KONSEP TEORI
1.1 Definisi
Trauma atau cedera kepala atau cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak karena
trauma baik trauma tumpul maupun tajam. Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai
daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala. (Batticaca, 2008).
Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan fungsi normal
otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena
robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral di
sekitar jaringan otak. (Batticaca Fransisca, 2008, hal 96).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.(arif mansjoer,
dkk).Cedera Kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui Dura meter) atau tertutup (trauma
tumpul, tanpa penetrasi melalui dura. (Elizabeth. J. Corwin, 2009).
1.2. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan morfologi cedera.
Trauma tumpul :
b) Keparahan Cedera
c) Morfologi
Difus : Konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.(arif mansjoer, dkk)
1.3. Etiologi
a. Cedera tertutup : kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan cedera olahraga
1.4. Patofisiologi
Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui durameter) atau tertutup
(trauma tumpul tanpa penetrasi menembus dura). Cedera kepala terbuka mengkinkan pathogen-
patogen lingkungan memiliki akses langsung ke otak. Patogen ini dapat menyebabkan
peradangan pada otak. Cedera juga dapat menyebabkan perdarahan. Peradangan dan perdarahan
dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Akibat perdarahan intracranial menyebabkan sakit
kepala hebat dan menekan pusat refleks muntah dimedulla yang mengakibatkan terjadinya
muntah proyektil sehingga tidak terjadi keseimbangan antar intake dan output. Selain itu
peningkatan TIK juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran dan aliran darah otak
menurun. Jika aliran darah otak menurun maka akan terjadi hipoksia yang menyebabkan
disfungsi cerebral sehingga koordinasi motorik terganggu dan menyebabkan ketidakseimbangan
perfusi jaringan serebral.
Perdarahan ekstrakranial dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan terbuka dan tertutup.
Perdarahan terbuka (robek dan lecet) merangsang lapisan mediator histamine, bradikinin,
prostalglandin yang merangsang stimulus nyeri kemudian diteruskan nervus aferen ke
spinoptalamus menuju ke korteks serebri sampai nervus eferen sehingga akan timbul rasa nyeri.
Jika perdarahan terbuka (robek dan lecet) mengalami kontak dengan benda asing akan
memudahkan terjadinya infeksi bakteri pathogen. Sedangkan perdarahan tertutup hamper sama
dengan perdarahan terbuka yaitu dapat menimbulkan rasa nyeri pada kulit kepala.(Elizabeth, J.
2001).
PATHWAY
TRAUMA
CEDERA CEDERA
SETEMPAT MENYELURUH
ISKEMIA JARINGAN
e. Muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur, disfagia)
g. Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidakmbisa
beristirahat, merintih.
h. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi, stridor,
terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
i. Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna,
adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung (CSS), gangguan kognitif,
gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis,
demam, gangguan dalam regulasi tubuh.
j. Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, berbicara berulang – ulang.
o. Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
p. Pada kontusio, segera terjadi kehilangan kesadaran, pada hematoma, kesadaran mungkin
hilang, atau bertahap sering dengan membesarnya hematoma atau edema intestisium.
r. Perubahan prilaku, kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
timbul dengan segera atau secara lambat.
t. Hematoma subdural terjadi dalam 48 jam cedera dan dikarakteristikkan dengan sakit
kepala, agitasi, konfusi, mengantuk berat, penurunan tingkat kesadaran, dan peningkatan
TIK. Hematoma subdural kronis juga dapat terjadi.
b. Perubahan perilaku yang tidak Nampak dan deficit kognitif dapat terjadi dan tetap ada.
(Elizabeth J Corwin,2009).
b. MRI : digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
h. CSF : lumbal punkis dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
i. ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan IK
j. Kadar elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan IK
1.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari factor
mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status
neurologis (disability, exposure), maka factor yang harus diperhitungkan pula adalah
mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Selain itu perlu pula dikontrol
kemungkinan tekanan intracranial yang meninggi disebabkan oleh edema serebri.
Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan
tekananintracranial ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan
hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolisme
intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakin dengan intubasi
endotrakeal, hiperventilasi. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepala klien yang
koma untuk mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi
yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan intracranial.
Penangan khususnya pada klien dengan CKB yang mengalami perdarahan atau
hematom di kepala baik pada bagian EDH maupun SDH dilakukan tindakan
trepanasi. Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang
bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Epidural Hematoma
(EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater.
Kontusio berat observasi dan tirah baring, dilakukan pembersihan / debridement dan
sel-sel yang mati (secara bedah terutama pada cedera kepala terbuka)
2.1. Pengkajian
Menurut Wijaya dan Putri (2013), Asuhan Keperawatan pada pasien dengan cedera kepala
dilakukan dengan tahap yaitu :
Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat, apakah pasien
sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang lain?
Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal, jam), lokasi/tempat
mengalami cedera.
a. AIRWAY (A)
Cek jalan napas paten atau tidak. Ada atau tidaknya obstruksi misalnya karena lidah
jatuh kebelakang, terdapat cairan, darah, benda asing, dan lain-lain.
Dengarkan suara napas, apakah terdapat suara napas tambahan seperti snoring,
gurgling, crowing.
b. BREATHING (B)
c. CIRCULATION ( C )
Tekanan darah
Sianosis, CRT
Turgor kulit
Diaphoresis
d. DISABILITY ( D )
GCS : EVM
Kekuatan otot
e. EXPOSURE ( E )
Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema
Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman
a. FIVE INTERVENTION
Saturasi oksigen
Pemeriksaan laboratorium
b. GIVE COMFORT
P : Problem
Q : Qualitas/Quantitas
R : Regio
S : Skala
T : Time
L: Last oral intake (Masukan oral terakhir : apakah benda padat atau cair)
Head to Toe
Kepala : tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri
kepala
Leher : tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
Muka : wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. tidak ada lesi, simetris, tidak udem.
Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat
- Jantung : Inspeksi : tidak tampak ictus jantung. Palpasi : nadi meningkat ictus
tidak teraba. Auskultasi : suara 1 dan 2 tunggal.
Abdomen : Inspeksi bentuk datar, simetris. Palpasi : Turgor baik. Perkusi : suara
tympani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi : peristaltik usus normal
kurang lebih 20x/menit
2.1.3 ADL
2.4.1 Nutrisi : mual muntah dan mengalami perubahan selera, gangguan menelan (batuk, air
liur keluar, distrogia).
2.4.4 Personal Hygiene : higiene personal tidak dapat dilakukan secara mandiri.
Perubahan tingkah laku, cemas, adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x10 menit diharapkan klien
mempunyai pola pernafasan yang efektif
Intervensi (NIC):
c. Monitor O2
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d proses penyakit (trauma kepala) (0021)
Outcome (NOC) :
TTV normal (TD: 120/80 mmHg, suhu : 36,5-37,5 0C, nadi: 80-100x/menit, RR:
16-24x/menit) MAP<140
Intervensi (NIC) :
b. Beri oksigen
Nyeri berkurang
Intervensi (NIC)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan masalah
keperawatan kerusakan integritas kulit dapat teratasi.
Outcome (NOC) :
Intervensi (NIC) :
2.4 Implementasi
Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan yang telah
dibuat/ditetapkan
2.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah teratasi, teratasi sebagian,
atau tidak teratasi dengan mengacu pada kriteria evaluasi.
Daftar Pustaka
Bulecheck, Gloria M, Dkk. (2016). Nursing Intervetions Classification (NIC) Edisi Bahasa
Indonesia Edisi Keenam. Yogyakarta: Mocomedia
Hemand, T. Heather & Kamitsuru, Shigemi. (2016). Diagnosis Keperawatan Defenisi &
Klasifikasi 2015 – 2017 Edisi 10. Jakarata: ECG
Moorhead, Sue, Dkk. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes
Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia Edisi Kelima. Yogyakarta: Mocomedia
Taylor, M, Cyntia (2003). Diagnosa Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Egc: Jakarta