KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan Buku Panduan Pembuatan Pupuk Kompos sebagai luaran
dari kegiatan kukerta ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan Buku Panduan Pembuatan Pupuk Kompos ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti. Buku ini dibuat dengan
tujuan untuk melengkapi tugas akhir Kuliah Kerja Nyata Tahun 2019 Universitas Riau.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan Buku Panduan Pembuatan Pupuk Kompos . Penulis tentu menyadari bahwa buku
ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk buku ini,
supaya buku ini nantinya dapat menjadi buku yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila
terdapat banyak kesalahan pada buku ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Ibu Dosen
Pembimbing Lapangan ibu Dr. Andarini Diharmi,S.Pi.,M.Si yang telah membimbing kami
dalam pelaksanaan kuliah kerja nyata ini, serta pihak yang telah membantu kami dalam
melaksanakan program kerja ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima
kasih.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii
BAB I Pupuk Secara Umum ................................................................................................. 1
A. Teori Pupuk Secara Umum ................................................................................................. 1
B. Klasifikasi Pupuk ............................................................................................................... 2
C. Jenis-Jenis Pupuk Organik ................................................................................................. 7
BAB II Pupuk Kompos .......................................................................................................... 15
A. Pengertian Pupuk Kompos .................................................................................................. 15
B. Faktor yang mempengaruhi Pengomposan .......................................................................... 18
C. Mekanisme Pengomposan .................................................................................................. 2
BAB III PEMBUATAN PUPUK KOMPOS ........................................................................ 26
A. Alat yang digunakan dalam Pengomposan .......................................................................... 26
B. Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Pupuk Kompos .................................................. 27
C. Metode Pengomposan ......................................................................................................... 29
D. Aplikasi Pembuatan Sampah Organik Rumah Tangga ........................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 33
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page iii
BAB I
PUPUK SECARA UMUM
Pupuk merupakan sejumlah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik
maupun yang anorganik dengan tujuan sebagai pengganti kehilangan unsur hara dari dalam
tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam keadaan faktor keliling atau
lingkungan yang baik. Pupuk juga merupakan salah satu faktor peningkatan proses produksi
selain lahan, tenaga kerja dan modal. Pemupukan memegang peranan penting dalam upaya
meningkatkan hasil pertanian. Anjuran pemupukan terus ditingkatkan melalui program
pemupukan berimbang, penurunan efesiensi pemupukan terjadi karena berbagai faktor tanah
dan lingkungan yang harus dicermati.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 1
(Gambar 1.2 Pupuk )
Pupuk adalah bahan yang diberikan kedalam tanah baik yang organik maupun
anorganik dengan maksud mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah yang bertujuan
untuk meningkatkan produksi tanaman dalam keadaan lingkungan yang baik. Pemupukan telah
dikenal oleh masyarakat sejak akhir abad ke 19, hasil demi hasil dari tiap percobaan telah
dikemukakan sehingga kini terdapat pengetahuan bahwa tanaman itu sangat membutuhkan
bahan makanan (unsur hara). Dalam pemberian pupuk perlu diperhatikan kebutuhan tumbuhan
tersebut, agar tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat makanan. Terlalu sedikit atau terlalu
banyak zat makanan dapat berbahaya bagi tumbuhan. Pupuk dapat diberikan lewat tanah
ataupun disemprotkan ke daun.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 2
organik relatif rendah, namun demikian bahan organik dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan pupuk anorganik.
No Parameter Kandungan
Padat Cair
1 C- Organik (%) ≥ 12 ≥ 4,5
2 pH 4-8 4-8
3 Bahan ikutan ≤2 -
(kerikil, beling dan
plastik)
4 C/N rasio 10-25 -
5 Kadar total
P2O5 (%) <5 <5
K2O (%) <5
<5
6 Kadar air
Garnula 4-12
Curah 13-20
Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan alami dari
pada bahan pembenah buatan/sintesis. Pada umumnya pupuk organik mengandung hara makro
N, P, K rendah tetapi mengandung hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan
pertumbuhan tanaman.Pupuk organik mempunyai beragam jenis dan varian. Jenis-jenis pupuk
organik dibedakan dari bahan baku, metode pembuatan dan wujudnya. Dari sisi bahan baku
ada yang terbuat dari kotoran hewan, hijauan atau campuran keduanya. Dari metode
pembuatan ada banyak ragam seperti kompos aerob, bokashi, dan lain sebagainya. Sedangakan
dari sisi wujud ada yang berwujud serbuk, cair maupun granul atau tablet.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 3
(Gambar 1.3 Pupuk Organik Cair)
Pupuk organik bukanlah untuk menggantikan peran pupuk kimia melainkan sebagai
pelengkap fungsi pupuk kimia. Pupuk organik dan pupuk kimia akan lebih optimal dan lebih
efisien penggunaannya bila dimanfaatkan secara bersama-sama. Penambahan pupuk organik
dapat mengurangi dampak negatif pupuk kimia serta memperbaiki sifat fisik, biologi dan kimia
tanah secara bersamaan (Wahyono dkk. 2011).
