Anda di halaman 1dari 13

I.

Respons Imun
Sistem imun bekerja setiap saat dengan beribu cara yang berbeda,tetapi tidak terlihat.
Suatu hal yang menyebabkan tubuh benar- benar menyadari kerja sistem imun adalah di saat
sistem imun gagal karena beberapa hal. Tubuh juga menyadari saat sistem imun bekerja
dengan menimbulkan efek samping yang dapat dilihat atau dirasakan. Contohnya, saat bagian
tubuh ada yang terluka, bakteri dan virus memasuki tubuh melalui luka. Sistem imun
mengadakan respons dan menghilangkan agen penyerang sementara bagian tubuh yang
terluka menjadi sembuh. Pada kasus yang jarang terjadi, sistem imun gagal dan luka
meradang, terinfeksi, dan biasanya terisi nanah(pus). Radang dan nanah merupakan efek
samping dari kerja sistem imun. Contoh lain, saat digigit nyamuk, timbul merah, bengkak,
dan gatal. Kesemuanya ini merupakan tanda-tanda yang dapat terlihat dari kerja sistem imun.
Sistem imun merupakan kumpulan mekanisme dalam suatu mahluk hidup yang
melindunginya terhadap infeksi dengan mengidentifikasi dan membunuh substansi patogen.
Sistem ini dapat mendeteksi bahan patogen, mulai dari virus sampai parasit dan cacing serta
membedakannya dari sel dan jaringan normal. Deteksi merupakan suatu hal yang rumit
karena bahan patogen mampu beradaptasi dan melakukan cara-cara baru untuk menginfeksi
tubuh dengan sukses.
Sebagai suatu organ kompleks yang disusun oleh sel-sel spesifik,system imun juga
merupakan suatu system sirkulasi yang terpisah dari pembuluh darah yang kesemuanya
bekerja sama untuk menghilangkan infeksi dari tubuh. Organ system imun terletak di seluruh
tubuh, dan disebut organ limfoid.
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe merupakan bagian dari system sirkulasi khusus
yang membawa cairan limfe, suatu cairan transparan yang berisi sel darah putih terutama
limfosit. Kata “lymph” dalam bahasa Yunani berarti murni, aliran yang bersih, suatu istilah
yang sesuai dengan penampilan dan kegunaannya. Cairan limfe membasahi jaringan tubuh,
sementara pembuluh limfe mengumpulkan cairan limfe serta membawanya kembali ke
sirkulasi darah. Kelenjar limfe berisi jala pembuluh limfe dan menyediakan media bagi sel
system imun untuk mempertahankan tubuh terhadap agen penyerang. Limfe juga merupakan
media dan tempat bagi sel sistem imun memerangi benda asing.
Sel imun dan molekul asing memasuki kelenjar limfe melalui pembuluh darah atau
pembuluh limfe. Semua sel imun keluar dari system limfatik dan akhirnya kembali kealiran
darah. Begitu berada dalam aliran darah, sel system imun, yaitu limfosit dibawa kejaringan
diseluruh tubuh, bekerja sebagai suatu pusat penjagaan terhadap antigen asing.

Gambar 1. Organ dan jaringan sistem imun sebagai barier proteksi tubuh terhadap infeksi
II. Sistem Imun
Sistem imun terbentuk dari jejaring kompleks sel imun, sitokin, jaringan limfoid, dan
organ, yang bekerja sama dalam mengeliminasi bahan infeksius dan antigen lain. Antigen
yang merupakan substansi yang menimbulkan respons imun (misalnya bakteri, serbuk sari,
jaringan transplantasi), mempunyai beberapa komponen yang dinamakan epitop. Tiap-tiap
epitop menimbulkan pembentukan antibodi spesifik atau menstimulasi sel limfosit T spesifik.
Antigen merupakan generator antibodi. Obat antigenik yang digunakan untuk mendidik
sistem imun dinamakan vaksin. Bentuk modifikasi dari antigen original digunakan dalam
bentuk vaksinasi dengan tujuan menstimulasi pembentukan selT dan sel B memori tanpa
menyebabkan suatu penyakit.
Respons imun dikategorikan menjadi respons imun innate (alami/nonspesifik) dan
respons imun adaptif (spesifik). Contoh komponen imunitas innate adalah sel fagosit (sel
monosit, makrofag, neutrofil) yang secara herediter mempunyai sejumlah peptida
antimikrobial dan protein yang mampu membunuh ber- macam-macam bahan patogen, bukan
hanya satu bahan patogen yang spesifik. Sebaliknya, respons imun adaptif akan meningkat
sesudah terpapar oleh suatu bahan patogen. Pada respons imun adaptif spesifik, sel limfosit
(sel T dan sel B) merupakan komponen dasar yang berperan penting, mengindikasikan
adanya respons imun yang spesifik. Kemampuan sel T dan sel B untuk mengenali struktur
spesifik oligomer pada suatu bahan patogen dan membentuk progeni juga merupakan struktur
yang dikenali, dan mem- buat system imun mampu merespons lebih cepat dan efektif ketika
terpapar kembali dengan bahan pathogen tersebut.
Dengan demikian, dua perbedaan penting dari respons imun innate dan adaptif adalah
respons imun adaptif lebih spesifik untuk bahan patogen/antigen tertentu dan meningkat pada
tiap paparan selanjutnya oleh antigen yang sama. Namun, keduanya bekerja sama pada
beberapa tahapan (misalnya, dengan melepas faktor stimulus sitokin) untuk merusak antigen
penyerang.

