sebelum
dikalsinasi, nilai remanensi dan koersivitas semakin menurun dan menunjukkan
bahwa sampel tersebut merupakan material semihard magnet dengan nilai
koersivitas diantara 1 kA/m – 10 kA/m.
Kurva untuk memperlihatkan nilai BHmax dari serbuk BaFe12O19 dengan
penambahan 5%berat FeMo pada temperatur kalsinasi 1000oC diperlihatkan pada
Gambar 4.10 dan kurva untuk serbuk dengan variasi temperature kalsinasi lainnya
dapat dilihat pada Lampiran 4.

Universitas Sumatera Utara


B (10-4) T
180

160

140

120

100

80
BHmax
60

40

20

0
-250 -200 -150 -100 -50 0 50 100
3 -20
Hc (10 /4) A/m BH (10 /4) J/m3
-1

Gambar 4.10. Kurva demagnetisasi pada kuadran ke-dua dari serbuk BaFe12O19
dengan penambahan 5%berat FeMo yang dikalsinasi pada
temperatur 1000oC selama 2 jam.

4.2.2 X-Ray Diffraction (XRD)


Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan pada serbuk BaFe12O19
dengan penambahan 5%wt FeMo dengan temperatur kalsinasi 1000oC dan
1200oC karena ke-dua sampel tersebut merupakan material soft magnet dengan
nilai koersivitas < 1250 Oe. Hasil analisis XRD ditunjukkan pada Gambar 4.11.
 BaFe12O19
Fe2O3
  BaO
(b) 

    
 
  
Intensity (a.u)

(a)  


  
   
 

20 30 40 50 60
2 (deg)

Gambar 4.11. Hasil analisis XRD (a). Serbuk BaFe12O19 dengan penambahan
5%wt FeMo yang dikalsinasi pada temperatur 1000, (b). Serbuk
BaFe12O19 dengan penambahan 5%wt FeMo yang dikalsinasi
pada temperatur 1200oC selama 2 jam.

Universitas Sumatera Utara


Dari gambar 4.11 menunjukkan bahwa serbuk (a) menghasilkan 59,2%
fasa barium heksaferit (BaFe12O19) dengan struktur kristal heksagonal pada 2θ
(32,04; 33,95; 37,11) dan parameter kisi a = b = 5,929 , c = 23,413 . 24,11%
fasa hematit (Fe2O3) dengan struktur kristal trigonal pada 2θ (33,23; 35,6; 54,11)
dan parameter kisi a = b = c = 5,43 . 16,67% fasa barium oxide (BaO) dengan
struktur kristal tetragonal pada 2θ (26,76; 43,3; 46,72) dan parameter kisi a = b =
3,8016 , c = 6,778 . Serbuk (b) menghasilkan 60% fasa barium heksaferit
(BaFe12O19) dengan struktur kristal heksagonal pada 2θ (32,04; 33,95; 37,11) dan
parameter kisi a = b = 5,892 , c = 23,183 . 30,3% fasa hematit (Fe2O3) dengan
struktur kristal trigonal pada 2θ (33,23; 35,6; 54,11) dan parameter kisi a = b = c =
5,43 . 9,7% fasa barium oxide (BaO) dengan struktur kristal tetragonal pada 2θ
(26,76; 43,3; 46,72) dan parameter kisi a = b = 3,8016 , c = 6,778 .
Peneliti sebelumnya [Kurniawati, 2013] telah melakukan penelitian
terhadap serbuk BaFe12O19 dengan penambahan doping Zn. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa pada proses kalsinasi serbuk BaFe12O19 dengan
doping ion Zn fasa yang terbentuk tidak hanya fasa Barium M-Heksaferit namun
juga terdapat fasa hematit (Fe2O3) yang merupakan fasa stabil dari besi (III)
oksida yang berasal dari proses oksidasi unsur Fe.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini ialah :
1. Telah berhasil dilakukan sintesis dengan metode mechanical alloying pada
serbuk BaFe12O19 (24 jam milling menggunakan PBM) dengan penambahan
aditif FeMo (1 jam milling menggunakan HEM) dan proses mixing selama 15
menit menggunakan HEM.
2. Hasil sintesis serbuk BaFe12O19 dengan penambahan aditif 5%berat FeMo
menghasilkan nilai true density 3,71 x 10-3 kg/m3, ukuran partikel rata-rata 103
nm, remanensi 23,83 (4π x 10-7) Wb.m/kg, saturasi 50,94 (4π x 10-7) Wb.m/kg,
koersivitas 1106 (103/4π) A/m, dan BHmax 137 (10-1/4π) J/m3.
3. Kondisi optimum diperoleh pada penambahan aditif 5%berat FeMo pada
BaFe12O19 dengan temperatur kalsinasi 1000oC menghasilkan nilai remanensi
17,17 (4π x 10-7) Wb.m/kg, saturasi 31,56 (4π x 10-7) Wb.m/kg, koersivitas
455,36 (103/4π) A/m, dan BHmax 8,66 (10-1/4π) J/m3.
4. Serbuk BaFe12O19 setelah dianalisa dengan XRD mempunyai fasa tunggal
barium heksaferit (BaFe12O19) dengan struktur kristal heksagonal, parameter
kisi a = b = 5,865 dan c = 23,099 . Sedangkan FeMo mempunyai fasa
tunggal ferromolybdenum (FeMo) dengan struktur kristal tetragonal, parameter
kisi a = b = 9,128 ; c = 4,813 .
5. Serbuk BaFe12O19 dengan penambahan aditif 5%wt FeMo yang dikalsinasi
pada temperatur 1000oC menghasilkan 59,2% fasa barium heksaferit
(BaFe12O19) dengan struktur kristal heksagonal, 24,11% fasa hematit (Fe2O3)
dengan struktur kristal trigonal, dan 16,67% fasa barium oxide (BaO) dengan
struktur kristal tetragonal.
6. Hasil karakterisasi dan analisis serbuk magnet menunjukkan bahwa sintesis
serbuk BaFe12O19 dengan penambahan aditif FeMo 5%berat pada temperatur
kalsinasi 1000oC menghasilkan sifat magnet yang baik, dan bahan magnet ini

Universitas Sumatera Utara


termasuk material semihard magnet yang dapat diaplikasikan sebagai sensor
magnetik dan sistem on/off pada alat telekomunikasi.

5.2 Saran
1. Perlunya dilakukan studi lebih lanjut mengenai temperatur kalsinasi/sintering
untuk bahan magnet agar menghasilkan magnet dengan sifat yang lebih baik.
2. Perlunya dilakukan penelitian lanjutan untuk menghasilkan magnet dalam
bentuk pelet dari serbuk magnet yang telah dihasilkan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemagnetan Bahan


Berdasarkan perilaku molekulnya di dalam magnet luar, bahan magnet
terdiri atas tiga kategori, yaitu: feromagnetik, paramagnetik, dan diamagnetik.
Sebagian besar mineral di alam bersifat paramagnetik dan diamagnetik, namun
ada juga material yang bersifat feromagnetik. Dari segi kuantitas, keberadaan
mineral-mineral ini sangat kecil. Meskipun demikian, keberadaan mineral-mineral
tersebut pada tanah atau batuan, fasa, ukuran dan bentuk butiran erat kaitannya
dengan perubahan lingkungan yang dialami oleh tanah atau batuan tersebut
[Anwar, 2011].

2.1.1 Diamagnetik
Material diamagnetik mempunyai susceptibility magnetik yang kecil dan
bernilai negatif. Diamagnetik mempunyai sifat magnet yang paling lemah, yaitu
tidak permanen dan hanya muncul selama berada dalam medan magnet luar.
Besarnya momen magnet yang diinduksikan sangat kecil, dan dengan arah yang
berlawanan dengan arah medan luar. Suseptibilitas volume ( m) untuk bahan
5
padat diamagnetik sekitar -10 [Hadi, 2010]. Jika disimpan di dalam kutub-kutub
sebuah magnet listrik yang kuat, material diamagnetik akan ditarik kearah daerah
yang medannya lemah, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Susunan momen dipol material diamagnetic, (a). Tanpa medan
magnet dan (b). Dengan medan magnet [Hadi, 2010].

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Paramagnetik
Material paramagnetik mempunyai nilai suseptibilitas magnet yang kecil
tapi bernilai positif. Adanya medan magnet luar pada bahan paramagnetic,
dwikutub atom yang bebas berotasi akan mensejajarkan arahnya dengan arah
medan. Permeabilitas relatif (lebih besar dari pada satu) dan suseptibilitas
magnetik akan sedikit naik. Magnetisasi bahan ini akan muncul jika ada medan
magnet luar, seperti terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Susunan momen dipol material paramagnetic, (a). Tanpa magnet dan
(b). Dengan medan magnet [Hadi, 2010].

