Anda di halaman 1dari 36

TUGAS FINAL

MAKALAH EKOLOGI LINGKUNGAN


MASALAH KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP

DOSEN : MUH ARSYAD YUNUS, ST,MSI

NAMA : ARNI

NIM : B00216023

PROGRAM STUDI KESEHATAN LINGKUNGAN

STIKES BARAMULI PINRANG


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr., Wb.,


Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT., atas berkat rahmatNya lah
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Ekologi dan Lingkungan berjudul
“Masalah Kependudukan dan Lingkungan Hidup”.
Makalah ini merupakan tugas kelompok mata kuliah Ekologi dan Lingkungan.
Makalah ini berisi beberapa masalah yang muncul seputar kependudukan dan lingkungan
hidup yang terjadi secara khusus di Indonesia dan secara umum di dunia. Permasalahan
tersebut muncul akibat perubahan-perubahan yang terjadi di dalam peradaban manusia
dengan segala kepentingannya dan lingkungan yang juga senantiasa berubah.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Prof. Wanjat Kastolani yang telah
membimbing kami dalam penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini memang jauh dari kata sempurna untuk
memberikan sebuah khazanah baru dalam pengetahuan kita. Untuk itu dalam kesempatan
ini penulis mempersilahkan kepada pembaca untuk bersama-sama mengkoreksi makalah
ini agar tercipta laporan yang baik dan sesuai dengan kaidah. Akhir kata penyusun
mengucapkan terima kasih.

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ 1
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 3
1. 1 Latar Belakang .................................................................................................. 3
1. 2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1. 3 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 4
1. 4 Manfaat Penulisan ............................................................................................ 4
BAB 2 .............................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 5
2. 1 Masalah Penduduk ........................................................................................... 6
2.1.1 Besarnya jumlah penduduk Indonesia ........................................................... 6
2.1.3 Persebaran penduduk di Indonesia yang tidak merata ................................... 8
2.1.4 Rendahnya kualitas penduduk ....................................................................... 9
2.1.5 Pendidikan ................................................................................................... 11
2.1.6 Kesehatan .................................................................................................... 13
2.1.7 Ekonomi ....................................................................................................... 16
2. 2 Masalah Lingkungan Hidup ............................................................................. 18
2.2.1 Lahan Kritis .................................................................................................. 18
2.2.2 Kerusakan hutan .......................................................................................... 22
2.2.3 Pencemaran air ............................................................................................ 25
2.2.4 Pencemaran udara ....................................................................................... 27
2.2.5 Efek Rumah Kaca ........................................................................................ 30
2.2.6 Gas CFC ...................................................................................................... 33
2.2.7 Kebisingan ................................................................................................... 34
BAB 3 ............................................................................................................................ 35
KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................................... 35
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 35
3.2 Saran .............................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 36
BAB 1
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Peradaban manusia telah sampai pada era modern yang memunculkan berbagai
efek-efek dari berbagai kegiatan yang dilakukan. Puncak perubahan secara signifikan
terjadi pada era millennium sekitar tahun 2000an atau abad 21. Saat itu teknologi sangat
cepat berubah dan menghasilkan terobosan untuk mengefisiensikan kerja dan
memudahkan kita dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Perubahan yang terjadi bukan hanya pada sisi manusia sebagai penguasa alam
dewasa ini. Perubahan juga terjadi pada alam dan lingkungan kita. Entah itu memang
karena ulah manusia atau alam berubah dengan sendirinya. Seperti yang sudah diketahui,
alam memang berubah dengan sendirinya dan alam dapat menghancurkan atau
memperbaiki dirinya sendiri.
Dua aspek perubahan yang terjadi di dunia ini telah memunculkan banyak efek-
efek dalam kehidupan kita. Entah itu positif atau negatif. Efek positif yang dapat terjadi
dari perubahan perabadan manusia melalui teknologinya adalah seperti efisiensi kerja,
penghematan dan pengefektifan kerja, informasi kian mudah didapat melalui dunia maya,
komunikasi lancar dan tanpa batas, transportasi makin cepat dengan banyak pilihan dari
mulai transportasi bawah tanah, darat, laut dan udara, ekspor impor semakin mudah
dengan adanya perdagangan bebas, kehidupan sosial makin maju dengan berbagai
pengaruh, pendidikan makin tinggi dan manusia makin pintar serta aspek-aspek lainnya.
Sementara efek negatif yang dapat ditimbulkan adalah masalah kesenjangan sosial,
kemiskinan dan kriminalitas, pergaulan bebas, pembangunan tidak merata,
penyalahgunaan fasilitas, pencemaran dari kegiatan industri, konsumtif dan hedonis, serta
hal-hal lainnya.
Sementara alam berubah dengan proses erosi dan denudasi. Pelapukan berbagai
jenis batuan di permukaan untuk menghasilkan tanah-tanah baru, sementara jaringan
tanah dan batuan lain terbentuk dari dalam untuk kemudian menggantikan yang lama.
Siklus hidrologi yang secara teratur terjadi setiap hari, serta siklus-siklus alam lain yang
terjadi secara alami.
1. 2 Rumusan Masalah
Berikut ini beberapa rumusan masalah dalam mengkaji makalah ini :
1.2.1 apa saja masalah yang terjadi dalam kependudukan..?
1.2.2 apa saja masalah yang terjadi dalam lingkungan hidup..?

1. 3 Tujuan Penulisan
Tujuan yang kami ingin capai dalam penulisan ini adalah :
1.3.1 kita dapat mengetahui masalah yang terjadi dalam kependudukan
1.3.2 kita dapat mengetahui masalah yang terjadi dalam lingkungan hidup

1. 4 Manfaat Penulisan
Dengan penulisan makalah ini diharapkan wacana tentang masalah kependudukan
dan lingkungan hidup dapat kembali menjadi isu publik dan dicari pemecahannya. Bukan
hanya sekedar menggema dalam berbagai berita, namun kita harus dapat mencari solusi.
Manfaat penulisan makalah ini bagi penyusun adalah, masalah ini dapat menjadi
perhatian dan kajian secara geografi utnuk dicari pemecahannya. Kemudian bagi
masyarakat, penulisan makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang jelas mengenai
masalah apa saja yang terjadi dalam masyarakat dan dapat turut serta ikut menjaga
masyarakat agar tidak berubah kearah negatif.
BAB II

PEMBAHASAN

Ada dua sumber masalah kehidupan yang menonjol sejak akhir abad kedua puluh
yaitu masalah kependudukan dan lingkungan hidup. Kedua masalah tersebut dapat
dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Hal ini disebabkan karena keduanya
mempunyai keterkaitan yang erat. Aspek kependudukan berpengaruh terhadap kualitas
lingkungan hidup, dan sebaliknya kualitas lingkungan hidup juga berpengaruh terhadap
kependudukan.
Sebagai calon guru yang kelak akan mendidik para anak didiknya tentulah sangat
perlu mempelajari dan memahami masalah kependudukan dan lingkungan hidup agar
dapat memberikan teladan dalam menyikapi masalah kependudukan dan lingkungan
hidup serta agar dapat mengajarkan dengan baik dan benar terhadap anak-anak didiknya.
Peran Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup bagi mahasiswa dan
terhadap pembangunan kependudukan dan lingkungan hidup adalah sebagai berikut :
a. Sebagai panduan dalam menjaga, memelihara dan melestarikan lingkungan.
Sehingga mampu meminimalisasi berbagai aktifitas yang dapat merusak
lingkungan dan berdampak pada manusia itu sendiri.
b. Agar dapat menghasilkan Output manusia-manusia yang memiliki moral, etika,
estetika dan sikap yang mampu dipertanggungjawabkan. Mengurangi
timbulnya mental individualisme yang berakibat pada kurangnya kepedulian
terhadap sesama manusia.
c. Agar dapat menghasilkan manusia-manusia yang mampu berfikir aktif,
produktif, dinamis dan tidak hanya menjadi manusia yang konsumtif saja.
d. Agar mahasiswa memiliki pengertian dan kesadaran mengenai faktor-faktor
penyebab perkembangan penduduk yang cepat serta interaksi yang erat antara
perkembangan penduduk dengan program pembangunan untuk menaikkan
taraf hidup rakyat.
e. Agar mahasiswa memiliki pengertian dan kesadaran akan sebab akibat dari
besar kecilnya keluarga terhadap situasi kehidupan dalam lingkungan keluarga
dan masyarakat.
f. Agar mahasiswa memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku yang rasional dan
bertanggung jawab dalam menghadapi masalah kependudukan dan lingkungan,
baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, kawasan lokal, nasional maupun
global.
g. Sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk membuat arah kebijakan dalam
mengelola masalah kependudukan dan lingkungan hidup dengan
memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan.

