Anda di halaman 1dari 6

SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)

SUCTION VIA ETT (ENDOTRACHEAL TUBE)

OLEH :

KELOMPOK 1
TINGKAT III REGULER 2

1. ADERIA DAMAYANTI (13200041)


2. AHMAD SONI SAPUTRA (13200042)
3. AMZEIN MEGIAN (13200043)
4. ANESIA PUTRI (13200044)
5. ANNISA MURYADEWI (13200045)
6. ARIF SYAEPUDIN (13200046)
7. AWAL LUDIN (13200047)
8. DANU PRIAMBODO (13200048)
9. DELA WAHYU (13200049)
10. DIAH AYU SARI (13200050)
11. DIKI ARYADI (13200051)
12. DWI KOERNIA PUTRI (13200052)
13. EDI JULIANTO (13200053)
14. EDO ANDIKA (13200054)

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2016

ETT SUCTION

1. Pengertian
Suction endotrakeal merupakan prosedur penting dan sering dilakukan untuk pasien
yang membutuhkan ventilasi mekanis. Prosedur tindakan suction merupakan salah satu
cara non farmakologi yang dapat mencegah kejadian VAP. Suction endotrakeal
menghilangkan sekresi dari pohon trakeobronkial, menjamin oksigenasi optimal dan
menghindari akumulasi sekret, menyebabkan oklusi tabung, peningkatan kerja pernafasan,
atelektasis, dan infeksi paru. Namun suction endotrakeal juga mungkin memiliki efek yang
merugikan, seperti seperti gangguan pada irama jantung, hipoksemia (karena gangguan
ventilasi mekanik dan kemudian penurunan tekanan intratorakal), kontaminasi mikroba
saluran napas dan lingkungan, dan berkembangnya pneumonia yang berhubungan dengan
ventilator (VAP) ( Irene dkk,2007).
Disamping itu, Sole mengungkapkan bahwa tujuan melakukan suction mulut
adalah untuk mempertahankan kebersihan mulut dan kenyamanan bagi pasien, serta
menghapus darah atau muntahan dalam situasi darurat. Sementara suction endotrakeal
bertujuan menghapus sekret dari paru pada pasien yang tidak mampu batuk dan
mengalami penurunan kesadaran. Sekresi dibersihkan dari pasien saluran udara ini untuk
mempertahankan patensi jalan nafas, untuk mencegah atelektasis sekunder untuk
penyumbatan saluran udara lebih, dan untuk memastikan bahwa pertukaran gas yang
memadai (terutama oksigenasi) terjadi (Sole, 2002).
Karena sekresi cenderung mengumpul di balon selang endotrakeal, lender dalam
selang endotrakeal dapat menjadi stagnan dan berfungsi sebagai media untuk pertumbuhan
bakteri. Penerapan teknik aseptik saat melakukan suction endotrakeal sangat penting untuk
mencegah kontaminasi saluran napas (Singh N, 2000). Tekanan dalam balon juga harus
diukur dan dipertahankan. Tekanan yang berkurang memungkinan sekret akan bocor di
sekitar balon sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri di paru (Burn, 2003).
Studi yang dilakukan Kollef pada epidemiologi dan pencegahan VAP menekankan
peran sekresi subglotis dalam peningkatan kejadian VAP. Penumpukan sekresi di atas
balon selang endotrakeal, bakteri dan sekresi dapat memperoleh akses ke bagian bawah
saluran pernapasan oleh karena adanya celah di sekitar balon. Sekresi oral dapat menjadi
sekresi subglotis dengan penumpukan di atas balon selang endotrakeal dan mengakibatkan
mikroaspirasi sekresi ke bagian bawah jalan napas. Oleh karenanya pembersihan saluran
napas dengan suction subglotis menjadi penting dan dapat menurunkan kejadian VAP
sebesar 50% (Sole, 2002).
Setelah 24 jam pemakaian ventilator, peralatan hisap yang paling memiliki potensi
patogen VAP meliputi peralatan suction 94%, selang suction 83%, dan konektor kateter
suction 61%. Peralatan yang terkontaminasi dengan banyak kuman patogen yang
mempunyai kultur yang sama dengan sekresi oral dan / atau dahak yaitu bakteri Gram-
positif (Sole, 2002).
Tindakan suction endotrakeal disarankan untuk menggunakan kateter dengan
ukuran yang kecil bila memungkinkan, karena tekanan hisap akan memiliki pengaruh
sedikit pada volume paru. Ukuran yang ideal adalah kurang dari setengah diameter tabung
endotrakeal. Untuk diameter tertentu selang endotrakeal (ETT), tingkat tekanan negatif
ditentukan oleh kombinasi dari ukuran kateter dan tekanan hisap (Ruben, 2010).
Keputusan untuk melakukan suction endotrakeal harus didasarkan pada penilaian
pasien yang komprehensif bukan didasarkan atas pertimbangan pelaksanaan tindakan
suction dilakukan dengan frekuensi yang teratur (Higgin, 2005).

2. Tujuan ETT Suction


Untuk mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses
pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak
mampu mengeluarkannya sendiri.

