Anda di halaman 1dari 15

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Analisis Kasus Administrasi Negara

Nama: Jasmine Rosalinda Darwis


NIM: 175010100111065
Kelas: E (No.Absen 20)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2018
MACAM-MACAM SANKSI ADMINISTRASI NEGARA
1. Paksaan Pemerintah ( Bestuursdwang)
Tindakan nyata yang dilakukan organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk
memindahkan, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula
apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-
kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
2. Penarikan Kembali Keputusan yang Menguntungkan
Dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali
dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu.
3. Pengenaan Uang Paksa oleh Pemerintah (Dwangsom)
Hal ini belum diatur dalam peraturan perundang-undangan namun apabila terdapat
persetujuan dari pemerintah dalam hal penarikan uang paksa maka hal tersebut dapat
dilakukan. Ditujukan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma.
4. Pengenaan Denda Administratif
Tidak lebih dari sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditujukan untuk
menambah hukuman yang pasti.
168 Bangunan Tanpa IMB di Bogor Dibongkar, Para Pemilik
Histeris

BOGOR, KOMPAS.com — Ratusan bangunan tempat tinggal di Jalan Raya Bojonggede,


Kampung Gedong, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, dibongkar petugas Satuan
Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Kamis (30/11/2017). Pembongkaran dilakukan
menyusul bangunan-bangunan yang mayoritas berupa tempat usaha dan tempat tinggal
tersebut tak memiliki surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Kepala Bidang Penegakan Perundang-undangan Satpol PP Kabupaten Bogor, Agus


Ridho mengatakan, sebelum pembongkaran, pihaknya telah melalukan proses tahapan
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dengan memberikan surat
pemberitahuan, surat peringatan, dan penyegelan kepada pemilik bangunan itu. "Ada 168
bangunan pemanen yang dibongkar. Hari ini diusahakan selesai semua.

Ini penegakan peraturan daerah (perda), mereka tidak punya surat IMB dan berdiri di
dekat rel kereta dan kali," ucap Agus, saat ditemui di lokasi. Agus menambahkan,
pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah desa setempat, Kementerian PUPR dan
PT KAI untuk mengembalikan fungsi utama lokasi yang dibongkar sebagai lahan hijau.

Penertiban ini dimulai dari Desa Bojonggede sampai Desa Bojong Baru. "Ini nanti untuk
lahan hijau," katanya.

Sementara itu, salah satu warga, Wati (52) tak terima dengan pembongkaran tersebut. Ia
mengaku telah memiliki sertifikat atas rumahnya yang dibongkar meski belum memiliki
IMB. Kata Wati, jauh hari sebelum rumahnya dibongkar, ia sudah berusaha membuat
surat IMB.

Namun entah mengapa, IMB yang sedang diurusnya tidak terbit sampai sekarang.
"Petugas tiba-tiba kemarin sore nyegel rumah, terus hari ini dibongkar. Nggak ada
pemberitahuan sama sekali soal ini," kata Wati sambil menahan tangis.
Ia pun tidak tahu akan tinggal dimana setelah rumahnya dibongkar dan diratakan dengan
tanah. Wati hanya ingin keadilan. "Nggak ada ganti rugi, Mas. Semua barang-barang di
dalam rumah udah digotong keluar. Sekarang mau tinggal di mana, juga nggak tahu,"
tutur dia.

Dalam pembongkaran ini, sekitar 300 personel gabungan dilibatkan untuk mengamankan
situasi. Arus lalu lintas di lokasi pun mengalami kemacetan panjang akibat
pembongkaran tersebut.

Warga yang tak terima dengan pembongkaran ini juga sempat bersitegang dengan
petugas Satpol PP. Cekcok antara warga dan petugas pun tak dapat dihindarkan. Kalah
dalam jumlah, akhirnya warga terpaksa merelakan rumahnya diratakan dengan alat berat.
Banyak dari mereka tak kuasa menahan air mata dan menjerit histeris.
ANALISIS KASUS

Berdasarkan ketentuan yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung (UUBG), setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung (Pasal 7 ayat
[1] UUBG). Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi persyaratan status hak
atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan (Pasal 7
ayat [2] UUBG). Pengaturan mengenai IMB diatur lebih lanjut dalam PP No. 36 Tahun
2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Setiap orang yang ingin mendirikan bangunan gedung harus memiliki Izin Mendirikan
Bangunan yang diberikan oleh pemerintah daerah melalui proses permohonan izin (Pasal
14 ayat [1] dan [2] PP 36/2005). Permohonan IMB kepada harus dilengkapi dengan (Pasal
15 ayat [1] PP 36/2005):

a. tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian
pemanfaatan tanah;
b. data pemilik bangunan gedung;
c. rencana teknis bangunan gedung; dan
d. hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.
Oleh karena itu apabila seseorang mendirikan bangunan tanpa adanya IMB, pemilik
rumah dalam hal ini dapat dikenakan sanksi administrative berupa Pemilik bangunan
gedung yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung dikenakan sanksi perintah
pembongkaran (Pasal 115 ayat [2] PP 36/2005). Selain itu, dalam Pasal 48 ayat (3)
UUBG disebutkan bahwa Bangunan gedung yang telah berdiri, tetapi belum memiliki
izin mendirikan bangunan pada saat undang-undang ini diberlakukan, untuk memperoleh
izin mendirikan bangunan harus mendapatkan sertifikat lain fungsi berdasarkan ketentuan
undang-undang ini. Maka kewajiban untuk melengkapi setiap bangunan gedung dengan
IMB berlaku bagi setiap orang, tanpa terkecuali. Hal itu juga menunjukkan tanggung
jawab dan kesadaran hukum dari setiap individu.
Pertama di RI, Hakim Cabut Kepemilikan SIM Yuda hingga Meninggal
Dunia

Jakarta — Banyaknya kasus kecelakaan maut yang menimbulkan banyak korban jiwa
memaksa hakim perlu membuat terobosan hukum. Salah satunya adalah melarang pelaku
memiliki SIM hingga ia meninggal dunia. Harapannya, pelaku tidak lagi membawa
kendaraan dan kejadian serupa tak terulang.

Kasus ini bermula saat Tri Yuda Mediansyah mengendarai Suzuki Futura Nopol BK
1856 PT pada 2 September 2015 siang. Di kendaraan itu ikut beberapa anak sekolah.

Saat melintas di Jalan Umum Binjai, Kuala atau tepatnya di depan Kantor PTPN II
Selesai, Sumatera Utara, Yuda menyalip sebuah pikap L-300 warna hitam dan sebuah
bus. Belum selesai, Yuda kembali menyalip Toyota Avanza warna silver dengan Nopol
BK 1291 RG dan sebuah truk tangki.

Namun belum selesai menyalip Toyota Avanza, dari depan muncul sepeda motor Honda
Vario Nomor BK 6161 RAG. Yuda kaget lalu memotong kembali ke jalur kiri.
Pengemudi yang ada di dalam Avanza kaget dan menyenggol mobil yang dibawa Yuda
sehingga kendaraan Yuda terlempar kembali ke depan dan menabrak sepeda motor.

Kecelakaan yang terjadi secepat kilat ini juga menyebabkan mobil yang dibawa Yuda
terpental dan terbalik dengan posisi roda berada di atas. Adapun Avanza tersebut masuk
ke dalam parit.

Akibat kecelakaan ini, pengemudi sepeda motor yang belakangan diketahui bernama
Supriono meninggal dunia. Adapun korban lain mengalami luka-luka yang cukup parah.

Melihat kecelakaan maut ini, Yuda bukannya bertindak kooperatif tapi malah melarikan
diri. Ia perlahan keluar dari kendaraannya dan menyetop sepeda motor dan kabur. Polisi
lalu mencari Yuda dan setelah menemukannya membawa Yuda ke meja hijau.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 2
tahun," putus majelis Pengadilan Negeri (PN) Stabat sebagaimana dikutip dari website
Mahkamah Agung (MA), Jumat (22/1/2016).

Vonis ini diketok oleh ketua majelis hakim Laurenz Stephanus Tampubolon dengan
anggota Sunoto dan Hasanuddin. Vonis penjara ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa yang
meminta Yuda dihukum 20 bulan penjara.

Putusan yang diambil pada Rabu (20/1) kemarin itu juga membuat hukuman pidana
tambahan yang cukup berani. Majelis hakim selain mencabut SIM Yuda juga melarang
Yuda memiliki SIM seumur hidup alias hingga Yuda meninggal dunia tidak boleh
memiliki SIM. Tanpa SIM, maka Yuda tidak bisa membawa kendaraan sehingga
diharapkan tidak terjadi lagi kecelakaan maut.

"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan Surat Izin Mengemudi (SIM) atas
nama terdakwa Tri Yuda Mediansyah alias Bendil dan mencabut hak terdakwa untuk
mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagaimana ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan," ucap majelis dengan suara bulat.