2. 1 Masalah Penduduk

Gambar 2.1 banyaknya penduduk Indonesia.


Sumber infoindo.com

2.1.1 Besarnya jumlah penduduk Indonesia


Besarnya jumlah penduduk Indonesia dari sensus ke sensus terus meningkat,
sedangkan daya dukung alam (kekayaan alam) yang tersedia tidak pernah bertambah,
sehingga makin lama makin menipis. Makin banyak penduduk yang membutuhkan
sumber-sumber, makin cepat pula penipisannya, hingga suatu saat akan habis.
Sehubungan dengan peningkatan jumlah penduduk dan penipisan sumber-sumber alam,
kesejahteraan hidup pun menjadi semakin rendah, sehingga semakin meningkat jumlah
penduduk miskin. Kemiskinan terjadi pada golongan terbesar di masyarakat.
Penipisan sumber daya alam juga berdampak pada makin menyempitnya lahan,
baik lahan pertanian, maupun lahan permukiman. Hal ini berdampak pada makin
tingginya angka kepadatan penduduk. Di kota-kota besar harga tanah terus meninggi,
sehingga hanya golongan ekonomi yang kuat yang mampu memiliki rumah, sementara
golongan terbesar masyarakat tidak memiliki rumah yang layak, bahkan tidak sedikit
yang tuna wisma dan hidup sebagai gelandangan.
Berdasarkan hasil sensus, penduduk di Indonesia sebagian terbesar pada kelompok
umur muda (<15 tahun). Penduduk muda merupakan penduduk yang belum produktif
dan kehidupannya menjadi tanggung jawab dan beban orang dewasa. Di samping itu
anak usia tersebut masih dalam tahap perkembangan, baik fisik, mental, kecerdasan,
akhlak, jiwa sosial, dan seluruh aspek kehidupan yang lain. Oleh karena itu mereka
membutuhkan sumber-sumber yang memadai, baik sumber kebendaan maupun sumber
kemanusiaan, untuk memenuhi kebutuhan fisik dan bimbingan menuju kedewasaan.
Sumber daya kebendaan yang baik misalnya makanan yang sehat dan bergizi, lingkungan
tempat tinggal yang sehat, fasilitas kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan, serta
fasilitas kesehatan yang canggih dan cepat. Sumber daya kemanusiaan yang dimaksud
adalah orang tua sebagai pendidik di rumah, guru sebagai pendidik di sekolah, pemuka
masyarakat yang jujur sebagai pendidik di masyarakat, dan teman sebaya yang baik.
Tetapi kenyataan sekarang sumber-sumbertersebut sudah tercemar atau bahkan rusak.
Gambar 2.2 masyarakat tradisional Indonesia
Sumber idaysurya.blogspot.com

2.1.3 Persebaran penduduk di Indonesia yang tidak merata


Indonesia yang terdiri dari 13.667 pulau di mana pulau yang berpenghuni ada 992
pula, yang lain tanpa penghuni. Dari pulau yang berpenghuni ada pulau-pulau besar
seperti Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Pulau yang terpadat penduduknya adalah
Pulau Jawa. Lebih dari 60 % penduduk Indonesia bertempat tinggal di Pulau Jawa,
padahal luasnya 6,6 % dari luas wilayah Indonesia.
Persebaran yang belim merata ini menimbulkan masalah sosial ekonomi dan
pertahanan keamanan. Untuk pulau yang padat akan terjadi masalah pengurasan sumber-
sumber alam, kurangnya lapangan pekerjaan dibanding dengan banyaknya penduduk
yang membutuhkan lapangan pekerjaan, sehingga terjadi banyak penggangguran serta
bnyak kriminalitas. Sedangkan pada pulau yang jarang penduduknya, terjadi kekurangan
sumber daya manusia dalam mengelola daya dukung alam yang tersedia. Hal ini
mengakibatkan pertahanan dan keamanan menjadi rawan. Dampak secara keseluruhan
adalah rendahnya tingkat kesejahteraan di seluruh wilayah negara.

Gambar 2.3 masyarakat menggunakan air yang tercemar untuk kebutuhan sehari-hari
Sumber koran.republika.co.id

2.1.4 Rendahnya kualitas penduduk


Agar menjadi sumber daya manusia yang tangguh, penduduk harus mempunyai
kualitas yang memadai sehingga dapat menjadi modal pembangunan yang efektif. Tanpa
adanya peningkatan kualitas jumlah penduduk yang besar akan menimbulkan berbagai
masalah dan menjadi beban pembangunan.
Analisis mengenai kualitas penduduk seringkali dibedakan menjadi kualitas fisik
dan kualitas non fisik. Indikator yang dapat menggambarkan kualitas fisik meliputi
tingkat pendidikan, derajat kesehatan, dan indeks mutu hidup (Kasto, 1992). Kualitas non
fisik mencakup kualitas spiritual, keagamaan,kekaryaan, etos kerja, kualitas kepribadian
bermasyarakat, dan kualitas hubungan selaras dengan lingkungannya (Wilopo, 1996).
Sampai saat ini baik kualitas fisik maupun non fisik penduduk Indonesia masih belum
sesuai dengan yang diharapkan. Karena adanya kesulitan pengukuran kualitas non fisik,
maka kualitas fisiklah yang umumnya lebih banyak dibicarakan.
Kualitas kehidupan fisik penduduk setiap negara berbeda satu dengan yang lainnya.
Perbedaan ini disebabkan oleh lingkungan, letak geoggrafis, dan ras genetik. Negara-
negara yang berada di sekitar khatulistiwa, kualitas penduduknya tergolong rendah dan
negara-negara tersebut seluruhnya merupakan negara-negara terbelakang dalam bidang
ekonomi dibandingkan dengan negara-negara didaerah sub tropis. Keadaan ini
kemungkinan besar disebabkan karena daerah-daerah di sekitar khatulistiwa tidak
mengenal pergantian musim seperti di daerah sub tropis, sehingga mereka bisa hidup
sepanjang tahun tanpa mengalami kesulitan mencari perlindungan terutama di musim
dingin. Hal inilah yang mendidik penduduknya kurang berfikir untuk menghadapi
tantangan alam dan akhirnya menyebabkan sifat malas (Depdikbud, 1988).
Indonesia yang mengedepankan sektor ekonomi yang selama ini menjadi prioritas
pembangunan, ternyata tidak mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tiga
faktor utama penentu Human Development Index (HDI) adalah pendidikan, kesehatan,
dan ekonomi.

Gambar 2.4 pendidikan di Indonesia


Sumber dokumentasi pribadi
2.1.5 Pendidikan
Setiap negara diseluruh dunia begitu menekankan pentingnya kualitas pendidikan.
Salah satu langkah konkret untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan
menetapkan anggaran pendidikan yang lebih besar dibandingkan anggaran lainnya. China
dan Korea Selatan menjadi dua negara yang begitu menekankan pentingnya pendidikan
bagi rakyatnya. Anggaran pendidikan di China mencapai 13,1% dari anggaran negara,
sedangkan di Korea Selatan anggaran pendidikan negara mencapai 18,9%. Bandingkan
dengan Indonesia yang memang menganggarkan anggaran pendidikan sebesar 20%,
namun pada prakteknya masih jauh dari kenyataan. Bisa dibilang bahwa salah satu
penyebab banyaknya pengangguran di Indonesia adalah karena kesalahan pada sistem
pendidikan serta pelayanan dalam kegiatan belajar mengajar. Kita akan dengan
mudahnya mendengar pergantian kurikulum pada setiap pergantian menteri. Tidak
bakunya standar pendidikan kita juga menyebabkan ketidapastian dalam usaha
peningkatan kualitas pendidikan. Bahkan untuk menetapkan standar kelulusan pun
Indonesia masih sering kebingungan. Tidak hanya sekedar masalah kurikulum, kualitas
pengajar pun bisa dibilang tidak sesuai dengan standar yang seharusnya. Kebanyakan
para guru yang ditugaskan oleh tiap sekolah untuk memberikan transfer ilmu seperti
kebingungan dalam mengajar. Entah karena bingung dengan standar pendidikan yang
selalu berubah atau karena memang tidak ahli dalam bidang yang diajarkan.
Masalah kualitas pendidikan, masalah kualitas pelayanan pendidikan pun bisa
dibilang sangat memprihatinkan. Masih banyaknya bangunan sekolah yang sangat buruk
kondisinya. Sekolah-sekolah yang beratapkan langit pun sering kita temui. Lantainya pun
terbuat langsung dari tanah, serta tidak cukupnya buku-buku yang seharusnya didapatkan
oleh setiap siswa. Belum lagi mahalnya biaya sekolah dan kuliah yang menyebabkan
banyak orangtua yang enggan untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Padahal kita
semua tahu bahwa pendidikan merupakan hak bagi seluruh warga negara Indonesia.
Inilah realita yang dialami dunia pendidikan di Indonesia. (http://edukasi.
kompasiana.com).
Berdasarkan survey Political and Economic Risk (PERC) kualitas pendidikan di
Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Menyedihkan lagi ternyata
posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Memprihatinkan lagi, hasil survey tahun 2007
World Competitiveness Year Book memaparkan daya saing pendidikan kita dari 55
negara yang disurvey Indonesia berada pada urutan 53. Dampak rendahnya mutu
pendidikan Indonesia itu secara tidak langsung ternyata ikut mempengaruhi berbagai sisi
kehidupan di negeri ini. Misalnya terhadap sumber daya manusia Indonesia sangat jelas
jauh tertinggal. Hal ini dapat dilihat dari hasil reset Ciputra yang menyatakan bahwa
Indonesia hanya mempunyai 0,18 persen pengusaha dari jumlah penduduk. Padahal
sesuai syarat untuk menjadi negara maju minimal 2 persen dari jumlah penduduk harus
ada pengusaha. Sebagaimana Singapura yang kini memiliki 7 persen dan AS 5 persen
dari jumlah penduduknya adalah pengusaha. Dampak lain akibat rendahnya kualitas
pendidikan Indonesia dapat dilihat dari Human Development Indeks (HDI) Indonesia
sebagaimana laporan UNDP, HDI pada 2007 dari 177 negara yang dipublikasikan HDI,
Indonesia berada pada urutan ke-107 dengan indeks 0,728, hingga menempati urutan ke-
7 dari sembilan negara ASEAN di bawah Vietnam dan di atas Kamboja dan
Myanmar.Berdasarkan data yang ada terbukti bahwa kualitas pendidikan Indonesia
berada pada titik terendah. Rendahnya kualitas pendidikan di tanah air antara lain tidak
terlepas dari rendahnya kualitas sarana fisik. Banyak gedung-gedung sekolah rusak,
penggunaan media belajar yang rendah, buku perpustakaan tidak lengkap, laboratorium
tidak standar serta pemakaian teknologi informasi yang tidak memadai. Demikian pula
kualitas guru rendah yang ditandai belum memiliki profesionalisme memadai. Rendahnya
kesejahteraan guru juga ikut memacu rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
Idealnya seorang guru sebagaimana hasil penelitian federasi guru independen bergaji tiap
bulan Rp3 juta, tapi nyatanya rata-rata bergaji Rp1,5 juta, guru bantu Rp460 ribu dan
honorer Rp10 ribu per jam. Akibatnya dengan gaji yang rendah banyak guru bekerja
sampingan. (http://www.topix.com)
Kondisi di ataslah yang menghambat Indonesia untuk bisa bangkit mengatasi
masalah rendahnya kualitas sumber daya manusia serta tingginya angka pengangguran.
Minimnya kualitas dan fasilitas pendidikan tentunya berdampak secara signifikan
terhadap kualitas manusia itu sendiri. Begitu banyaknya masalah yang dihadapi
pemerintah tentunya tidak bisa kita selesaikan secara cepat.
Prioritas pemerintah dalam upaya perbaikan kualitas manusia Indonesia. Realisasi
anggaran pendidikan yang mencapai 20% dari total APBN negara harus bisa segera
direalisasikan oleh pemerintah. Jangan sampai anggaran yang telah besar ini justru
dikorup oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Penetapan sistem pendidikan
yang baku serta tidak harus berubah pada setiap pergantian menteri harus bisa menjadi
target pemerintah. Hal ini bisa memberikan kepastian bagi setiap pengajar dan sekolah.
Kelengkapan fasilitas serta pemerataan kualitas pendidikan bagi setiap warga negara,
khususnya daerah-daerah yang jauh dari pusat kota. Daerah-daerah seperti ini seharusnya
menjadi fokus pemerintah karena banyak sekali masyarakat yang tidak memperoleh hak
mereka dalam memperoleh pendidikan. Terakhir, perbaikan kualitas para pendidik pun
harus bisa diperhatikan oleh pemerintah. Jangan sampai para guru yang mengajari para
calon pemimpin bangsa ini justru merupakan orang-orang yang tidak mengerti apa yang
mereka ajarkan. Inilah beberapa hal yang harus segera dilakukan pemerintah untuk segera
menyelesaikan masalah SDM di Indonesia.

Gambar 2.5 populasi manusia yang mendominasi


Sumber google.com

2.1.6 Kesehatan
Sebagai Negara berkembang, Indonesia masih tergolong Negara yang kurang
peduli dengan kualitas mutu kesehatan di tengah masyarakat. Salah satu bukti nyatanya
adalah dengan kurangnya tenaga medis baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Di
tengah-tengah banyaknya isu yang menerpa negeri ini, nampaknya isu kesehatan masih
tergolong dalam kebijakan yang stagnan dan belum terkoordinir. Sebut saja masalah
penyakit musiman seperti demam berdarah, malaria dan sebagainya, di mana dalam
penanganannya masih terkesan instan. Dimana belum terlihat upaya dan kebijakan
pemerintah yang bersifat investasi agar wabah tersebut tidak terulang lagi. Indonesia
telah mencapai banyak kemajuan dalam memperbaiki sistem kesehatan dan tingkat
kesehatan rakyatnya. Di tahun 2007, harapan hidup orang Indonesia saat lahir mencapai
usia 71 tahun, ini merupakan peningkatan yang signifikan dari data pada tahun 1990.
Namun negara ini masih menghadapi banyak tantangan di sektor kesehatan, termasuk
kurangnya jumlah petugas kesehatan. Pada tahun 2006, diperkirakan hanya ada 20 dokter
umum untuk setiap 100.000 penduduk dan rasio bidan hanya 35 untuk setiap 100.000
penduduk. Di daerah terpencil, jumlah petugas kesehatan tersebut lebih sedikit lagi. Di
Indonesia, Ibu-ibu dan anak-anak menghadapi situasi kesehatan yang menyedihkan.
Angka Kematian Ibu di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara.
Untuk setiap 100.000 kelahiran hidup, diperkirakan 228 ibu meninggal. Selama hidupnya
satu orang dari 65 Ibu di Indonesia memiliki risiko meninggal karena sebab-sebab yang
berhubungan dengan kelahiran. Kebanyakan dari kematian ini dapat dicegah dengan
mendapatkan pelayanan pemeriksaan kesehatan di awal kehamilan, melakukan
pengecekan rutin selama kehamilan, memperoleh bantuan dari tenaga kesehatan terlatih
dalam proses kelahiran, dan dapat menjangkau pelayanan kebidanan gawat-darurat jika
diperlukan.
Indonesia telah berhasil mengurangi rata-rata angka kematian anak-anak di bawah
usia lima tahun sampai dua pertiganya dibandingkan dari tahun 1990. Tapi masih banyak
anak-anak Indonesia yang meninggal di tahun pertama kehidupan mereka. Hal ini sering
disebabkan oleh perawatan yang buruk pada masa kehamilan, persalinan dan setelah
kelahiran. Yang mengenaskan, penyebab utama kematian di kalangan anak-anak balita
ini, yaitu pneumonia, diare dan gizi buruk, sebenarnya dapat dicegah dan diobati.
Penyakit menular dan penyakit dengan potensi epidemic juga merupakan masalah.
Indonesia merupakan Negara yang memiliki tingkat pertumbuhan tertinggi untuk
epidemic HIV/AIDS di Asia Tenggara dengan lebih dari 200,000 orang terinfeksi HIV.
Di wilayah Papua dan Papua Barat, penularan HIV meningkat dan sudah tersebar keluar
dari kelompok pekerja sex komersial dan pengguna napza ke komunitas umum. Di
Papua, jumlah kasus AIDS diantara 100,000 orang sekitar 18 kali dari rata-rata jumlah
nasional. Indonesia juga merupakan Negara yang mempunyai tingkat kasus Flu Burung
pada manusia yang tertinggi di dunia.
Ditinjau dari segi tenaga medis lagi, kebijakan pemerintah masih belum tepat
sasaran. Salah satu indekasi tersebut terlihat dari tingkat kebijakan pemerintah yang
menggunakan subsidi atau beasiswa di perguruan tinggi. Jika kita masuk atau melakukan
survei ke perguruan tinggi untuk fakultas kedokteran, maka jagan kaget jika kita akan
banyak menjumpai mahasiswa asing yang menimba ilmu dengan biaya subsidi yang
dikeluarkan pemerintah. Adapun faktor yang sangat mendorong terjadinya hal ini adalah
perlombaan dari perguruan tinggi (terutama PTN) dalam membentuk image brand di
masyarakat. Adanya isu yang mengatakan bahwa semakin banyak mahasiswa asing yang
ada di suatu perguruan tinggi, maka dapat diasumsikan oleh masyarakat bahwa perguruan
tinggi tersebut memilki mutu yang baik.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa system pemerintahan yang sekarang berjalan
(di era reformasi) adalah menggunakan system otonomi daerah. Peranan perubahan
sistempemerintahan ini memiliki dampak positif dan negatif dalam peningkatan mutu
kesehatan di Indonesia. Faktor positifnya adalah daerah akan lebih dapat memiliki
peranan dalam megatur kebijakan pemerintahan daerahnya (termasuk kebijakan dalam
bidang kesehatan didaerahnya). Hal ini tentunya akan membuka lebar-lebar pintu bagi
generasi muda didaerah tersebut agar dapat mendapatkan dan membuaka lowongan kerja
baru (terutama dalam kesehatan). Otonomi daerah dikatakan bagaus disini karena
pemerintahan daerah itu sendiri telah paham betul tentang seluk beluk permasalahan di
daerahnya jika dibandingkan dengan pemerintahan pusat. Kemudian faktor negatifnya
adalah kekurangan dana (uang/modal) yang di alami daerah tertentu yang mana belum
siap menerima atau menjalankan otonomi daerah sehingga masih perlu dukungan dan
dorongan dari pemerintah pusat (terutama permasalahan anggaran). Selain pengaruh dari
perubahan system permerintahan di atas, peningkatan mutu kesehatan masih banyak
permaslahan yang harus segera di selesaikan.
Diantaranya adalah (1). Jenis penyakit atau plonya yang semakin berkembang
(semakin kompleks. Perkembangan dunia medis sangatlah pesat dalam beberpa tahun
terakhir, namun sayangnya hal itu juga diikuti oleh perkembangan jenis penyakit yang
terjadi di masyarakat. Salah satu yang harus diperhatikan oleh pemerintah adalah jenis
penyakit yang bias menular (baik yang mudah maupun susah). (2). Tingginya
kesenjangan social di masyarakat. Jelas hal ini menjadi masalah besar, karena rendahnya
tingkat penghasilan dan pendapatan individu akan sangat mempengaruhi tunjangannya
dalam kesehatan.Apalagi sampai saat ini pemerintah belum bias mensubsidi 100%
tunjangan kesehatan masyarakat (terutama masyarakat menengah ke bawah). (3).
Menurunnya tingkat fasilitas public atau yang sangat dikuatirkan adalah makin
banyaknya fasilitas kesehatan public beralih ke pihak swasta sehingga akan mengarahkan
ke tujuan kemersialisasi kesehatan. Dan masih banyak tantangan lainnya yang harus
dihadapi oleh dunia medis di tanah air.

Gambar 2.6 transportasi sebagai penunjang perekonomian


Sumber abiebaljufrie.wordpress.com

2.1.7 Ekonomi
Perekonomian Indonesia sejak mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997 – 1998
terus mengalami pemulihan. Indikator makro menunjukkan sinyal positif terhadap
kontribusi keberlangsungan ekonomi ke depan. Pertumbuhan ekonomi ketika krisis
sempat mencapai angka terendah (-13,1%) namun sejak tahun 2000 mampu mencapai
angka pertumbuhan ekonomi 4,9% sedangkan pada tahun 2005 dan 2006 mencapai angka
masing – masing 5,6% dan 5,9%. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berangsur stabil
serta menguat dari kisaran angka di atas Rp. 10.000,- per dolar AS menjadi kisaran
sedikit di atas Rp. 9.000,- per dolar AS.
Tingkat suku bunga (Sertifikat Bank Indonesia/SBI) juga mengalami penurunan
dari kisaran 68 persen ketika krisis ekonomi, tetapi sejak tahun 2002 SBI berkisar 15
persen bahkan tahun 2007 mencapai dibawah kisaran 10 persen. Kondisi ini membuka
peluang bagi sektor industri melakukan ekspansi usaha di berbagai sektor. Tingkat inflasi
barang dan jasa mulai terkendali yakni dari sekitar 15 persen dalam periode krisis,
beberapa tahun belakang ini sudah turun di bawah 10% (kecuali tahun 2005) terjadi
peningkatan angka inflasi mendekati angka psikologis 10 persen. Transaksi berjalan
dalam 3 tahun terakhir mengalami surplus sebesar 3.108 juta US $ tahun 2004 dan
sebesar 1.500 juta US $ (angka sementara ) pada tahun 2006. Demikian pula neraca
perdagangan surplus dalam periode 2004 – 2006 menunjukkan angka sekisar 20 milyar
US $.
Dalam kurun waktu terjadinya krisis yang melanda perekonomian Indonesia, yang
berdampak luas pada berbagai sektor yang meliputi politik, sosial, budaya, pertahanan,
dan keamanan. Dalam hal ini sosial ekonomi, permasalahan meliputi rendahnya kualitas
sistem pendidikan dengan peringkat 12 dari 12 negara ASIA (PERC,2001); Kualitas
SDM rendah dengan peringkat 109 dari 174 negara (UNDP, 2000); kemiskinan
berjumlah 39,05 juta (17.75%) dengan standart kemiskinan Rp.152.847/kapita/bulan
(BPS,2006); 27,3% (4,9 juta) balita di Indonesia kekurangan gizi (Susenas,2003);
kenaikan BBM hingga 95% menambah jumlah orang miskin sebanyak 40% (INDEF,
2005) kenaikan 35% akan menambah jumlah orang miskin sebanyak 20% (BPS,2005).
Sebab rendahnya kualitas hidup penduduk Indonesia :
a. Kondisi alam di Indonesia yang kaya akan sumber daya alam menjadikan
penduduknya malas.
b. Tingginya angka kelahiran yang tidak diimbangi angka kematian yang sama,
sehingga dari waktu ke waktu jumlah penduduk terus bertambah sedangkan
alat pemenuh kebutuhan sangat terbatas.
c. Terjadinya krisis moneter pada tahun 1997.
d. Mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan di Indonesia.
2. 2 Masalah Lingkungan Hidup

