Anda di halaman 1dari 10

JOURNAL READING

STUDI KLINIS PENGARUH SINUSITIS PADA OTITIS MEDIA SUPURATIF


KRONIS

Diterjemahkan dari :

A CLINICAL STUDY ON THE INFLUENCE OF SINUSITIS IN CHRONIC


SUPPURATIVE OTITIS MEDIA

Sellappampatty Veerappapillai Dhanasekaran, Jiji Sanjeevan Nair, Komathi


Raja, Govind Krishnan Gopalakrishnapillai, Abhilash Kuniyath Chandran,
Shankar Radhakrishnan

Oleh :

M. Alip Wildan G99151067

Angga Suryawinata G99151068

Hanif Nugra Pujiyant G991151069

Pembimbing :

Putu Wijaya K, dr., Sp.THT-KL, MKes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2017
STUDI KLINIS PENGARUH SINUSITIS PADA OTITIS MEDIA
SUPURATIF KRONIS

Abstrak

Pendahuluan
Kelainan pada hidung dan sinus paranasal diketahui mempunyai pengaruh terhadap
kondisi telinga tengah. Pada evaluasi pasien dengan OMK, pemeriksaan radiologi, endoskopi,
dan alat diagnosis lain digunakan untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada rongga hidung
dan sinus paranasal yang bisa jadi merupakan faktor etiologi yang mendasari.
Bahan dan metode
Penelitian observasional cross sectional dilakukan dalam periode 2 tahun untuk
membangun pengertian tentang peran sinusitis sebagai fokus sepsis pada pasien dengan
OMSK tipe tubotimpanik. Semua pasien berada dalam rentang umur 20-40 tahun dengan
keluar sekret lebih dari 2 bulan dan mengalami penurunan pendengaran sebesar 20-40 dB
serta telah didiagnosis dengan OMSK tipe tubotimpanik. Pasien yang terdapat gambaran
mastoiditis dari X-Ray dan juga sekret menetap yang keluar bahkan setelah pengobatan
dengan antibiotik lokal dan sistemik sebanyak (n=70) dilakukan diagnosis menggunakan
nasal endoskopi dan CT scan sinus paranasal.
Hasil
Dari 100 pasien OMSK, 70% terdapat pendukung sinusitis. Deviasi septum nasi
merupakan keadaan patologi yang paling banyak dijumpai pada populasi sampel. Mayoritas
(54%) mempunyai tipe sekret telinga mukopurulen. CT scan paranasal menunjukkan 48,5%
populasi subjek mengalami sinusitis grade I. Sebanyak 54,2% mengalami perforasi sentral
dan edema mukosa telinga tengah sebanyak 65,7% populasi.
Diskusi
Adanya keterlibatan deviasi septum nasal dan RSK pada OMSK sesuai dengan
beberapa studi yang dilakukan sebelumnya.
Kesimpulan
Deviasi septum nasal, hipertrofi konka media, dan sinusitis adalah faktor predisposisi
pada perjalanan penyakit OMSK. Jadi, evaluasi untuk sinusitis pada pasien OMSK yang
menjalani terapi harus dilakukan sebagai prosedur rutin.
Kata kunci : Otitis media, Supuratif, Otitis media dengan efusi, Sinus paranasal, Sinusitis
maksilaris.
OMSK tipe tubotimpanik adalah inflamasi menetap yang menyebabkan terjadinya
perubahan irrevesible pada mukosa telinga tengah dan rongga mastoid. Kondisi tersebut
ditandai dengan keluarnya sekret yang menetap dari telinga tengah melalui perforasi
membran timpani. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab dari ganguan-gangguan
pendengaran yang sebenarnya dapat dicegah, terutama pada negara-negara berkembang
(WHO, 2004).1 Patofisiologinya berawal dari iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah.
Faktor patologis yang paling penting pada OMSK adalah disfungsi dari tuba eustaschii dan
infeksi bakteri.2 Obstruksi dari tuba eustachii dapat menyebabkan otitis media. Penyakit pada
hidung dan sinus paranasal juga dapat mempengaruhi kondisi telinga tengah.
Banyak literatur yang menyatakan tentang sinusitis dan saluran nafas atas sebagai
penyebab dari otitis media. Namun hanya beberapa artikel saja yang membahas tentang
keadaan patologis hidung terkait faktor anatomis yang bisa menyebabkan otitis media. Pasien
yang mengalamai otitis media sekunder akibat keadaan patologis di hidung dan/atau sinus
paranasal harus mendapatkan penanganan untuk keduanya.3
Kondisi patologis pada sinus paranasal sering mengakibatkan penyakit pada telinga.
Perbaikan pada otitis media yang mengikuti septoplasti pernah ditulis oleh Grady (1983),4
Vont Chauenberge dan Derycke (1983),5 dan Kim et al (1993)6 juga menunjukkan bukti
tentang hubungan kelainan sinonasal pada otitis media. Bozkuset et al (2013)7 menunjukkan
adanya kemungkinan akan hubungan abnormalitas sinonasal dan rhinitis alergi pada
patogenesis OMK. Peneliti lainnya menyimpulkan, meskipun riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik adalah prosedur standar untuk evaluasi awal pada pasien otitis media
kronik, namun pemeriksaan seperti radiologi, endoskopi, dan tambahan alat diagnosis lain
seharusnya juga digunakan untuk mendapatkan data objektif dari pasien yang berkaitan
dengan kondisi dari cavum nasal dan nasofaring untuk dijadikan petimbangan penentuan
diagnosis banding. Tanpa koreksi dari sinusitis, penanganan terhadap telinga termasuk
tindakan operasi sering mengalami kegagalan dan mempunyai prognosis yang buruk. 8 Oleh
karena itu penting untuk memahami peran dari sinusitis sebagai fokus sepsis pada OMK
aktif.

Bahan dan Metode

Penelitian observasional jenis cross sectional dilaksanakan di Departemen THT


kami selama 2 tahun dari Januari 2013 sampai Desember 2014. Hal ini ditujukan untuk
mengetahui peran sinusitis sebagai fokus sepsis pada pasien OMSK tipe tubotimpanik.
Semua pasien, di dalam kelompok usia 20-40 tahun yang terdapat sekret telinga selama lebih
dari 2 bulan disertai dengan penurunan pendengaran 25-40 db dan telah didiagnosis dengan
OMSK telah dimasukkan dalam penelitian ini. Seratus pasien dengan kriteria diatas telah
dimasukkan dalam penelitian. Rongten mastoid telah dilakukan terhadap semua pasien di
diatas. Pasien-pasien yang telah terbukti mengalami sinusitis kronis telah diterapi antibiotik,
antihistamin, dan dekongestan secara on and off selama 6 minggu.
Pasien yang terbukti mengalami mastoiditis pada X-ray dan juga didapati sekret
telinga menetap bahkan setelah terapi dengan antibiotik oral dan topikal (n=70) dilakukan
diagnosis dengan nasoendoskopi dan CT-Scan sinus paranasal.

Hasil

Tabel I menunjukkan distribusi umur dan jenis kelamin pada populasi sampel.
Mayoritas dari populasi sampel adalah perempuan dan pada rentang umur 20-30 tahun.
Hampir 90% berasal dari daerah yang tingkat sosial-ekonominya rendah.

Tabel I. Distribusi Populasi Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin


Grup Umur Laki-laki Perempuan Total
20-25 12 12 24
26-30 18 10 28
31-35 8 4 12
36-40 4 2 6
Total 42 28 70

Hasil nasoendoskopi ditunjukkan pada Tabel II. Deviasi septum nasal adalah
kelainan yang paling banyak (40%) pda populasi subjek diikuti dengan pembesaran bulla.
Medialised uncinate terdapat pada 17,1% dari populasi subjek dan 10% mengalami
pembesaran bulla dengan penonjolan agger
Tipe sekret yang terlihat pada meatus media melalui nasoendoskopi menunjukkan
54,2% dari sekret berjenis mukopurulen dan sisanya adalah tipe purulen atau mukoid.
Derajat dari sinus paranasal yang ditunjukkan melalui CT scan menunjukkan 48,5%
merupakan grade I, dimana kelainan terbatas pada komplek osteomeatal, 22,8% derajat II
(opasitas inkomplit pada satu atau lebih sinus), 14,2% derajat III (opasitas komplit pada satu
atau lebih sinus besar) dan 7,1% derajat IV (opasitas total pada semua sinus) (Tabel IV).
Tabel II. Hasil Nasoendoskopi pada Populasi Penelitian