3. Indikasi ETT Suction


Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele (2002) antara lain :
• Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen
arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen
melalui masker nasal.
• Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan
karbondioksida di arteri.
• Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai
bronchial toilet.
• Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau
pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

4. Komplikasi
a. Hipoksemia
b. Trauma Jaringan : Suncioning dapat menyebabkan trauma jaringan, iritasi dan
pendarahan
c. Atelektasis : dapat terjadi bila pemakaian kateter sunction yang terlalu besar dan
vacuum suction yang terlalu kuat sehingga terjadi collaps paru (atelektasis)
d. Hipotensi : biasanya terjadi karena vagal stimulasi, batuk dan hipoxemia
e. Airways Contriction : terjadi karena adanya rangsangan mekanik langsung dari
suction terhadap mukosa saluran nafas

5. Prinsip – prinsip ETT


Kesukaran yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal (Mansjoer Arif et.al.,
2000) biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan :
1. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap
2. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara mental
symphisis dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan depresi rahang
bawah yang lebih lebar selama intubasi
3. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi
4. Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth)
5. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang sendi
temporomandibuler, spondilitis servical spine
6. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi kepala
pada leher di sendi atlantooccipital
7. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan fleksi leher

6. Prosedur
Pelaksanaan tindakan suction endotrakeal semestinya mengikuti standar dan
prosedur yang telah ditetapkan. Adapun Standar Prosedur Operasional yang telah
ditetapkan meliputi :
a. Standar alat:
1) Set penghisap sekresi atau suction portable lengkap dan siap pakai
2) Sarung tangan
3) Kateter penghisap steril dengan ukuran 20 untuk dewasa
4) Pinset steril atau sarung tangan steril
5) Cuff inflator atau spuit 10 cc
6) Klem arteri
7) Alas dada atau handuk
8) Kom berisi cairan desinfektan untuk merendam alat
9) Kom berisi cairan desinfektan untuk membilas kateter
10) Cairan deinfektan dalam tempatnya untuk merendam kateter yang telah digunakan
11) Ambubag/ air viva dan selang O2
12) NaCl 0,9 %

b. Standar pasien
1) Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
2) Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan.
c. Prosedur
1) Cuci tangan
2) Pakai sarung tangan
3) Sebelum dilakukan penghisapan sekresi : Memutar tombol oksigen menjadi100%
4) Menggunakan air viva dengan memompa 4-5 kali dengan oksigen 10 liter/menit
5) Menghidupkan mesin penghisap sekresi
6) Menyambung selang suction dengan kateter steril kemudian perlahan-lahan
dimasukkan ke dalam selang pernapasan melalui selang endotrakeal (ETT)
7) Membuka lubang pada pangkal kateter penghisap pada saat kateter dimasukkan ke
ETT
8) Menarik kateter penghisap kira-kira 2 cm pada saat ada rangsangan batuk untuk
mencegah trauma pada carina
9) Menutup lubang dengan melipat pangkal kateter penghisap kemudian kateter
penghisap ditarik dengan gerakan memutar
10) Mengobservasi hemodinamik pasien
11) Memberikan oksigen setelah satu kali penghisapan dengan cara bagging
12) Bila melakukan suction lagi beri kesempatan klien untuk bernapas 3-7 kali
13) Melakukan bagging
14) Mengempiskan cuff, sehinggaa sekresi yang lengket disekitar cuff dapat terhisap
15) Mengisi kembali cuff dengan udara menggunakan cuff inflator setelah ventilator
dipasang kembali
16) Membilas kateter penghisap sampai bersih kemudian rendam dengan cairan
desinfektan dalam tempat yang telah disediakan
17) Mengobservasi dan mencatat :
a) Tekanan darah, nadi, dan pernapasan
b) Hipoksia
c) Tanda perdarahan, warna bau, konsentrasi
d) Disritmia

7. Hal-hal penting yang harus diperhatikan bagi perawat dalam melakukan


tindakan
a. Sebelum suction, pasien harus diberi oksigen yang adekuat (pre oxygenasi) sebab
oksigen akan menurun selama proses pengisapan
b. Proses suction tidak boleh melebihi 10-15 detik di lumen artificial airway, total
proses suction jangan melebihi 20 detik.
c. Bila hendak mengulangi suction harus diberikan pre-oksigenasi kembali 6-10 kali
ventilasi dan begitu seterusnya sampai jalan nafas bersih
d. Jangan lupa monitor vital sign, ECG monitor ,sebelum melanjutkan suction, bila
terjadi dysritmia atau hemodinamik tidak stabil, hentikan suction sementara waktu
e. Suction harus hati-hati pada kasus-kasus tertentu misalnya penderita dengan orde
paru yang berat dengan memakai respirator dan PEEP, tidak dianjurkan melakukan
f. suction untuk sementara waktu sampai oedem parunya teratasi
g. Bila sputum kental dan sulit untuk dikeluarkan dapat dispooling dengan cairan
NaCl 0,9% sebanyak 5-10 ml dimasukkan ke dalam lumen artificial airway
sebelum disuction, untuk bayi cukup beberapa tetes saja
h. Dianjurkan setiap memakai artificial airway harus menggunakan humidifier dengan
kelembaban I 100% pada temperatur tubuh untllk mengencerkan dan memudahkan
pengeluaran sputum.

8. Hal-hal penting yang harus dicatat dan dilaporkan setelah tindakan


Catat tindakan dalam dokumentasi keperawatan mengenai karakteristik Sputum
(jumlah, warna, konsistensi, bau, adanya darah ) dan respon

Anda mungkin juga menyukai