III. Respons Imun Innate


Respons imun innate atau respons imun non-spesifik atau respons imun alami sudah
ada sejak lahir dan merupakan komponen normal yang selalu ditemukan pada tubuh sehat.
Respons ini meliputi: pertahanan fisik/mekanik, pertahanan biokimia, per- tahanan humoral,
dan pertahanan selular.
Dinamakan non-spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada,
dan siap berfungsi sejak lahir. Respons ini merupakan pertahanan terdepan dalam
menghadapi serangan mikroba dan dapat memberikan respons langsung, siap mencegah
mikroba masuk tubuh dan dengan cepat menyingkirkannya. Jumlahnya dapat ditingkatkan
oleh infeksi, misal sel leukosit meningkat selama fase akut penyakit.
Respons imun innate dimediasi oleh rangkaian kompleks dari peristiwa selular dan
molecular termasuk fagositosis, radang,
Gambar 2. Diagram respons imun non-spesifik dan spesifik sesudah terserang mikroorganisme dan antigen.
Respons imun selular dan humoral terlihat bersama dengan tahapan fagositosis oleh neutrofil.

Antibodi Antibodi dibentuk oleh sel plasma dari


diferensiasi sel limfosit B. Meningkatkan
fagositosis dengan opsonisasi. Menetralisasi
antigen danmengaktivasi komplemen.Kompleks
Ag/Ab dapat terikat pada sel efektor, seperti sel
NK dan makrofag, menyebabkan destruksi
antigen oleh ADCC (antibody-dependent
cellmediated-cytotoxicity)
Komplemen Merupakan lebih dari 20 glikoprotein serum yang
ketika diaktivasi dapat menyebabkan lisis sel,
peradangan, dan opsonisasi
MHC (Major Molekul MHC mengikat dan menyajikan antigen
Histocomptability peptida pada permukaan sel untuk dikenali oleh
Complex) reseptor antigen spesifik dari sel T (TCR, T cell
receptor). Ada 2 kelas: MHC-I pada semua sel
ber- inti, MHC-II pada sel imun penyaji antigen
CD4 Merupakan molekul yang diekspresikan pada sel
T-helper, mengikat antigen peptida yang disajikan
oleh MHC-II
CD8 Mrupakan molekul yang diekspresikan pada sel
T-sitotoksik mengikat antigen peptide yang
disajikan oleh MHC-I

aktivasi komplemen, dan sel NK. Berbeda dengan respons imun adaptif yang meningkat pada
tiap paparan selanjutnya dengan antigen yang sama, respons imun innate tidak berubah saat
paparan berikutnya.

IV. Respons Imun Adaptif


Sering kali respons imun non-spesifik (aktivitas fagositosis,NK, inflamasi) yang
didapat saat lahir dan terjadi pada beberapa jam pertama infeksi tidak cukup mengatasi
pathogen sehingga penyakit terjadi dan tubuh harus menyembuhkan diri dengan mengaktivasi
respons imun adaptif melawan pathogen penyerang. Respons imun adaptif dimediasi oleh sel
limfosit. Terjadi dengan cara aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi bermacam-macam sel
limfosit melalui AMI (antibodymediatedimmuneresponse) atau CMI (cell- mediated immune
response), menghasilkan pemusnahan patogen penyerang.
Begitu infeksi disembuhkan, sebagian besar antigen spesifik limfosit mengalami
apoptosis, sementara sebagian kecil sel limfosit berdiferensiasi menjadi sel limfosit-memori
yang berumur panjang dan tetap berada dalam sirkulasi darah untuk 10 tahunan sesudah
paparan pertama oleh patogen tertentu. Bila terjadi paparan antigen yang sama untuk kedua
kalinya, antigen akan dapat dimusnahkan dengan sangat cepat (hitungan jam) dan efisien oleh
sel memori dan individu dikatakan mengalami imun atau kekebalan spesifik terhadap patogen
itu. Namun,bahan patogen mampu mengadakan berbagai strategi (seperti mutasi atau
menurunkan sifat imunogenik antigen) untuk mengalahkan pertahanan tubuh sehingga terjadi
peperangan konstan antara penyerang dan hospes.
Ada 2 tipe respons imun adaptif, yaitu AMI dan CMI. Sel paling penting dalam
respons imun adaptif adalah limfosit (25- 30% dari populasi sel darah putih). Ada 2 macam
limfosit, yaitu limfosit B dan limfosit T dengan perbandingan 1:5. Limfosit B bertanggung
jawab terhadap respons imun yang dimediasi anti- bodi.
AMI (antibody mediated immune responsse)
Limfosit B berkembang menjadi sel imunokompeten dewasa dalam sumsum merah
tulang. Tiap limfosit B mengekspresikan reseptor antigen tunggal spesifik (misalnya,
antibodi) pada permukaan sel. Pada imunitas dimediasi antibodi (AMI), ikatan antigen
dengan reseptor antigen (misalnya, antibodi) pada sel B menyebabkan aktivasi dan
diferensiasi sel B menjadi sel plasma pembentuk antibodi. Namun, aktivasi penuh dan
diferensiasi sel B menjadi sel plasma sebagai respons terhadap sebagian besar antigen
membutuhkan sinyal ko-stimulator yang dibentuk oleh interaksi sel B dengan CD4+ sel T-
helper (sel T mengekspresi molekul CD4). Ikatan molekul CD154 pada CD4+ sel T ke
molekul CD40 pada sel B bersama pembentukan sitokin (IL-4 dan IL-5) oleh sel CD4+ T-
helper menyebabkan aktivasi penuh dari sel B dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma
pembentuk antibodi.
Tiap sel plasma menyekresi sekitar 2000 antibodi /detik untuk melawan antigen asal
dan proses ini berlanjut sekitar 4-5 hari. Pembentukan antibodi oleh sel plasma meningkat
oleh aktivasi sitokin IL-6. Antibodi yang disekresi beredar dalam sirkulasi darah dan limfatik,
terikat pada antigen asal dan menandainya untuk dimusnahkan oleh beberapa mekanisme,
termasuk aktivasi sistem komplemen, memicu fagositosis via opsonisasi dan me- mediasi
ADCC (Antibody Dependent Cell Mediated Citotoxicity) dengan sel efektor seperti sel
makrofag, NK, dan neutrofil.