Gambar 2.7 kerusakan hutan


Sumber satuportal.net

2.2.1 Lahan Kritis


Salah satu masalah kerusakan lingkungan adalah degradasi lahan yang besar, yang
apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat akan menjadi lahan kritis sampai
akhirnya menjadi gurun. Lahan kritis umumnya banyak terjadi di dalam daerah aliran
sungai (DAS) di seluruh Indonesia.
Data Departemen Kehutanan menunjukkan lahan kritis di luar kawasan hutan
mencapai 15,11 juta hektar dan di dalam kawasan hutan 8,14 juta hektar. Hutan rusak
dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sudah mencapai 11,66 juta hektar dan lahan
bekas HPH yang diserahkan ke PT.Inhutani 2,59 juta hektar. Mangrove yang rusak dalam
kawasan hutan telah mencapai luasan 1,71 juta hektar dan di luar kawasan hutan sebesar
4,19 juta hektar.
Total hutan yang rusak sudah mendekati angka 57 juta hektar. Ironisnya, kapasitas
lembaga yang bertanggung jawab merehabilitasi hutan dan lahan dengan inisiatif
pemerintah tak cukup kuat menangani kerusakan yang terjadi. Realisasi lahan kritis yang
dilakukan oleh Departemen Kehutanan dari tahun 1999 sampai tahun 2001 mencapai
1.271.571 hektar yang terdiri dari 127.396 hektar di dalam kawasan hutan dan 1.144.175
hektar di luar kawasan hutan. Sumber dana untuk merehabilitasi pun amat terbatas
padahal tiap hektar lahan yang rusak butuh dana minimal Rp 5 juta. Untuk merehabilitasi
lahan kritis 57 juta hektar maka negara perlu menyediakan dana hingga Rp 285 trilyun.
Kerugian bukan hanya karena negara harus menyediakan dana untuk rehabilitasi lahan
kritis tetapi juga kerugian akibat penebangan ilegal (illegal logging). Menteri Kehutanan
Prakosa (2002) mengatakan tiap tahun diperkirakan negara rugi hingga Rp 31 trilyun
akibat illegal logging (pencurian, penebangan, peredaran, serta perdagangan kayu secara
ilegal).
Luas areal hutan yang perlu direboisasi di seluruh Indonesia mencapai 43,111 juta
hektar, meliputi Pulau Jawa 111 ribu hektar dan di luar Pulau Jawa seluas 43 juta hektar.
Idealnya Pulau Jawa mempunyai hutan minimal 30 persen dari luas daratan. Namun
sampai saat ini baru 23% dikurangi lahan kritis yang mencapai antara 250 ribu ha sampai
300 ribu ha (Dr.Ir. Prakoso, MSc, Menteri Kehutanan, pada acara “Pencanangan
Reboisasi PT Perhutani bersama masyarakat Bojonegoro,” Kompas 5 Januari 2003).
Penyebab utama meluasnya lahan kritis adalah adanya :
1. tekanan dan pertambahan penduduk,
2. luas areal pertanian yang tidak sesuai, perladangan berpindah,
3. pengelolaan hutan yang tidak baik dan penebangan illegal,
4. pembakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali,
5. eksploitasi bahan tambang.
Meluasnya lahan kritis membuat penduduk yang tinggal di daerah tersebut relatif
miskin, tingkat populasi sangat padat, luasan lahan yang dimiliki bertambah sempit,
kesempatan kerja sangat terbatas, dan lingkungan hidup mengalami kerusakan/degradasi.
Kondisi ini diperparah dengan terjadinya krisis ekonomi sejak tahun 1997 yang telah
memperburuk kondisi perekonomian petani gurem. Akibatnya penebangan hutan oleh
rakyat semakin merebak serta lahan yang terancam menjadi kritis semakin meluas.
Masalah lain yang perlu diperhatikan dan segera ditanggulangi adalah penambang
tanpa izin (PETI) yang lokasinya tersebar di hampir seluruh Indonesia yang banyak
menggunakan air raksa (Hg) dalam proses pengekstrakan emas.
Sebagai contoh PETI yang terdapat di Propinsi Kalimantan Tengah, tepatnya pada
DAS Rungan dengan sungai utamanya Sungai Takaras. Di sana ada 480 PETI. Satu PETI
menggunakan satu atau lebih mesin sedot. Apabila satu mesin menggunakan satu kg Hg
dalam rentang waktu tiga bulan dapat dipastikan Sungai Takaras tercemar oleh Hg
sebanyak 480 kg, atau dua ton Hg dalam setahun (Kalteng Pos, 21 dan 22 Maret 2003).
Kegiatan PETI bahan galian tambang, antara lain batubara dan emas, semakin
marak seiring dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Masalah yang terkait dengan
penanggulangan PETI adalah: penegakan hukum belum optimal dengan tingkat
kedisiplinan aparatnya yang masih perlu ditingkatkan, tingkat kesadaran masyarakat
dalam menjaga kelestarian lingkungan, serta krisis ekonomi yang berkepanjangan
Fokus penanganan masalah PETI bahan galian tambang batubara dan emas
didasarkan pada pertimbangan:
• PETI batubara dalam prakteknya sangat merusak kondisi fisik: lingkungan tempat
batubara tersebut, tempat penimbunan batubara (stock pile), lokasi pelabuhan khusus
batubara, dan sarana jalan transportasi yang digubakan untuk mengangkut batubara.
• PETI emas dalam prakteknya merusak kondisi fisik wilayah penambangan emas
serta terjadinya pencemaran merkuri yang semakin meluas.
Upaya Penanganan masalah PETI telah dilakukan dengan berbagai cara oleh KLH
bersama sama dengan Instansi terkait, baik tingkat pusat maupun Daerah. Selain itu juga
dijalin kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli terhadap
lingkungan hidup. Upaya tersebut baru pada tahap melakukan sosialisasi tentang
bahayanya merkuri terhadap kesehatan manusia melalui berbagai sarana serta perlunya
para PETI mengikuti peraturan yang berlaku.
2.2.2 Kerusakan hutan
Hutan merupakan sebuah ekosistem yang sangat luas. Di dalamnya terdapat
komponen yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Bila salah satu komponen
rusak, maka komponen yang lain rusak pula. Hutan dapat dipandang sebagai komponen
utama ekosistem bumi, karena hutan mempunyai sejumlah besar tugas dalam
penyelenggaraan tata kehidupan di bumi.
Hutan yang memiliki fungsi sebagai produsen makanan, fungsi meteorologis,
fungsi geohidrologis, fungsi biodiversivity dan sumber devisa. Begitu penting arti
keberadaan hutan dalam fungsi-fungsi ekologis tersebut yang tidak dapat digantikan oleh
komponen lain. Sangat perlu disesali tindakan pendahulu kita yang karena
ketidaktahuannya telah membabat hutan untuk kepetingan-kepentingan non ekologis,
hingga hutan tinggal sedikit saja. Penciutan areal hutan dari tahun ke tahun terus
meningkat.
Menurut FAO di seluruh dunia dengan kecepatan 600.000 ha/th pada tahun 1980,
menjadi 1 juta ha/tahun pada tahun 1990. Sementara di Indonesia menurut Bank Dunia
1989 laju penggundulan hutan antara 700.000 – 1.200.000 ha/tahun. Hingga kini hutan di
Indonesia tidak ada 50% dari keseluruhan hutan yang pernah ada.
Pengelolaan hutan Indonesia perlu dilakukan secara profesional dan terencana
sehingga hutan dapat dimanfaatkan secara optimal, tanpa mengurangi kemampuan
hutannya memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat lokal, nasional, regional,
dan internasional. Sistem pengusahaan hutan yang ada telah menimbulkan berbagai
masalah di beberapa daerah yang berdampak pada degradasi hutan. Selama lima tahun
terakhir, laju deforestasi diperkirakan 1,6 juta hektar per tahun. Berdasarkan citra satelit
1995-1999 hutan produksi yang rusak di Indonesia pada 432 HPH mencapai 14,2 juta
hektar, sedangkan kerusakan pada hutan lindung dan hutan konservasi mencapai 5,9 juta
hektar.
Dalam buku Potret Keadaan Hutan Indonesia yang diterbitkan akhir tahun 2001
oleh Forest Watch Indonesia diungkapkan laju kerusakan hutan pada era tahun 1980-an
di Indonesia adalah sekitar satu juta hektar/tahun, kemudian pada awal tahun 1990-an
tingkat kerusakan mencapai 1,7 juta hektar/tahun. Lalu, sejak tahun 1996 meningkat lagi
menjadi rata-rata dua juta hektar/tahun. Hutan yang sudah terdegradasi dan gundul di
Indonesia ada di Sumatera (terdegradasi 5,8 juta hektar dan gundul 3,2 juta hektar); di
Kalimantan (degradasi 20,5 juta hektar dan gundul 4,3 juta hektar); di Sulawesi
(degradasi dua juta hektar dan gundul 203.000 hektar); di Nusa Tenggara (degradasi
74.100 hektar dan gundul 685 hektar); di Papua (degradasi 10,3 juta hektar dan gundul
1,1 juta hektar); dan di Maluku (degradasi 2,7 juta hektar dan gundul 101.200 hektar).
Kerusakan itu disebabkan oleh pemilik HPH melanggar prosedur, penebangan
ilegal, perambahan hutan, pembukaan hutan skala besar, kebakaran hutan, serta
banyaknya lokasi tambang di daerah hutan lindung dan daerah konservasi meskipun
dilarang berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999. Kondisi ini diperburuk oleh krisis ekonomi
yang melanda Indonesia beberapa tahun lalu.
Konflik konsesi pertambangan dengan kawasan lindung menjadi pelik karena ada
kontrak-kontrak pertambangan berada di dalam kawasan konservasi. Data Departemen
Energi dan Sumber daya Mineral menunjukan saat ini ada 150 perusahaan pertambangan
yang kawasan konsesinya (terdiri dari 116 tahap eksplorasi dan 34 sudah dalam tahap
ekploitasi) berada di daerah konservasi, dengan jumlah nilai rencana investasi 1-5 tahun
sejak 2000 sebesar US$ 3,2 milyar.
Kendala yang dihadapi dalam pemberantasan illegal logging antara lain:
1. Ada 11 instansi yang berada dalam satu mata rantai pemberantasan illegal logging
yang sangat menentukan proses penegakan hukum kejahatan bidang kehutanan
yaitu: Menko Polkam, TNI AD/Hankam, TNI AL, Polri, Dephut, Deperindag,
Dephub, Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan, dan Pemda Provinsi/Kabupaten;
2. Penegakan hukum masih lemah sehingga mafia kayu beraksi dengan bebas;
3. Modus penebangan ilegal: oknum aparat menjadi dinamisator dan supervisor
tindak pidana kehutanan, di samping juga menjadi backing;
4. Kondisi moral, sosial dan budaya masyarakat, serta aparat cenderung menjadi
tidak lagi peduli pada kelestarian hutan dan penegakan hokum;
5. Ketahanan dan kemandirian masyarakat yang masih rendah dengan pembodohan
yang berdalih pemberdayaan masyarakat;
6. Masih ada industri pengolahan kayu yang menerima dan mengolah kayu ilegal;
7. Penanganan illegal logging saat ini belum mencapai hasil yang maksimal karena
dilaksanakan secara tidak berkesinambungan akibat biaya yang cukup besar;
8. Kompleksnya permasalahan sosial dan moral di berbagai lapisan masyarakat;
9. Data dan informasi tentang penanganan illegal loging masih sangat terbatas;
10. Pelaksanaan otonomi daerah yang lebih berorientasi pada peningkatan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) tanpa mempehatikan kelestarian hutan.
Tabel 2.1
Daerah-daerah rawan pencurian dan penyelundupan Kayu
Sumber: Media Indonesia, 28 Juni 2002
N PROPINSI LOKASI
O
1 Aceh TN. Gunung Leuser, Bireun, Singkil, Kuala Simpang
2 Riau TN. Bukit Tigapuluh, Rumbai, Dumai, Siak Hulu
3 Jambi TN. Kerinci Seblat, Kuala Tungkal, Bungo Tebo
4 Jawa Timur TN. Meru Betiri, Bondowoso, Lamongan
5 Kalimantan Barat TN. Gunung Palung, Kapuas, Bukit Dayeuh, Batuampar,
Paloh,
Betung Kerihun
6 Kalimantan TN. Tanjung Puting, Kuala Kapuas, Barito Utara,
Tengah Palangkaraya,
Barito Selatan
7 Kalimantan Kotabaru, Muara Teweh, Hulu Sungai Selatan
Selatan
8 Kalimantan Timur Nunukan, Kutai, Pasir, Hulu Sungai Utara,
Tenggarong,
Balikpapan
9 Sulawesi Tengah TN.Lore Lindu, Donggala, Palu
10 Papua Sorong

Upaya Penanggulangan dan Pemberantasan Penebangan Kayu Ilegal


Tahun 2002 Dewan Pertahanan Nasional telah menyatakan kejahatan perusakan
hutan terutama illegal logging merupakan salah satu ancaman potensial yang dapat
meruntuhkan keutuhan dan kesatuan, serta integritas dan integrasi bangsa dan negara
Indonesia. Oleh karena itu pada tahun 2003 Departemen Kehutanan bersama TNI serta
instansi terkait dalam penegakan hukum, bertekad meningkatkan penindakan secara tegas
pelaku, pemodal, dan backing kejahatan kehutanan tanpa pandang bulu, serta akan lebih
transparan dalam pengungkapan aktor di belakangnya. Salah satu upaya Pemerintah
untuk menanggulangi penebangan kayu ilegal yang semakin marak dilakukan oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab adalah dengan Pemberlakuan Instruksi
Presiden No. 5 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Ilegal dan
Peredaran Hasil Hutan ilegal di Kawasan Ekosistem Leuseur dan Taman Nasional
Tanjung Puting. Selain itu KLH atas nama Pemerintah Indonesia telah menandatangani
2.2.3 Pencemaran air
Air di bumi meliputi air laut (air asin) dan air darat (air tawar). Air tawar dijumpai
sebagai air permukaan (surface water) dan air bawah tanah (sub surface water). Air
permukaan berupa sungai, danau, rawa dan salju. Sedangkan air bawah tanah dapat
dibedakan antara ir tanah dangkal ( soil water) dan air tanah dalam (groundwater).
Indikator pencemaran yang banyak dilakukan untuk kontrol kualitas air adalah DO
(Disolved Oksigen = Oksigen terlarut) dan BOD (Biological Oxygen Demand =
kebutuhan Oksigen untuk proses biologi), antara lain disebabkan dalam penentuan DO
dan BOD tidak memerlukan waktu yang lama dan alat-alat yang digunakan sangat
sederhana serta murah. Kontrol kualitas air dengan indikator DO dan BOD akan lebih
tepat lagi bila penyebab pencemarannya adalah limbah rumah tangga.
Uji coba oksigen terlarut sangat penting untuk menjamin keadaan aerobik perairan
yang menampung limbah. Dalam mengendalikan pencemaran air perlu diperhatikan
bahwa ikan, tetumbuhan, dan binatang lain perlu berkembangbiak. Hal ini perlu
Dari kegiatan tersebut di atas timbul berbagai masalah antara lain saat ini air tidak lagi
menjadi barang atau suatu zat yang mudah di dapat di mana-mana, air selalu mempunyai
konotasi yang kurang baik seperti banjir, penyebab tanah longsor, erosi tanah, dll. Oleh
karena itu dampak negatif dari interaksi manusia terhadap hidrosfer yaitu mengenai :
1) Pasokan air
2) Air permukaan
3) Air bawah tanah
4) Banjir
5) Kualitas Air

Gambar 2.9 pencemaran udara lewat industri


Sumber balitbang.kemhan.go.id

2.2.4 Pencemaran udara


Interaksi manusia dengan atmosfer selain berdampak positif juga berdampak
negatif. Dampak negatif yang timbul dari interaksi manusia dengan atmosfer adalah
pencemaran udara yang berimbas pada perubahan iklim global dan menipasnya ozonosfer
bumi.
Sejajar dengan kemajuan manusia di bidang penelitian, muncul kemajuan di bidang
nuklir dengan peledaknya, bangunan industri dan kemajuan teknologi lainnya yang
bersifat menggagu kebersihan atmosfer dan kelestarian lingkungan hidup yang sehat.
Meskipun percobaan nuklir direncanakan pada tempat yang dianggap aman, tapi tetap
dapat menimbulkan sampah radioaktif dan gas-gas beracun masuk ke dalam atmosfer dan
lautan. Pada mulanya hal ini dapat dikendalikan, tetapi akhir-akhir ini sangat menarik
perhatian internasional mengingat nilai kesehatan, keamanan, dan kemajuan penduduk
mulai terancam.
Atmosfer menjadi tempat penyimpanan dari semua jenis pencemar baik berupa gas,
cair, maupun padat. karena itu pencemaran udara dapat merugikan kehidupan.
Pencemaran udara lokal biasanya dapat dihindari oleh adanya sirkulasi udara umum,
tetapi kemungkinan besar pencemar tersebut akan diendapkan di tempat lain. Perana
atmosfer pada pencemaran udara adalah bertindak sebagai pengencer konsentrasi
pencemar atau bertindak sebagai yang menyingkirkan pencemaran udara, tetapi ada
kalanya justru bertindak sebagai sumber pendauran (perputaran) kembali dari pencemar
tersebut.
Lingkungan atmosfer tempat manusia hidup bergantung pada pertanian,industri,
percobaan nuklir, pembuangan dari kendaraan bermotor, dan percobaan-percobaan
lainnya. Industri perlu didirikan, hutan dapat dibuka sebagai lahan pertanian baru, tetapi
masalah ini hendaknya dikerjakan dengan penuh kebijaksanaan, penuh kesadaran, dan
penuh perhatian terhadap akibat-akibat yang akan timbul agar pembangunan yang kita
harapkan dapat membawa kesejahteraan rakyat dan bukan sebaliknya menimbulkan
katastropik.
Sebagian unsur-unsur atmosfer sangat penting bagi kehidupan manusia, sebagian
tidak vital dan tidak berbahaya, serta sebagian dapat merugikan serta berbahaya bagi
kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Masuknya zat-zat bearacun ke
dalam atmosfer yang sangat merugikan dan berbahaya bagi manusia maupun hewan,
merusak harta milik dan tanaman disebut pencemaran udara. Zat-zat tersebut antara lain:
Karbon Monoksida
Sumber utama berasal dari kendaraan bermotor, dan proses industri menduduki
tempat kedua, sedangkan pembakaran sampah dan kebakaran hutan menduduki tempat
ketiga dan keempat. Jika udara tercemar , maka hemoglobin pada tubuh manusia tidak
dapat mengikat oksigen, Pada konsentrasi di udara mencapai 0,1 %, maka kapasitas darah
dalam mengangkut oksigen berkurang 50 %. Hal ini menyebabkan pemberian oksigen ke
dalam tubuh berkurang serta berakibat berkurangnya penglihatan dan reaksi fisik. Ketika
konsentrasi di udara mencapai 0,5 % mampu menyebabkan pingsan yang kemudian dapat
mengakibatkan kematian.
Oksida Sulfur
Oksida sulfur merupakan pencemar primer yang di atmosfer bereaksi dengan
pencemar lain membentuk senyawa sulfur yang menyebabkan hujan asam. Hujan asam
dapat merusak pertanian dan peternakan. Konsentrasi oksida sulful terbesar berasal dari
emisi pembakaran batu bara, kedua berasal dari emisi proses industri.
Oksida sulfur menyebabkan pembentukan asam yang mengganggu paru-paru, saraf,
dan menimbulkan asma. Pada konsentrasi di atas 3 ppm, oksida sulfur member bau tajam
dan dapat menimbulkan lemas lalu kematian jika berlangsung lama. Oksida sulful juga
dapat menimbulkan korosi.
Oksida Nitrogen
Oksida nitrogen dalam kadar yang tinggi dapat mengganggu kesehatan manusia,
seperti iritasi yang akut pada pernapasan dan penyakit paru-paru yang kronis. Pada
konsentrasi 0,01 ppm, oksida nitrogen dapat menyebabkan bronchitis pada anak-anak
usia 2-3 tahun. Sumber utama oksida nitrogen adalah kendaraan bermotor dan stasiun
pembangkit energi (generator).
Hidrokarbon
Hidrokarbon menyebabkan iritasi pada mata dan gangguan pernapasan.
Diperkirakan hidrokarbon sebagai penyebab kanker terutama dari jenis aromatic dan
adelhida yang banyak dijumpai dalam bahan solar. Sumber utama hidrokarbon
diemisikan oleh kendaraan bermotor. Selain itu juga dari emisi proses industri.
Beberapa pencemar tersebut yang berada di atmosfer bawah terutama troposfer
dapat mengganggu keseimbangan radiasi yang pada gilirannya dapat mengubah iklim
karena pada dasarnya iklim cenderung berubah oleh ulah aktivitas manusia seperti
urbanisasi, deforestasi, industrialisasi, serta aktivitas alam seperti pergeseran kontinen,
letusan gunung berapi, perubahan orbit bumi terhadap matahari, noda matahari, dan
peristiwa el nino la nina.
Pencemar berupa gas dapat mempengaruhi iklim melalui efek rumah kaca. Sebagai
aerosol, maka pencemar mengubah keseimbangan radiasi melalui hamburan, pemantulan
dan penyerapan serta melalui pembentukan awan. Sebagai akibat pencucian aerosol sulfat
dan nitrat oleh tetes awan dan hujan, maka terjadilah hujan asam yang menyebabkan
korosi serta penurunan pH dalam tanah dan air.
Ketidak seimbangan radiasi tersebut mengakibatkan munculnya efek rumah kaca
yang menyebabkan kenaikan suhu di Bumi ( global warming ) dan akhirnya berimbas
pada perubahan iklim/pergeseran iklim.

2.2.5 Efek Rumah Kaca


Efek rumah kaca merupakan proses pada bola bumi sebagai suatu sistem yang
dinamis. Rumah kaca yang dimaksud di sini adalah analogi atas bumi yang dikelilingi
gelas kaca. Radiasi matahari masuk ke bumi dengan menembus gelas kaca tersebut
berupa radiasi gelombang pendek. Sebagian di serap oleh bumi dan sisanya dipantulkan
kembali ke angkasa sebagai radiasi gelombang panjang. Tetapi panas yang seharusnya
dapat dipantulkan kembali ke angkasa menyentuh permukaan gelas kaca dan
terperangkap di bumi. Layaknya proses dalam rumah kaca di pertanian dan perkebunan,
gelas kaca memang berfungsi untuk menahan panas untuk menghangatkan rumah kaca.
Masalah timbul ketika aktivitas manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi selimut
gas di atmosfer (gas rumah kaca) sehingga melebihi konsentrasi yang seharusnya. Maka
panas matahari yang tidak dapat dipantulkan ke angkasa akan meningkat pula. Semua
proses itulah yang disebut sebagai efek rumah kaca.
Pada konsentrasi yang normal, efek rumah kaca pada dasarnya terjadi secara alami
sehingga memungkinkan kelangsungan hidup semua makhluk hidup di bumi. Tanpa
adanya gas rumah kaca seperti karbondioksida, metana, atau dinitro oksida, suhu
permukaan bumi akan 33° C lebih dingin. Namun sejak awal jaman industrialisasi, awal
dari akhir abad ke-17, konsentrasi gas rumah kaca meningkat drastis. Diperkirakan tahun
1880 temperatur rata-rata bumi meningkat 0,5°C -0,6°C akibat emisi gas rumah kaca
yang dihasilkan dari aktivitas manusia.
Tidak semua gas yang terdapat di atmosfer bumi menimbulkan efek rumah kaca.
Yang termasuk dalam kelompok gas rumah kaca adalah Karbondioksida, Metana, Dinitro
Oksida, Hidroflourokarbon , Perflourokarbon , sampai Sulfur Heksaflourida . Jenis gas
rumah kaca yang member sumbangan paling besar bagi emisi gas rumah kaca adalah
Karbondioksida, Metana, dan Dinitro Oksida. Sebagian besar dihasilkan dari pembakaran
bahan bakar fosil (minyak bumi dan batubara) di sektor :
1. 36 % dari Industri Energi (pembangkit listrik/kilang minyak, dll)
2. 27 % dari sektor transportasi
3. 21 % dari sektor industri
4. 15 % dari sektor rumah tangga dan jasa
5. 1 % dari sektor-sektor yang lain
Peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer mengakibatkan
meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi yang disebut dengan pemanasan global
atau global warming. Pemanasan global akan diikuti dengan perubahan iklim seperti
mengkatnya curah hujan di beberapa belahan dunia sehingga menimbulkan banjir, erosi
dan tanah longsor. Sedangkan di belahan bumi lain akan mengalami musim kering yang
berkepanjangan disebabkan kenaikan suhu.
Efek rumah kaca menyebabkan terjadinya akumulasi panas di atmosfer bumi.
Dengan adanya akumulasi yang berlebihan tersebut, iklim global melakukan
penyesuaian. Penyesuaian yang dimaksud salah satunya dengan peningkatan temperature
bumi, kemudian disebut pemanasan global dan berubahnya iklim regional, pola curah
hujan, penguapan, pembentukan awan atau perubahan iklim. Dampak dari adanya
pemanasan global ini yaitu :
1. Musnahnya berbagai keanekaragaman hayati
2. Meningkatnya frekuensi dan intensitas hujan badai, angin topan, dan banjir
3. Mencairnya es dan glasier di kutub
4. Meningkatnya jumlah tanah kering yang potensial menjadi gurun
5. Kekeringan berkepanjangan
6. Kenaikan permukaan laut hingga menyebabkan banjir yang luas
7. Kenaikan suhu air laut mengakibatkan terjadinya pemutihan karang ( coral
bleaching dan kerusakan terumbu karang di seluruh dunia)
8. Meningkatnya frekuensi kebakaran hutan
9. Menyebarkan penyakit-penyakit tropis, seperti malaria ke daerah-daerah baru
10. Daerah-daerah tertentu menjadi padat dan sesak karena terjadi arus
pengungsian.
Dampak dari pemanasan global ini pula, menjadikan kini el nino muncul setiap 2-7
tahun, lebih kuat dan berkontribusi pada pengkatan temperature bumi. Dampaknya dapat
dirasakan di seluruh dunia dan menunjukkan bahwa iklim di bumi telah mengalami
perubahan. Akumulasi gas rumah kaca di atmosfer membantu menyuntikkan panas ke
Samudra Pasifik. Oleh karena itu el nino muncul lebih sering dan lebih ganas dari
sebelumnya.
Meskipun kecepatan difusi dari molekul CFC ke dalam stratosfer dari permukaan bumi
kemingkina rendah, kerusakan ozonosfer oleh CFC telah diyakini melakukan observasi.
Sejak akhir tahun 1970an, peneliti telah mendapatkan penipisan tahunan dari lapisan ozon
di atas kutub selatan yang terjadi selama musim semi austral (belahan bumi selatan).
Ilmuwan sekarang dengan jelas menemukan bahwa kutub utara juga mengalami peristiwa
yang serupa dengan belahan bumi selatan, tetapi kerusakan ozon selama akhir musim
dingin kurang tegas.

2.2.6 Kebisingan
Pencemaran bising atau kebisingan adalah pencemaran oleh suara karena masuknya
suara yang tidak diinginkan ke dalam lingkungan yang menyebabkan kualitas lingkungan
menurun, dan mengganggu peruntukkannya.
Tingkat suara yang menyebabkan ketulian setelah beberapa bulan atau tahun adalah
90 Db (desibel) dan apabila intensitas suara sudah mencapai 120 Db, biasanya dalam
waktu yang singkat akan menyebabkan ketulian.
Kebisingan mengganggu kehidupan manusia, sehingga perlu diupayakan
pencegahan terhadap kebisingan. Pemilihan mesin-mesin baru untuk pabrik perlu
diperhatikan apakah mesin tersebut menyebabkan kebisingan atau tidak. Kebisingan di
jalan raya dapat dikurangi dengan membuat jalur hijau, pepohonan selebar 35 m dapat
mengurangi kebisingan sebesar 5 Db, pembuatan tanggul tanah atau semen dengan
ketinggian 2,5 m – 3 m dapat mengurangi kebisingan hingga 10 Db.
Kebisingan yang terus menerus akan memberikan dampak negatif bagi manusia
antara lain berupa kerusakan pendengaran, pemarah, emosi, gagap, kelelahan, denyut
jantung bertambah cepat, bertambahnya akumulasi lemak pada pembuluh darah, serta
gangguan melahirkan bagi ibu hamil.
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Demikian telah diuraikan beberapa permasalahan yang ada seputar kependudukan
dan lingkungan hidup dalam konteks ekologi dan lingkungan. Dalam setiap aksi, selalu
ada reaksi, demikian pula dengan aksi yang dilakukan manusia maupun alam, selalu ada
reaksi yang mengiringinya.
Dalam hal kependudukan, Indonesia sudah bukan tandingan, penduduk terbesar ke
4 dunia dengan Negara kepulauan yang luas, besar dan kaya untuk membekali
penduduknya yang sangat banyak. Namun kenyataan itu tidak serta merta mengiringi
masyarakat Indonesia kearah kemakmuran. Justru kenyataan yang kita temui di lapangan
malah keadaan masyarakat Indonesia tidak seharusnya demikian.
Banyak kesenjangan yang terjadi, banyak ketidakmerataan dan anomali-anomali
yang menjadi ironi bagi bangsa kita. Banyak terjadi masalah. Faktornya mulai dari
pendidikan yang rendah, moral yang makin pudar dan banyaknya pengaruh dari luar
sehingga mengikis dengan cepat kepribadian bangsa kita menjadi kian luntur.
Dari hal itulah kemudian terjadi permasalahan dalam kependudukan. Selain itu,
msayarakat hidup dalam lingkungan yang beragam yang selalu saling membutuhkan dan
berinteraksi. Walaupun alam dapat berubah dengan sendirinya, namun campur tangan
manusia merupakan bentuk atau faktor lain yang dapat mempengaruhi percepatan
perubahan dalam alam.
Dengan demikian manusia dengan alam perlu saling memperlakukan masing-
masingnya dengan sebaik-baiknya. Tidak semena-mena dan terus dijaga dan dipelihara
untuk kelangsungan hidup kita di masa depan.

3.2 Saran
3.2.1 manusia harus menjaga alam agar tetap lestari
3.2.2 manusia harus mengurangi jumlah penduduk agar tidak terjadi masalah
3.2.3 manusia harus melakukan recovery alam
DAFTAR PUSTAKA
http://kimilonely.blogspot.com/2011/04/sejenak-tenggelam-dalam-masalah.html
akses 15 september 2011 12.22
library.unnes.ac.id akses 27 september 2011 18.00

Anda mungkin juga menyukai