Pencabutan SIM sebelumnya juga dijatuhkan oleh majelis hakim di tempat lain, tetapi
pencabutan itu hanya bersifat sementara yaitu selama terdakwa menghuni penjara atau
bisa beralih ke SIM lain. Seperti diketok oleh Pengadilan Negeri (PN) Cibinong, Jawa
Barat yang mencabut SIM bus Amin, selain menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara pada
Februari 2014.

Amin merupakan pengemudi bus maut yang menyebabkan kematian 20 orang di jalur
puncak. Meski dicabut, Amin sekeluarnya dari penjara masih bisa mendapatkan SIM
untuk ketegori SIM yang berbeda.
ANALISIS KASUS
Surat Izin Mengemudi merupakan bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh
Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan
rohani, memahami peraturan lalu lintas dan mampu mengemudikan kendaraan bermotor.
Terdapat beberapa kualifikasi atau persyaratan serta serangkaian tes yang harus dijalani
bagi seseorang untuk memperoleh SIM. Tidak sedikit orang yang telah lulus dalam tes dan
juga telah memenuhi persyaratan, tetapi masih saja banyak ditemukan pelanggaran di jalan
raya yang membahayakan nyawa pengguna jalan lainnya. Pada kasus ini, Yoga sebagai
pelanggar memiliki konsekuensi untuk mendapatkan sanksi administratif. Sanksi yang ia
dapatkan adalah pencabutan SIM artinya penarikan kembali keputusan yang
menguntungkan dengan mengeluarkan suatu ketetapan atau keputusan baru. Aturan
mengenai pencabutan SIM tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. Namun, perbedaan yang mencolok pada kasus ini
ialah SIM dari pihak yang bersangkutan dicabut untuk seumur hidup sehingga ia tidak bisa
lagi mendapatkan Surat Izin Mengemudi dan tidak diperbolehkan mengendarai kendaraan
bermotor karena berpotensi menghilangkan nyawa orang lain lagi di kemudian hari. Hal
tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan dari norma yang hidup dalam masyarakat
Indonesia untuk mengedepankan keselamatan dan kesejahteraan bersama.
Telat Bayar Pajak STNK, Pelanggar Didenda Maksimal

Jakarta — Direktorat Lalu Lintas menggelar razia dengan sasaran penunggak Surat
Tanda Nomor Kendaraan (STNK) guna mendukung program Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta terkait optimalisasi pendapatan daerah dan pendapatan pusat. Polisi melakukan
penilangan dengan denda maksimal kepada pelanggar.

"Razia kita lakukan di lima titik di Jakarta Pusat, Utara, Barat, Timur dan Selatan untuk
wilayah DKI. Karena perjanjian yang kita lakukan, penandatangan perjanjian kerja sama
hanya di wilayah Jakarta dalam mengoptimalisasi penerimaan pendapatan daerah dan
pendapatan pusat," ujar Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi
Halim Panggara, di Jakarta, Sabtu (12/8).

Dikatakannya, kegiatan penindakan di lapangan ini terkait dengan program pemutihan


denda penunggakan STNK hingga 31 Agustus 2017 mendatang. Masyarakat dapat
membayar penunggakan pajak tanpa harus membayar denda di Samsat. Namun, apabila
terkena razia pemutihan tidak berlaku. "Iya, jadi pemutihan itu tidak berlaku bagi yang
kena razia loh. Seumpama pada waktu razia dia kena, maka tidak kena pemutihan,"
ungkapnya.

Menurutnya, dasar hukum terkait STNK diatur pada Pasal 68 ayat (1) Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2009, berisi setiap kendaraan bermotor yang dioperasionalkan di jalan
wajib dilengkapi dengan STNK dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB).

"Kemudian, STNK dan TNKB berlaku selama lima tahun yang dimintakan
pengesahannya setiap tahun. Diperjelas dengan Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2015
tentang registrasi kendaraan bermotor di ayat (2), STNK berfungsi sebagai bukti
legitimasi pengoperasian kendaraan bermotor. Dipertegas dengan surat Kapolri Nomor: B
700/11/2017, STNK disahkan apabila telah membayar pajak kendaraan bermotor dan
PNBP pengesahan," ungkapnya.
Ia menyampaikan, apabila pengguna sepeda motor tidak melakukan pengesahan, maka
STNK dinyatakan tidak sah. "Dinyatakan di Pasal 288 ayat 1 (UU Nomor 22 Tahun
2009), yaitu setiap pengemudi tidak dilengkapi STNK dipidana paling lama dua bulan
dan denda paling banyak Rp 500.000. Ya (denda maksimal) antara dua bulan dan Rp
500.000," katanya.

Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu
Lintas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto mengatakan, polisi berhasil menindak
sebanyak 335 pelanggar keabsahan STNK, pada hari pertama razia di Jakarta, Jumat
(11/8) kemarin. "Hasil penindakan pelanggaran lalu lintas dengan tilang terkait
keabsahan STNK, berjumlah 335," sebutnya.

Ia menjelaskan, pada saat menggelar razia polisi menilang 275 pengendara sepeda motor
dan 60 pengemudi mobil. Polisi pun menyita sejumlah barang bukti berupa Surat Izin
Mengemudi (SIM), STNK dan sepeda motor. "Barang bukti yang disita 189 SIM, 140
STNK, dan enam sepeda motor. Ya, kami kenakan denda maksimal kepada pelanggar,"
tandasnya.

ANALISIS KASUS
Razia yang dilakukan Direktorat Lalu Lintas adalah suatu tindakan untuk menggalakkan
sanksi bagi para penunggak Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Terkait dengan
program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengoptimalkan pendapatan daerah dan
pendapatan pusat, polisi memberikan denda maksimal bagi para pelanggar. Apabila
merujuk kepada aturan dalam Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, setiap kendaraan bermotor diwajibkan memiliki
STNK dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TKNB). Nyatanya, sangat mudah
menemukan pengendara yang tidak memiliki persyaratan tersebut. Dengan kata lain
masih sangat banyak yang menganggap remeh aturan ini dengan mengabaikan atau
melalaikannya. Oleh karena itu, setiap pengendara yang tidak memiliki STNK dan
TNKB harus menerima konsekuensi atas tindakannya untuk dijatuhkan sanksi berupa
denda administratif. Dinyatakan di Pasal 288 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 2009, yaitu
setiap pengemudi tidak dilengkapi STNK dipidana paling lama dua bulan dan denda
paling banyak Rp 500.000. Tindakan pemerintah ini dianggap tidak lebih dari sekedar
reaksi terhadap pelanggaran norma yang mana hanya bertujuan untuk menambahkan
hukuman yang pasti.
Pemprov Sulut Segera Buka Posko Pengaduan THR

MANADOPOSTONLINE.COM — Memastikan semua hak tenaga kerja terbayarkan seperti


Tunjangan Hari Raya (THR), Pemprov Sulut nantinya akan membuka posko pengaduan THR.
Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Ir Erny Tumundo, posko tersebut
dibuka dengan maksud untuk melindungi tenaga kerja dan memastikan semua hak tenaga kerja
bisa diterima.

"Posko pengaduan ini akan dibuka di kantor. Dan kita menyarankan agar masyarakat harus
berpartisipasi secara aktif. Jika ada perusahan yang tidak membayarkan THR, silahkan lapor di
posko. Nanti akan diproses laporan tersebut," jelas Tumundo.

Dirinya mengatakan, perusahan wajib membayarkan THR tujuh hari sebelum hari raya. Sesuai
regulasi, THR yang diberikan adalah sebanding dengan upah satu bulan jika tenaga kerja tersebut
sudah satu tahun bekerja. Dan tenaga kerja yang baru berapa bulan bekerja, diatur kebijakan
perusahaan. Namun tetap wajib membayarkan THR.

"Jadi H-7 itu semua perusahan seharusnya sudah membayarkan THR. Jadi posko kita, di H-7 itu
sudah berjalan secara maksimal. Jadi silahkan laporkan jika tidak dibayarkan. Kalau untuk
nominal itu biasanya sudah ada pembicaraan dengan perusahan. Kita tentu akan terus mengawal
agar semua hak tenaga kerja dibayarkan," ujarnya.

Menurut Tumundo, pelapor akan disimpan identitasnya agar bisa terlindung dari jeratan
kemarahan perusahaan. Dirinya menjelaskan, Ketentuan pembayaran THR ini sesuai dengan
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan 6/2016 tentang THR keagamaan bagi pekerja atau buruh di
perusahaan. Dan pada pasal 5 ayat (4) menyebutkan THR keagamaan wajib dibayarkan pengusaha
paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

"Pekerja atau buruh yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai
masa kerja. Perhitungannya masa kerja dikali 1 bulan gaji, kemudian dibagi 12 bulan. Bagi
perusahaan yang melanggar ketentuan ini, akan mendapat sanksi tegas. Jadi memang ada sanksi
administrasi. Dilakukan pegawai pengawas yang berwenang," urainya.

Tambahnya, dalam pasal 10 ayat (1) disebutkan, pengusaha yang terlambat membayar THR,
dikenakan denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu
kewajiban pengusaha untuk membayar.

ANALISIS KASUS
Pemprov Sulut nantinya akan membuka posko pengaduan THR untuk memastikan semua hak
tenaga kerja terbayarkan seperti Tunjangan Hari Raya (THR). Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Daerah, posko tersebut dibuka untuk melindungi tenaga kerja dan memastikan
semua hak tenaga kerja bisa diterima. Perusahan wajib membayarkan THR tujuh hari sebelum hari
raya. Sesuai regulasi, THR yang diberikan adalah sebanding dengan upah satu bulan jika tenaga
kerja tersebut sudah satu tahun bekerja. Dan tenaga kerja yang baru berapa bulan bekerja, diatur
kebijakan perusahaan. Namun, tetap wajib diberikan Tunjangan Hari Raya (THR). Ketentuan
pembayaran THR ini sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 tentang
THR keagamaan bagi pekerja atau buruh di perusahaan. Pada pasal 5 ayat (4) Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan menyebutkan THR keagamaan wajib dibayarkan pengusaha paling lambat 7 hari
sebelum hari raya keagamaan. Dalam pasal 10 ayat (1) pula disebutkan, pengusaha yang terlambat
membayar THR, dikenakan denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayar sejak
berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar. Akan tetapi, pengenaan denda
tersebut tidak akan menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR kepada
pekerja. Sedangkan di pasal 11 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa
pengusaha yang tidak membayar THR akan dikenakan sanksi administratif. Sanksinya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang telah mengaturnya namun tetap memerhatikan asas-
asas hukum administrasi, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Penerapan Sanksi Administrasi Paksaan Pemerintah terhadap
Perusahaan Pertambangan di Kota Samarinda

Samarinda, 29 April 2013 – Kementerian Lingkungan Hidup melakukan pemantauan


proses penaatan penerapan sangsi administrasi berupa teguran tertulis, paksaan
pemerintah, pembekuan izin dan pencabutan izin bagi perusahaan pertambangan yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam upaya penaatan hukum lingkungan. Penerapan
sangsi administrasi oleh pemerintah daerah pada dasarnya merupakan tugas dan wewenang
pemerintah daerah sesuai Pasal 63 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penerapan sangsi
administrasi oleh Pemerintah Kota Samarainda merupakan hasil asistensi yang dilakukan
Kementerian Lingkungan Hidup kepada lembaga-lembaga lingkungan daerah untuk
mengatasi dan meminimalkan pelanggaran hukum lingkungan yang dilakukan oleh
perusahaan.

Hari ini, Menteri Lingkungan Hidup, Prof. DR. Balthasar Kambuaya, MBA bersama
beberapa Deputi MENLH melakukan kunjungan kerja memantau proses penaatan
penerapan sangsi administrasi bagi perusahaan pertambangan yang dilakukan Pemerintah
Daerah Kota Samarinda. Kunjungan Kerja ini merupakan apresiasi yang diberikan
Kementerian Lingkungan Hidup terhadap kinerja yang baik dari Pemerintah Daerah Kota
Samarinda dalam menegakkan hukum lingkungan.

Pada kesempatan ini Menteri Lingkungan Hidup beserta Walikota Samarinda melakukan
kunjungan ke tiga perusahaan tambang batubara yang telah diberikan teguran tertulis dari
Walikota Samarinda karena melanggar peraturan lingkungan. Satu perusahaan telah
dinyatakan taat, satu perusahaan belum taat, dan satu perusahaan tidak taat dan berakibat
dijatuhkannya sangsi penghentian sementara kegiatan penambangan dilanjutkan dengan
pencabutan izin oleh Pemerintah Kota Samarinda

Ketiga perusahaan tersebut adalah :

1. PT. Nuansa Coal Invesment telah berstatus taat karena sejak mendapatkan sangsi
administratif berupa teguran tertulis dari Walikota Samarinda Nomor : 660/039/BLH-
I/KS/I/2012 tanggal 25 Januari 2012. Upaya yang telah dilakukan per 25 Januari 2013 telah
melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dokumen RKL dan RPL, melakukan reklamasi
lahan pasca tambang dan dilanjutkan dengan revegetasi, memiliki 3 kolam pengelolaan air
limbah (settling pond) dan telah dilengkapi dengan izin pembuangan air limbah, memiliki
izin Penyimpanan Sementara Limbah B3, telah rutin melakukan pengujian air limbah per
bulan dan melakukan swapantau kadar parameter pH dan debit harian dan telah rutin
melakukan pengukuran kualitas udara.

2. PT. Insani Bara Perkasa (PT. IBP) berstatus belum taat karena sejak mendapatkan
teguran tertulis melalui Surat Walikota Samarinda No. 660/151/BLH-I/KS/I/2013, Tgl 28
Jan 2013, Dengan kewajiban yang harus segera dilakukan adalah menyampaikan laporan
pelaksanaan RKL-RPL secara rutin dan tepat waktu, lebih maksimal melakukan
pengelolaan air limbah yang dihasilkan sebelum dibuang ke media lingkungan, melakukan
swapantau parameter pH dan debit harian secara rutin. Dari hasil pemantauan per 25
Januari 2013 PT. IBP belum menyampaikan laporan pelaksanaan RKL-RPL triwulan IV
Tahun 2012, pengelolaan air limbah belum maksimal, namun sudah memiliki Izin
Penyimpanan Sementara Limbah B3.

3. CV. Bara Energi Kaltim (CV. BEK) dikenai sangsi administratif pencabutan izin usaha
oleh Pemerintah Kota Samarinda karena setelah mendapat teguran tertulis melalui Surat
Walikota Samarinda No. 660/1126/BLH-I/KS/IX/2012, tertanggal 25 Sep 2012, yang
bersangkutan tidak melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dengan dokumen RKL-RPL
, pengelolaan air limbah tidak maksimal walaupun telah memiliki izin pembuangan air
limbah namun belum rutin melakukan pengujian kualitas air limbah per bulan, pemantauan
pH dan debit harian. Kondisi setling pond tidak terawat dan tidak melakukan pengujian
kualitas udara ambient secara rutin per semester. CV.BEK juga diperintahkan untuk
melakukan pemulihan lingkungan (reklamasi pasca tambang).

Menteri Lingkungan Hidup menegaskan “Ketegasan Pemerintah Kota Samarinda dalam


menerapkan peraturan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
(melakukan penegakan hukum lingkungan), dapat menjadi contoh daerah lain dalam
upayanya yang sungguh-sungguh untuk menegakkan hukum lingkungan”

Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya mendorong budaya penaatan hukum terhadap
setiap usaha dan/atau kegiatan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagaimana diamanatkan dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kunjungan kerja Menteri Lingkungan Hidup ke
Samarinda ini diharapkan dapat memotivasi daerah lain untuk meningkatkan
penaatan hukum lingkungan untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup.
ANALISIS KASUS
Pertambangan Batubara di Kota Samarinda mempunyai kedudukan dan peranan sangat
penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan nasional. Hal ini disebabkan
pertambangan batubara sebagai sumber kekayaan alam yang tidak dapat diperbarui,
bermanfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran warga Kota Samarinda. Namun disisi
lingkungan hidup, usaha pertambangan batubra dianggap paling merusak dibanding
kegiatan-kegiatan eksploitasi sumberdaya alam lainnya. Antara lain dapat merubah
bentuk benteng alam, merusak atau menghilang vegetasi, menghasilkan limbah tailing,
maupun batuan limbah, serta menguras air , tanah dan air permukaan. Jika tidak
direhabilitasi, lahan-lahan bekas pertambangan akan membentuk kubangan raksasa dan
hamparan tanah gersang yang bersifat asam.
Perlindungan hukum bagi kegiatan pertambangan di Samarinda terdapat pada Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidu
serta Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Dalam rangka
menegakkan hukum lingkungan, Pemerintah Kota Samarinda melakukan kunjungan
kepada tiga perusahaan tambang yang telah diberikan surat teguran tertulis karena
melanggar peraturan lingkungan. Kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
tersebut berdasarkan Pasal 63 ayat (2) dan (3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bagi perusahaan yang tidak
taat setelah diberikan teguran, harus menerima sanksi penghentian sementara kegiatan
penambangan dan dilanjutkan pencabutan izin oleh Pemerintah Kota Samarinda.
Rangkaian sanksi mulai dari surat teguran tertulis hingga pencabutan izin merupakan
upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah guna menciptakan
masyarakat patuh hukum lingkungan sebagaimana diperintahkan dalam UU Nomor 32
Tahun 2009.

Anda mungkin juga menyukai