2.1.3 Feromagnetik
Bahan logam tertentu memiliki momen magnetik permanen tanpa adanya
medan magnetik dari luar, dan mempunyai magnetisasi yang besar. Sifat dari
feromagnetik, antara lain terdapat pada logam-logam transisi Fe, Co, Ni, dan
beberapa logam tanah jarang, seperti: Nd, Gd. Suseptibilitas magnetiknya
mencapai 106.
Magnetisasi maksimum atau magnetisasi jenuh (saturation magnetization)
Ms dari bahan feromagnetik adalah besarnya magnetisasi dwikutub magnetik
dalam bahan padat tersebut seluruhnya sejajar dengan medan dari luar (Gambar
2.3), besarnya kerapatan fluks adalah Bs.

Gambar 2.3 Susunan momen dipol untuk material feromagnetik tanpa ataupun
dengan adanya medan magnet dari luar [Hadi, 2010].

Universitas Sumatera Utara


2.1.4 Anti-feromagnetik
Gabungan momen magnetik antara atom-atom atau ion-ion yang
berdekatan dalam suatu golongan bahan tertentu menghasilkan persejajaran
antiparalel. Gejala ini disebut anti-feromagnetik, sifat tersebut antara lain terdapat
pada MnO. Bahan keramik yang bersifat ionik yang memiliki ion-ion Mn2+ dan
O2-. Momen magnetik netto tidak ada yang dihasilkan oleh ion O2-, hal ini
disebabkan karena adanya aksi saling menghilangkan pada kedua momen spin
orbital. Ion Mn2+ memiliki momen magnetik netto, terutama berasal dari gerak
spin. Ion-ion Mn2+ ini tersusun dalam struktur kristal sedemikian rupa sehingga
momen dari ion yang berdekatan adalah antiparallel [Hadi, 2010].

2.2 Magnet Keramik


Magnet keramik adalah bahan yang tersusun dari senyawa anorganik
bukan logam yang pengolahannya melalui perlakuan dengan temperatur tinggi.
Kegunaannya ialah dalam bidang kelistrikan, elektronika, mekanik dengan
memanfaatkan magnet keramik sebagai magnet permanen, dimana material ini
dapat menghasilkan medan magnet tanpa adanya arus listrik yang mengalir dalam
kumparan. Disamping itu, magnet permanen juga dapat memberikan medan yang
konstan tanpa mengeluarkan daya kontinyu.
Pada umumnya dibagi menjadi tiga jenis:
1. Ferit lunak, mempunyai formula MFe2O4, dimana M = Cu, Zn, Ni,
Co, Fe, Mn, dan Mg, dengan struktur kristal seperti mineral spinel.
Sifat bahan ini mempunyai permeabilitas, hambatan jenis tinggi dan
koersivitasnya rendah.
2. Ferit keras, adalah turunan dari struktur magneto plumbit yang dapat
ditulis sebagai MFe12O19, dimana M = Ba, Sr, Pb. Bahan ini
mempunyai gaya koersivitas dan remanen yang tinggi dan mempunyai
struktur kristal haksagonal dengan momen–momen magnetik yang
sejajar dengan sumbu c.
3. Ferrit berstruktur Garnet, mempunyai magnetisasi spontan yang
bergantung pada temperatur. Strukturnya sangat rumit, berbentuk
kubik dengan sel satuan tidak kurang dari 6 atom.

Universitas Sumatera Utara


Magnet keramik yang nerupakan magnet permanen mempunyai struktur
hexagonal close-packed (HCP). Dalam hal ini bahan yang sering digunakan
adalah Barium Ferrite (BaO.6Fe2O3), dapat juga barium digantikan bahan yang
menyerupai (segolongan) dengannya, yaitu seperti Strontium [Allan, 2014].
Remanensi (Br) menentukan fluks densitas yang tersisa setelah pergeseran
medan magnet dan hal itu merupakan besaran dari kekuatan magnet. Koersivitas
(HCB) adalah besaran dari resistansi magnet terhadap medan demagnetisasi.
Kinerja magnet biasanya ditentukan oleh energi produknya (BHmax), diartikan
sebagai hasil kali dari fluks densitas (B) dan koersivitas (H). Jika loop histeresis
untuk bahan magnetik tertentu yang telah dibuat diukur, maka energi produk dari
magnet tersebut dapat diperoleh dengan mudah [Buschow, 2004].

2.3 Sampel Penelitian


Pada penelitian ini digunakan bahan baku: Barium heksaferit (BaFe12O19),
Besi Fe dan Molibdenum (Mo). Ke-tiga bahan baku tersebut akan diulas
karakteristik dan fungsinya di bawah ini.

2.3.1 Barium Heksaferit


Barium ferit termasuk ke dalam kelompok ferrite, yaitu: oksida Fe dan
logam lainnya. Ferrite merupakan kelompok terpenting dari material
ferimagnetik. Sifat ferimagnetik hampir sama dengan feromagnetik, hanya saja
tingkat magnetisasi saturasinya lebih rendah dari feromagnetik. Material
ferimagnetik mengalami magnetisasi spontan pada temperatur kamar. Magnetisasi
spontan ini akan hilang pada temperatur di atas temperatur Curie, dan sifatnya
berubah menjadi paramagnetik.
Magnet keras ferit yang banyak digunakan biasanya mamiliki komposisi
dari Barium atau Stronsium dengan oksida besi yang telah dikembangkan sejak
1960 [Cullity, 1972 dan Mukhlisin, 2013]. Bahan magnet ferit memiliki sifat
mekanik dengan kekerasan dan sifat magnetik yang cukup tinggi. Magnet ferit
sifat magnetiknya lebih rendah dibandingkan dengan magnet keras lainnya,
seperti: NdFeB, SmCo, dan Alnico. Barium ferit biasanya sering digunakan dalam
pembuatan keramik magnet keras, dikarenakan pada Barium ferit mempunyai

Universitas Sumatera Utara


medan saturasi yang lebar, serta kestabilan kimianya yang tinggi [Cullity, 1972
dan Mukhlisin, 2013].
Barium heksaferit (BaFe12O19), memiliki struktur heksagonal, dan
memiliki nilai a = b ≠ c. Nilai sudut α = = 90o dan = 120o. Setiap satu kristal
Barium heksaferit (BaFe12O19) terdapat dua molekul barium heksaferit. Jadi setiap
satu kristal Barium heksaferit (BaFe12O19) terdapat 2 atom Ba, 24 atom Fe, dan 38
atom O [Panjaitan, 2015].
Barium haksaferit banyak diaplikasikan pada alat elektronik, seperti: radio,
video recorder, disk driver, dan microwave. Dalam bidang militer Barium
heksaferit digunakan sebagai bahan pembuat material Radar [Ambarwati, 2014].
Keuntungan dari Barium heksaferit ialah harganya yang relatif murah, memiliki
anisotropi yang cukup besar, nilai koersivitas yang tinggi (6700 Oe), temperatur
Curie 450oC, magnetisasi saturasi yang besar (78 emu/g), dan tahan korosi
[Ambarwati.2014]. Untuk menghasilkan bahan Barium heksaferit, dapat
dilakukan proses sintesis diantaranya kristalisasi dari kaca, mekano-kimia,
metalurgi serbuk (mechanical alloying), high ball milling, mekanik paduan sol-
gel, dan kopresipitasi [Ambarwati, 2014].
Barium heksaferit memilki saturasi magnetisasi dan koersivitas intrinsic
yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan sifat anisotropik material meningkat
dan sifar absorbsinya menjadi lemah. Sifat magnetik, terutama koersivitas pada
ukuran butir, dan nilai koersivitas yang rendah dibutuhkan pada pembentukan
material absorber. Barium M-Heksaferit merupakan material yang memiliki
kemampuan untuk menyerap gelombang mikro, akan tetapi medan koersivitas
(Hc) terlalu tinggi. Tingginya nilai medan koersivitas menyebabkan sifat
anisotropik material semakin meningkat sehingga sifat absorbsinya menjadi
semakin lemah. Dengan menurunkan nilai medan koersivitas bahan magnetik ini
berarti menurunkan medan anisotropi magnetokrsitalinnya [Ambarwati, 2014].

2.3.2 Besi (Fe)


Logam Ferro adalah suatu logam paduan yang terdiri dari campuran unsur
karbon dengan besi. Untuk menghasilkan suatu logam paduan yang mempunyai
sifat yang berbeda dengan besi dan karbon maka dicampur dengan bermacam

Universitas Sumatera Utara


logam lainnya. Logam Ferro terdiri dari komposisi kimia yang sederhana antara
besi dan karbon [Indiyanto, 2010].
Karakter endapan besi merupakan endapan yang berdiri sendiri namun
sering ditemukan berasosiasi dengan mineral logam lainnya. Terkadang besi
dijadikan sebagai kandungan logam tanah (residual), namun jarang memiliki nilai
ekonomis yang tinggi. Pada umumnya besi terdiri dari berbagai senyawa oksida,
endapan besi yang ekonomis umumnya berupa magnetite, hematite, limonite, dan
siderite. Dari mineral-mineral bijih besi magnetik adalah mineral dengan
kandungan Fe paling tinggi, tetapi hanya dalam jumlah yang kecil. Sementara
hematite merupakan mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industry besi
[Anwar, 2011].