SMI (cell mediated immune responsse)


Kontras dibandingkan dengan AMI, CMI melawan patogen penyerang dengan
dimediasi oleh limfosit T. Limfosit T bertanggung jawab terhadap imunitas dimediasi sel
(CMI) dalam melawan antigen asing. Mengembangkan respons imun dimediasi sel T
terhadap antigen spesifik untuk melawan antigen tumor merupakan tujuan vaksinasi kanker.
Sel T berkembang dari pra-sel T dalam sumsum tulang dan menjadi dewasa dalam timus
menjadi sel T pengekspresi CD4+ atau sel T pengekspresi CD8+. Seperti sel B, aktivasi sel T
yang berhasil membutuhkan keberadaan 2 sinyal, sinyal pengenalan dan sinyal ko-stimulator.
Sinyal pengenalan adalah pengenalan antigen oleh reseptor antigen pada permukaan sel T
yang dinamakan reseptor sel T (TCR = T-cell receptors) yang menghasilkan pergerakan sel T
dari fase istirahat (Go) ke fase G1 dari siklus sel. Namun, berbeda dengan sel B yang dapat
langsung terikat pada antigen dengan reseptor antigen yang unik (antibodi), TCRs pada sel T
CD4+ dan sel T CD8+ hanya dapat mengenali suatu fragmen antigen yang telah diproses dan
disajikan dalam hubungan dengan antigen self yang unik pada permukaan sel yang
dinamakan antigen MHC (Major Histocomptability Complex).
CD8+ sel T yang mengenali antigen target, berproliferasi dan diferensiasi menjadi sel
T-sitotoksik CD8+ (Tc), yang membunuh antigen target dengan mengirimkan sitokin berdosis
letal (limfotoksin dan perforin) atau langsung menyebabkan apoptosis. Sel T pengekspresi
CD4+ antigen disebut sel T-helper (TH0). Ikatan antigen pada sel T-helper CD4+
menyebabkan Proliferasi dan diferensiasi sel menjadi 2 turunan sel T-helper
CD4+ , yaitu sel TH1 dan TH2. Sel TH1 membentuk sitokin (IL-2 dan TNF) yang
menstimulasi respons imun dimediasi sel (CMI) melawan pathogen intraselular dan sel tumor.
Pembentukan sitokin oleh sel TH1 akan membantu pemusnahan antigen target oleh sel
makrofag dari sistem imun non-spesifik. Hal ini menunjukkan bahwa sel T-helper CD4+
merupakan tulang punggung sistem imun.SelTH2membentuksitokin(IL-4,IL-5,IL-6) yang
berperan sentral dalam regulasi respons imun dimediasi antibodi (AMI) dalam melawan
antigen ekstra-selular danpatogen.
Peran sel T-helper CD4+ menjadi kritis pada AIDS dimana sel ini merupakan target
dari virus. Pada individu normal, jumlah sel T-helper CD4+ dalam darah berkisar 800-1.200
sel/mm3. Bila jumlahnya berkurang sampai di bawah 200/mm3 berarti kondisi pasien sudah
mengarah ke stadium akhir dari infeksi HIV dan pasien menjadi rentan terhadap infeksi
oportunistik oleh mikroba dan juga kanker seperti sarkoma Kaposi atau limfoma, yang se-
cara normal tidak terjadi pada individu sehat. Kasus AIDS men- dukung pendapat yang
menyatakan bahwa imunosupresi dapat meningkatkan insidensi kanker. Juga mendukung
konsep bahwa imuno surveilance tubuh berperan dalam sistem pertahanan tubuhDi samping
sel T-helper CD4+ dan sel T-sitotoksik CD8+,terdapat populasi lain dari sel limfosit T yang
menghambatrespons imun dengan melepaskan inhibitor sitokin. Sel ini dinamakan sel T
supresor (Ts).

V. Komponen Sel Sistem Imun

Fagosit Mencerna dan memakan benda asing/patogen


(fagosi- tosis), contoh: makrofag, neutrofil
Antigen Memproses dan menyajikan antigen ke limfosit-T,
Presenting contoh: sel dendritik, makrofag, sel B
Cells
Sel Natural Membunuhseltumordanselterinfeksivirus,merupaka
Killer (NK) n sel limfosit namun bukan sel limfosit-B dan T,
kurang spesifik dan kurangmemori
Sel Limfosit- Mengekspresikan antibodi pada permukaan sel
B (sel B) yang dapat berikatan dengan antigen dan
berdiferensiasi menjadi sel plasma sebagai sel
pembentuk antibodi
Sel Plasma Bentuk limfosit-B yang menyekresi antibodi
Sel T- Turunan sel limfosit-T (CD8+) yang mengenali
sitotoksik antigen
(Sel T- asing(yangdiekspresikanpadaseldanyangberikatan
Killer, Sel dengan molekul MHC-1) dan membunuhnya
Tc) dengan melepaskan sitokin perforin dan
limfotoksin. Sel T sitotoksik juga melepas sitokin
lain yang menstimulasi fagositosis dan
menghambat replikasivirus
Sel T- Turunansellimfosit-T(CD4+)yangmembentuksitokin
helper (Th, untuk menstimulasi respons imun yang dimediasi
T4) sel
(CMI)danresponsimunyangdimediasiantibodi(AMI)
Sel T-memori Berkembang sesudah paparan pertama oleh
antigen tertentu. Menetap dalam sirkulasi dan
mengenali anti- gen semula sampai bertahun-tahun
sesudah paparan pertama serta merespons
dengan sangat cepat dan efisien pada paparan
kedua dan selanjutnya
Sel T- Sel yang menurunkan respons imun
supresor
Sitokin Yang Berperan Penting Dalam Respons Imun