Hasil Nasoendoskopi Frekuensi Persentase


Deviasi septum nasal/deformitas septum konka media 28 40%
Medialised uncinate 12 17.1%
Pembesaran konka media 10 14.2%
Pembesaran bulla dengan penonjolan agger 7 10%
Total 70 100%

Tabel III. Sekret yang Terlihat di Meatus Medial pada Nasoendoskopi

Jenis Sekret Frekuensi Persentase

Mukopurulen 38 54.2%

Purulen 18 25.7%

Mukoid 14 20%
Total 70 100%

Tabel IV. Klasifikasi Derajat Berdasarkan Hasil CT Scan dari Sinus Paranasal
Frekuens
Klasifikasi i Persentase
Grade 0 5 7.1%
Grade I 34 48.5%
Grade II 16 22.8%
Grade III 10 14.2%
Grade IV 5 7.1%
Total 70 100%

Tabel V. Variasi Anatomi Berdasarkan Hasil CT Scan Sinus Paranasal


Variasi Anatomi Frekuensi Persentase
Deviasi Septum Nasal 28 40%
Medialised uncinate dengan penebalan mukosa maksila 14 20%
Pembesaran bulla 7 10%
Concha bullosa 13 18.5%
Penonjolan agger 8 11.4%
Total 70 100%
Berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan, diketahui bahwa dari variasi anatomi sinus
paranasal, 40% diantaranya mengalami deviasi septum nasal, 20% diantaranya mengalami
medialised uncinate disertai penebalan mukosa maksila dan 11,4% diantaranya memiliki
agger yang menonjol (Tabel V).
Berdasarkan hasil otoendoskopi pada populasi penelitian, didapatkan bahwa 54,2%
diantaranya mengalami perforasi sentral yang besar pada membran timpaninya, 31,4%
dengan perforasi sentral subtotal dan sisanya sebanyak 14,2% mengalami perforasi sentral
yang berukuran kecil. Selain itu didapatkan pula temuan berupa mukosa telinga tengah yang
edematous pada 65,7% dari populasi dan 34,2% lainnya berupa mukosa polypoidal (Tabel
VI).
Tabel VI. Hasil Otoendoskopi pada Populasi Penelitian
Jenis Perforasi Frekuensi Persentas
e
Besar 38 54.2%
Subtotal 22 51.4%
Kecil 10 14.2%
Total 70 100%

