Respons Imun
Sistem imun bekerja setiap saat dengan beribu cara yang berbeda,tetapi tidak terlihat.
Suatu hal yang menyebabkan tubuh benar- benar menyadari kerja sistem imun adalah di saat
sistem imun gagal karena beberapa hal. Tubuh juga menyadari saat sistem imun bekerja
dengan menimbulkan efek samping yang dapat dilihat atau dirasakan. Contohnya, saat bagian
tubuh ada yang terluka, bakteri dan virus memasuki tubuh melalui luka. Sistem imun
mengadakan respons dan menghilangkan agen penyerang sementara bagian tubuh yang
terluka menjadi sembuh. Pada kasus yang jarang terjadi, sistem imun gagal dan luka
meradang, terinfeksi, dan biasanya terisi nanah(pus). Radang dan nanah merupakan efek
samping dari kerja sistem imun. Contoh lain, saat digigit nyamuk, timbul merah, bengkak,
dan gatal. Kesemuanya ini merupakan tanda-tanda yang dapat terlihat dari kerja sistem imun.
Sistem imun merupakan kumpulan mekanisme dalam suatu mahluk hidup yang
melindunginya terhadap infeksi dengan mengidentifikasi dan membunuh substansi patogen.
Sistem ini dapat mendeteksi bahan patogen, mulai dari virus sampai parasit dan cacing serta
membedakannya dari sel dan jaringan normal. Deteksi merupakan suatu hal yang rumit
karena bahan patogen mampu beradaptasi dan melakukan cara-cara baru untuk menginfeksi
tubuh dengan sukses.
Sebagai suatu organ kompleks yang disusun oleh sel-sel spesifik,system imun juga
merupakan suatu system sirkulasi yang terpisah dari pembuluh darah yang kesemuanya
bekerja sama untuk menghilangkan infeksi dari tubuh. Organ system imun terletak di seluruh
tubuh, dan disebut organ limfoid.
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe merupakan bagian dari system sirkulasi khusus
yang membawa cairan limfe, suatu cairan transparan yang berisi sel darah putih terutama
limfosit. Kata “lymph” dalam bahasa Yunani berarti murni, aliran yang bersih, suatu istilah
yang sesuai dengan penampilan dan kegunaannya. Cairan limfe membasahi jaringan tubuh,
sementara pembuluh limfe mengumpulkan cairan limfe serta membawanya kembali ke
sirkulasi darah. Kelenjar limfe berisi jala pembuluh limfe dan menyediakan media bagi sel
system imun untuk mempertahankan tubuh terhadap agen penyerang. Limfe juga merupakan
media dan tempat bagi sel sistem imun memerangi benda asing.
Sel imun dan molekul asing memasuki kelenjar limfe melalui pembuluh darah atau
pembuluh limfe. Semua sel imun keluar dari system limfatik dan akhirnya kembali kealiran
darah. Begitu berada dalam aliran darah, sel system imun, yaitu limfosit dibawa kejaringan
diseluruh tubuh, bekerja sebagai suatu pusat penjagaan terhadap antigen asing.
Gambar 1. Organ dan jaringan sistem imun sebagai barier proteksi tubuh terhadap infeksi
II. Sistem Imun
Sistem imun terbentuk dari jejaring kompleks sel imun, sitokin, jaringan limfoid, dan
organ, yang bekerja sama dalam mengeliminasi bahan infeksius dan antigen lain. Antigen
yang merupakan substansi yang menimbulkan respons imun (misalnya bakteri, serbuk sari,
jaringan transplantasi), mempunyai beberapa komponen yang dinamakan epitop. Tiap-tiap
epitop menimbulkan pembentukan antibodi spesifik atau menstimulasi sel limfosit T spesifik.
Antigen merupakan generator antibodi. Obat antigenik yang digunakan untuk mendidik
sistem imun dinamakan vaksin. Bentuk modifikasi dari antigen original digunakan dalam
bentuk vaksinasi dengan tujuan menstimulasi pembentukan selT dan sel B memori tanpa
menyebabkan suatu penyakit.