2.3.3 Molibdenum (Mo)


Molibdenum merupakan suatu elemen logam yang sering digunakan
sebagai tambahan dalam paduan dan stainless steel. Paduan yang fleksibilitas ini
tidak tertandingi karena meningkatkan kekuatan, kemampuan pengerasan, mampu
las, ketangguhan, kekuatan suhu tinggi dan ketahanan korosi. Meskipun
molibdenum biasanya digunakan dalam paduan baja, sifatnya yang unik dan
kompleks telah terbukti sangat baik dalam perkembangan yang konstan pada
sistem paduan dan kimia. Salah satu sifat unik dari molibdenum yang berbeda dari
logam berat lainnya ialah dari tes laboratorium yang menunjukkan bahwa
senyawa ini memiliki toksisitas yang rendah.
Adapun karakteristik dari Molibdenum yaitu memiliki berat atom 95,95
g/atom; densitas = 10,22 g/cc; titik lebur = 2610oC; dan konduktivitas termal 142
W/mK pada suhu 20oC. Molibdenum hanya dikenal sebagai unsur kimia alami
yang dicampurkan dengan unsur lain. Meskipun beberapa unsur molibdenum
telah diidentifikasi, hanya satu elemen komersial yang didapat yaitu Molibdenit
(MoS2) yang merupakan sebuah Moliubdenum-sulfida alami. Pada umunya,
kandungan Molibdenum berkisar antara 0,01-0,5% dan sering dikaitkan dengan
sulfida mineral logam lainnya, terutama tembaga [Wimbledon, 1988].
Ferromolibdenum (FeMo) dihasilkan oleh pengurangan termit dari
teknologi-oksida pada besi. Dengan analisis kandungan Mo sebanyakn 60-70%

Universitas Sumatera Utara


(dan sisanya merupakan kandungan besi) yang digunakan sebagai tambahan pada
molibdenum dalam proses peleburan, dan tidak mengurangi oksidasi.
Molibdenum merupakan salah satu unsur pentng pada beberapa superalloy, nikel,
dan beberapa paduan berbasis titanium, dimana unsur tersebut merupakan larutan
penguat padat pada suhu tinggi; meningkatkan ketahanan klorida; meningkatkan
ketahanan korosi dalam pengurangan larutan.
Telah ditemukan bahwa Molibdenum dan paduannya dapat memuai pada
suhu tinggi sampai 2000oC, koefisien ekspansi yang rendah dikombinasi dengan
konduktivitas termal dan listrik yang baik; resistensi yang tinggi terhadap korosi
oleh kaca cair, garam dan logam; dan ketahanan aus yang baik pada lapisan tipis.
Molibdenum juga merupakan unsur paduan baja yang sangat baik dan tidak hanya
memberikan karakteristik yang unik dan berguna untuk baja, tetapi juga mudah
utuk ditambahkan pada molten-metal. Peleburan yang hilang hanya sedikit
walaupun Mo ditambahkan pada oksidasi, Molibdenum atau Mo mengandung
scrap-baja [Wimbledon, 1988].

2.4. Sifat-Sifat Magnet Permanen


Sifat-sifat magnet permanen (hard ferrite) dipengaruhi oleh kemurnian
bahan,ukuran bulir (grain size), dan orientasi kristal. Parameter kemagnetan juga
dipengaruhi oleh temperatur. Koersivitas dan remanensi akan berkurang apabila
temperaturnya mendekati temperatur curie (Tc) dan akan kehilangan sifat
kemagnetannya [Allan, 2014].

2.4.1 Koersivitas
Koersivitas digunakan untuk membedakan hard dan soft magnet. Semakin
besar gaya koersivitasnya maka semakin tinggi sifat magnetnya. Bahan dengan
koersivitas tinggi tidak berarti mudah hilang kemagnetnnya.untuk menghilangkan
kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Tidak seperti bahan
soft magnet yang mempunyai medan magnet B sebesar oM [Allan, 2014], dalam
magnet permanen. Magnetisasi bukan merupakan fungsi linier yang sederhana
dari rapat fluks karena nilai dari medan magnet H yang digunakan dalam magnet
permanen secara umum jauh lebih besar dari pada dalam bahan soft magnet.

Universitas Sumatera Utara


2.4.2 Remanen atau Keterhambatan
Remanen atau keterhambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses
magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada
saat intensitas medan magnetik H berharga nol. Ketika arus dialirkan pada sebuah
kumparan yang melilit besi lunak maka terjadi orientasi pada partikel–partikel
yang ada di dalam besi. Orientasi itu mengarahkan pada kutub utara dan selatan.

2.4.3 Saturasi Magnetisasi


Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai
medan magnet B akan selalu konstan. walaupun medan eksternal H dinaikkan
terus. Remanensi bergantung pada saturasi magnetisasi. Untuk magnet permanen
(hard magnet), nilai saturasi magnetisasinya lebih besar dari pada soft magnet.
Kerapatan dari bahan ferit lebih rendah dibandingkan logam-logam lain dengan
ukuran yang sama. Oleh karenanya nilai saturasi dari bahan ferit relatif rendah,
hal ini menguntungkan untuk dapat dihilangkan. Nilai kerapatan ferit dapat dilihat
pada Table 2.1.
Tabel 2.1. Nilai kerapatan dari beberapa jenis Ferrite [Allan, 2014].

Kerapatan, ρ
No Ferrite
(x10-3 kg/m3)

1 Zinc Ferrite 5,4

2 Cadmium 5,76

3 Ferrous 5,24

Hexagonal

4 Barium 5,3

5 Stronsium 5,12

6 MnZn (high permeability) 4,29

7 MnZn (recording head) 4,7 – 4,75

Universitas Sumatera Utara


2.4.4 Medan Anisotropi
Medan anisotropi merupakan nilai instrinsik yang sangat penting dari
magnet permanen. Nilai ini dapat didefinisikan sebagai koersivitas maksimum
yang menunjukkan besar medan magnet luar yang diberikan dengan arah
berlawanan untuk menghilangkan medan magnet permanen. Anisotropi salah satu
metode dalam pembuatan magnet, dimana hal ini dilakukan untuk menyerahkan
domain daripada magnet tersebut. Dalam proses pembentukan magnet dengan
anisotropi dilakukan dalam medan magnet sehingga partikel-partikel pada magnet
terorientasi dan umunya dilakukan dengan cara basah [Allan, 2014].

2.5. Kurva Histerisis


Karakteristik suatu material feromagnetik dapat dilihat dari bentuk kurva
histerisis yang menggambarkan hubungan antara medan magnet luar, induksi
magnet, dan magnetisasi dengan persamaan:
B = µ o (H + M) (2.1)
Dimana B adalah induksi magnet (Tesla), medan magnet luar H (A/m),
magnetisasi M (Wb.m/kg), dan µ o permeabilitas ruang hampa. Polaritas magnet J
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
J = µ oM (2.2)
Dengan J merupakan polaritas dalam satuan Tesla, maka persamaan (2.1) dapat
ditulis menjadi:
B = µ oH + J (2.3)
Perlu diperhatikan bahwa polaritas magnet (J) dari bahan feromagnetik tidak
selalu berbanding lurus terhadap pengaruh medan magnet luar. Material mula-
mula belum termagnetisasi, sehingga dimulai dari titik asal dan kemudian
bertambah kekuatan medan magnet setelah dimagnetisasi.
Dari keadaan saturasi, saat medan magnet luar, H direduksi menjadi nol,
ternyata kurva tidak kembali seperti semula, tetapi memiliki fluks magnet sisa.
Fluks magnet yang tersisa saat H = 0 ini disebut remanen. Pada keadaan ini,
sebagian momen-momen magnet tidak kembali keorientasi sebelum diberi medan
magnet luar H, sehingga material termagnetisasi sebagian. Proses dilanjutkan
dengan membalik arah medan magnet luar, dan terus ditambah sehingga dicapai

Universitas Sumatera Utara


nilai fluks magnet B menjadi nol. Nilai medan magnet arah balik, H pada saat B =
0 disebut koersivitas. Pada keadaan ini, orientasi seluruh momen magnet kembali
acak.
Medan arah balik kemudian direduksi menuju nol dan dicapai nilai
remanen arah balik -Hr. Proses dilanjutkan dengan medan luar positif sehingga
dicapai nilai koersivitas positif Hc dan terus menuju titik magnetisasi saturasi.
Kurva histerisis antara B dan H biasanya disebut kurva histerisis normal (Gambar
2.4), sedangkan kurva histerisis antara M dan H atau antara J (=µ oM) dan H
disebut dengan kurva histerisis intrinsik.