IL-1 Terutama berasal dari sel makrofag, berperan dalam


ter- jadinya demam, aktivasi sel T, dan makrofag

IL-2 Disekresi oleh sel T-helper, ko-stimulator proliferasi


sel T-helper, sel T-sitotoksik dan sel B, mengakitvasi
sel NK
IL-4 Diproduksi oleh sel T, sel B dan makrofag. Turut
dalam aktivasi sel B, diferensiasi sel TH2, dan supresi
sel TH1
IL-5 Terutama berasal dari sel T-helper dan sel mast.
Fungsi utama mengaktivasi kemoatraksi dari eosinofil
IL-6 Terutama berasal dari sel makrofag, endotel, dan sel
T. Berperan dalam mensintesis protein fase akut
dalam hati. Menginduksi proliferasi sel pembentuk
antibodi
Interferon Dibentukolehselmakrofag,limfosit,danNK.Merupakan
(IFN) aktivator makrofag yang utama. Berperan dalam
meng-
aktivasiselNKdanmeningkatkanresponsAMIdanCMI
serta mempunyai aktivitasantivirus.
Tumor Terutama berasal dari sel makfrofag dan T-helper.
Necrosis Sito- toksis terhadap sel tumor. Meningkatkan
Factor aktivitas sel fagosit
(TNF)
Limfotoksin DisekresiolehselT-sitoksik.Membunuhselolehaktivasi
(LT) rangkaian enzim sel yang menginduksi
endonuklease untuk mendegradasi DNA
sel(apoptosis)
Perforin Disekresi oleh sel T-sitotoksik dan NK. Membentuk
struktur tubular yang melubangi lapisan lemak dari
sel target sehingga menyebabkan lisis osmotis
Transformi DibentukolehselTdanmonosit.Menghambatproliferasi
ng Growth sel T dan B serta menghambat aktivitas selNK
Factor(TGF
þ)

VII. Fungsi Komponen Sistem Imun

1. Fungsi Leukosit

a. Kemotaksis
Begitu leukosit memasuki jaringan ikat, sel ini harus mampu bermigrasi dan menempati
jaringan yang terluka.
Kemotaksin Sumber
TN Makrofag/monosit
F Neutrofil (PMN),
IL- endotel Banyak sel
8
Platelet activang factor Serum/plasma
Leukotrin B4 Sel mast
C5a Sel B, makrofag
Neutrophil chemotactic Sel T yang
factor teraktivasi Bakteri
IL-
1
IFN
y
N-formyl-methionyl
peptides

Tabel. Contoh Kemotaksin untuk Neutrofil

Hal ini terlaksana dengan baik oleh kemotaksis yang bergantung pada kemampuan
leukosit untuk merasakan gradienkimiawiyangmelintasibadanseldanbermigrasi ke arah yang
lebih tinggi konsentrasi kimiawinya. Fagosit hanya merasakan sejumlah kecil bahan kimiawi
yaitu kemotaksin karena mempunyai reseptor kemotak- sin. Reseptor untuk kemotaksis
adalah protein yangter- golong dalam familiprotein-G.

b. Fagositosis
Contoh sel fagosit adalah sel neutrofil, monosit, dan makrofag. Seperti tipe lain dari
sel darah putih, sel fagosit berasal dari sel pumca (stem) pluripoten dalam sumsum merah
tulang. Neutrofil dan monosit / makrofag merupakan sel yang cukup efisien dalam fagositosis
sehingga dinamakan fagosit profesional. Fagositosis oleh neutrofil lebih bersifat primitive
dari pada fagositosis oleh makrofag dalam sistem imun. Sel fagosit tertarik ketempat infeksi
oleh proses kemotaksis. Contoh faktor kemotaksis adalah produk dari mikrobial,sel jaringan
dan leukosit yang rusak, komponen komplemen (misal C5a), dan sitokin tertentu.
Fagositosis merupakan proses multitahap dengan sel fagosit memakan dan merusak agen
infeksius. Fagositosis merupakan proses pencernaan partikel (dalam ukuran yang dapat
terlihat oleh mikroskop cahaya) oleh sel. Fagositosis dilakukan dalam fagosom, suatu
vakuola yang struktur membrannya tidak jelas dan berisi bahan patogen.
Sistem imun melakukan opsonisasi, yaitu mekanis- me melapisi pathogen dengan suatu
molekul antibody atau protein komplemen yang membuat fagosit dapat meng- ikat dan
mencerna patogen itu. Selanjutnya proses di- lanjutkan dengan penyatuan membrane plasma
sel fagosit dengan permukaan mikroorganisme. Kemudian terjadi perluasan membran plasma
(pseudopodia) dan sel fagosit menelan patogen. Terbentuk fagosom (vakuol fagosistik) yang
menyatu dengan lisosom sehingga patogen dapat dicerna oleh enzim pencernaan yang sesuai
(misalnya lisosim) dan bahan kimiawi bakterisidal.
Saat mikroba dapat dicerna, mikroba ini akandapat dibunuh. Fagosit membunuh
bakteri dengan 2 mekanis- me, yaitu mekanisme berdasarkan reduksi oksigenyang dinamakan
mekanisme oksidatif dan mekanisme non-oksidatif. Mekanisme oksidatif membutuhkan
keberadaan oksigen, potensi oksidasi reduksi. Mekanisme ini tidak optimal dilakukan di
daerah krevikular gingiva. Jadi, fagosit juga harus memiliki mekanisme pembunuh bakteri
dengan mekanisme non-oksidatif. Neutrofil tidak membutuhkan oksigen untuk energy dan
dapat berfungsi dalam kondisi anaerob. Mekanisme nonoksidatif membutuhkan penyatuan
fagosom dan lisosom membentuk fagolisosom yang menghasilkan sekresi komponen lisosom
ke dalam fagolisosom. Neutrofil mempunyai 2 macam lisosom atau granula. Granula
yangpertama adalah granula spesifik untuk sekresi ekstraselular dan intrafagolisosom dan
yang kedua adalah granulaazurofil terutama untuk sekresi intrafagolisosom. Bahan yang
dicerna dikeluarkan dari sel(eksositosis).

c. Pemprosesan dan penyajianantigen Molekul MHC


Molekul MHC merupakan suatu tempat pada lengan pendek kromosom 6 (6p21.3)
yang mengode sejumlah molekultermasukmolekulMHCkelasI,II,danIIIyang terlibat dengan
pengikatan antigen, pemprosesan, dan penyajiannya.Ada2tipeutamamolekulself-MHCyang
jugadinamakanHLA(HumanLeucocyteAntigen),yaitu molekul MHC kelas I dan molekul
MHC kelas II. Semua sel memproses dan menyajikan antigen yang berasal dari sel (antigen
intrasel) pada molekul MHC kelas I. Molekul MHC kelas I ditemukan pada semua sel tubuh
kecuali pada sel eritrosit. Molekul MHC kelas I menyajikan antigen intrasel TCR pada sel T
CD8+,dan sel NK.
Molekul MHC kelas III meliputi factor komplemen B, C2, dan C4. Antigen yang
berasal dari sumber di luar sel di- sajikan oleh sel penyaji antigen khusus (APC, Antigen
Precenting Cell) pada molekul MHC kelas II. Ada 3 APC khusus, yaitu sel dendritik
periferal, derivat monosit, dan sel B. Molekul MHC kelas II ditemukan hanya pada
permukaan sel penyaji antigen (APC, Antigen Presenting Cell) seperti sel makrofag, sel B,
dan sel dendritik. Molekul MHC kelas II berperan

Gambar 3. Diagram hubungan


antara sel T dengan molekul MHC
kelas I, MHC kelas II, dan antigen
(warna merah)

penting dalam penyajian antigen eksogen ke reseptor sel T pada sel T-helper CD4+. Sel-sel
ini khusus menyajikan antigen ke sel T CD4+ yang mengenali antigen pada molekul MHC
kelas II. Ini merupakan hal penting karena CD4+ sel T mengontrol proliferasi sel T lain dan
sel B. Sel penyaji antigen khusus memroses antigen dan mengekspresikannya pada molekul
MHC kelas II (misal, HLA-DP, HLA=DQ, HLA-DR). Antigen ekstrasel ini diproses oleh
fagositosis dan menghasilkan molekul peptida pada molekul MHC kelas II di permukaan sel.
Molekul MHC kelas I, II dan III pada manusia bersifat pleomorfik berdasarkan adanya
variasi gen tertentu. Ini menyebabkan antigen yang terikat pada molekul MHC kelas I dan II
seseorang belum tentu terikat pada individu lain. Adanya pleomorfik merupakan faktor
pertimbangan ada tidaknya penolakan yang signifikan dalam transplantasi sehingga ada
istilah histokompatibilitas. Bila jaringan donor tidak cocok dengan MHC, akan terjadi
bermacam-macam antigen baru yang dikenali sebagai benda asing dan jaringan donorditolak
oleh responsimun.
Sesudah pengikatan fragmen komplek antigen MHC pada TCR, sel T menjadi aktif
hanya bila menerima sinyal kedua (sinyal ko-stimulator). Sinyal kedua ini penting untuk
aktivasi penuh sel T dengan cara : membuat sel T resisten terhadap apoptosis (kematian sel
yang terprogram), meningkatkan regulasi reseptor faktorper- tumbuhan pada sel T sehingga
menstimulasi proliferasi sel T, dan mengurangi jumlah waktu yang diperlukan untuk
menstimulasi proliferasi sel T.
Molekul ko-stimulator umumnya merupakan molekul adhesi sel yang membuat 2 sel
melekat satu dengan yang lain untuk periode lama dan menyebabkan proli- ferasi dan
diferensiasi sel T. Contoh: aktivasi dan dife- rensiasi sel T CD4+ menjadi sel T-helper
membutuhkan ikatan molekul CD28 pada CD4+ sel T ke molekul CD80/CD86 yang tersaji
pada APC, menghasilkan pembentukan IL-2, ekspresi Il-2, progresi siklus sel, dan proliferasi
sel T teraktivasi. Pengenalan antigen oleh reseptor antigen pada sel limfosit dalam absennya
sinyal ko-stimulator menyebabkan tidak terbentuknya sitokin yang menghasilkan suatu
keadaan yang dinamakan anergi (keadaan tidak adanya respons imunologi) atau
menyebabkan meningkatnya apoptosis.
Berbeda dengan sel T-helper CD4+, aktivasi penuh selT-sitotoksik melawan sel target
dicetuskan oleh ikatan molekul CD2 pada CD8+ sel T dengan molekul CD58 sel target dan
dengan interaksi LFA-1 (Lymphocyte Functional Antigen-1) pada sel T dengan molekul
adhesi interselular-1 (ICAM-1, Intercellular Adhesion Molecule -1) pada sel target.