Respons imun dikategorikan menjadi respons imun innate (alami/nonspesifik) dan
respons imun adaptif (spesifik). Contoh komponen imunitas innate adalah sel fagosit (sel
monosit, makrofag, neutrofil) yang secara herediter mempunyai sejumlah peptida
antimikrobial dan protein yang mampu membunuh ber- macam-macam bahan patogen, bukan
hanya satu bahan patogen yang spesifik. Sebaliknya, respons imun adaptif akan meningkat
sesudah terpapar oleh suatu bahan patogen. Pada respons imun adaptif spesifik, sel limfosit
(sel T dan sel B) merupakan komponen dasar yang berperan penting, mengindikasikan
adanya respons imun yang spesifik. Kemampuan sel T dan sel B untuk mengenali struktur
spesifik oligomer pada suatu bahan patogen dan membentuk progeni juga merupakan struktur
yang dikenali, dan mem- buat system imun mampu merespons lebih cepat dan efektif ketika
terpapar kembali dengan bahan pathogen tersebut.
Dengan demikian, dua perbedaan penting dari respons imun innate dan adaptif adalah
respons imun adaptif lebih spesifik untuk bahan patogen/antigen tertentu dan meningkat pada
tiap paparan selanjutnya oleh antigen yang sama. Namun, keduanya bekerja sama pada
beberapa tahapan (misalnya, dengan melepas faktor stimulus sitokin) untuk merusak antigen
penyerang.
aktivasi komplemen, dan sel NK. Berbeda dengan respons imun adaptif yang meningkat pada
tiap paparan selanjutnya dengan antigen yang sama, respons imun innate tidak berubah saat
paparan berikutnya.
1. Fungsi Leukosit
a. Kemotaksis
Begitu leukosit memasuki jaringan ikat, sel ini harus mampu bermigrasi dan menempati
jaringan yang terluka.
Kemotaksin Sumber
TN Makrofag/monosit
F Neutrofil (PMN),
IL- endotel Banyak sel
8
Platelet activang factor Serum/plasma
Leukotrin B4 Sel mast
C5a Sel B, makrofag
Neutrophil chemotactic Sel T yang
factor teraktivasi Bakteri
IL-
1
IFN
y
N-formyl-methionyl
peptides
Hal ini terlaksana dengan baik oleh kemotaksis yang bergantung pada kemampuan
leukosit untuk merasakan gradienkimiawiyangmelintasibadanseldanbermigrasi ke arah yang
lebih tinggi konsentrasi kimiawinya. Fagosit hanya merasakan sejumlah kecil bahan kimiawi
yaitu kemotaksin karena mempunyai reseptor kemotak- sin. Reseptor untuk kemotaksis
adalah protein yangter- golong dalam familiprotein-G.
b. Fagositosis
Contoh sel fagosit adalah sel neutrofil, monosit, dan makrofag. Seperti tipe lain dari
sel darah putih, sel fagosit berasal dari sel pumca (stem) pluripoten dalam sumsum merah
tulang. Neutrofil dan monosit / makrofag merupakan sel yang cukup efisien dalam fagositosis
sehingga dinamakan fagosit profesional. Fagositosis oleh neutrofil lebih bersifat primitive
dari pada fagositosis oleh makrofag dalam sistem imun. Sel fagosit tertarik ketempat infeksi
oleh proses kemotaksis. Contoh faktor kemotaksis adalah produk dari mikrobial,sel jaringan
dan leukosit yang rusak, komponen komplemen (misal C5a), dan sitokin tertentu.
Fagositosis merupakan proses multitahap dengan sel fagosit memakan dan merusak agen
infeksius. Fagositosis merupakan proses pencernaan partikel (dalam ukuran yang dapat
terlihat oleh mikroskop cahaya) oleh sel. Fagositosis dilakukan dalam fagosom, suatu
vakuola yang struktur membrannya tidak jelas dan berisi bahan patogen.
Sistem imun melakukan opsonisasi, yaitu mekanis- me melapisi pathogen dengan suatu
molekul antibody atau protein komplemen yang membuat fagosit dapat meng- ikat dan
mencerna patogen itu. Selanjutnya proses di- lanjutkan dengan penyatuan membrane plasma
sel fagosit dengan permukaan mikroorganisme. Kemudian terjadi perluasan membran plasma
(pseudopodia) dan sel fagosit menelan patogen. Terbentuk fagosom (vakuol fagosistik) yang
menyatu dengan lisosom sehingga patogen dapat dicerna oleh enzim pencernaan yang sesuai
(misalnya lisosim) dan bahan kimiawi bakterisidal.
Saat mikroba dapat dicerna, mikroba ini akandapat dibunuh. Fagosit membunuh
bakteri dengan 2 mekanis- me, yaitu mekanisme berdasarkan reduksi oksigenyang dinamakan
mekanisme oksidatif dan mekanisme non-oksidatif. Mekanisme oksidatif membutuhkan
keberadaan oksigen, potensi oksidasi reduksi. Mekanisme ini tidak optimal dilakukan di
daerah krevikular gingiva. Jadi, fagosit juga harus memiliki mekanisme pembunuh bakteri
dengan mekanisme non-oksidatif. Neutrofil tidak membutuhkan oksigen untuk energy dan
dapat berfungsi dalam kondisi anaerob. Mekanisme nonoksidatif membutuhkan penyatuan
fagosom dan lisosom membentuk fagolisosom yang menghasilkan sekresi komponen lisosom
ke dalam fagolisosom. Neutrofil mempunyai 2 macam lisosom atau granula. Granula
yangpertama adalah granula spesifik untuk sekresi ekstraselular dan intrafagolisosom dan
yang kedua adalah granulaazurofil terutama untuk sekresi intrafagolisosom. Bahan yang
dicerna dikeluarkan dari sel(eksositosis).
penting dalam penyajian antigen eksogen ke reseptor sel T pada sel T-helper CD4+. Sel-sel
ini khusus menyajikan antigen ke sel T CD4+ yang mengenali antigen pada molekul MHC
kelas II. Ini merupakan hal penting karena CD4+ sel T mengontrol proliferasi sel T lain dan
sel B. Sel penyaji antigen khusus memroses antigen dan mengekspresikannya pada molekul
MHC kelas II (misal, HLA-DP, HLA=DQ, HLA-DR). Antigen ekstrasel ini diproses oleh
fagositosis dan menghasilkan molekul peptida pada molekul MHC kelas II di permukaan sel.
Molekul MHC kelas I, II dan III pada manusia bersifat pleomorfik berdasarkan adanya
variasi gen tertentu. Ini menyebabkan antigen yang terikat pada molekul MHC kelas I dan II
seseorang belum tentu terikat pada individu lain. Adanya pleomorfik merupakan faktor
pertimbangan ada tidaknya penolakan yang signifikan dalam transplantasi sehingga ada
istilah histokompatibilitas. Bila jaringan donor tidak cocok dengan MHC, akan terjadi
bermacam-macam antigen baru yang dikenali sebagai benda asing dan jaringan donorditolak
oleh responsimun.
Sesudah pengikatan fragmen komplek antigen MHC pada TCR, sel T menjadi aktif
hanya bila menerima sinyal kedua (sinyal ko-stimulator). Sinyal kedua ini penting untuk
aktivasi penuh sel T dengan cara : membuat sel T resisten terhadap apoptosis (kematian sel
yang terprogram), meningkatkan regulasi reseptor faktorper- tumbuhan pada sel T sehingga
menstimulasi proliferasi sel T, dan mengurangi jumlah waktu yang diperlukan untuk
menstimulasi proliferasi sel T.
Molekul ko-stimulator umumnya merupakan molekul adhesi sel yang membuat 2 sel
melekat satu dengan yang lain untuk periode lama dan menyebabkan proli- ferasi dan
diferensiasi sel T. Contoh: aktivasi dan dife- rensiasi sel T CD4+ menjadi sel T-helper
membutuhkan ikatan molekul CD28 pada CD4+ sel T ke molekul CD80/CD86 yang tersaji
pada APC, menghasilkan pembentukan IL-2, ekspresi Il-2, progresi siklus sel, dan proliferasi
sel T teraktivasi. Pengenalan antigen oleh reseptor antigen pada sel limfosit dalam absennya
sinyal ko-stimulator menyebabkan tidak terbentuknya sitokin yang menghasilkan suatu
keadaan yang dinamakan anergi (keadaan tidak adanya respons imunologi) atau
menyebabkan meningkatnya apoptosis.