Diskusi

Langkah paling penting dalam diagnosis otitis media supuratif kronis (OMSK)
adalah untuk mengidentifikasi patologi yang mendasarinya. Setelah diidentifikasi dapat
dilakukan, maka pengobatan yang perlu dijalankan akan jauh lebih sederhana.
Penelitian ini dilakukan dengan dasar pentingnya proses patologi nasofaring dan
sinonasal pada kasus OMSK. Penelitian ini dilakukan pada 70 pasien dengan OMSK yang
datang ke Departemen Rawat Jalan THT kami. Usia pasien berkisar antara 20 sampai 40
tahun dengan usia rata-rata 28,7 ± 6.4 tahun. Jumlah pasien terbanyak (74,2%) berusia antara
21-30 tahun. OMSK didefinisikan sebagai penyakit yang paling banyak terjadi pada
kelompok usia anak (Nelson, 1988).9 Peneliti lain seperti Shrestha et al (2010),10 Karki et al
(2011),11 Poorey dan Iyer (2002)12 juga menemukan bahwa prevalensi terbanyak dari kasus
OMSK terjadi pada kelompok usia anak, sejalan dengan penelitian kami.
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa deviasi septum nasal merupakan salah
satu faktor predisposisi pada pasien OMSK. Van Cauwenberge et al menyampaikan bahwa
peningkatan resistensi hidung akan menyebabkan peningkatan pula pada tekanan statis
telinga tengah serta tekanan penutupan tuba eustachius, yang dapat mengakibatkan terjadinya
edema mukosa dan pada akhirnya mengakibatkan disfungsi tuba eustachius.13 Gutierrez-
Marcos menyampaikan bahwa deviasi septum yang obstruktif juga menyebabkan terjadinya
disfungsi tuba eustachius.14 Deron et al menemukan bahwa terdapat pemulihan dari tekanan
tuba eustachius pada periode awal dan akhir pasca operasi bedah perbaikan septum deviasi. 15
Gocmen et al, dengan menggunakan prosedur CT scan paranasal, juga melaporkan adanya
deviasi septum nasal pada 52% pasien OMSK. 16 Hal ini sejalan dengan penelitian kami
dimana didapatkan 40% dari pasien OMSK mengalami deviasi septum nasal.
Berdasarkan hasil nasoendoskopi diagnostik pada penelitian kami, temuan proses
patologi yang paling banyak didapatkan adalah deviasi septum nasal baik itu berdiri sendiri
maupun bersamaan dengan proses patologi lainnya. Pengamatan serupa dilakukan oleh
Yeolekar et al (2011)17 yang menyampaikan bahwa, proses patologi sinonasal terdapat pada
90% pasien dengan OMSK. Poorey dan Iyer (2002)12 juga melaporkan terdapatnya proses
patologi faring dan sinonasal pada 93% pasien dengan OMSK.
Berdasarkan literatur, kejadian sinusitis berkisar antara 43% hingga 78% pada pasien
dengan OME. Hal ini mendukung temuan hasil bahwa inflamasi pada saluran pernapasan
bagian atas merupakan salah satu jalan terjadinya OME. 18 Fireman et al. menekankan bahwa
otitis media adalah penyakit multifaktorial yang dipengaruhi oleh banyak proses etiologi
termasuk abnormalitas hidung dan sinus paranasal.19 Eryilmaz et al menemukan terdapatnya
perbedaan yang signifikan antara rinosinusitis kronis pada pasien dengan (57,7 %) dan tanpa
(25 %) otitis media kronis dengan efusi.20 Grote dan Kuijpers menemukan terdapatnya
sinusitis maksilaris sebanyak 47% dari 1.252 kasus anak dengan otitis media kronis dengan
efusi.21 Pada penelitian ini didapatkan sinusitis maksilaris pada 48,5% dari keseluruhan
populasi.
Kebanyakan peneliti telah mengungkapkan adanya peran penting dari kelainan pada
saluran pernapasan bagian atas yang berperan sebagai faktor penyebab terjadinya obstruksi
tuba eustachius sebagai etiopatogenesis dari OMSK.11 Stammberger et al melaporkan adanya
disfungsi yang berat pada tuba eustachius yang diakibatkan oleh gangguan fungsi hidung dan
sinus paranasal.22 Gocmen et al menemukan terdapatnya peradangan kronis osteomeatal pada
27% dari 52 pasien yang mengalami otitis adhesif, serta perbedaan yang relatif signifikan
pada grup kontrol mengenai kelainan pada hidung dan sinus paranasal.16
Takashi et al menyampaikan bahwa proses inflamasi pada hidung dan sinus
paranasal dapat menyebabkan timbulnya obstruksi, inflamasi, dan disfungsi dari tuba
eustachius.23 Pada penelitian kami ditemukan bahwa sinusitis maksilaris merupakan jenis
sinusitis yang paling banyak terjadi pada pasien dengan OMSK. Penelitian yang sama
menunjukkan bahwa pada pasien dengan OMSK, 62% diantaranya didapatkan discharge
telinga dengan jenis mukopurulen dan 60% mengalami perforasi sentral yang berukuran
besar pada membran timpaninya. Hasil ini sejalan dengan penelitian kami di mana 54% dari
populasi penelitian mengalami perforasi sentral yang besar disertai dengan discharge yang
mukopurulen. Grote dan Kuijpers21 dalam studi mereka, menggunakan otoendoskopi pada
mukosa telinga tengah pasien OMSK, menyampaikan bahwa 71% diantaranya mengalami
edema mukosa telinga tengah dan 29% lainnya tampak berupa mukosa polypoidal yang
sejalan dengan hasil penelitian kami.

Kesimpulan

Penelitian ini telah menunjukkan bahwa sinusitis adalah salah satu faktor
predisposisi yang paling penting dalam terjadinya OMSK. Deviasi septum nasal, peningkatan
tekanan telinga tengah, dan medialised uncinate adalah varian anatomi hidung dan sinus
paranasal yang paling banyak menjadi predisposisi terjadinya sinusitis. Sehingga, sinusitis
harus dianggap sebagai salah satu faktor risiko yang penting dalam terjadinya OMSK serta
penting untuk diidentifikasi dan segera dilakukan tatalaksananya.
Daftar Pustaka