Gambar 2.4 Kurva Histerisis [Ismail, 2013]


Nilai M tidaklah berbanding lurus dengan intensitas magnet H, hal ini
tampak dari kenyataan bahwa harga suseptibilitas magnet m bergantung dari
harga intensitas magnet H. Dari kurva dapat dilihat bahwa hubungan B dan H
tidak linier. Pada gambar (2.4) tampak bahwa setelah mencapai nol harga
intensitas magnet H dibuat negatif, kurva (B-H) akan memotong sumbu pada
harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B =0
atau menghilangkan fluks dalam bahan. Selanjutnya bila harga fluks diperbesar
pada harga negatif sampai mencapai saturasi dan terus diperbesar pada harga H
positif hingga saturasi kembali, maka kurva (B-H) atau histerisis akan membentuk
satu lintasan tertutup [Ismail, 2013].

2.6. Metode Metalurgi Serbuk


Secara prinsip ada dua metode utama yang digunakan untuk membuat
magnet. Pertama menggunakan teknologi pengecoran atau pelelehan, dan ke-dua
adalah menggunakan teknologi metalurgi serbuk. Produksi magnet dengan

Universitas Sumatera Utara


teknologi pengecoran biasanya menghasilkan bahan magnet yang lebih baik,
tetapi dalam beberapa prosesnya memerlukan energi panas yang sangat besar
sehingga dipandang tidak efisien. Sedangkan produksi dengan teknologi metalurgi
serbuk, meski sifat kemagnetan yang diperoleh bukan yang tertinggi, tetapi dalam
pengerjaannya lebih mudah dan efisien [Billah, 2006].
Dalam prakteknya, pembuatan magnet dengan cara kedua ini memerlukan
bahan dasar berupa serbuk yang berukuran sangat kecil, yaitu dalam orde
mikrometer (10-6 m). Ukuran serbuk sekecil ini diperlukan agar komponen-
komponen pembentuk bahan magnet dapat saling berdeposisi (bereaksi) ketika
bahan mengalami pemanasan (kalsinasi). Teknologi metalurgi serbuk adalah
teknik pembuatan logam dengan bahan dasar berupa serbuk halus, dipress dalam
suatu cetakan dan kemudian disinterring di bawah titik cairnya. Di atas kelebihan
metode metalurgi serbuk adalah dapat menangani bahan yang tidak dapat atau
sukar diproses dengan jalan mencairkannya [Billah, 2006].
Metalurgi serbuk merupakan proses pembuatan serbuk dan benda jadi dari
serbuk logam atau paduan logam dengan ukuran serbuk tertentu tanpa melalui
proses peleburan. Energi yang digunakan dalam proses ini relatif rendah
sedangkan keuntungan lainnya antara lain hasil akhirnya dapat langsung
disesuaikan dengan dimensi yang diinginkan yang berarti akan mengurangi biaya
permesinan dan bahan baku yang terbuang. Sementara itu powder metallurgy juga
memiliki beberapa kekurangan, diantaranya: serbuk logam mahal apabila
diproduksi pada skala kecil dan sulit menyimpannya, tidak dapat digunakan untuk
bentuk produk yang rumit. Logam dengan titik lebur rendah sulit disinter dan
oksida logam tidak dapat direduksi, serta sulit mendapatkan kepadatan yang
merata [Dinata, 2014].

2.7. Mechanical Alloying


Salah satu proses sintesis yang tidak melibatkan suhu tinggi adalah proses
mechanical alloying. Mechanical alloying adalah proses sintesis bubuk dalam
keadaan padat. Partikel bubuk mengalami energi tumbukan yang sangat tinggi
dari bola-bola dalam sebuah wadah proses sehingga terjadi penghalusan ukuran
kristal. Penghalusan ukuran kristal dengan metode ini terjadi karena peghancuran

Universitas Sumatera Utara


yang terjadi berulang-ulang dan cold welding dari partikel bubuk. Terminologi
mechanical alloying merupakan terminologi yang umunya mengacu pada
pemrosesan material dalam sistem ball mill berenergi tinggi atau high energy ball
mill) [Bambang, 2009].
Dalam referensi lain [Anwar, 2011], mechanical alloying adalah sebuah
metode reaksi padatan (solid state reaction) dan pencampuran beberapa logam
dengan memanfaatkan deformasi untuk membentuk suatu padatan. Proses
pencampuran serbuk berupa penghancuran partikel serbuk pada energi tinggi ball
mill yang dihasilkan oleh tumbukan bola-bola. Proses sebenarnya dari mechanical
alloying adalah mencampurkan serbuk dan medium gerinda (biasanya bola
besi/baja). Campuran ini kemudian dimilling beberapa lama sehingga keadaan
tetap dari serbuk tercapai dimana komposisi serbuk semuanya sama seperti ukuran
elemen-elemen pada awal pencampuran serbuk. Bagian-bagian terpenting dari
proses mechanical alloying (M.A) adalah bahan baku, tipe milling dan variabel
proses milling [Anwar, 2011].

2.8. Kalsinasi
Kalsinasi adalah proses pemanasan tanpa fusi, untuk mengubah konstitusi
fisik atau kimia zat. Proses kalsinasi terdiri dari tiga tujuan utama. Tujuan pertama
adalah untuk menghilangkan air yang diserap sebagai kristal atau konstitusi.
Tujuan kedua adalah untuk menghilangkan CO2, SO2 dan zat volatile lainnya.
Tujuan ketiga adalah oksidasi zat sepenuhnya atau sebagian. Kalsinasi juga
dilakukan dalam proses pembakaran dan pemanggangan. Secara kimiawi,
kalsinasi dapat didefinisikan sebagai proses dekomposisi termal yang diterapkan
pada zat dan bijih untuk membawa transisi fasa, menghilangkan fraksi yang
mudah menguap dan dekomposisi termal.
Kalsinasi dilakukan pada suhu tinggi yang suhunya tergantung pada jenis
bahannya. Kalsinasi merupakan tahapan perlakuan panas terhadap campuran
serbuk pada suhu tertentu, tergantung pada jenis bahan. Kalsinasi diperlukan
sebagai penyiapan serbuk keramik untuk diproses lebih lanjut dan juga untuk
mendapatkan ukuran partikel yang optimum serta menguraikan senyawa-senyawa
dalam bentuk garam atau dihidrat menjadi oksida, dan membentuk fasa kristal.

Universitas Sumatera Utara


Peristiwa yang terjadi selama proses kalsinasi antara lain:
a. Pelepasan air bebas (H2O) dan terikat (O-H) berlangsung sekitar suhu
100 hingga 300oC.
b. Pelepasan gas-gas, seperti: CO2 berlangsung sekitar suhu 600oC dan
pada tahap ini disertai terjadinya pengurangan berat yang cukup berarti.
c. Pada suhu lebih tinggi, sekitar 800oC struktur kristalnya sudah
terbentuk, dimana pada kondisi ini ikatan diantara partikel serbuk
belum kuat dan mudah lepas [Dewi, 2015].
Sebagai contoh proses kalsinasi pada pembentukan magnet permanen
Barium ferit, BaFe12O19 ditandai dengan terjadinya kristalisasi yang dipengaruhi
oleh suhu pada proses kalsinasi. Barium ferit nano partikel akan membentuk
struktur kristal heksagonal pada suhu minimal 600oC. Dari hasil penelitian
tersebut didapatkan bahwa pembentukan magnet permanen Barium ferit semakin
baik dengan meningkatnya suhu kalsinasi 1000oC. Karakteristik magnet terbaik
yang didapat ialah nilai Br = 1,19 kG, Hc = 5,54 kOe, BHmax = 0,33MGOe pada
suhu kalsinasi 1000ºC [Sudrajat, 2007].

2.9. Karakterisasi Sifat Fisis


Karakterisasi sifat fisis pada bahan serbuk yang dilakukan meliputi:
pengukuran true density dan differential thermal analysis (DTA).