Berbeda dengan sel T-helper CD4+, aktivasi penuh selT-sitotoksik melawan sel target
dicetuskan oleh ikatan molekul CD2 pada CD8+ sel T dengan molekul CD58 sel target dan
dengan interaksi LFA-1 (Lymphocyte Functional Antigen-1) pada sel T dengan molekul
adhesi interselular-1 (ICAM-1, Intercellular Adhesion Molecule -1) pada sel target.
2. Neutrofil danMonosit/Makrofag
Neutrofil dan monosit merupakan sel fagositik darileukosit. Perbedaan mendasar dari
keduanya adalah neutrofil meng- alami diferensiasi hampir lengkap dalam sumsumtulang
selama 14 hari, sedangkan monosit keluar dari sumsum
tulangsesudah2haridalamkeadaanyangrelatiftidakdewasa dan berdiferensiasi dalam jaringan.
Keduanya berukuran sama (diameter 10µm) dan berada dalam darah.
Neutrofil berumur pendek (1-5 hari). Neutrofil juga dikenal dengan nama PMN (leukosit
polimorfonuklear) dan merupakan sel leukosit terbanyak dalam darah, yaitu sekitar dua
pertiga populasi leukosit (4000-8000sel/mm3). Neutrofil memiliki lisosom dalam
sitoplasmanya. Oleh karena neutrofil tidak perlu mengalami diferensiasi untuk melakukan
fungsi- nya, sel ini cocok untuk respons segera. Neutrofil mengadakan respons sangat cepat
terhadap infeksi. Dalam merespons infeksi, sumsum tulang membentuk neutrofil 1-2x1011
per hari. Jumlah neutrofil tidak berkurang dengan bertambah usia. Ketika neutrofil
meninggalkan darah, sel iniselalu mempertahankan ukurannya yang kecil dan karenanya di-
namakan mikrofag. Neutrofil hanya memfagosit patogen yang kecil seperti virus atau bakteri.
Neutrofil memiliki reseptor untuk metabolit dari molekul komplemen C3 dan membentuk
reseptor komplemen 1,3,4 (CR1, CR3, CR4). Reseptor-reseptor ini membuat neutrofil
dapatberpartisipasi dalam respons radang dan mencerna molekul asing dan sel asing dalam
prosesfagositosis.
Makrofag merupakan bagian non-spesifik dari sistem imun yang memusnahkan dan
merusak secara tidak selektif atau berusaha untuk merusak organisme asing atau debris. Telah
disepakati bahwa monosit dianggap sebagai makrofag saat sel ini meninggalkan darah.
Monosit menyempurnakan diferensiasinya dalam jaringan lokal dan diameternya men- jadi
lebih besar dari 22 µm, didesain sebagai makrofag. Kontras dengan neutrofil, makrofag (‘big
eaters’) dalam jaringan yang berasal dari darah, merespons lebih lambat terhadap rangsang
kemotaktik, tetapi lebih efisien dalam mefagosit sisa jaringan patogen yang masih hidup dan
yang sudah mati. Makrofag membunuh agen infeksi melalui be- berapa mekanisme, seperti
sekresi molekul yang sangat banyak, misalnya interferon (antivirus) atau lisosim (anti-
bakteri) dan membentuk radikal oksigen, asam nitrat, serta produk yang mengandung klorin.
Makrofag yangteraktivasi membentuksejumlahsitokin(IL-1,IL-8,TNFdanIFN)yang
menstimulasi respons inflamasi dan menambah tentara dari sel imun dan molekul ke tempat
infeksi agar lebih efektif memusnahkan pathogen penyerang.
Makrofag hidup menetap dalam jaringan tertentu (sel kupffer dalam hati, mikroglia
dalam otak) atau bergerak ke seluruh tubuh untuk mencari patogen (makrofag patroli).
Karena makrofag mengalami diferensiasi dan hidup dalam jaringan lokal, sel ini cocok untuk
berkomunikasi dengan limfosit dan sel lain di sekitarnya. Makrofag hidup bulanan atau
tahunan, cukup panjang untuk menyajikan antigen ke sel T. Sangat penting dalam aktivasi
respons imun adaptif melawan patogen dengan menyajikan fragmen antigen yang diproses
pada permukaan selnya yang berkaitan dengan molekulMHC-II,keCD4+limfosit-
T,menyebabkanaktivasi CD4+ limfosit T-helper, sehingga terjadi stimulasi respons imun
selular dan humoral melawan ageninfeksius.
Makrofag dan limfosit membentuk respons inflamasi kronis. Monosit/makrofag
mempunyai reseptor CR1, CR3, CR4, CR5a, beberapa kelas dari reseptor Fcy dan molekul
penting dalam penyajian antigen (reseptor MHC kelas I dan CD1). Begitu makrofag
mencerna organisme, bagian dari organisme yang teridentifikasi (sebagai antigen), tampak
padapermukaanmakrofagpadaMHC.Antigeniniberfungsi sebagai marker yang kemudian
memberi tanda pada sel T yang secara spesifik mengenalpenyerangnya.
3. Limfosit
Tiga tipe utama limfosit dibedakan berdasarkan pada reseptor antigennya, menjadi
limfosit-T, limfosit-B, dan sel pembunuh alami (NK,naturalkiller). Dalam darah,sel B dan sel
T ber- sifat tidak aktif dan berukuran kecil (8-10µm).
Sel NK dapat berdiferensiasi secara luas dalam sumsum tulang dan tampak dalam darah
sebagai suatu limfosit besar bergranular. Dengan diameter >15 µm, sel menjadi lebih besar
dari sel leukosit lainnya dalam darah.
Limfosit-T (sel T)
Limfosit-T merupakan 80-90% limfosit darah tepi. Juga dijumpai di daerah
parakorteks kelenjar limfe. Pengaktifan limfosit-T sama dengan limfosit-B. Limfosit
inimempunyai reseptorpermukaanuntukantigen,membentukselT-memori dan limfokin (untuk
merespons rangsangan antigen), dan mempunyai imunoglobulin permukaan dalam jumlah
lebih sedikit.
Limfosit-T mengenali berbagai antigen dengan menggunakan kompleks transmembran
berafinitas lemah yaitu reseptorantigenselT(TCR,T-cellantigenreceptor).Antigen dikenali
oleh sel T dalam kaitannya baik dengan molekul MHC kelas I maupun MHC kelas II. Sel T
dibagi berdasarkan adanya ko-reseptor CD4 atau CD8. Ko-reseptor CD4 terikat secara
reversibel untuk molekul MHC kelas II (HLA-DR, HLA-DP, HLA-DQ) yang ditemukan pada
sel dendritik, makrofag, dan sel B.
CD4+ sel T mengawali dan membantu respons imun dalam melakukan proliferasi dan
membedakan sinyal. Ko- reseptor CD8 untuk molekul MHC kelas I yang berada pada semua
sel. CD8+ sel T terutama adalah sel T sitotoksik yang terlibat dalam pengontrolan antigen
intrasel (misal, bakteri, fungi, hifa jamur, danvirus).
Limfosit-B (sel B)
Limfosit-B ditemukan dalam sumsum tulang, folikel limfoid, pulpa putih dari limpa,
dan merupakan 10-20% limfosit darahperifer.Namanya berasal dari bursaoffabricus (organ
burung yang bertanggung jawab untuk pembentukan produksi limfosit-B).
Limfosit-B membantu mengontrol antigen ekstraselular, seperti bakteri, jamur, dan virion.
Limfosit-B mengenalianti- gen yang bervariasi dengan menggunakan reseptor antigen sel B
(BCR, B-cell antigen receptor) yang merupakan re- septor antigen berafinitas kuat. Sel B
berikatan dengan reseptor permukaan IgM, IgD untuk mengikat antigen sehingga terjadi
proliferasi limfosit-B, membentuk ekspansi klonal. Interaksi afinitas kuat antara BCR dan
antigen mampu membuat sel B mengikat dan mencerna antigen tanpa menyajikan antigen.
Dengan kata lain, antigen terikat kuat tanpa tereks- presi. Sebelum antigen terekspresi, sel B
mengekspresikan IgM sebagai bagian dari BCR. Antigen yang dicerna didegradasi dan
disajikan pada sel T.
Sesudah paparan antigen, limfosit-B berdiferensiasi membentuk sel plasma yang
terdidik untuk membentuk dan menyekresi antibodi dari isotipe IgM. Limfosit-B lainnya,
dengan adanya sel T dapat berdiferensiasi melalui jalur memori, membentuk limfosit B-
memori. Sel B memori ber- tanggung jawab untuk serangan cepat dari respons antibodi
sekunder. Sel B memori meningkatkan populasi sel plasma saat paparan kedua dari antigen
dan menghasilkan antibodi berafinitas kuat dengan isotipe yangsesuai.
4. Antibodi
Antibodi merupakan protein (imunoglobulin). Dihasilkan oleh sel plasma yang
berasal dari proliferasi dandiferensiasi sel B yang terjadi setelah kontak dengan antigen.
Dikla- sifikasikan berdasarkan kegunaannya, yang utama adalah antibodi netralisasi yang
berfungsi untuk melawan toksin, melapisi bakteri dengan opsonin untuk membantu proses
fagositosis antibodi dengan mengikatbakteri.
IgA merupakan antibodi utama dalam saliva, berfungsi menghalangi perlekatan
bakteri ke epitel mulut, faring, dan gastrointestinal. IgD, berperan sebagai reseptor antigen di
permukaan limfosit. IgE ditemukan dengan jumlah sangat sedikit dalam serum, berpartisipasi
dalam reaksi hiper- sensitivitastipeI.IgGmerupakanpertahananutamaterhadap
Gambar 4. Antibodi tersusun oleh 2 lengan berat dan lengan ringan. Bagian dari lengan yang unik dan berubah-
ubah membiarkan antibodi mengenali antigen yang sesuai.
mikroorganisme dan toksin. IgM adalah antibodi pertama yang disekresikan untuk merespons
rangsangan antigen
6. Komplemen
Komplemen merupakan suatu rangkaian interaksi dari sekitar 30 membran yang
berhubungan dengan reseptor sel dengan glikoprotein serum yang larut. Komponen larut dari
sistem ini berjumlah sekitar 5% (3-4 mg/mL) dari total protein serum.Sebagian besar
komponen yang larut disintesis dalam hati, namun banyak juga yang dibentuk oleh makrofag
(misal, C1, C2, C3, C4, C5, Faktor B, C1-INA, Faktor D, danFaktor H). C3 merupakan
komponen penting dari komplemen, me- rupakan komponen terbesar, yaitu sekitar sepertiga
total komplemen.
Komponen larut dari system komplemen pertama kali dilihat ketika menyebabkan
bakteriolisis dan sitolisis dalam hubungannya dengan antibodi (suatu komplemen dari anti-
bodi) dan kemudian dalam hubungannya dengan tidak adanya antibodi. Efek litik ini menjadi
terkenal dan mewakili hanya 1 fungsi dari komplemen. Sistem komplemen berperan penting
dalam memusnahkan mikroba selama respons imun innate dan adaptif.
Komplemen merupakan protein yang bila diaktifkan akan melindungi terhadap infeksi dan
berperan dalam fase inflamasi dengan berperan sebagai : opsonin untuk meningkatkan
fagositosis; faktor kemotaksis; melisis bakteri dan parasit. Ada 3 jalur utama aktivasi
komplemen, duadiantaranya diinisiasi oleh mikroba dalam keadaan tidak adanya antibodi,
jalur ini dinamakan jalur alternatif atau jalur lectin. Jalur ketiga diinisiasi oleh isotipe antibodi
tertentu yang melekat pada antigen, pengaktifan jalur ini dinamakan jalur klasik.
Beberapa protein dalam sistem komplemen berinteraksi dalam sekuen yang tepat.
Protein komplemen yang dalam jumlah besar di dalam plasma dinamakan C3, berperan
sentral dalam ketiga jalur pengaktifan di atas. C3 secara spontan terhidrolisis dalam plasma
dengan kadar rendah namun produknya tidak stabil dan cepat hancur serta meng- hilang.
Jalur alternative terpicu saat produk pecahan hidrolisis C3 yang dinamakan C3b dideposit
pada permukaan mikroba. Di sini, C3b membentuk ikatan kovalen yang stabil dengan protein
atau polisakarida mikroba yang melindunginya dari pengrusakan selanjutnya. C3b dicegah
untuk berikatan stabil dengan sel hospes normal oleh beberapa protein regulator yang berada
pada sel hospes dan tidak ditemukan pada mikroba. Mikroba yang terikat dengan C3b
menjadi substrat bagi pengikatan protein lain, dinamakan faktor B,yang dipecahkan oleh
protease plasma untuk membentuk fragmen Bb. Fragmen ini tetap melekat pada C3b dan
kompleks C3bBb secara enzimatik memecahkan lebih banyak C3 se- bagai suatu jalur
alternatif konvertasi C3 sehingga aktivitas konvertasi ini membentuk lebih banyak molekul
C3b dan C3bBb.
Sistem komplemen merupakan komponen pusat dari respons inflamasi yang mampu
membuat endotel dan leukosit mengenali dan mengikat substansi asing dalam keadaan ke-
kurangan reseptor. Sistem komplemen mengandung rangkaian protein tidak aktif dalam darah
dan dapat diaktivasi sesudah pengikatan antibodi pada bakteri dan sel asing lain atau dengan
jalur alternatif dengan melibatkan kapsul poli- sakarida bakteri. Sekali diaktivasi, sistem
komplemen membentuk sejumlah protein aktif yang dapat meningkatkan inflamasi dan
fagositosis serta memicu lisissel. Komplemen memicu inflamasi dengan membentuk:
Substansi vasoaktif yang dinamakan kinin-like,C2a, yang menginduksi sakit, meningkatkan
permeabilitas dan pelebaran pembuluh darah C3a, C4a, dan C5a yang berperan meningkatkan
reaksi inflamasi dengan menstimulasi pelebaran arteri, pelepasan histamine oleh sel mast dan
basofil, serta kemotaksis sel neutrofil.
Molekul yang dinamakan anafilatoksin, C3a, dan C5a yang menghasilkan anafilaksis
dengan menginduksi sekret sel mast kemotaksin,C5a yang menarik leukosit dan menstimulasi
sekresi fagosit C5b-C6, C7, C8, C9 berperan dalam memicu lisis sel dengan membentuk
kompleks dengan membran yang diserang fragmen C3b merupakan opsonin penting yang
menyelubungi permukaan sel patogen. Opsonin C3b terikat pada agregasi molekul, partikel
atau sel, yang membuat fagosit mampu mencernanya. Sel fagosit (makrofag, monosit,
neutrofil) mempunyai reseptor C3b yang membantu pemusnahan patogen dengan memicu
fagositosis
7. Sitokin
Sitokinmerupakanproteinhormonyangkurangspesifikdan lebih terlokalisasi dibanding
hormon endokrin serta dapat menstimulasi atau menghambat fungsi normal sel.Baik
sistem imun selular maupun humoral dikoordinasi oleh sitokin (60 sitokin).
Sitokin terbagi dalam beberapa famili, termasuk inter- leukin, interferon, tumor necrosis
factor, colony stimulating factor,dankemokinyangmengaturmigrasiseldiantaradan di
dalamjaringan.
8. Interleukin
Ada 22 interleukin (IL-1 sampai IL-22). IL-1, disekresioleh makrofag dan monosit,
menstimulasi respons inflamasi dan mengaktivasilimfosit. IL-2,diproduksi oleh limfositT-
helper, menstimulasi proliferasi dari T-helper, T-sitotoksik dan limfosit-B, serta mengaktivasi
sel NK. IL-10 dan TGF, merupakan imunosupresan, menghambat respons sitotoksis sistem
imun (sel T dan sel makrofag) ter- hadap antigen tumor dan agen infeksi. Obat yang
memblok aksi imunosupresi IL-10 dan TGF pada sistem imun merupakan substansi yang
berperan penting dalam terapi kanker manusia. Obat yang menstimulasi fungsi IL-10 dan
TGF, berguna untuk menekan respons imun patologis sepertipada penyakit autoimun, alergi,
dan penolakantransplantasi.
9. Interferon
Interferon merupakan sitokin berupa glikoprotein yang di- produksi oleh : makrofag
yang diaktifkan, sel NK, berbagai sel tubuh yang mengandung inti dan dilepas sebagai
respons terhadap infeksi virus. INF berperan dalam antivirus, meng- induksi sel di sekitar sel
terinfeksi virus, menjadi resisten terhadap virus, mengaktifkan sel NK untuk memusnahkan
sel terinfeksi virus, dan menyingkirkan sumber infeksi.