2. Neutrofil danMonosit/Makrofag
Neutrofil dan monosit merupakan sel fagositik darileukosit. Perbedaan mendasar dari
keduanya adalah neutrofil meng- alami diferensiasi hampir lengkap dalam sumsumtulang
selama 14 hari, sedangkan monosit keluar dari sumsum
tulangsesudah2haridalamkeadaanyangrelatiftidakdewasa dan berdiferensiasi dalam jaringan.
Keduanya berukuran sama (diameter 10µm) dan berada dalam darah.
Neutrofil berumur pendek (1-5 hari). Neutrofil juga dikenal dengan nama PMN (leukosit
polimorfonuklear) dan merupakan sel leukosit terbanyak dalam darah, yaitu sekitar dua
pertiga populasi leukosit (4000-8000sel/mm3). Neutrofil memiliki lisosom dalam
sitoplasmanya. Oleh karena neutrofil tidak perlu mengalami diferensiasi untuk melakukan
fungsi- nya, sel ini cocok untuk respons segera. Neutrofil mengadakan respons sangat cepat
terhadap infeksi. Dalam merespons infeksi, sumsum tulang membentuk neutrofil 1-2x1011
per hari. Jumlah neutrofil tidak berkurang dengan bertambah usia. Ketika neutrofil
meninggalkan darah, sel iniselalu mempertahankan ukurannya yang kecil dan karenanya di-
namakan mikrofag. Neutrofil hanya memfagosit patogen yang kecil seperti virus atau bakteri.
Neutrofil memiliki reseptor untuk metabolit dari molekul komplemen C3 dan membentuk
reseptor komplemen 1,3,4 (CR1, CR3, CR4). Reseptor-reseptor ini membuat neutrofil
dapatberpartisipasi dalam respons radang dan mencerna molekul asing dan sel asing dalam
prosesfagositosis.
Makrofag merupakan bagian non-spesifik dari sistem imun yang memusnahkan dan
merusak secara tidak selektif atau berusaha untuk merusak organisme asing atau debris. Telah
disepakati bahwa monosit dianggap sebagai makrofag saat sel ini meninggalkan darah.
Monosit menyempurnakan diferensiasinya dalam jaringan lokal dan diameternya men- jadi
lebih besar dari 22 µm, didesain sebagai makrofag. Kontras dengan neutrofil, makrofag (‘big
eaters’) dalam jaringan yang berasal dari darah, merespons lebih lambat terhadap rangsang
kemotaktik, tetapi lebih efisien dalam mefagosit sisa jaringan patogen yang masih hidup dan
yang sudah mati. Makrofag membunuh agen infeksi melalui be- berapa mekanisme, seperti
sekresi molekul yang sangat banyak, misalnya interferon (antivirus) atau lisosim (anti-
bakteri) dan membentuk radikal oksigen, asam nitrat, serta produk yang mengandung klorin.
Makrofag yangteraktivasi membentuksejumlahsitokin(IL-1,IL-8,TNFdanIFN)yang
menstimulasi respons inflamasi dan menambah tentara dari sel imun dan molekul ke tempat
infeksi agar lebih efektif memusnahkan pathogen penyerang.
Makrofag hidup menetap dalam jaringan tertentu (sel kupffer dalam hati, mikroglia
dalam otak) atau bergerak ke seluruh tubuh untuk mencari patogen (makrofag patroli).
Karena makrofag mengalami diferensiasi dan hidup dalam jaringan lokal, sel ini cocok untuk
berkomunikasi dengan limfosit dan sel lain di sekitarnya. Makrofag hidup bulanan atau
tahunan, cukup panjang untuk menyajikan antigen ke sel T. Sangat penting dalam aktivasi
respons imun adaptif melawan patogen dengan menyajikan fragmen antigen yang diproses
pada permukaan selnya yang berkaitan dengan molekulMHC-II,keCD4+limfosit-
T,menyebabkanaktivasi CD4+ limfosit T-helper, sehingga terjadi stimulasi respons imun
selular dan humoral melawan ageninfeksius.
Makrofag dan limfosit membentuk respons inflamasi kronis. Monosit/makrofag
mempunyai reseptor CR1, CR3, CR4, CR5a, beberapa kelas dari reseptor Fcy dan molekul
penting dalam penyajian antigen (reseptor MHC kelas I dan CD1). Begitu makrofag
mencerna organisme, bagian dari organisme yang teridentifikasi (sebagai antigen), tampak
padapermukaanmakrofagpadaMHC.Antigeniniberfungsi sebagai marker yang kemudian
memberi tanda pada sel T yang secara spesifik mengenalpenyerangnya.

3. Limfosit
Tiga tipe utama limfosit dibedakan berdasarkan pada reseptor antigennya, menjadi
limfosit-T, limfosit-B, dan sel pembunuh alami (NK,naturalkiller). Dalam darah,sel B dan sel
T ber- sifat tidak aktif dan berukuran kecil (8-10µm).
Sel NK dapat berdiferensiasi secara luas dalam sumsum tulang dan tampak dalam darah
sebagai suatu limfosit besar bergranular. Dengan diameter >15 µm, sel menjadi lebih besar
dari sel leukosit lainnya dalam darah.

Limfosit-T (sel T)
Limfosit-T merupakan 80-90% limfosit darah tepi. Juga dijumpai di daerah
parakorteks kelenjar limfe. Pengaktifan limfosit-T sama dengan limfosit-B. Limfosit
inimempunyai reseptorpermukaanuntukantigen,membentukselT-memori dan limfokin (untuk
merespons rangsangan antigen), dan mempunyai imunoglobulin permukaan dalam jumlah
lebih sedikit.
Limfosit-T mengenali berbagai antigen dengan menggunakan kompleks transmembran
berafinitas lemah yaitu reseptorantigenselT(TCR,T-cellantigenreceptor).Antigen dikenali
oleh sel T dalam kaitannya baik dengan molekul MHC kelas I maupun MHC kelas II. Sel T
dibagi berdasarkan adanya ko-reseptor CD4 atau CD8. Ko-reseptor CD4 terikat secara
reversibel untuk molekul MHC kelas II (HLA-DR, HLA-DP, HLA-DQ) yang ditemukan pada
sel dendritik, makrofag, dan sel B.
CD4+ sel T mengawali dan membantu respons imun dalam melakukan proliferasi dan
membedakan sinyal. Ko- reseptor CD8 untuk molekul MHC kelas I yang berada pada semua
sel. CD8+ sel T terutama adalah sel T sitotoksik yang terlibat dalam pengontrolan antigen
intrasel (misal, bakteri, fungi, hifa jamur, danvirus).

Limfosit-B (sel B)
Limfosit-B ditemukan dalam sumsum tulang, folikel limfoid, pulpa putih dari limpa,
dan merupakan 10-20% limfosit darahperifer.Namanya berasal dari bursaoffabricus (organ
burung yang bertanggung jawab untuk pembentukan produksi limfosit-B).
Limfosit-B membantu mengontrol antigen ekstraselular, seperti bakteri, jamur, dan virion.
Limfosit-B mengenalianti- gen yang bervariasi dengan menggunakan reseptor antigen sel B
(BCR, B-cell antigen receptor) yang merupakan re- septor antigen berafinitas kuat. Sel B
berikatan dengan reseptor permukaan IgM, IgD untuk mengikat antigen sehingga terjadi
proliferasi limfosit-B, membentuk ekspansi klonal. Interaksi afinitas kuat antara BCR dan
antigen mampu membuat sel B mengikat dan mencerna antigen tanpa menyajikan antigen.
Dengan kata lain, antigen terikat kuat tanpa tereks- presi. Sebelum antigen terekspresi, sel B
mengekspresikan IgM sebagai bagian dari BCR. Antigen yang dicerna didegradasi dan
disajikan pada sel T.
Sesudah paparan antigen, limfosit-B berdiferensiasi membentuk sel plasma yang
terdidik untuk membentuk dan menyekresi antibodi dari isotipe IgM. Limfosit-B lainnya,
dengan adanya sel T dapat berdiferensiasi melalui jalur memori, membentuk limfosit B-
memori. Sel B memori ber- tanggung jawab untuk serangan cepat dari respons antibodi
sekunder. Sel B memori meningkatkan populasi sel plasma saat paparan kedua dari antigen
dan menghasilkan antibodi berafinitas kuat dengan isotipe yangsesuai.

4. Antibodi
Antibodi merupakan protein (imunoglobulin). Dihasilkan oleh sel plasma yang
berasal dari proliferasi dandiferensiasi sel B yang terjadi setelah kontak dengan antigen.
Dikla- sifikasikan berdasarkan kegunaannya, yang utama adalah antibodi netralisasi yang
berfungsi untuk melawan toksin, melapisi bakteri dengan opsonin untuk membantu proses
fagositosis antibodi dengan mengikatbakteri.
IgA merupakan antibodi utama dalam saliva, berfungsi menghalangi perlekatan
bakteri ke epitel mulut, faring, dan gastrointestinal. IgD, berperan sebagai reseptor antigen di
permukaan limfosit. IgE ditemukan dengan jumlah sangat sedikit dalam serum, berpartisipasi
dalam reaksi hiper- sensitivitastipeI.IgGmerupakanpertahananutamaterhadap

Gambar 4. Antibodi tersusun oleh 2 lengan berat dan lengan ringan. Bagian dari lengan yang unik dan berubah-
ubah membiarkan antibodi mengenali antigen yang sesuai.

mikroorganisme dan toksin. IgM adalah antibodi pertama yang disekresikan untuk merespons
rangsangan antigen

5. Sel Pembunuh Alami (NK)


Sel NK merupakan subpopulasi limfosit yang berperan penting dalam respons imun
alami dengan memediasi efek sitotoksisdalamseltargetdandenganmelepassitokin(IFNy dan
TNF). Sel NK mengenali dan membunuh sel tumor tertentu dan sel yang terinfeksi virus.
Jumlah NKmeningkat dengan meningkatnya usia, tetapi kapasitas toksisitasnya menurun,
yang menyebabkan menurunnya respons sitotok- sisitas terhadap antigen pada agen infeksi
atau terhadap sel tumor pada usia tua tidak seperti limfosit-T atau limfosit-B, sel NK kurang
spesifik dan kurang memori, tetapi dapat menginduksi lisis spontan dari sel terinfeksi virus
dan sel tumor dengan menyekresi perforin dan enzim litik lainnya. Sel NK dapat
menginduksi ADCC (antibody-dependent cell mediated- cytotoxicity) pada sel target dengan
mengikatnya pada bagian Fc antibodi. Contohnya, protozoa dan cacing terlalu besar untuk
dimakan oleh sel fagosit sehingga perlu diliputi oleh antibody saat sisi antigen dari antibody
(misal,IgG1 dan IgG3 manusia) terikat pada antigen tersebut sehingga bagian Fc antibodi
yang bebas dapat terikat pada reseptor Fc dari sel NK dan terjadi pembunuhan sel secara
langsung oleh ADCC.
Sel NK mempunyai beberapa kelas reseptor antigen, termasuk KIR(Killer Inhibitory
Receptors) dan KAR(Killer Activating Receptors). Reseptor-reseptor ini akanmengenali
antigen yang berhubungan dengan molekul MHC kelas I, molekul MHC kelas I sendiri, atau
suatu glikoprotein per- mukaanlainnya. Sel normal mempunyai molekul MHC kelas I yang
me- nyajikan antigen yang dikenali sebagai “self” yang ber- interaksi dengan KIR dan
melindungi sel dari pembunuhan yang dimediasi sel NK. Perubahan antigen yang disajikan
oleh molekul MHC kelas I terjadi pada sel tumor dan sel yang terinfeksi virus, menyebabkan
aktivasi sel NK karena KIRtidakmendeteksicukupselfantigen.Selainitu,seldapat menyajikan
self antigen sebagai respons terhadap stres atau perubahan lainnya, yang dikenali oleh KAR.
Aktivasi KAR dapat mengacuhkan inhibisi KIR dan menyebabkan sel NK membunuh
seltarget.

6. Komplemen
Komplemen merupakan suatu rangkaian interaksi dari sekitar 30 membran yang
berhubungan dengan reseptor sel dengan glikoprotein serum yang larut. Komponen larut dari
sistem ini berjumlah sekitar 5% (3-4 mg/mL) dari total protein serum.Sebagian besar
komponen yang larut disintesis dalam hati, namun banyak juga yang dibentuk oleh makrofag
(misal, C1, C2, C3, C4, C5, Faktor B, C1-INA, Faktor D, danFaktor H). C3 merupakan
komponen penting dari komplemen, me- rupakan komponen terbesar, yaitu sekitar sepertiga
total komplemen.
Komponen larut dari system komplemen pertama kali dilihat ketika menyebabkan
bakteriolisis dan sitolisis dalam hubungannya dengan antibodi (suatu komplemen dari anti-
bodi) dan kemudian dalam hubungannya dengan tidak adanya antibodi. Efek litik ini menjadi
terkenal dan mewakili hanya 1 fungsi dari komplemen. Sistem komplemen berperan penting
dalam memusnahkan mikroba selama respons imun innate dan adaptif.
Komplemen merupakan protein yang bila diaktifkan akan melindungi terhadap infeksi dan
berperan dalam fase inflamasi dengan berperan sebagai : opsonin untuk meningkatkan
fagositosis; faktor kemotaksis; melisis bakteri dan parasit. Ada 3 jalur utama aktivasi
komplemen, duadiantaranya diinisiasi oleh mikroba dalam keadaan tidak adanya antibodi,
jalur ini dinamakan jalur alternatif atau jalur lectin. Jalur ketiga diinisiasi oleh isotipe antibodi
tertentu yang melekat pada antigen, pengaktifan jalur ini dinamakan jalur klasik.
Beberapa protein dalam sistem komplemen berinteraksi dalam sekuen yang tepat.
Protein komplemen yang dalam jumlah besar di dalam plasma dinamakan C3, berperan
sentral dalam ketiga jalur pengaktifan di atas. C3 secara spontan terhidrolisis dalam plasma
dengan kadar rendah namun produknya tidak stabil dan cepat hancur serta meng- hilang.
Jalur alternative terpicu saat produk pecahan hidrolisis C3 yang dinamakan C3b dideposit
pada permukaan mikroba. Di sini, C3b membentuk ikatan kovalen yang stabil dengan protein
atau polisakarida mikroba yang melindunginya dari pengrusakan selanjutnya. C3b dicegah
untuk berikatan stabil dengan sel hospes normal oleh beberapa protein regulator yang berada
pada sel hospes dan tidak ditemukan pada mikroba. Mikroba yang terikat dengan C3b
menjadi substrat bagi pengikatan protein lain, dinamakan faktor B,yang dipecahkan oleh
protease plasma untuk membentuk fragmen Bb. Fragmen ini tetap melekat pada C3b dan
kompleks C3bBb secara enzimatik memecahkan lebih banyak C3 se- bagai suatu jalur
alternatif konvertasi C3 sehingga aktivitas konvertasi ini membentuk lebih banyak molekul
C3b dan C3bBb.
Sistem komplemen merupakan komponen pusat dari respons inflamasi yang mampu
membuat endotel dan leukosit mengenali dan mengikat substansi asing dalam keadaan ke-
kurangan reseptor. Sistem komplemen mengandung rangkaian protein tidak aktif dalam darah
dan dapat diaktivasi sesudah pengikatan antibodi pada bakteri dan sel asing lain atau dengan
jalur alternatif dengan melibatkan kapsul poli- sakarida bakteri. Sekali diaktivasi, sistem
komplemen membentuk sejumlah protein aktif yang dapat meningkatkan inflamasi dan
fagositosis serta memicu lisissel. Komplemen memicu inflamasi dengan membentuk:
Substansi vasoaktif yang dinamakan kinin-like,C2a, yang menginduksi sakit, meningkatkan
permeabilitas dan pelebaran pembuluh darah C3a, C4a, dan C5a yang berperan meningkatkan
reaksi inflamasi dengan menstimulasi pelebaran arteri, pelepasan histamine oleh sel mast dan
basofil, serta kemotaksis sel neutrofil.
Molekul yang dinamakan anafilatoksin, C3a, dan C5a yang menghasilkan anafilaksis
dengan menginduksi sekret sel mast kemotaksin,C5a yang menarik leukosit dan menstimulasi
sekresi fagosit C5b-C6, C7, C8, C9 berperan dalam memicu lisis sel dengan membentuk
kompleks dengan membran yang diserang fragmen C3b merupakan opsonin penting yang
menyelubungi permukaan sel patogen. Opsonin C3b terikat pada agregasi molekul, partikel
atau sel, yang membuat fagosit mampu mencernanya. Sel fagosit (makrofag, monosit,
neutrofil) mempunyai reseptor C3b yang membantu pemusnahan patogen dengan memicu
fagositosis

7. Sitokin
Sitokinmerupakanproteinhormonyangkurangspesifikdan lebih terlokalisasi dibanding
hormon endokrin serta dapat menstimulasi atau menghambat fungsi normal sel.Baik
sistem imun selular maupun humoral dikoordinasi oleh sitokin (60 sitokin).
Sitokin terbagi dalam beberapa famili, termasuk inter- leukin, interferon, tumor necrosis
factor, colony stimulating factor,dankemokinyangmengaturmigrasiseldiantaradan di
dalamjaringan.

8. Interleukin
Ada 22 interleukin (IL-1 sampai IL-22). IL-1, disekresioleh makrofag dan monosit,
menstimulasi respons inflamasi dan mengaktivasilimfosit. IL-2,diproduksi oleh limfositT-
helper, menstimulasi proliferasi dari T-helper, T-sitotoksik dan limfosit-B, serta mengaktivasi
sel NK. IL-10 dan TGF, merupakan imunosupresan, menghambat respons sitotoksis sistem
imun (sel T dan sel makrofag) ter- hadap antigen tumor dan agen infeksi. Obat yang
memblok aksi imunosupresi IL-10 dan TGF pada sistem imun merupakan substansi yang
berperan penting dalam terapi kanker manusia. Obat yang menstimulasi fungsi IL-10 dan
TGF, berguna untuk menekan respons imun patologis sepertipada penyakit autoimun, alergi,
dan penolakantransplantasi.

9. Interferon
Interferon merupakan sitokin berupa glikoprotein yang di- produksi oleh : makrofag
yang diaktifkan, sel NK, berbagai sel tubuh yang mengandung inti dan dilepas sebagai
respons terhadap infeksi virus. INF berperan dalam antivirus, meng- induksi sel di sekitar sel
terinfeksi virus, menjadi resisten terhadap virus, mengaktifkan sel NK untuk memusnahkan
sel terinfeksi virus, dan menyingkirkan sumber infeksi.

Anda mungkin juga menyukai