2.9.1. True Density


True density merupakan ukuran kepadatan dari suatu material berbentuk
serbuk (powder). Pengukuran densitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah
true density. True density merupakan densitas nyata dari partikel atau kepadatan
sebenarnya dari partikel padat atau serbuk (powder). Pada pengujian true density
menggunakan piknometer dan nilai true density dapat diperoleh dengan
persamaan [Silitonga, 2016]:

Universitas Sumatera Utara


= x (2.4)

dimana:
ρs = densitas serbuk dari bahan sampel yang diukur (kg/m3)
m1 = massa piknometer kosong (kg)
m2 = massa piknometer berisi aquades (kg)
m3 = massa piknometer berisi serbuk sampel (kg)
m4 = massa piknometer berisi serbuk dan aquades (kg)
ρair = massa jenis air, bergantung pada suhu air (kg/m3)
Secara teoritis, nilai true density merupakan gabungan dari densitas bahan
baku yang digunakan dan dapat dihitung menggunakan persamaan (2.5):
ρteori= (ρt-a)(%wta) + (ρt-b)(%wtb) + (ρt-c)(%wtc)/100 (2.5)
dimana:
ρt-a = massa jenis teoritis bahan A (kg/m3)
%wta = persen berat bahan A (% berat)
ρt-b = massa jenis teoritis bahan B (kg/m3)
%wtb = persen berat bahan B (% berat)

2.8.2. DTA/TGA
Differential Thermal Analysis (DTA), prinsipnya adalah mengukur
perbedaan temperatur antara sampel dan materi pembanding inert (acuan) sebagai
fungsi temperatur, jika kedua temperaturnya dinaikkan dengan kecepatan sama
dan konstan. Proses yang terjadi dalam sampel adalah eksoterm dan endoterm,
yang ditampilkan dalam bentuk termogram differensial. Sedangkan pada analisis
termogravimetri, perubahan berat sampel diamati sebagai fungsi temperatur.
Informasi yang diperoleh dari metode termografimetri terbatas pada dekomposisi,
reaksi oksidasi dan beberapa proses fisik seperti penguapan, sublimasi dan
desorbsi [Safarina, 2011]
Prinsip dasar DTA adalah apabila dua buah krusibel dimasukkan ke dalam
tungku DTA secara bersamaan, krusibel yang berisi sampel ditempatkan disebelah
kiri dan krusibel sampel acuan (pembanding) disebelah kanan. Kemudian kedua
krusibel tersebut dipanaskan dengan aliran panas yang sama besar dan akan terjadi
penyerapan panas yang berbeda oleh kedua sampel tersebut. Besarnya perbedaan

Universitas Sumatera Utara


penyerapan panas yang terjadi disebabkan oleh perbedaan temperatur yang
menyebabkan terjadinya suatu reaksi perubahan fisika atau kimia. Perubahan
temperatur tersebut dicirikan oleh pembentukan puncak eksotermik atau
endotermik. Sedangkan prinsip dasar TG adalah perubahan temperatur yang
menyebabkan terjadinya perubahan berat. Apabila temperatur sampel (Ts) lebih
besar dari temperatur pembanding (Tr) yang terjadi adalah reaksi pertambahan
berat (+TG). Apabila temperatur sample (Ts) lebih kecil dari pada temperatur
pembanding (Tr) maka yang terjadi adalah reaksi pengurangan berat (-TG)
[Sariyanto, 2010].
Salah satu contoh hasil pengujian DTA/TGA untuk sintesis barium
heksaferit pada temperatur 20 - 125ºC mengalami penurunan massa (mass loss)
sebesar 6,42%. Hal ini disebabkan terjadinya evaporasi yang mengakibatkan
hilangnya kandungan air dan pelarut yang terjebak dalam prekursor. Pada
temperatur 125 - 225ºC tejadi penurunan massa sebesar 18,14%. Pada temperatur
150ºC, masih mengalami penurunan massa dan mulai terdapat kenaikan energi
pada sampel. Kemudian pada temperatur 255 - 375ºC terjadi penurunan massa
sebesar 20,72%. Puncak eksotermis muncul pada temperatur 280ºC yang disertai
dengan penurunan massa. Hal ini menunjukkan terjadinya dekomposisi fasa dan
transformasi fasa Barium Haksaferit. Pada temperatur 560 – 1100ºC terjadi
perubahan fasa yang stabil dengan disertai puncak eksotermis yang tinggi yaitu
pada temperatur 825ºC dan puncak eksotermis yang kecil pada temperatur
1040ºC. Puncak endotermis yang kecil dapat dijumpai pada temperatur 975ºC.
Berdasarkan penelitian juga didapatkan hasil pada material Barium M-
Heksaferit yang didoping ion Zn dengan variasi temperatur rendah telah
mengindikasikan terjadinya transformasi fase Barium M-Heksaferit (BaFe12-

ZnxO19) pada temperatur kalsinasi 150ºC selama 4 jam. Melalui hasil


x

penelitiannya, presentase fase BaM sebanyak 74,54% telah berhasil dilakukan


dengan metode kopresipitasi. Berdasarkan hasil DSC/TGA mengindikasikan pada
temperatur 150ºC terjadi penurunan massa yang tajam pada kurva TGA dengan
puncak eksotermis yang rendah. Hal ini disebabkan terjadi peristiwa transformasi
fasa dan dekomposisi fasa pada suhu tersebut [Rahmawatus, 2012].

Universitas Sumatera Utara


2.10. Karakterisasi Mikrostruktur
Karakterisasi mikrostruktur yang dilakukan meliputi, antara lain: optical
microscope (OM) dan XRD.

2.10.1. Optical Microscope (OM)


Karakterisasi mikrostrutur dilakukan menggunakan Optical Microscope
(OM) yang memiliki fungsi hampir sama dengan SEM (Scanning Electron
Microscope) yaitu untuk mengetahui bentuk dan ukuran butiran partikel serta
distribusi partikel pada sampel. Pengamatan dengan OM, dapat diamati seberapa
jauh ikatan butiran yang satu dengan yang lainnya dan apakah terbentuk lapisan
diantara butiran atau disebut grain boundary.Adapun perbedaan antara SEM dan
OM adalah terletak pada perbesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi daripada
mikroskop optik. Sebenarnya dalam fungsi perbesaran obyek, SEM juga
menggunakan lensa, namun bukan berasal dari jenis gelas sebagaimana pada
mikroskop optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan magnet ini bisa mengontrol
dan mempengaruhi electron yang melaluinya, sehingga bisa berfungsi
menggantikan sifat lensa pada mikroskop optic [Sianipar, 2015].

2.9.2 X-Ray Diffraction (XRD)


X-Ray Diffraction merupakan salah satu alat yang memanfaatkan prinsip
sinar-X untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara
menentukan parameter kisi dan dapat mengetahui ukuran partikel. Sinar-X
merupakan salah satu bentuk radiasi elektromagnetik yang mempunyai energi
antara 200 eV - 1MeV dengan panjang gelombang 0,5 - 2,6 . Fenomena interaksi
dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Pengujian ini meruapakan aplikasi
langsung dari pemakaian sinar X untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak
atom dalam kristal [Silitonga, 2016].
Mekanisme kerja dari analisa XRD adalah kristal katalis memantulan sinar
X yang dikirimkan dari sumber dan diterima oleh detector. Dengan melalui sudut
kedatangan sinar X maka spektrum pantulan adalah spesifik yang berhubungan
langsung dengan lattice spacing dari kristal yang dianalisis. Pola difraksi

Universitas Sumatera Utara


diplotkan berdasarkan intensitas peak yang menyatakan parameter kisi kristal atau
indeks Miller (hkl) sebagai fungsi 2 [Nauva, 2015].

2.11 Karakterisasi Sifat Magnet dengan Vibrating Sample Magnetometer


(VSM)
Untuk mengetahui sifat magnetik dilakukan pengujian dengan
menggunakan alat pengujian VSM. Pengujian VSM ini akan menghasilkan
sebuah kurva histerisis. Kurva histerisis ini akan menggambarkan bagaimana sifat
magnetik yang terjadi. Nilai sifat magnetik yang dapat diketahui dari pengujian
VSM ini diantaranya, nilai dari koersivitas (Hc), saturasi magnetic (Ms), dan
remanensinya (σr). Kurva histeresis dari suatu magnet permanen memperlihatkan
perbedaan yang sangat mencolok. Ketika medan magnetik dihilangkan, sebagian
besar induksi dipertahankan agar menghasilkan induksi remanen, Br. Medan
dengan arah yang berbeda (negatif), disebut medan koersif (-Hc), diperlukan
sebelum induksi turun menjadi nol. Sama dengan kurva lengkap dari suatu magnet
lunak, kurva lengkap suatu magnet permanen mempunyai simetri 180o
[Kristiputra, 2015].