1. World Health Organization. Chronic Suppurative Otitis Media.Burden of Illness and


Management Options. Geneva: WorldHealth Organization, 2004. Available from:
http://www.who.int/pbd/publications/Chronicsuppurativeotitis_media.pdf.Accessed
April 27, 2016
2. Verhoeff M, van der Veen EL, Rovers MM, Sanders EA, Schilder AG. Chronic
suppurative otitis media: a review. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2006; 70: 1-12
3. De Souza C, Bhaya M. The role of nasal and sinus surgery in otitis media. Operative
techniques in Otolaryngology. HeadNeck Surg. 1996; 7:16-9
4. Grady D, Mathias P, Anderson R, Snider G, Sprinkle PM. Improvement of middle
ear disease following septoplasty. AmJ Otol. 1983; 4:327-31
5. van Cauwenberge P, Deryeke A. The relationship between nasal and middle ear
pathology. Acta Otorhinolaryngol Belg.1983; 37: 830-41
6. Kim CS, Jung HW, Yoo KY. Prevalence of otitis media andallied diseases in Korea-
Results of a nation-wide survey 1991. J Korean Med Sci.1993; 8:34-40.
7. Bozkus F, Bozan N, Iynen I, Sakin YF, Kiris M. Analysis ofsinonasal, pharyngeal
and allergy-related risk factors forchronic suppurative otitis media. Acta Medica
Mediterranea 2013, 29: 47-52
8. Bluestone CD. Epidemiology and pathogenesis of chronicsuppurative otitis media:
implications for prevention andtreatment. Int J Pediatr Otorhinolaryngol.1998; 42:
207-36
9. Nelson JD. Chronic suppurative otitis media, Pediatr. InfectDis. J. 1988; 7 (6): 446-
8
10. Shrestha D, Thapa P, Bhandari YB. Types of pathologyand ossicular status in
atticoantral disease undergoingmastoidectomy at Bir Hospital. Journal of College of
MedicalSciences-Nepal 2010; 6(4): 26-30
11. Karki R, Rai K. Pattern of Otorhinolaryngological Diseases atRural Medical Camps
in Far Western Region of Nepal. MJSBH July-December 2012; 11(2): 29-31
12. Poorey VK, Iyer A. Study of Bacterial Flora in CSOM and its Clinical Significance.
Ind J. Otolaryngol Head Neck Surg.2002; 54(2): 91-5
13. van Cauwenberge PB, Vander Mijnsbrugge AM, Ingels KJ. Themicrobiology of
acute and chronic sinusitis and otitis media:areview. Eur Arch Otorhinolaryngol.
1993; 250 Suppl 1: S3-6
14. Gutierrez-Marcos JA, Fandinoizun-Degui J, Garcia- PalmerR. Deviations of the
nasal septum and their relation to tubalphysiopathology. Rev Laryngol Otol Rhinol
Bord. 1992;113(5): 383-5
15. Deron P, Clement PA, Derde MP. Septal surgery and tubalfuction: Early and late
results. Rhinology 1995; 33(1): 7-9
16. Gocmen H, Ceylan K. Burun ve paranasal sinus pathologies versus tympanic
membrane pathologies. Otoscope 2004; 1:34-8
17. Yeolekar AM, Dasgupta K S. Otitis media: Does the onus lie onsinonasal pathology.
Indian J Otol. 2011;17:8-11
18. Fujita A, Honjo I, Kurata K, Gan I, Takahashi H. Refractoryotitis media with
effusion from viewpoints of eustachian tubedysfunction and nasal sinusitis. Am J
Otolaryngol. 1993; 14(3):187-90
19. Fireman P. Otitis media and nasal disease: A role for allergy. JAllergy Clin Immunol.
1988; 82(5): 917-26
20. Eryilmaz A, Akmansu H, Dursun E, Dagli M, Acar A, TurkayM, et al. Is there a
relationship between chronic rhinosinusitisand otitis media with effusion in pediatric
patients. TurkOtolarengoloji Arşivi 2004; 42(3): 164-8
21. Grote JJ, Kuljpers W. Middle ear effusion and sinusitis. JLaryngol Otol. 1980; 94:
177-83
22. Stammberger H. An endoscopic study of tubal function andthe diseased ethmoid
sinus. Arch Otol Rhinol Laryngol. 1986;243(4):254-9
23. Takahashi H, Miura M, Honjo I, Fujita A. Cause of eustachiantube constriction
during swallowing in patients with otitismedia with effusion. Ann Otol Rhinol
Laryngol. 1996 105(9):724-8

Anda mungkin juga menyukai