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 4
Penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus tanpa diimbangi oleh pupuk
organik dapat menyebabkan kesuburan tanah semakin rendah. Kesuburan tanah yang rendah
menyebabkan tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air dan menurunkan
pH tanah. Lingga dan Marsono (2001) menyatakan bahwa pemberian pupuk anorganik tanpa
diimbangi dengan penggunaan pupuk organik dapat menurunkan sifat fisik seperti halnya
struktur tanah, kimia seperti menurunnya Kapasitas Tukar Kation (KTK) , dan biologi tanah
seperti menurunnya aktivitas mikroorganisme tanah.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 5
Tabel 1. 2 Pengambilan Unsur Hara Esensial dalam Bentuk Anion dan Kation.
b) Higroskopisitas
Higroskopisitas adalah tingkat kemudahan pupuk menyerap air dari udara. Pupuk yang
memiliki higroskopisitas kurang baik akan mudah menjadi basah dan mencair bila terkena
udara langsung. Bila udara kering pupuk akan menjadi bongkahan keras.
c) Kelarutan
Semakin tinggi kelarutan suatu pupuk maka semakin mudah pula pupuk diserap oleh
tanaman. Pupuk N dan K umumnya mudah sekalii diserap oleh tanaman.
d) Keasaman
Pupuk buatan ada yang bersifat atau bereaksi asam dan ada juga yang bersifat netral dan
alkalis. Pupuk yang bersifat asam dapat menurunkan pH tanah menjadi lebih asam dan dapat
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 6
menyebabkan tanah menjadi cepat mengeras. Pada tanah asam, sebaiknya menggunakan
pupuk yang kadar keasamannya rendah seperti Pupuk ZK.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 7
Diantara pupuk kandang, pupuk kandang sapi mempunyai kadar serat yang tinggi
seperti selulosa, hal ini terbukti dari hasil pengukuran C/N rasio yang cukup tinggi >40.
Tingginya kadar C dalam pupuk kandang sapi menghambat penggunaan langsung kelahan
pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi
karena mikroba dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan
organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Untuk memaksimalkan
penggunaan pupuk kandang sapi harus dilakukan pengomposan agar menjadi kompos pupuk
kandang sapi dengan C/N rasio di bawah 20 (Hartatik dan Widowati, 2006).
Manfaat dari penggunaan pupuk kandang telah diketahui berabad-abad lampau bagi
pertumbuhan tanaman, baik pangan, ornamental, maupun perkebunan. Yang harus mendapat
perhatian khusus dalam penggunaan pukan adalah kadar haranya yang sangat bervariasi.
Komposisi hara ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis dan umur hewan, jenis
makanannya, alas kandang, dan penyimpanan/pengelolaan. Kandungan hara dalam pupuk
kandang sangat menentukan kualitas pupuk kandang (Tabel 1). Kandungan unsur-unsur hara di
dalam pupuk kandang tidak hanya tergantung dari jenis ternak, tetapi juga tergantung dari
makanan dan air yang diberikan, umur dan bentuk fisik dari ternak (Tabel 2).
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 8
dan batang yang dapat dimanfaatkan sebagai penambah bahan organik tanah dan unsur-unsur
lainnya terutama nitrogen (Lingga, 1998; Sutanto, 2002). Pupuk hijau dapat memberikan
keuntungan dalam memperkaya bahan organik tanah, memberikan lingkungan yang kondusif
bagi perkembangan mikroorganisme tanah, mengembalikan unsur hara yang tercuci, dan
menambah unsur N dalam tanah. Penggunaan pupuk hijau sebagai pupuk langsung dan
penutup tanah sebaiknya dilakukan dengan menebarkan benih sekitar 3–4 bulan sebelum
penanaman tanaman semusim (Marsono dan Sigit, 2001).
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 9
dibanding jenis tanaman lainnya. Namun demikian, sesungguhnya dari jenis nonlegum pun
misalnya sisa tanaman jagung, ubi-ubian, jerami padi, dan lain-lain, dapat juga dimanfaatkan
sebagai sumber pupuk hijau, karena meskipun kandungan nitrogennya relatif rendah, namun
beberapa unsur lainnya seperti kalium relatif tinggi.
Alasan lain dipilihnya jenis legum sebagai pupuk hijau adalah karena tanaman atau
sisa tanaman dari jenis legum relatif lebih mudah terdekomposisi, sehingga penyediaan
haranya menjadi lebih cepat. Tanaman atau sisa tanaman dari jenis nonlegum sebaiknya
dikomposkan terlebih dahulu bila akan digunakan sebagai pupuk organik, atau sering pula
dimanfaatkan sebagai bahan mulsa (dimulsakan). Tanaman penambat N seperti Sesbania
rostrata, Aeshynomene, dan Azolla pinata dapat juga digunakan sebagai pupuk hijau.
Adapun jenis tanaman pupuk hijau untuk menyederhanakan jenis-jenis tanaman
yang termasuk pupuk hijau, ada baiknya dikelompokkan dahulu berdasarkan fungsinya, yaitu:
a. Sebagai Pupuk Tanaman
Beberapa jenis tanaman pupuk hijau yang fungsinya sebagai pupuk tanaman di
antaranya ialah Crotalarua juncea, C. angyroides, C. usaramoensis, C. ferruginae, C. incana,
Tephrosia candida, T. vogelii, T. noctiflora, T. villosa, dan T. maxima. Tanaman yang
dikategorikan sebagai pupuk tanaman umumnya dari golongan tanaman perdu yang tingginya
berkisar 1-2 meter. Biasanya tanaman tersebut digunakan sebagai pupuk bagi tanaman
semusim dan terkadang juga digunakan sebagai mulsa bagi tanaman buah.
b. Sebagai Penutup Tanah
Beberapa jenis tanaman pupuk hijau yang fungsinya sebagai penutup tanah di
antaranya ialah Calopogonium mucunoides, Vigna vexillata, Centrosema pubescens,
Centrosema plumieri, Mastersia bakeri, Vigna vexillata, Vigna hosei, dan Mimosa invisa.
Sebagai penutup tanah, tanaman tersebut biasanya berbentuk semak, berbatang lunak, dan
tumbuh menjalar di permukaan tanah. tanaman tersebut banyak digunakan di perkebunan
seperti karet dan kelapa sawit. Di kalangan petani, faedahnya sudah disadari sehingga banyak
yang menanamnya di antara barisan tanaman.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 10
(turi), Acacia decurrens (akasia). Tanaman yang dikategorikan sebagai tanaman pelindung
tersebut umumnya berbentuk pohon. Bila tidak dipangkas, tingginya dapat mencapai lebih dari
lima meter.
Tanaman pupuk hijau dapat dimanfaatkan sebagai pupuk setelah dilakukan
penanamannya di tanah yang mau diberi pupuk. Ini pun masih tergantung dari teknik kita
menanam tanaman hijau itu. Apakah hanya sebagai tanaman sela, ataukah di seluruh lahan.
Bila hanya sebagai tanaman sela, maka paling lambat 2 minggu setelah tanaman pokok
ditanam, benih pupuk hijau ini sudah bisa disebar. Misalnya, dalam bentuk larikan-larikan di
antara barisan tanaman. Tetapi jika ingin menanami seluruh lahan kita dengan pupuk hijau,
maka 3-4 bulan sebelum tanaman pokok ditanam, benih pupuk hijau ini sudah mulai disebar.
Caranya, dengan membuat larikan-larikan berjarak 0,5 m. Pupuk hijau ini baru berfungsi
sebagai pupuk setelah menghasilkan bahan-bahan organik dan senyawa-senyawa N. Dan ini
biasanya terbentuk setelah tanaman pupuk hijau ini mulai berbunga, tepatnya saat munculnya
kuncup-kuncup bunga. Pada periode ini pupuk hijau sudah siap dengan cara dibenamkan,
terutama bagi tanaman pupuk hijau yang tidak berkayu tidak merambat seperti orok-orok.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 11
Gambar 1.6 Gambar pupuk bokashi
Proses fermentasi bahan organik tidak melepaskan panas dan gas yang berbau
busuk, sehingga secara naluriah serangga dan hama tidak tertarik untuk berkembang biak di
sana. Hasilnya ialah berupa pupuk padat dalam kondisi sudah terurai sehingga mengandung
lebih banyak unsur hara baik makro maupun mikro yang siap untuk segera diserap akar
tanaman. Rata-rata kandungan pupuk bokashi sudah mencakup unsur hara makro : N, P, K,
Mg, S, Ca dan unsur hara mikro : Zn, B, Fe, Cu, Mn, Mo dan Cl. Hal ini akan semakin lengkap
jika ditambahkan penggunaan pupuk organik cair.
Keunggulan Pupuk Bokashi padat ialah kandungan unsur haranya lebih tinggi dan
sudah terurai sehingga siap diserap akar tanaman. Selain itu pupuk bokashi padat juga
mengandung efektive mikroorganisme yang bermanfaat untuk menekan pertumbuhan patogen
dalam tanah. Kata Bokashi diambil dari bahasa Jepang yang berarti bahan organik yang
terfermentasi. Oleh orang Indonesia, kata bokashi dipanjangkan menjadi “bahan organik kaya
akan sumber kehidupan”. Bokashi adalah pupuk organik hasil fermentasi bahan organik oleh
sejumlah besar jasad renik dalam lingkungan yang hangat, basah dan berudara dengan hasil
akhir berupa humus (Dalzell dkk, 1991 dalam Sastraatmadja 1992).
Kriteria hasil pupuk bokashi yang baik adalah berwarna cokelat kehitaman,
berstruktur remah, kadar air 30-40%, dan pH sekitar 7. Perbandingan unsur karbon (C) dan
nitrogen (N) atau C/N ratio rata-rata 10-20. Aplikasi pupuk bokashi di lapangan relatif mudah.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 12
Lahan 1 ha membutuhkan pupuk bokashi sekitar 3-5 ton. Teknik aplikasinya adalah seluruh
pupuk bokashi tersebut disebar secara merata sebelum lahan diolah (dibajak). Selain teknik
tersebut, pupuk bokashi juga dapat disebar setelah bedengan terbentuk.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 13
b. Bokashi Pupuk Kandang Ditambah Arang.
Pembuatan Bokashi model ini sangat mudah dilakukan di lingkungan pertanian dan
peternakan. Jadi, mudah untuk mendapatkan bahan yaitu kotoran hewan (pupuk kandang) dan
sekam (kulit gabah beras), dimana untuk sekam diarangkan terlebih dahulu.
c. Bokashi Pupuk Kandang Ekspres (24 jam).
Bokashi ekspres sangat baik untuk dijadikan mulsa pada pertanaman sayuran dan
buah-buahan.
d. Bokashi Jerami dan Bokashi Pupuk Kandang.
Bokashi jerami sangat baik digunakan untuk melanjutkan proses pelapukan mulsa
dan bahan organik lainnya di lahan pertanian. Bokashi jerami juga sesuai untuk diaplikasikan
di lahan sawah. Sedangkan penggunaan bokashi pupuk kandang baik digunakan dalam
pembibitan tanaman. Dan dapat diaplikasikan dengan tanah pada perbandingan 1:1.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 14
BAB II
PUPUK KOMPOS
2.1 Kompos
Pupuk Kompos adalah Kompos merupakan pupuk yang berasal dari sisa-sisa bahan
organik yang dapat memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah, meningkatkan daya menahan
air, kimia tanah dan biologi tanah. Sumber bahan pupuk kompos antara lain berasal dari limbah
organik seperti sisa-sisa tanaman (jerami, batang, dahan), sampah rumah tangga, kotoran
ternak (sapi, kambing, ayam, itik), arang sekam, abu dapur dan lain lain (Rukmana, 2007).
Pengomposan merupakan proses penguraian bahan organik atau proses dekomposisi
bahan organik dimana didalam proses tersebut terdapat berbagai macam mikrobia yang
membantu proses perombakan bahan organik tersebut sehingga bahan organik tersebut
mengalami perubahan baik struktur dan teksturnya. Bahan organik merupakan bahan yang
berasal dari mahluk hidup baik itu berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Adapun prinsip
dari proses pengomposan adalah menurunkan C/N bahan organik hingga sama atau hampir
sama dengan nisbah C/N tanah (<20), dengan demikian nitrogen dapat dilepas dan dapat
dimanfaatkan oleh tanaman (Indriani, 2002).
Tujuan proses pengomposan ini yaitu merubah bahan organik yang menjadi limbah
menjadi produk yang mudah dan aman untuk ditangan, disimpan, diaplikasikan ke lahan
pertanian dengan aman tanpa menimbulkan efek negatif baik pada tanah maupun pada
lingkungan pada lingkungan. Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan
oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Pada dasarnya proses pengomposan secara
aerobik lebih cepat dibandingkan dengan pengomposan secara anaerobik. Pada proses
pengomposan dengan adanya oksigen akan menghasilkan CO2, NH3, H2O dan panas,
sedangkan pada proses pengomposan tanpa adanya oksigen akan menghasilkan prosuk akhir
berupa (CH4), CO2, CH3, sejumlah gas dan assam organik. Menurut (Gaur, 1983; Crawford,
1984) proses penguraian bahan organik yang
terjadi secara aerobik adalah sebagai berikut:
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 15
- Organik Phosphorus H3PO4 + Ca(HPO4)2
(Lesithin, phitin)
Pembuatan kompos ada berbagai cara, tetapi semua cara tersebut mempunyai
konsep dasar yang sama. Konsep dasar ini dapat juga disebut pembuatan kompos secara umum
sehingga cara pembuatan ini perlu diketahui agar dalam memodifikasi cara pembuatan kompos
tidak terjadi kesalahan. Dalam pembuatan kompos, waktu yang diperlukan umumnya sekitar 3-
4 bulan. Namun, waktu ini dapat dipercepat menjadi 4-6 minggu dengan diberinya tambahan
atau aktivator bagi bakteri pengurai. Tahapan pembuatann kompos dimulai dengan persiapan,
baik bahan maupun tempatnya. Setelah itu penyusunan tumpukan kompos, pemantauan suhu
dan kelembapan tumpukan, pembalikan dan penyiraman, pematangan, pengayakan kompos,
pengemasan dan penyimpanan (Indriani, 2001).
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 16
1 C- Organik % >12
2 Nitrogen % <6***
3 Karbon % <6***
4 Phospor (P2O2) % <6**
5 C/N rasio - 15-25
6 Kalium (K2O) % <6**
III Unsur Mikro
1 Kalsium (Ca) % <25,49
2 Magnesium (Mg) Ppm <0,63
3 Kobalt (Co) Ppm Maks 20
4 Kromium (Cr) Ppm <210
5 Tembaga (Cu) Ppm Maks 5000
6 Besi (Fe) total Ppm Maks 8000
7 Nikel (Ni) Ppm <62
8 Aluminium (Al) Ppm <2,20
9 Selenium (Se) Ppm <2
10 Seng (Zn) Ppm Maks 5000
11 Mangan (Mn) Ppm Maks 5000
12 Boron (Br) Ppm Maks 250
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 18
Pada proses dekomposisi bahan organik, sebagian C akan diassimilasikan dalam
mikroorganisme dan sebagian lagi hilang dalam bentuk CO2 oleh proses respirasi. Rasio C dan
N dari mikroorganisme berkisar 10. Oleh karena itu jika bahan memiliki ratio C dan N tinggi
maka perlu penambahan N, dan jika ratio C/N bahan organik rendah, maka N yang terlalu
banyak akan hilang. Tingkat kelembaban dan aerasi tidak mempengaruhi jumlah C dan N yang
hilang, tetapi rasio C/N dari residu mempengaruhi jumlah N yang tervolatilisasi pada proses
pengomposan. Sedangkan jumlah C yang hilang dalam bentuk gas berkorelasi dengan BOD
(ketersediaan C) dari bahan. Jumlah N yang hilang juga berhubungan dengan panjang
berlangsungnya proses pengomposan.
Dari hubungan antara C dan N yang hilang dalam proses pengomposan
menunjukkan bahwa 85% dari total awal N kompos tersedia bagi mikrobia untuk tumbuh dan
70% dari C tersedia hilang sebagai CO2 selama proses immobilisasi. Mikroorganisme akan
mengikat nitrogen tetapi tergantung pada ketersediaaan karbon. Apabila ketersediaan karbon
terbatas (nisbah C/N terlalu rendah) tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat
dimanfaatkan mikroorganisme untuk mengikat seluruh nitrogen bebas. Dalam hal ini jumlah
nitrogen bebas dilepaskan dalam bentuk gas NH3- dan kompos yang dihasilkan mempunyai
kualitas rendah.
Apabila ketersediaan karbon berlebihan (C/N>40) jumlah nitrogen sangat terbatas
sehingga merupakan faktor pembatas pertumbuhan mikroorganisme. Proses dekomposisi
menjadi terhambat karena kelebihan karbon pertama kali harus dibakar/dibuang oleh
mikroorganisme dalam bentuk CO2. Dari hubungan antara C dan N yang hilang dalam proses
pengmposan menunjukkan bahwa 85% dari total awal N kompos tersedia bagi mikroba untuk
tumbuh dan 70% dari C tersedia hilang sebagai CO2 selama proses immobilisasi.
2. Temperatur
Pada pengomposan secara aerobik akan terjadi kenaikan temperatur yang cukup
cepat selama 3-5 hari pertama dan temperatur kompos dapat mencapai 55- 700C. Kisaran
temperatur tersebut merupakan yang terbaik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pada kisaran
temperatur ini, mikroorganisme dapat tumbuh tiga kali lipat dibandingkan dengan temperatur
yang kurang dari 550C. Selain itu, pada temperatur tersebut enzim yang dihasilkan juga paling
efektif menguraikan bahan organik. Penurunan nisbah C/N juga dapat berjalan dengan
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 19
sempurna. Berdasarkan kemampuan bertahan hidup, mikroba terbagi atas 3 kelompok, yaitu
psycrofilik (5–10 0C), mesofilik (10/15 oC–40/45 oC) dan termofilik (45/50 oC–70 oC). Suhu
yang berkisar antara 60 oC dan 70 oC merupakan kondisi optimum kehidupan mikroorganisme
tertentu dan membunuh bakteri patogen yang tidak kita kehendaki. Ukuran reaktor kompos
terutama tingginya mempengaruhi suhu kompos. Semakin tinggi volume timbunan dibanding
permukaan maka semakin mudah timbunan menjadi panas. Timbunan bahan yang paling ideal
adalah 1,2–2 m.
3. Ukuran Bahan
Bahan yang berukuran kecil akan cepat didekomposisi karena luas permukaannya
meningkat dan mempermudah aktivitas mikroorganisme perombak. Ukuran bahan mentah
yang terlalu kecil akan meyebabkan rongga udara berkurang sehingga timbunan menjadi lebih
mampat dan pasokan oksigen ke dalam timbunan akan semakin berkurang. Jika pasokan
oksigen berkurang, mikroorganisme yang ada di dalamnya tidak bisa bekerja secara optimal.
Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang
lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi
akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan
(porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran
partikel bahan tersebut.
Bahan organik perlu dicacah sehingga berukuran kecil. Bahan yang keras
sebaliknya dicacah hingga berukuran 0.5-1 cm, sedangkan bahan yang tidak keras dicacah
dengan ukuran yang agak besar sekitar 5 cm. Pencacahan bahan yang tidak keras sebaliknya
tidak terlalu kecil karena bahan yang terlalu hancur (banyak air) (kelembabannya menjadi
tinggi).
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 20
bau busuk dari gas yang banyak mengandung belerang. Kandungan kelembaban udara
optimum sangat diperlukan dalam proses pengomposan.
Kisaran kelembaban yang ideal adalah 40 – 60 % dengan nilai yang paling baik
adalah 50 %. Kelembaban yang optimum harus terus dijaga untuk memperoleh jumlah
mikroorganisme yang maksimal sehingga proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat.
Apabila kondisi tumpukan terlalu lembab, tentu dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme karena molekul air akan mengisi rongga udara sehingga terjadi kondisi
anaerobik yang akan menimbulkan bau. Bila tumpukan terlalu kering (kelembaban kurang dari
40%), dapat mengakibatkan berkurangnya populasi mikroorganisme pengurai karena
terbatasnya habitat yang ada.
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondosi yang cukup oksigen (aerob).
Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara
hangat keluar dan udara uang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi
ditentukan oleh porositas dan kelembaban. Apabila aerasi terhambat, akan terjadi proses
anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
5. Temperatur
Pada pengomposan secara aerobik akan terjadi kenaikan temperatur yang cukup
cepat selama 3-5 hari pertama dan temperatur kompos dapat mencapai 55- 700C. Kisaran
temperatur tersebut merupakan yang terbaik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pada kisaran
temperatur ini, mikroorganisme dapat tumbuh tiga kali lipat dibandingkan dengan temperatur
yang kurang dari 550C. Selain itu, pada temperatur tersebut enzim yang dihasilkan juga paling
efektif menguraikan bahan organik. Penurunan nisbah C/N juga dapat berjalan dengan
sempurna.
Proses pengomposan melibatkan dua rentang suhu: mesofilik dan termofilik.
Sementara suhu ideal untuk tahap pengomposan awal adalah 20-45 ° C, pada tahap selanjutnya
dengan organisme termofilik mengambil alih, kisaran suhu 50-70 ° C mungkin ideal.
Temperatur tinggi mencirikan proses pengomposan aerobik dan berfungsi sebagai tanda
aktivitas mikroba yang kuat. Patogen biasanya dihancurkan pada suhu 55 ° C dan di atasnya,
sedangkan titik kritis untuk menghilangkan benih gulma adalah 62 ° C. Putaran dan aerasi
dapat digunakan untuk mengatur suhu.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 21
Suhu merupakan peranan penting dalam proses pengomposan. Peningkatan antara
suhu dengan konsumsi oksigen memiliki hubungan perbandingan yang lurus. Semakin tinggi
suhu, maka akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses
penguraian. Tingginya oksigen yang dikonsumsi akan menghasilkan CO2 dari hasil
metabolisme mikroba sehingga bahan organik semakin cepat terurai. Peningkatan suhu dapat
terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Suhu yang berkisar antara 30º-60ºC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Sedangkan suhu yang lebih tinggi dari 60ºC
akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba termofilik saja yang tetap bertahan
hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-
benih gulma. Ketika suhu telah mencapai 70ºC, maka segera lakukan pembalikan tumpukan
atau penyaluran udara untuk mengurangi suhu, karena akan mematikan mikroba termofilik .
Suhu dan Ketinggian Timbunan pembuaatan pupuk organik, penjagaan panas
sangat penting dalam pembuatan pembuatan pupuk organik. Faktor yang menentukan
tingginya suhu adalah tingginya timbunan itu sendiri. Bila timbunan yang terlalu dangkal akan
kehilangan panas dengan cepat karena tidak adanya cukup material untuk menahan panas
tersebut, akibatnya pembuaatan pupuk organik akan berlangsung lebih lama. Sebaliknya jika
timbunan terlalu tinggi bisa mengakibatkan material memadat karena berat bahan pembuaatan
pupuk organik itu sendiri dan ini akan mengakibatkan suhu terlalu tinggi di dasar timbunan.
Panas yang terlalu tinggi menyebabkan terbunuhnya bakteri anaerobik yang baunya tidak enak.
Tinggi timbunan yang memenuhi persyaratan adalah 1 sampai 2 meter, ini akan memenuhi
penjagaan tanah dan pemenuhan kebutuhan akan udara. Panas dihasilkan dari aktivitas
mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan
suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak
konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat
terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30- 60oC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi darin60oC akan
membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan
hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan
benih-benih gulma.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 22
6. Komposisi Bahan
Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat.
Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan kotoran
hewan. Ada juga yang menambah bahan makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan
mikroorganisme sehingga selain dari bahan organik, mikroorganisme juga mendapatkan bahan
tersebut dari luar (Indriani, 2007). Laju dekomposisi bahan organik juga tergantung dari sifat
bahan yang akan dikomposkan. Sifat bahan tanaman tersebut diantaranya jenis tanaman, umur,
dan komposisi kimia tanaman. Semakin muda umur tanaman maka proses dekomposisi akan
berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan kadar airnya masih tinggi, kadar nitrogennya
tinggi, imbangan C/N yang sempit serta kandungan lignin yang rendah (Simamora dan
Salundik, 2006).
7. Derajat Keasaman
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH 5,5 - 9. Proses pengomposan
akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh,
proses pelepasan asam secara temporer atau lokal akan menyebabkan penurunan pH
(pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen
akan meningkatkan pH pada fasefase awal pengomposan. Kadar pH kompos yang sudah
matang biasanya mendekati netral. Kondisi kompos yang terkontaminasi air hujan juga dapat
menimbulkan masalah pH tinggi. Kondisi asam pada proses pengomposan biasanya diatasi
dengan pemberian kapur atau abu dapur. Namun, pemantauan suhu dan perlakuan pembalikan
bahan kompos secara tepat waktu dan benar sudah dapat mempertahankan kondisi pH tetap
pada titik netral, tanpa pemberian kapur.
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum
untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya
berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan
perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan
asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman),
sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan
meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya
mendekati netral.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 23
Meskipun efek buffering alami dari proses pengomposan cocok untuk menerima
bahan dengan berbagai pH, tingkat pH tidak boleh melebihi delapan. Pada tingkat pH yang
lebih tinggi, lebih banyak gas amonia dihasilkan dan mungkin hilang ke atmosfer.
9. Kadar Air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Metode pengeringan melalui
oven sangat memuaskan untuk sebagian besar makanan, akan tetapi beberapa makanan seperti
silase, banyak sekali bahan-bahan atsiri (bahan yang mudah terbang) yang bisa hilang pada
pemanasan tersebut. Banyaknya kadar air dalam suatu bahan dapat diketahui bila bahan
tersebut dipanaskan pada suhu 105oC. Bahan kering dihitung sebagai selisih antara 100%
dengan persentase kadar air suatu bahan yang dipanaskan hingga ukurannya tetap.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 24
Dalam sistem ini, kurang lebih 2/3 unsur karbon (C) menguap menjadi CO2 dan
sisanya 1/3 bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel hidup. Selama proses pengomposan
aerobik tidak timbul bau busuk. Selama proses pengomposan berlangsung akan terjadi reaksi
eksotermik sehingga timbul panas akibat pelepasan energi (Sutanto, 2002).
b. Pengomposan secara Anaerobik
Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur kimia
dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). Proses ini merupakan
proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi temperatur seperti yang terjadi pada proses
pengomposan secara aerobik. Namun, pada proses anaerobik perlu tambahan panas dari luar
sebesar 300C.
Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4), karbondioksida
(CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah seperti asam asetat, asam
propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat. Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai
bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan
cairan. Bagian padatan ini yang disebut kompos. Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga
sebelum digunakan harus dikeringkan (Simamora dan Salundik, 2006).
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 25
BAB III
PEMBUATAN PUPUK KOMPOS
Komposter adalah alat yang digunakan untuk membantu kerja bakteri pengurai (
decomposer) aneka material organik berupa sampah dan limbah menjadi bentuk baru, yakni
material kompos dengan sifat-sifat seperti tanah. Tumbuhan, hewan dan bahkan manusia, atau
semua jasad makhluk hidup, pada dasarnya terbentuk dari tanah. Dengan penguraian
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 26
(dekomposisi), unsur karbon (C) dan senyawa dalam makhluk hidup dikembalikan jadi tanah.
Penguraian itu karena kerja bakteri menguntungkan (saprofit) pada kondisi lingkungan mikro
kondusif.
2. Dedaunan Kering
Sampah-sampah organik termasuk daun-daun yang sudah tua ternyata memiliki
nilai lebih dan bisa berguna, Salah satu pemanfaatan daun yang sudah tua adalah untuk
pembuatan kompos dan memiliki manfaat Mengurangi penumpukan daun-daun yang sudah
tua.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 27
Gambar 3.3 Dedaunan kering
3. Effective Microorganism
Teknologi EM4 adalah teknologi budidaya pertanian untuk meningkatkan kesehatan
dan kesuburan tanah dan tanaman, dengan menggunakan mikroorganisme yang bermanfaat
bagi pertumbuhan tanaman. EM4 merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang
menguntungkan yang berasal dari alam Indonesia, bermanfaat bagi kesuburan tanah,
pertumbuhanan dan produksi tanaman serta ramah lingkungan. Kegunaan EM4 (Effective
Microorganisms 4) sangat mudah terlihat pada tanaman pertanian, peternakan unggas ayam,
dan perikanan. Cairan EM4 merupakan campuran dari beberapa mikroorganisme “baik” hidup
yang sangat bermanfaat dan menguntungkan guna proses penyerapan/persediaan unsur hara
didalam tanah. Bentuk EM4 adalah berupa cairan yang berwarna kecoklatan dan aromanya
segar.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 28
yang dirasakan petani, peternak, atau perikanan dalam produk hasil dekomposisi menggunakan
mikroba 4. Larutan EM4 sangat tepat digunakanan untuk memajukan pertanian karena dapat
membantu perbaikan kualitas lahan. Tanaman yang sehat bersumber dari lahan yang sehat
pula. Petani dan peternak juga dapat menciptakan keuntungan yang besar melimpah karena
hasil panen berbuah lebat atau ternak unggas yang gemuk.
b. Metode Indore
Metode indore cocok diterapkan pada daerah yang mempunyai curah hujan tinggi.
Bahan organik yang digunakan pada metode ini adalah campuran sisa tanaman dan kotoran
ternak, dimana lama waktu proses pengomposannya yaitu 3 bulan. Proses pengomposan
dengan metode indore dibagi menjadi dua jenis, yaitu indore heap method (bahan dikomposkan
di atas tanah) dan indore pit method (bahan dipendam di dalam tanah).
Pada pengomposan dengan metode indore heap, bahan-bahan yang akan
dikomposkan ditimbun secara berlapis-lapis dengan ketebalan 10-25 cm per lapis, dimana
bagian atasnya ditutupi dengan kotoran ternak yang tipis untuk mengaktifkan proses
pengomposan. Sedangkan pengomposan dengan metode indore pit, bahan dasar kompos yang
digunakan adalah kotoran ternak dan disebar secara merata di dalam lubang tanah dengan
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 29
ketebalan 10-15 cm. Bahan-bahan kompos tersebut disusun secara berlapis-lapis dan dilakukan
penambahan air secukupnya yang bertujuan untuk menjaga kelembaban bahan.
c. Metode Barkeley
Pengomposan dengan metode Barkeley menggunakan bahan-bahan organik dengan
rasio C/N tinggi, seperti jerami dan serbuk gergaji. Bahan-bahan tersebut dikombinasikan
dengan bahan organik yang mempunyai rasio C/N rendah, selanjutnya bahan kompos ditimbun
secara berlapis-lapis dengan ukuran 2,4 x 2,2 x 1,5 m. Lapisan paling bawah adalah bahan
organik dengan rasio C/N rendah, dan diatasnya ditumpuk dengan bahan organik yang
mempunyai rasio C/N tinggi.
d. Metode Heap
Pengomposan dilakukan di permukaan tanah berukuran dasar 2 m tinggi 1,5 m dan
panjang 2 m. Bagian tepi dipadatkan dan di sekitar timbunan diberi peneduh atau pelindung.
Sebagai lapisan dasar pertama adalah bahan yang kaya karbon setebal 15 cm (dedaunan,
jerami, serbuk gergaji, dan batang jagung) kemudian lapisan berikutnya adalah bahan yang
kaya nitrogen setebal 10-15 cm (residu sisa tanaman, rumput segar, kotoran ternak, dan sampah
organik) Demikian seterusnya disusun bertumpuk hingga ketinggian 1,5 m, bahan dasar harus
bervariasi agar proses dekomposisi berjalan dengan baik dan bila perlu dicacah agar lebih
halus. Kelembapan dijaga dengan menambahkan air secukupnya dan proses pembalikan
dilakukan setelah 6 dan 12 minggu proses pengomposan berlangsung.
e. Metode Bangalore
Metode ini direkomendasikan apabila bahan dasar pembuat kompos yang
digunakan adalah tinja dan sampah kota di daerah yang mempunyai curah hujan rendah.
Metode ini mempunyai banyak kelemahan, dimana selama proses pengomposan bahan-bahan
selalu berada di dalam lubang atau bak pengomposan. Selama proses pengomposan sekitar 3
bulan, tidak dilakukan proses penyiraman atau pembalikan. Permukaan kompos yang ditutup
dengan lumpur menyebabkan kehilangan kelembapan dapat ditekan sehingga laju dekomposisi
bahan-bahan berjalan sangat lambat dan berlangsung hingga 6-8 bulan sampai kompos matan.
Dalam proses ini tidak terjadi kehilangan karbon dan nitrogen sehingga kualitas kompos sangat
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 30
tergantung pada bahan dasar yang digunakan. Metode yang dikembangkan di Bangalore, India
ini kurang populer karena kesulitan dalam pengelolaan, waktu lama dan menimbulkan bau
busuk dan lalat yang banyak dapat.
f. Vermikompos
Prinsip dari metode ini adalah memanfaatkan cacing sebagai perombak bahan
organik. Cacing tanah dapat memakan semua jenis bahan organik dengan kemampuan makan
setara dengan berat badannya per hari. Kotoran cacing yang disebut kascing ini kaya nitrogen,
fosfor, kalium, kalsium, dan magnesium bentuk tersedia bagi tanaman, mengandung vitamin,
enzim, dan mikroorganisme. Diprediksi dari sekitar 1.000 t bahan organik lembap dapat diubah
menjadi 300 t vermikompos. Vermikompos dapat dibuat dalam skala kecil (sederhana) maupun
skala besar (industri). Pada pembuatan skala kecil digunakan kotak dari papan kayu atau kotak
plastik yang sudah tidak terpakai. Stirofoam atau logam tidak dianjurkan untuk membuat kotak
vermikompos karena mengeluarkan racun ke dalam lingkungan hidup cacing, sedangkan
logam menyerap panas, mudah berkarat dan mengeluarkan logam berat ke dalam
vermikompos. Terdapat tiga cara pembuatan yaitu: (1) kotak tidak bersekat dimana cacing dan
bahan organik ditempatkan di atas alas pada bagian dasar. Tipe ini sering digunakan namun
mempunyai kesulitan saat memanen kom pos karena cacing dan material kompos menyatu; (2)
kotak bersekat vertikal berupa nampan- nampan yang disusun secara vertikal berisi bahan
organik. Diharapkan, sebagian cacing akan bermigrasi ke lapisan nampan diatasnya. Apabila
cacing yang bermigrasi sudah cukup, kompos di bawah bisa dipanen; dan (3) kotak bersekat
horizontal dimana nampan diletakkan berdampingan untuk memberi kesempatan cacing tanah
bermigrasi mencari sumber makanan pada kotak disampingnya. Ketika migrasi cacing ke kotak
sebelahnya telah dianggap cukup, kompos yang sudah matang beserta cacing yang masih
tertinggal bisa dipanen. Pembuatan vermikompos berskala besar menggunakan tempat terbuka,
terdiri atas hamparan bahan organik lalu cacing melakukan pengomposan dengan memakan
bahan organik tersebut. Cacing pada umumnya tetap tinggal dan tidak meloloskan diri dari
hamparan karena melimpahnya bahan makanan. Permukaan hamparan bahan organik sering
diperkeras dengan beton untuk mencegah predators memakan populasi cacing tanah. Proses
pembuatan vermikompos dilaksanakan melalui tiga tahap: (1) pengadaan bahan organik; (2)
perbanyakan cacing tanah; dan (3) proses pengomposan. Bahan organik berupa campuran
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 31
limbah dapur dan bahan mengandung karbon (kertas koran, serbuk gergaji, jerami, kardus,
gambut, bahan-bahan lapuk, dan daun kering) diperlukan sebagai media berstruktur lepas
untuk memudahkan cacing bernafas dan sebagai sarana proses dekomposisi aerobik. Aktivitas
cacing optimal pada suhu 12-21°C, cacing Pheretima hupiensis, optimal pada suhu media
sekitar 28°C, pada suhu 30°C, kokon menetas, dan pada suhu 32°C anak cacing mati.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 32
DAFTAR PUSTAKA
Dalzell dkk. 1991. Produksi dan Penggunaan Kompos Pada Lingkungan Tropis dan Subtropis.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Gaur. 1982. A Manual of Rulal Composting. Project Field Document No.15. FAO/UNDp
Regional Project
Hartatik, Wiwik dan Widowati L.R. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati, Organik
Fertilizer and Bio Fertilizer (Pupuk Kandang). Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Indriani, Y. H. 2001. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya
Indriani, Y. H. 2007. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya
Isroi. 2007. Pengomposan Limbah Padat Organik. Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia.
Lingga, P. dan Marsono. 2011. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.
Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar, Jenis, dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya
Mulyani, Muh Sutedjo. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta.
Rosmarkam, Afandie dan Nasih Widya Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta:
Kanisius
Rukmana. 2007. Bertanam Petsai dan Sawi. Yogyakarta: Kanisius
Sejati, Kuncoro. 2009. Pengolahan Sampah Terpadu. Yogyakarta: Kanisius.
Simamora, S dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta: PT Agromedia
Pustaka
Suriadikarta, D. A., dan Setyorini, D. 2005. Baku Mutu Pupuk Organik. In D. A Suriadikarta,
& D. Setyorini.
Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik. Yogyakarta: Kanisius.
Tan, K.H. 1993. Principle Of Soil Chemistry. 2nd ed. New York: Marcel Dekker Inc.
Wahyono S, Sahwan FI, Suyanto F. 2011. Membuat Pupuk Organik Granul Dari Aneka
Limbah. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Pupuk Kompos dari Daun Kering, Rumput dan Sampah Rumah Tangga Page 33