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Material magnet oksida BaO(6Fe2O3) merupakan jenis keramik yang
banyak dijumpai disamping material magnet lain, seperti SrO.6(Fe2O3) dan
PbO.6(Fe2O3). Pengembangan material BaFe12O19 (M-type feritte hexagonal)
sebagai bahan magnetik sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang aplikasi, karena
memiliki karakteristik : temperatur Curie yang relatif tinggi, nilai koersifitas,
saturasi magnetik dan anisotropi magnetik tinggi pula serta stabilitas kimia yang
sangat baik.Salah satu aplikasi material magnet permanen barium heksaferit yang
menjadi perhatian saat ini adalah sebagai alat penyerap gelombang mikro (RAM).
Hal ini karena sifat istrik dan magnetik dari material ferrimagnetik ini sangat
mendukung dalam aplikasi tersebut, yaitu memiliki permeabilitas dan resistivitas
yang tinggi.
Material oksida magnet tersebut memiliki sifat mekanik yang sangat kuat
dan tidak mudah terkorosi. Namun material tersebut sangat rentan terhadap proses
perlakuan panas sehingga mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dan
memiliki dampak negatif terhadap sifat kemagnetan, tetapi proses ini tidak dapat
dihindarkan dalam proses metalurgi serbuk untuk membuat magnet menjadi kuat
dan dapat dimanfaatkan dalam teknologi [Simbolon, dkk, 2013].
Kebutuhan Indonesia akan magnet permanen masih disuplai dari luar
negeri (import), pada hal bahan baku untuk pembuatan magnet cukup berlimpah
di Indonesia dalam bentuk pasir besi sebagai sumber Fe2O3. Umumnya magnet ini
diproduksi secara massal, sehingga terkadang terdapat kegagalan produksi
disebabkan ketidakmurnian fasa. Ketidakmurnian fasa ini bertumpu pada
teknologi proses dan erat kaitannya dengan tingkat homogenitas campuran dan
proses heat treatment. Oleh karena itu kualitas bahan magnet sangat ditentukan
dari ketidakmurnian fasa yang terbentuk dan berdampak langsung terhadap sifat
instrinsiknya. Pada bahan magnet permanen, sifat instrinsik yang diharapkan

Universitas Sumatera Utara


memiliki medan koersivitas, magnetisasi total, dan magnetisasi remanen yang
tinggi [Sebayang, 2011].
Sifat kemagnetan dari Barium Heksaferit mudah untuk dilakukan
rekayasa dalam hal sifat kemagnetannya melalui mekanisme subtitusi ion-ion
metal, sehingga mampu menjangkau range kemagnetan dari sifat kemagnetan
paling lemah ke sifat kemagnetan yang paling kuat. Dengan sifat yang demikian,
bahan tersebut dapat diaplikasikan ke media perekaman, interferensi
elektromagnetik, magnetik cairan, perangkat microwave, dan sebagainya.
Heksaferit memiliki kristal anisotropi yang besar dan lokasi resonansi yang dapat
dimodifikasi pada rentang frekuensi yang luas melalui substitusi ion dalam
heksaferit. Selain itu, heksaferit adalah bahan magnetik lunak dengan
permeabilitas yang relatif besar. Oleh karena itu, heksaferit adalah kandidat yang
menjanjikan untuk pengembangan material anti radar [Rahmawatus, 2012].
Molibdenum merupakan suatu elemen logam yang sering digunakan
sebagai tambahan dalam paduan dan stainless steel. Paduan yang fleksibilitas ini
tidak tertandingi karena meningkatkan kekuatan, kemampuan pengerasan, mampu
las, ketangguhan, kekuatan suhu tinggi dan ketahanan korosi. Meskipun
molibdenum biasanya digunakan dalam paduan baja, sifatnya yang unik dan
kompleks telah terbukti sangat baik dalam perkembangan yang konstan pada
sistem paduan dan kimia. Salah satu sifat unik dari molibdenum yang berbeda dari
logam berat lainnya ialah dari tes laboratorium yang menunjukkan bahwa
senyawa ini memiliki toksisitas yang rendah. Salah satu paduan ferrit ialah
senyawa ferro molybdenum, dan senyawa tersebut merupakan bahan aditif yang
akan digunakan pada penelitian ini [Wimbledon, 1998].
Dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan magnet permanen dengan
sintesis bahan magnetik berbasis Barium heksaferit dengan penambahan bahan
aditif FeMo. Variasi komposisi yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah
1:99, 3:97, 5:95, 7:93, 9:91 (wt%). Metode sintesis yang akan digunakan dalam
penelitian ini ialah proses kalsinasi dengan suhu 1000oC, 1100oC, dan 1200oC
pada serbuk Barium heksaferit yang telah dicampur dengan aditif FeMo. Hasil
sintesis bahan magnet ini akan diuji pengaruh penambahan aditif terhadap sifat

Universitas Sumatera Utara


kemagnetan menggunakan VSM dan XRD, dan juga akan dianalisis jenis magnet
yang bterbentuk dari sintesis magnet tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Pengaruh penambahan aditif FeMo terhadap sifat fisis dan magnetik
serbuk BaFe12O19.
2. Pengaruh variasi suhu kalsinasi terhadap sifat fisis dan magnetic serbuk
BaFe12O19 dengan aditif FeMo.
3. Jenis magnet yang dihasilkan dari sintesis serbuk BaFe12O19 dengan
penambahan aditif FeMo.

1.3 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Variasi komposisi dari Barium heksaferit (BaFe12O19) dengan aditif FeMo
ialah 1:99, 3:97, 5:95, 7:93, 9:91 (%berat)
2. Suhu kalsinasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah 1000, 1100, dan
1200oC.
3. Karakterisasi sifat magnet yang dilakukan pada Barium heksaferit
(BaFe12O19) dengan penambahan aditif FeMo meliputi VSM dan XRD.

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mensintesis serbuk BaFe12O19 dengan penambahan aditif FeMo
dengan metode mechanical alloying.
2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan aditif FeMo terhadap sifat fisis
serbuk BaFe12O19.
3. Untuk mengetahui pengaruh penambahan aditif FeMo terhadap sifat
magnet serbuk BaFe12O19.
4. Untuk mengetahui temperatur kalsinasi optimum pada serbuk BaFe12O19
dengan penambahan aditif FeMo.
5. Untuk mengetahui struktur kristal dan fasa yang terbentuk pada sampel.

Universitas Sumatera Utara


6. Untuk mengetahui sejauh mana kemungkinan aplikasi dari karakteristik
sampel yang telah dibuat.

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.
2. Sebagai acuan untuk fabrikasi magnet permanen yang akan dilakukan
selanjutnya.

1.6 Sistematika Penulisan


BAB 1 Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah yang akan
diteliti, batasan masalah dari penelitian yang akan dilakukan, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB 2 Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan dalam
proses pengambilan data, analisa serta pembahasan.
BAB 3 Metode Penelitian
Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan yang digunakan dalam
penelitian, diagaram alir penelitian, dan prosedur penelitian.
BAB 4 Hasil dan Pembahasan
Bab ini membahas tentang hasil data penelitian dan analisa data yang
diperoleh dari penelitian.
BAB 5 Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan
memberikan saran untuk peneliti selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


Sintesis dan Karakterisasi Serbuk BaFe12O19 dengan Aditif FeMo
Melalui Metode Mechanical Alloying

ABSTRAK
Telah dilakukan sintesis serbuk BaFe12O19 dengan penambahan aditif FeMo (1, 3,
5, 7, dan 9%wt) melalui metode mechanical alloying dan variasi temperatur
kalsinasi 1000, 1100, dan 1200 oC (2 jam). Karakterisasi yang dilakukan pada
serbuk meliputi: true density, Optical Microscope (OM), Vibrating Sample
Magnetometer (VSM), dan X-Ray Diffraction (XRD). Hasil karakterisasi true
-3
density sebelum kalsinasi menghasilkan nilai berkisar 3,22 - 4,61 x 10 kg/ m3
dan hasil karakterisasi Optical Microscope (OM) menghasilkan nilai 106 – 92 nm.
Hasil analisis VSM dengan penambahan 5%berat FeMo adalah σs = 50,49 (4π x
10-7) Wb.m/kg; σr = 23,83 (4π x 10-7) Wb.m/kg; jHc = 1106 (103/4π) A/m; dan
BHmax = 137 (10-1/4π) J/m3 dan merupakan nilai yang optimum. Serbuk
BaFe12O19 dengan penmbahan 5%wt FeMo yang dikalsinasi pada temperatur
1000oC (2 jam) menghasilkan σs = 31,56 (4π x 10-7) Wb.m/kg; σr = 17,17 (4π x
10-7) Wb.m/kg; jHc = 445,36 (103/4π) A/m dan BHmax = 8,66 (10-1/4π) J/m3 dan
merupakan nilai optimum. Dari hasil analisis XRD serbuk tersebut diperoleh
59,2% fasa barium heksaferit (BaFe12O19), 24,11% fasa hematit (Fe2O3), dan
16,67% fasa barium oxide (BaO) dengan struktur kristal heksagonal,trigonal, dan
tertagonal. Bahan serbuk ini termasuk semihard magnetic dan memungkinkan
untuk digunakan sebagai bahan sensor magnetik.

Kata Kunci: BaFe12O19, FeMo, Mechanical Alloying, Kalsinasi, Vibrating Sample


Magnetometer.

Universitas Sumatera Utara


Synthesis and Characterization of BaFe12O19 powder with FeMo
Additive by Mechanical Alloying Method

ABSTRACT

BaFe12O19 powder with FeMo (1, 3, 5, 7, dan 9%wt) additive has been synthesis
by mechanical alloying method and variation of calcination at temperature: 1000,
1100, and 1200 oC (2 h). The characterization of powder include: true density,
Optical Microscope (OM), Vibrating Sample Magnetometer (VSM), and X-Ray
Diffraction (XRD). The characterization result of true density before calcination
are 3,22 - 4,61 x 10-3 kg/m3, and the result of Optical Microscope are 106 – 92
nm. VSM analysis results with 5wt% FeMo additive are σs = 50,49 (4π x 10-7)
Wb.m/kg; σr = 23,83 (4π x 10-7) Wb.m/kg; jHc = 1106 (103/4π) A/m ; and BHmax =
137 (10-1/4π) J/m3 is the optimum value. After calcination at 1000oC (2 h)
temperature, the results are σs = 31.56 (4π x 10-7) Wb.m/kg; σr = 17.17 (4π x 10-7)
Wb.m/kg; jHc = 445.36 (103/4π) A/m; and BHmax = 8.66 (10-1/4π) J/m3 which is
the optimum value. XRD analysis showed that the powder BaFe12O19 with 5wt%
FeMo addition has 59.2% barium hexaferrite (BaFe12O19), 24.11% hematite
(Fe2O3), and 16. 67% barium oxide (BaO) phase with hexagonal, trigonal, and
tetragonal crystal structure respectively. This material can be categorized semi-
hard magnetic and possibility use for magnetic sensor material.

Keywords: BaFe12O19, FeMo, Mechanical Alloying, Calcination, Vibrating


Sample Magnetometer.

Universitas Sumatera Utara


SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERBUK BaFe12O19 DENGAN
ADITIF FeMo MELALUI METODE MECHANICAL ALLOYING

SKRIPSI

CUT HANI SAFIRA


120801072

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERBUK BaFe12O19 DENGAN
ADITIF FeMo MELALUI METODE MECHANICAL ALLOYING

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat


mencapain gelar Sarjana Sains

CUT HANI SAFIRA


120801072

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERBUK BaFe12O19 DENGAN ADITIF


FeMo MELALUI METODE MECHANICAL ALLOYING

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2016

CUT HANI SAFIRA

120801072

Universitas Sumatera Utara


PENGHARGAAN

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan
karunia-Nya telah dapat diselesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Sintesis
dan Karakterisasi Serbuk BaFe12O19 dengan Penambahan FeMo Melalui Metode
Mechanical Alloying.

Maka diucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Kerista Sebayang, M.S selaku dekan FMIPA USU yang telah memberi
bimbingan dan dukungan selama perkuliahan maupun dalam penyusunan
skripsi ini.
2. Dr. Marhaposan Situmorang selaku ketua Departemen Fisika FMIPA USU,
staff pengajar dan pegawai Departemen Fisika USU yang telah membimbing
dan membantu selama perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.
3. Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc selaku sekretaris Departemen Fisika FMIPA USU
dan Dosen Pembimbing Akademik yang telah meluangkan waktu membimbing
dan memberi dukungan selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.
4. Awan Maghfirah, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
banyak waktu untuk membimbing, mendukung, mendo’akan serta memberi
saran untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Prof.Perdamean Sebayang,M.Sc selaku dosen pembimbing di Pusat Penelitian
Fisika LIPI yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dalam
penelitian dan penyusunan skripsi.
6. Bapak T.Syahrial Harny dan Ibu Sri Endah Kiswarini selaku orang tua yang
sangat berjasa dalam memberikan ilmu, nasehat, material, do’a dan dukungan
selama perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini, serta Cut Siti Asyura selaku
adik yang selalu memberikan semangat.
7. Dosen Pembimbing Lapangan dan Pegawai di Pusat Penelitian Fisika-LIPI (Bu
Ayu, Pak Candra, Pak Arief, Pak Toto, Bang Anggi, Pak amat, Bang Mardi, Bu
Yati) yang telah membimbing dan membantu selama menyelesaikan penelitian.
8. Eni Indriani Sinaga (Fisika 2012) selaku teman kos selama 3 tahun yang telah
menemani dalam suka-duka.

Universitas Sumatera Utara


9. Teman-teman seperjuangan “Cewek-cewek kos L-48” (Marta Nainggolan,
Santa Simanjuntak, Sulistra Simamora, Riris Julita, Fitry Silaban, dan Mia
Aulia) yang telah menemani dalam suka dan duka selama melakukan penelitian
dan penyusunan skripsi ini.
10. Saudara – saudara dan sepupu – sepupu (Bang Pontam, Kak Cut Sartika, Kak
Eva, Bang Andri, Kak Citra, Mak Tin, Bude Lintang, Om Kris, Tante Antin,
Kak Putri, Bang Dedek, Wak Adek, Pakde Agus, Ibu Ati, Kak Raihan, Dek
Tia, Dek Fifi) yang telah memberi dukungan dan do’a.
11. Physics On Fire atau Fisika USU 2012 selaku sahabat dan teman seperjuangan
selama masa perkuliahan dan tugas akhir (Roby, Cyndi, Addin, Ivan,
Fransisco, Roi, Tania, Melpa, Elisabeth, Mutia, Ari, Rudi, Ivo, Zefanya,
Josapat, Jekson, dkk).
12. Darla’s Family KKN kelompok 7 (Andrianus, Yani, Halim, Rizka, Enda, Egar,
Ayu, Anita, Sarah, Karyaman, Putri) yang selalu memberi semangat.
13. Keluarga Prof. Masno Ginting yang turut serta memberikan nasehat, dukungan,
serta do’a untuk menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
14. Asisten Laboratorium Fisika Inti (Dewi, Niko, Lyana, Rahmat) juga selaku
teman seperjuangan dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi.
15. Sahabat dan teman - teman penulis (Bang Nuril Akhyar, Alfira Sari, Dianlopa,
Febrina, Uci, Bena, Andissi, Bang Irfan, Bang Sulthan, Angga, Vivi, Nufus,
dan Bang Junel) yang turut serta memberi dukungan, semangat, dan do’a.
16. Teman – teman seperjuangan yang melakukan PKL maupun T.A di LIPI
(Giass, Devi, Mares, Andi, Indah, Hanifah, Taufik, Firman. Aris, Majid,
Widya, Devin, Ulul, Muda, Raihan, Bang Bahtiar, Bang Ciswandi, Peter,
Cicik, Putri, Arief Halim, Sahat).
17. Staff pengajar di PAUD Shafira (Buk Ida, Buk Dar, Buk Ira) yang turut serta
memberikan do’a, semangat, dan dukungan.
18. Adek- adek Fisika USU st.2013 (Yara, Uci, Riza, dkk), st.2014 (Ifrah, Gabriel,
Wiwid, Fiqhi, dkk), st.2015 (Dwika, Ira, Elo, Zabrina, dkk) yang telah
memberi dukungan dan do’a.

Universitas Sumatera Utara


19. Abang – abang dan kakak – kakak Fisika USU st.2011 (Kak Diana, Kak Putri,
dkk), st.2010 (Bang Anthony, Bang Lamhot, dkk), serta senior dan alumni
lainnya yang turut memberikan dukungan dan do’a.
20. Pihak – pihak lain yang telah berjasa dan selalu memberikan dukungan, dan
do’a.
Disadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
dan terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan agar skripsi ini dapat diperbaiki untuk lebih baik.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Medan, Juni 2016

Cut Hani Safira

Universitas Sumatera Utara


Sintesis dan Karakterisasi Serbuk BaFe12O19 dengan Aditif FeMo
Melalui Metode Mechanical Alloying

ABSTRAK
Telah dilakukan sintesis serbuk BaFe12O19 dengan penambahan aditif FeMo (1, 3,
5, 7, dan 9%wt) melalui metode mechanical alloying dan variasi temperatur
kalsinasi 1000, 1100, dan 1200 oC (2 jam). Karakterisasi yang dilakukan pada
serbuk meliputi: true density, Optical Microscope (OM), Vibrating Sample
Magnetometer (VSM), dan X-Ray Diffraction (XRD). Hasil karakterisasi true
-3
density sebelum kalsinasi menghasilkan nilai berkisar 3,22 - 4,61 x 10 kg/ m3
dan hasil karakterisasi Optical Microscope (OM) menghasilkan nilai 106 – 92 nm.
Hasil analisis VSM dengan penambahan 5%berat FeMo adalah σs = 50,49 (4π x
10-7) Wb.m/kg; σr = 23,83 (4π x 10-7) Wb.m/kg; jHc = 1106 (103/4π) A/m; dan
BHmax = 137 (10-1/4π) J/m3 dan merupakan nilai yang optimum. Serbuk
BaFe12O19 dengan penmbahan 5%wt FeMo yang dikalsinasi pada temperatur
1000oC (2 jam) menghasilkan σs = 31,56 (4π x 10-7) Wb.m/kg; σr = 17,17 (4π x
10-7) Wb.m/kg; jHc = 445,36 (103/4π) A/m dan BHmax = 8,66 (10-1/4π) J/m3 dan
merupakan nilai optimum. Dari hasil analisis XRD serbuk tersebut diperoleh
59,2% fasa barium heksaferit (BaFe12O19), 24,11% fasa hematit (Fe2O3), dan
16,67% fasa barium oxide (BaO) dengan struktur kristal heksagonal,trigonal, dan
tertagonal. Bahan serbuk ini termasuk semihard magnetic dan memungkinkan
untuk digunakan sebagai bahan sensor magnetik.

Kata Kunci: BaFe12O19, FeMo, Mechanical Alloying, Kalsinasi, Vibrating Sample


Magnetometer.

Universitas Sumatera Utara


Synthesis and Characterization of BaFe12O19 powder with FeMo
Additive by Mechanical Alloying Method

ABSTRACT

BaFe12O19 powder with FeMo (1, 3, 5, 7, dan 9%wt) additive has been synthesis
by mechanical alloying method and variation of calcination at temperature: 1000,
1100, and 1200 oC (2 h). The characterization of powder include: true density,
Optical Microscope (OM), Vibrating Sample Magnetometer (VSM), and X-Ray
Diffraction (XRD). The characterization result of true density before calcination
are 3,22 - 4,61 x 10-3 kg/m3, and the result of Optical Microscope are 106 – 92
nm. VSM analysis results with 5wt% FeMo additive are σs = 50,49 (4π x 10-7)
Wb.m/kg; σr = 23,83 (4π x 10-7) Wb.m/kg; jHc = 1106 (103/4π) A/m ; and BHmax =
137 (10-1/4π) J/m3 is the optimum value. After calcination at 1000oC (2 h)
temperature, the results are σs = 31.56 (4π x 10-7) Wb.m/kg; σr = 17.17 (4π x 10-7)
Wb.m/kg; jHc = 445.36 (103/4π) A/m; and BHmax = 8.66 (10-1/4π) J/m3 which is
the optimum value. XRD analysis showed that the powder BaFe12O19 with 5wt%
FeMo addition has 59.2% barium hexaferrite (BaFe12O19), 24.11% hematite
(Fe2O3), and 16. 67% barium oxide (BaO) phase with hexagonal, trigonal, and
tetragonal crystal structure respectively. This material can be categorized semi-
hard magnetic and possibility use for magnetic sensor material.

Keywords: BaFe12O19, FeMo, Mechanical Alloying, Calcination, Vibrating


Sample Magnetometer.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak vi
Abstract vii
Daftar Isi ix
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xi
Daftar Lampiran xii
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 4
1.6 Sistematika Penulisan 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka


2.1 Kemagnetan Bahan 5
2.1.1 Diamagnetik 5
2.1.2 Paramagnetik 6
2.1.3 Feromagnetik 6
2.1.4 Anti-feromagnetik 7
2.2 Magnet Keramik 7
2.3 Sampel Penelitian 8
2.3.1 Barium Haksaferit 8
2.3.2 Besi (Fe) 9
2.3.3 Molibdenum (Mo) 10
2.4 Sifat – Sifat Magnet Permanen 11
2.4.1 Koersivitas 11
2.4.2 Remanen atau Keterhambatan 12
2.4.3 Saturasi Magnetisasi 12
2.4.4 Medan Anisotropi 13
2.5 Kurva Histerisis 13
2.6 Metode Metalurgi Serbuk 14
2.7 Mechanical Alloying 15
2.8 Kalsinasi 16
2.9 Karakterisasi Sifat Fisis 17
2.9.1 True Density 17

Universitas Sumatera Utara


2.9.2 DTA/TG 18
2.10 Karakteristik Mikrostruktur 20
2.10.1 Optical Microscope (OM) 20
2.10.2 X-Ray Diffraction 20
2.11 Karakterisasi Sifat Magnet dengan Vibrating Sample
Magnetometer (VSM) 21
Bab 3 Metode Penelitian
3.1. Tempat Pemelitian 22
3.2. Waktu penelitian 22
3.3. Alat dan Bahan 22
3.4. Diagram Alir 24
3.5. Preparasi Sampel 25
3.5.1 Milling BaFe12O19 25
3.5.2 Wet Milling FeMo 25
3.6. Mixing 26
3.7. Uji Sifat Fisis 26
3.7.1 True Density 27
3.7.2 DTA/TG 28
3.8. Kalsinasi 28
3.9. Uji Mikrostruktur 30
3.9.1 Optical Microscope 30
3.9.2 X-Ray Diffraction 30
3.10. Uji Sifat Magnet 31
Bab 4 Hasil dan Pembahasan
4.1. Pengujian Serbuk 33
4.1.1. X-Ray Diffraction 33
4.1.2. True Density 34
4.1.3. Optical Microscope (OM) 36
4.1.4. Vibrating Sample Magnetometer (VSM) 38
4.1.5 DTA/TG 40
4.2. Karakterisasi Sampel 41
4.2.1 Vibrating Sample Magnetometer (VSM) 41
4.2.2 X-Ray Diffraction 44
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan 45
5.2. Saran 46
Daftar Pustaka

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Nilai kerapatan dari beberapa jenis Ferrite 12


Tabel 3.1. Matriks komposisi sampel BaFe12O19: FeMo 26
Tabel 4.1. Hasil pengukuran true density dengan variasi komposisi aditif
FeMo terhadap serbuk BaFe12O19 34
Tabel 4.2. Hasil analisis ukuran partikel serbuk BaFe12O19 dan FeMo serta
campuran ke-dua material tersebut 36
Tabel 4.3. Hasil analisis Vibrating Sample Magnetometer (VSM) pada
serbuk BaFe12O19 dan penambahan 1, 5, dan 9%wt FeMo 38
Tabel 4.4. Hasil analisis Vibrating Sample Magnetometer (VSM) pada
penambahan 5%wt FeMo terhadap serbuk BaFe12O19 yang
telah dikalsinasi selama 2 jam 42

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Susunan momen dipol material diamagnetic,


(a). Tanpa medan magnet dan (b). Dengan medan magnet 5
Gambar 2.2. Susunan momen dipol material paramagnetic,
(a). Tanpa magnet dan (b). Dengan medan magnet 6
Gambar 2.3. Susunan momen dipol untuk material feromagnetik
tanpa ataupun dengan adanya medan magnet dari luar 6
Gambar 2.4. Kurva Histerisis 14
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 24
Gambar 3.2. Planetary Ball Mill (PBM) 25
Gambar 3.3. High Energy Milling (HEM) 26
Gambar 3.4. Piknometer 27
Gambar 3.5. Thermolyne 28
Gambar 3.6. Proses kalsinasi, (a). T = 1000oC, (b). T = 1100oC, dan
(c). T = 1200oC (2 jam) 29
Gambar 3.7. Optical Microscope (OM) 30
Gambar 3.8. X-Ray Diffraction 31
Gambar 3.9. Vibrating Sample Magnetometer (VSM) 32
Gambar 4.1. Hasil analisa XRD dari serbuk BaFe12O19 33
Gambar 4.2. Hasil analisa XRD dari serbuk FeMo 34
Gambar 4.3. Nilai true density eksperimen dan teori dari campuran
serbuk BaFe12O19 dan FeMo 35
Gambar 4.4. Foto serbuk 99 %wt BaFe12O19 : 1 %wt FeMo (a). hasil OM,
(b). hasil analisis software ImageJ 36
Gambar 4.5. Hubungan antara jumlah partikel dan kumulatif distribusi
terhadap diameter partikel dari serbuk 99%wt BaFe12O19 :
1%wt FeMo 37
Gambar 4.6. Kurva histeresis dari hasil analisis sifat magnet pada
penambahan 1, 5, dan 9 %wt FeMo terhadap BaFe12O19 38
Gambar 4.7. Kurva demagnetisasi pada kuadran ke-dua dari serbuk
BaFe12O19 dengan penambahan 5%wt FeMo 40
Gambar 4.8. Kurva DTA/TGA dari serbuk BaFe12O19 dengan
penambahn 1%wt FeMo 40
Gambar 4.9. Kurva histeresis hasil analisis sifat magnet pada penambahan
5%wt FeMo terhadap serbuk BaFe12O19 yang dikalsinasi
pada temperatur 1000, 1100, dan 1200oC selama 2 jam 42

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.10.Kurva demagnetisasi pada kuadran ke-dua dari serbuk
BaFe12O19 dengan penambahan 5%wt FeMo yang dikalsinasi
pada temperatur 1000oC selama 2 jam 44
Gambar 4.11.Hasil analisis XRD (a). serbuk BaFe12O19, (b) serbuk BaFe12O19
dengan penambahan 5%wt FeMo yang dikalsinasi pada
temperatur 1000, (b) serbuk BaFe12O19 dengan penambahan
5%wt FeMo yang dikalsinasi pada temperatur 1200oC selama
2 jam 44

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peralatan Penelitian 49


Lampiran 2. Perhitungan True Density 53
Lampiran 3. Hasil Optical Microscope (OM) 56
Lampiran 3. Kurva BHmax 60

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai