Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG DIARE PADA ORANG TUA


ANAK DI RUANG DAHLIA RSD BALUNG JEMBER

disusun guna memenuhi tugas praktik Program Studi Pendidikan Profesi Ners
(PSP2N)
Stase Keperawatan Anak

oleh:
Kelompok 2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Pencegahan Diare


Sasaran : Orang tua dari anak yang dirawat inap di Ruang
Bougenville
Target : 10 orang
Waktu : 09.00-09.30
Hari/Tanggal :
Tempat : di Ruang Dahlia RSD Balung Jember

A. LATAR BELAKANG
WHO menyebutkan bahwa diare pada anak merupakan proses defekasi atau
keadaan buang air besar dengan konsistensi cair (mencret) sebanyak 3 kali atau lebih
dalam satu hari (24 jam) dan tanpa mengandung darah (WHO, 2009). Dua kriteria
penting harus ada yaitu BAB cair dan sering, jadi misalnya buang air besar sehari tiga
kali tapi tidak cair, maka tidak bisa disebut daire. Begitu juga apabila buang air besar
dengan tinja cair tapi tidak sampai tiga kali dalam sehari, maka itu bukan diare. Diare
merupakan defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan/atau tanpa darah dan/atau
lendir dalam tinja (Betz, 2010). Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi)
dengan feses yang berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), dengan
demikian kandungan air pada feses lebih banyak daripada biasanya (Daldiyono,
2006). Diare merupakan pengeluaran feses yang sering, berupa cairan abnormal, dan
encer (Apriningsih, 2009). Diare dapat digolongkan menjadi ringan, sedang, atau
berat; akut atau kronis; meradang atau tidak meradang. Gangguan ini merupakan
manifestasi dari transportasi cairan dan elektrolit yang abnormal.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 4 milyar kasus terjadi
di dunia dan 2,2 juta diantaranya meninggal, dan sebagian besar anak-anak
dibawah umur 5 tahun. Meskipun diare membunuh sekitar 4 juta orang/tahun di
negara berkembang, ternyata diare juga masih merupakan masalah utama di
negara maju. Di Indonesia, mordibitas dan mortalitas diare masih tinggi. Laporan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2007 menunjukkan bahwa angka
prevalensi pada anak sebanyak 9% dan menyebabkan kematian sebanyak 11,3%.
Tahun 2013 angka insidensi diare pada anak di Indonesia sebanyak 2%. Period
Prevalence pada kelompok umur tersebut sebanyak 4,1% (Riskesdas, 2013). Di
negara berkembang rata-rata tiap anak dibawah usia 5 tahun mengalami episode
diare 3 sampai 4 kali pertahun (WHO, 2009). Sampai saat ini kasus diare di
Indonesia masih cukup tinggi dan menimbulkan banyak kematian terutama pada
bayi dan balita. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Depkes RI, 2008)
Prevalensi diare pada anak di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi
anak-anak yang terkena penyakit ini berkisar antara 2 sampai 20%. Bila dilihat per
kelompok umur, diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi
tertinggi terdeteksi pada anak yaitu 16,7% (Kemenkes RI 2011). Diare pada anak
usia sekolah di propinsi Jawa Timur mengalami peningkatan pada tahun 2010,
dari angka prevalensi diare pada anak sebanyak 5,2% pada tahun 2007 (Riskesdas
Jatim, 2007). Di propinsi Jawa Timur cakupan pelayanan diare pada tahun 2012
sebesar 72,43% dan masih berada dibawah target nasional yaitu 100% (Dinkes
Jatim, 2013).
Indonesia lebih dari 1,3 miliar serangan penyakit dan 3,2 juta kematian per
tahun pada anak disebabkan oleh diare dengan episode serangan diare rata-rata 3,3
kali setiap tahun dan lebih kurang 80% kematian terjadi pada anak (Widoyono,
2011). Sedangkan dari hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di Indonesia
dalam Depkes RI diare merupakan penyebab kematian nomor dua pada balita,
nomor tiga bagi pada bayi, dan nomor lima bagi semua umur. Setiap anak di
Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6–2 kali pertahun (Kemenkes RI,
2011).

B. TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM (TIU) / Standart Kompetensi Setelah


diberikan penyuluhan tentang pencegahan diare diharapkan orang tua mampu
menerapkan cara-cara pencegahan diare pada keluarga khususnya pada
anaknya untuk mengurangi resiko terdinya penyakit diare pada anak dan
sekaligus sebagai upaya meningkatkan kesehatan anak.
C. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)/ Kompetensi Dasar Setelah
diberikan penyuluhan tentang pencegahan disentri selama 30 menit, orang tua
anak diharapkan:
1. Menjelaskan tentang pengertian diare
2. Menjelaskan tentang penyebab diare
3. Menjelaskan tentang tanda dan gejala diare
4. Menjelaskan tentang komplikasi diare
5. Menjelaskan tentang penanganan diare
6. Menjelaskan tentang pencegahan diare
7. Menjelaskan tentang cuci tangan pakai sabun
8. Mendemonstrasikan 6 langkah cuci tangan pakai sabun

D. GARIS BESAR MATERI


Pendidikan kesehatan tentang pencegahan diare pada anak

E. METODE
Ceramah dan Tanya Jawab
F. MEDIA
Leaflet
Power point

G. PENGORGANISASIAN
1. Penanggung jawab :
2. Penyaji :
3. Moderator :

4. Fasilitator :
H. PROSES KEGIATAN
Tindakan
Proses Waktu
Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
Pendahuluan a. Memberikan salam, Memperhatikan dan 5 menit
memperkenalkan diri, dan menjawab salam
membuka penyuluhan
b. Menjelaskan materi secara Memperhatikan
umum dan manfaat bagi
pasien.
c. Menjelaskan tentang tujuan Memperhatikan
umum dan tujuan khusus
Penyajian a. Menjelaskan kepada pasien Memperhatikan 20
tentang pengertian, penyebab menit
dan tanda gejala diare
1) Memberikan pertanyaan Memperhatikan
kepada pasien
mengenai materi yang
baru disampaikan
2) Pasien menjelaskan Menjawab pertanyaan
materi yang telah
disampaikan
b. Menjelaskan tentang Memperhatikan
komplikasi, penatalaksanaan,
pencegahan diare
1) Memberikan pertanyaan Memperhatikan
kepada pasien
mengenai materi yang
baru disampaikan
2) Pasien menjelaskan Menjawab pertanyaan
materi yang telah
disampaikan
c. Menjelaskan tentang Memperhatikan
pengertian, tujuan, dan
waktu cuci tangan pakai
Sabun

Memperhatikan
1) Memberikan pertanyaan
kepada pasien mengenai
materi yang baruMenjawab pertanyaan
disampaikan
2) Pasien menjelaskan
materi yang telah
disampaikan Memperhatikan
d. Mendemonstrasikan cara 6
langkah cuci tangan
1) Meminta peserta untuk
mempraktekkan 6 Memperhatikan
langkah cuci tangan pakai
sabun bersama dengan
pemateri Mempraktekkan
2) Pasien mempraktekkan
mandiri 6 langkah cuci
tangan pakai sabun

Penutup a. Menutup pertemuan dengan Memperhatikan 5 menit


memberi kesimpulan dari
materi yang disampaikan
b. Mengajukan pertanyaan Memberi saran
kepada pasien
c. Mendiskusikan bersama Memberi komentar
jawaban dari pertanyaan Dan menjawab
yang telah diberikan pertanyaan bersama
d. Menutup pertemuan dan Memerhatikan dan
memberi salam membalas salam

I. EVALUASI
1. Apa pengertian diare?
2. Apa penyebab diare?
3. Apa tanda dan gejala diare?
4. Apa komplikasi diare?
5. Bagaimana penanganan diare?
6. Bagaimana pencegahan diare?
7. Kapan melakukan cuci tangan pakai sabun?
8. Bagaimana cara melakukan cuci tangan pakai sabun?

J. Hasil Kegiatan
a. Analisa Evaluasi
Hasil evaluasi yang didapatkan setelah dilakukan pendidikan kesehatan yaitu
sebagai berikut:
1. Evaluasi Struktur
a. Kegiatan pendidikan kesehatan dilaksanakan pada hari Sabtu pukul
13.00 sampai 13.30 WIB diruang Dahlia RSD Balung Jember
b. Pemateri menyiapkan tempat dan lingkungan serta bersikap menghargai
saran
c. Pemateri melakukan persetujuan dan kontrak waktu kepada sasaran
d. Terbina hubungan saling percaya antara pemateri dengan sasaran
2. Evaluasi Proses
a. Selama proses pendidikan kesehatan khalayak sasaran terlihat antusias
dan kooperatif
b. Klien berbagai informasi mengenai pengalamannya dalam menangani
diare pada anak
c. Semua sasaran penyuluhan mengikuti kegiatan sampai akhir kegiatan.
d. Beberapa keluarga aktif dalam bertanya.
3. Evaluasi Hasil
a. Kegiatan pendidikan kesehatan tentang penanganan diare pada anak
dihadiri oleh salah satu keluarga pasien sebagai sasaran, mahasiswa
sebagai pemateri, dan CI ruangan.
b. Klien mampu menyebutkan pengertian diare
c. Klien mampu menyebutkan tanda dan gejala diare
d. Klien mampu menyebutkan penanganan diare pada anak

b. Faktor Pendorong
Faktor yang mendorong keberhasilan kegiatan penyuluhan kesehatan tentang
Penanganan Diare pada Anak yaitu ;
1. Dukungan dari petugas kesehatan (CI ruangan, perawat ruangan)
mengenai kegiatan penyuluhan kesehatan
2. Keluarga pasien yang kooperatif dan antusias mengukuti rangkaian
kegiatan dari awal mulai sampai akhir kegiatan
3. Mahasiswa yang aktif dan bekerjasama dalam kelompok dalam
menyiapkan kegiatan dan menjadi fasilitator kegiatan
4. Kondisi lingkungan yang mendukung yaitu lobi yang luas sehingga
kegiatan berjalan dengan nyaman.

c. Faktor Penghambat
Faktor yang menghambat dalam kegiatan penyuluhan Penanganan Diare
Pada Anak yaitu:
1. Terdapat mahasiswa yang tidak dapat berbahasa madura sehingga
kesulitan dalam berkomunikasi dan keluarga pasien ada yang tidak
mengerti bahasa Indonesia.
2. Keterbatasan jumlah keluarga pasien sehingga terdapat beberapa keluarga
pasien yang kurang memperhatikan dan juga menjaga anaknya bermain

K. DAFTAR PUSTAKA

Amin, L. Z. 2015. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical Education


CDK 230 Volume 42 No. 7 Tahun 2015
Betz, S. 2010. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Daldiyono. 2006. Diare Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: Infomedika
Dirjen P3L Depkes RI .2011. Buku Saku Petugas Kesehatan. Jakarta:
Depkes RI
Dirjen P3L Kemenkes RI .2011. Panduan Sosialisasi Diare Balita untuk
Petugas Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI
Hegar, B dan Magdalena, S. Air Susu Ibu dan Kesehatan Saluran Cerna.
http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=20091029105942 [diakses 14
Oktober 2018]
Jackson, K.M and Nazar, A.M. 2006. Breastfeeding, the Immune Response,
and Longterm Health. J. Am Osteopath Assoc.
Kapti, R.E., dan N.Azizah. 2017. Perawatan Anak Sakit di Rumah. Malang:
UBPress
Lamberti, Laura, M et al. 2011. Breastfeeding and the Risk for Diarrhea
Morbidity and Mortality. http://www.biomedcentral.com/1471-
2458/11/S3/S15 [diakses 14 Oktober 2018]
Lely. 2011. Peran ASI Eksklusif yang Mengandung Antibodi SIgA terhadap
Risiko Diare Akut pada Bayi Usia 1-6 Bulan.
http://www.pps.unud.ac.id/disertasi [diakses 14 Oktober 2018]
Mansjoer, A., dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: ECG
Sodikin. 2012. Gangguan pencernaan. Jakarta : EGC
Suraatmaja, S. 2007. Gastroenterologi Anak. Jakarta: CV. Sagung Seto
Suradi, R. 2008. Manfaat ASI dan Menyusui. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
DAFTAR LAMPIRAN
1. Berita acara
2. Daftar hadir
3. Materi
4. Leaflet
5. Dokumentasi
Lampiran 3. Materi
DIARE

A. Definisi
Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses tidak berbentuk
(unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam (Amin, 2015).
Menurut Betz (2010), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan/atau tanpa
darah dan/atau lendir dalam tinja. Diare menyebabkan kehilangan banyak cairan dan
elektrolit melalui feses. Kelainan yang mengganggu penyerapan diusus besar lebih jarang
menyebabkan diare, dan pada dasarnya diare merupakan gangguan transportasi larutan di
usus (Sodikin, 2012).
Diare juga ada yang membedakan menjadi diare akut dan diare kronis. Diare akut
ialah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Pada
diare yang berlanjut lebih dari dua minggu disertai kehilangan berat badan atau tidak
bertambah berat badannya selama masa tersebut disebut sebagai diare kronik. Diare kronis
berarti diare yang melebihi jangka waktu 15 hari sejak awal diare. Batasan waktu 15 hari
tersebut merupakan suatu kesepakatan karena banyaknya usul untuk menentukan batasan
waktu diare kronik (Daldiyono, 2006).

B. Etiologi
Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Menurut Mansjoer dkk (2008)
penyebab diare pada anak adalah
1) Faktor infeksi
a) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Infeksi interal ini meliputi: infeksi bakteri (Vibrio, E. Coli,
Salmonella, Shigela, Campylobacter, Yersina, Aeromonas), virus (Enterovirus,
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus), dan parasit yang terdiri dari cacing (Ascaris,
Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans).
2) Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
3) Faktor psikologis
Faktor psikologis diantaranya cemas atau stres yang akan memicu sistem saraf
simpatik meningkat. Saraf simpatik memicu kinerja hormon adrenalin sehingga
denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat gerakan peristaltik usus meningkat.
Gerakan peristaltik usus meningkat menyebabkan penyerapan air didalam tubuh tidak
sempurna sehingga menyebabkan diare.
Menurut Dirjen P3L Kemenkes RI (2011) penyebab diare, di antaranya:
1) Infeksi (kuman-kuman penyakit)
Kuman-kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui makanan/minuman yang
tercemar atau kontak langsung dengan tinja penderita (feces oral). Siklus penyebaran
penyakit diare bisa digambarkan sebagai berikut melalui 5 F (Feces atau tinja, Flies
atau lalat, Food atau makanan, Finger atau jari tangan, Fomites atau peralatan
makanan). Di bawah ini beberapa contoh perilaku terjadinya penyebaran kuman yang
menyebabkan penyakit diare:
a) Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara esklusif (ASI eksklusif) sampai 6
bulan kepada bayi atau memberikan MP ASI terlalu dini. Memberi MP ASI terlalu
dini mempercepat bayi kontak terhadap kuman
b) Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare
karena sangat sulit membersihkan botol dan juga kualitas air dibeberapa wilayah
Indonesia juga sudah terkontaminasi kuman-kuman penyakit seperti bakteri E. Coli
c) Menyimpan makanan pada suhu kamar dan tidak ditutup dengan baik
d) Minum air/menggunakan air yang tercemar
e) Tidak mencuci tangan setelah BAB, membersihkan BAB anak
f) Membuang tinja (termasuk tinja bayi) sembarangan.
2) Penurunan daya tahan tubuh
a) Tidak memberikan ASI kepada bayi sampai usia 2 tahun (atau lebih). Di dalam ASI
terdapat antibody yang dapat melindungi bayi dari kuman penyakit
b) Kurang gizi/malnutrisi terutama anak yang kurang gizi buruk akan mudah terkena
diare
c) Imunodefisiensi/Imunosupresi, terinfeksi oleh virus (seperti campak, AIDS)
d) Segera proporsional, balita lebih sering terkena diare (55%).

3) Faktor lingkungan dan perilaku


Penyakit diare adalah penyakit yang berbasis lingkungan yang faktor utama dari
kontaminasi air atau tinja berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang bisa muncul dari diare adalah sebagai berikut.
a) Anak menjadi cengeng;
b) Gelisah;
c) Suhu badan dapat meningkat;
d) Nafsu makan berkurang atau tidak ada;
e) Tinja makin cair dan mungkin mengandung darah atau lender;
f) Warna tinja berubah menjadi kehjau-hijauan karena tercampur empedu;
g) Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam;
h) Muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare;
i) Dehidrasi bila telah banyak kehilangan air dan elektroli;
j) Berat adan menurun;
k) Ubun-ubun besar menjadi cekung pada bayi;
l) Tonus dan turgor kulit berkurang;
m) Turgor kulit menurun;
n) Frekuensi nafas cepat;
o) Denyut nadi cepat;
p) Tekanan darah menurun;
q) Ujung-ujung ekstremitas dingin, dan terkadang terjadi sianosis (Mansjoer, 2008).

D. Komplikasi
a. Dehidrasi (ringan sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik) sebagai akibat
dari kehilangan air dan elektrolit.
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,
perubahan elektokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi skunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktase.
f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi protein, akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik (Ngastiyah,
2005).

E. Penatalaksanaan
Menurut Dirjen P3L Depkes RI (2011) penanganan diare disebut Lima Langkah
Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE), yang terdiri dari: pemberian cairan, pemberian zink
selama 10 hari berturut-turut, meneruskan pemberian ASI dan makanan, pemberian antibiotik
secara selektif dan pemberian nasihat pada ibu/keluarga pasiensebagai berikut:
1) Berikan Oralit
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl), kalium
klorida (KCl), dan trisodium sistrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit diberikan
untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Diare
dapat diberikan kepada anak saat diare maupun sampai diare berhenti. Cara pemberian
oralit adalah sebagai berikut:
a. Satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang (200cc)
b. Anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100 cc cairan oralit setiap kali buang air besar
c. Anak lebih dari 1 tahun diberi 100-200 cc cairan oralit setiap kali buang air besar.
Oralit dapat diberikan dengan pembuatan larutan gula garam (LGG). Larutan gula
garam berperan menjaga keseimbangan jumlah cairan dan mineral dalam tubuh.
Larutan gula garam tidak menghentikan diare, tetapi mengganti cairan tubuh yang
hilang bersama tinja. Dengan mengganti cairan tubuh tersebut, terjadinya dehidrasi
dapat dihindarkan.
Untuk membuat larutan gula garam, alat-alat dan bahan yang diperlukan antara lain:
a. Gula pasir sebanyak satu sendok teh munjung
b. Garam dapur yang halus sebanyak ¼ (seperempat) sendok teh
c. Air masak atau air teh yang hangat ( tidak dalam kondisi mendidih) sebanyak satu
gelas atau sekitar 200 ml
d. Gelas belimbing/lainnya yang sama ukurannya, dan sendok teh

2) Berikan obat Zinc


Zinc merupakan salah satu gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan
pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar
ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare,
anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga
anak tetap sehat. Zinc juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga dapat
mencegah risiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare.
Kemampuan zinc untuk mencegah diare terkait denga kemampuannya
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Zinc merupakan mineral penting bagi tubuh.
Lebih 300 enzim dalam tubuh yang tergantung pada zinc. Zinc juga dibutuhkan oleh
berbagai organ tubuh, seperti kulit dan mukosa saluran cerna. Semua yang berperan
dalam fungsi imun, membutuhkan zinc. Jika zinc diberika pada anak yang sistem
kekebalannya belum berkembang baik, dapat meningkatkan sistem kekebalan dan
melindungi anak dari penyakit infeksi. Itulah sebabnya mengapa anak yang diberi zinc
(diberikan sesuai dosis) selama 10 hari berturut-turu berisiko lebih kecil untuk terkena
penyakit infeksi, diare dan pneumonia. Pemberian zinc harus tetap dilanjutkan
meskipun diare sudah berhenti.
Obat Zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu sekitar 30 detik.
Zinc diberikan selama 10 hari berturu-turu dengan dosis sebagai berikut:
a. Balita umur < 6 bulan: ½ tablet (10mg) per hari
b. Balita umur > 6 bulan: 1 tablet (20 mg) per hari
3) Pemberian ASI/makanan
Pada waktu lahir sampai beberapa bulan sesudahnya, bayi belum dapat
membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. ASI memberikan zat-zat kekebalan
yang belum dapat dibuat oleh bayi tersebut, sehingga bayi yang minum ASI lebih
jarang sakit, terutama pada awal dari kehidupannya. Komponen zat anti infeksi yang
banyak dalam ASI akan melindungi bayi dari berbagai macam infeksi, baik yang
disebabkan oleh bakteri, virus, dan antigen lainnya (Suraatmaja, 2007). Hegar dan
Sahetapy (2009) menyebutkan bahwa salah satu kandungan unik ASI adalah
oligosakarida yang akan menciptakan suasana asam dalam saluran cerna. Suasana
asam ini berfungsi sebagai sinyal untuk pertahanan saluran cerna, yaitu SIgA
(Secretory Imunnoglobulin A) yang juga terdapat dalam ASI itu sendiri. SIgA dapat
mengikat mikroba patogen, mencegah perlekatannya pada sel enterosit di usus dan
mencegah reaksi imun yang bersifat inflamasi sehingga diare tidak terjadi. Hal ini
sesuai dengan penelitian Lely (2011) yang mencari peran ASI eksklusif yang
mengandung SIgA terhadap risiko diare akut. Penelitian tersebut menggambarkan
kejadian diare akut pada bayi dengan ASI eksklusif 34,8%. Angka tersebut lebih
rendah dibandingkan kejadian diare akut pada bayi tanpa ASI eksklusif, yaitu 65,2%.
Menurut Suradi (2008) bayi yang mendapat ASI lebih jarang terkena diare karena
adanya zat protektif saluran cerna seperti Lactobacillus bifidus, laktoferin, lisozim,
SIgA, faktor alergi, serta limfosit T dan B. Zat protektif ini berfungsi sebagai daya
tahan tubuh imunologik terhadap zat asing yang masuk dalam tubuh. Penelitian oleh
Lamberti et al (2011) yang dilakukan di negara-negara berkembang menunjukkan
perbandingan risiko diare pada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif lebih tinggi
(2,65) dibanding yang mendapatkan ASI secara eksklusif (1,26).
Makanan yang baik bagi anak dengan diare yaitu (Kapti dan Azizah, 2017).
1. Buah buahan rendah serat dan mengandung elektrolit yaitu apel, pisang, melon,
blewah, dan strawberry
2. Sayuran rendah serat yaitu kacang panjang, buncis, kacang merah, labu siam,
wortel, selada, tauge
3. Makanan yang lembut atau lunak seperti kentang rebus, wortel rebus, biskuit lunak
4. Protein nabati seperti kacang ijo, kacang tanah, kacang merah, kacang kedelai, dan
kacang tolo

4) Pemberian antibiotik hanya atas indikasi


Antibiotik pada kasus diare tidak selalu diberikan. Antibiotik dapat diberikan jika ada
indikasi seperti diare berdarah atau diare karena kolera, diare dengan disertai penyakit
lain.
5) Pemberian nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang:
a) Cara memberikan cairan dan obat di rumah;
b) Kapan harus membawa kembali anak ke petugas kesehatan;
c) Diare lebih sering;
d) Muntah berulang;
e) Sangat haus;
f) Makan/minum sedikit;
g) Timbul demam;
h) Tinja berdarah;
i) Tidak membaik dalam 3 hari.

F. Pencegahan
Ada beberapa cara pencegahan diare menurut Dirjen P3L Kemenkes RI (2011), yaitu
sebagai berikut:
1. Memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun
2. Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur
3. Meberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang
cukup
4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan sesusah buang air
besar
5. Buang air besar di jamban
6. Membuang tinja bayi dengan benar
Lampiran 4. Leaflet
Lampiran 5. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai