OLEH :
1. AGUS KOMARUDIN
2. HERU SAPTO ADI
3. KANTI NARYATI SUKMA SARI
4. KURNIA RAMADHANI
5. MARYANI
6. OKTARIA PUSPASARI
Kelompok 11
A. Latar Belakang
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan
oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka
atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit
diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Brunner &
Suddarth, 2002).
Trauma dada menyebabkan hampir 25% dari semua kematian yang berhubungan dengan
trauma di amerika serikat dan berkaitan dengan 50% kematian yang berhubungan dengan
trauma yang mencakup cedera sistem multiple. Trauma dada diklasifikasikan dengan tumpul
atau tembus (penetrasi). Meski trauma tumpul dada lebih umum, pada trauma ini
seringtimbul kesulitan dalam mengidentifikasi keluasan kerusakan karena gejala-gejala
mungkin umum dan rancu.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
A. Pengertian
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding
dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal
baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan
(Suzanne & Smetzler, 2001)
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan
oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka
atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit
diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Brunner &
Suddarth, 2002).
B. ETIOLOGI
Trauma dada dapat disebabkan oleh :
a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi
mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran
balutan.
b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel
flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
c. Tusukan paru dengan prosedur invasif.
d. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
e. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
f. Fraktur tulang iga
Trauma dada dikalsifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Trauma tajam
a. Pneumothoraks terbuka
b. Hemothoraks
c. Trauma tracheobronkial
d. Contusio Paru
e. Ruptur diafragma
f. Trauma Mediastinal
2. Trauma tumpul
a. Tension pneumothoraks
b. Trauma tracheobronkhial
c. Flail Chest
d. Ruptur diafragma
e. Trauma mediastinal
f. Fraktur kosta
C. PATOFISIOLOGI
D. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita trauma dada:
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Bunyi jantung melemah.
g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
h. ECG terdapat low voltage seluruh lead.
i. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
\3. Pneumothoraks :
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar
jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
E. KOMPLIKASI
a. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan keluarnya
udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru.
Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga
menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang kembali.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura.
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu sesak nafas
pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih
dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
2. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph
Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar
oksigen dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah.Lokasi pengambilan darah
yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A. Femoralis.
4. CT-Scan
Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari
pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat
dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi.
5. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan diagnosa adanya
kelainan pada jantung dan esophagus.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia
semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi jantung.
7. Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya cedera aorta pada
trauma tumpul toraks.
8. Hb (Hemoglobin)
Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan tubuh.
G. PENATALAKSANAAN
1. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat darurat
(UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap
darurat dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.
Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan masing-masing klien
secara spesifik.Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi
oksigen klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak
sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan :
WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah, pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan
pipa penghubung.
b. Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses
ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan
bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian
oksigen dalam waktu yang lama.( Brunner dan Suddarth, 1996).
H. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
1. AIRWAY
Trauma laring dapat bersamaan dengan trauma thorax.walaupun gejala kinis yang ada
kadang tidak jelas, sumbatan airway karena trauma laring merupakan cidera laring yang
mengancam nyawa. Trauma pada dada bagian atas, dapat menyebabkan dislokasi ke
area posterior atau fraktur dislokasi dari sendi sternoclavicular. Penanganan trauma ini
dapat menyebabkan sumbatan airway atas. Trauma ini diketahui apabila ada sumbatan
napas atas (stridor), adanya tanda perubahan kualitas suara dan trauma yang luas pada
daerah leher akan menyebabkan terabanya defek pada regio sendi sternoclavikula.
penanganan trauma ini paling baik dengan reposisitertutup fraktur dan jika perlu
dengan intubasi endotracheal.
2. BREATHING
Dada dan leher penderita harus terbuka selama dilakukan penilaian breathing dan vena-
vena leher. Pergerakan pernapasan dan kualitas pernapasan pernapasan dinilai dengan
diobservasi, palpasi dan didengarkan. Gejala yang terpenting dari trauma thorax adalah
hipoksia termasuk peningkatan frekuensi dan perubahan pada pola pernapasan,
terutama pernapasan yang dengan lambat memburuk. Sianosis adalah gejala hipoksia
yang lanjut pada penderita. Jenis trauma yang mempengaruhi breathing harus dikenal
dan diketahui selama primary survey.
3. CIRCULATION
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan keteraturannya. Tekanan
darah dan tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan
palpasi kulit untuk warna dan temperatur. Adnya tanda-tanda syok dapat disebebkan
oleh hematothorax masif maupun tension pneumothorax. Penderita trauma thorax
didaerah sternum yang menunjukkan adanya disritmia harus dicurigai adanya trauma
miokard.
a. Open Pneumothorak
Usaha pertama jika open pneumothorad adalah menutup lubang pada dinding dada ini
sehingga open pneumothorax menjadi closed pneumothrax (tertutup). Prinsip
penutupan bersih. Harus segera ditambahkan bahwa apabila selain lubang pada dinding
dada, juga ada lubang pada paru, maka usaha menutuo lubang ini secara total (occlusive
dressing) dapat mengkibatkan terjadinya tension pneumothorax.
Dengan demikian maka yang harus dilakukan adalah :
a) Menutup dengan kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan plaster pada 3 sisinya, sedangkan
pada sisi yang atas dibiarkan terbuka (kasa harus dilapisi zalf/soffratule pada sisi
dalamnya supaya kedap udara).
b) Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila dilakukan cara ini maka harus sering
dievaluasi paru. Apabila ternyata timbul pada tension pneumothorax maka kasa harus
dibuka,
c) Pada luka yang besar dapat dipakai plastik infus yang digunting sesuai ukuran.
b. Tension Pneumothorax
Penatalaksanaan tension pneumothorax adalah dengan dekompresi “needle
thoracosintesis”, yakni menusuk dengan jarum besar pada ruang interncostal 2 pada
garis midclavicularis. Terapi definitif dengan pemasangan selang dada (chest tube)
pada sela iga ke 5 diantara garis axillaris dan misaxillaris.
c. Hemathorax Masif
Jika klien mengalami hematothorax masif harus segera dibawa ke rumah sakit untuk
dilakukan tindakan operatif. Terapi awal yang harus dilakukan adalah penggantian
volume darah yang dilakukan bersama dengan dekompresi rongga pleura dan
kebutuhan thorakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah awal lebih dari 1500
ml atau kehilangan darah terus menerus 200 cc/jam dalam waktu 2-4 jam.
d. Flaill Chest
Terapi awal meliputi pemberian oksigen yang adekuat, pemberian analgesik untuk
mengurangi nyeri resusitasi cairan. Sesak nafas berat akibat kerusakan perenkim paru
mungkin harus dilakukan ventilasi tambahan. Di rumah sakit akan dipasang respirator
apabila analisis gas darah menujukkan pO2 yang rendah atau pCO2 yang tinggi.
d. Tamponade Jantung
Pemasangan CVP dan USG abdomen dapat dilakukan pada penderita temponade
jantung tetapi tidak boleh menghambat untuk dilakukannya resusitasi. Metode yang
cepat untuk menyelamatkan penderita ini adalah dilakukan pericardiosintesis
(penusukan rongga perikardium) dengan jarum besar untuk mengeluarkan darah
tersebut. Tindakan definitif adalah dilakukan perikardiotomi yang dilakukan oleh ahli
bedah.
B. Pengkajian Sekunder
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (Doenges, 2000) meliputi :
a. Aktivitas istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda
Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri,
menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu
dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
g. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal
karena trauma, hipoventilasi
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret
dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
4. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan
untuk ambulasi dengan alat eksternal.
D. INTERVENSI
g.
Aktivitas Kolaboratif :
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
a. Identitas klien
Nama : TN. S
Umur : 40 tahun
No reg : 000527.20
Pasien masuk UGD Rumah Sakit dr. A Dadi Tjokrodipo dengan keluhan post Kecelakaan
Lalu Lintas, pasien mengeluh sesak nafas, dada terbentuk setir mobil, klien juga mengeluh
nyeri pada dada menjalar ke bagian perut.
3. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway :
Pada jalan napas klien tidak terdapat sekret, tidak ada darah,tidak ada snoring, gurgling,
maupun stridor
b. Breathing :
bernapas dengan spontan tidak teratur, terdapat sesak napas RR 30x/menit, suara nafas
vesikuler.
c. Circulation :
tidak ada edema, akral dingin, kulit tampak pucat, nadi teraba kuat 134x/menit, TD 90/60,
suhu 36 ‘C, CRT< 3 detik
d. Dissability :
Pasien masuk UGD Rumah Sakit dr. A Dadi Tjokrodipo tanggal 10/01/2020 pkl 14.00 WIB
dengan keluhan post KLL , pasien mengeluh sesak nafas, frekuensi nafas 30 x/ menit, nafas
dalam dan dangkal, klien juga mengeluh nyeri dada dan menjalar ke bagian perut, nyeri
seperti tertekan, skala nyeri 4. TD: 90/60 mmHg, HR: 134x/menit,SPO2 85%, di UGD
diberikan terapi IVFD RL 20 tpm, O2 10 ltr, injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam
Klien tidak memiliki alergi, nyeri ulu hati, dan sebelum masuk RS klien makan seperti biasa.
Mata :
Hidung :
Telinga :
Ekstremitas Atas
Ada kontraksi = 5 5
Ada kontraksi = 4 4
Ekstremitas Bawah
Tidak adaOdema
Integumen warna agak sawo matang , akral teraba dingin, turgor baik.
Dekubitus tidak ada
4. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal: 10/01/2020
URINALYSA
Warna merah kuning
kekeruhan keruh jernih
Leukosit 3+ Negative
PH 7.5 4.5-8.5
berat jenis 1.015 1.003-1.035
nitrit + negative
protein 3+ negative
keton 3+ negative
reduksi 2+ negative
bilirubin 3+ negative
urobilinogen negative negative
blood 3+ negative
leukosit sedimen 0-1 0-5
eritrosit sedimen tidak terhingga 0-3
epitel squamouse 0-1 0-10
epitel transisional negative 0-5
epitel tubulus negative 0-1
Kristal negative negative
silinder negative negative
bakteri negative negative
jamur -
Hasil :
Hematuria, inflamasi saluran kemih
Pemeriksaan X-Ray
a. Penatalaksanaan Medis
Pasang Oksigen
Pemasangan IVFD RL
Pemberian analgetik : injeksi Keterolak/IV
b. Penatalaksanaan Keperawatan
RR 30x/menit
Akral dingin
SPO2 85%,
Terpasang O2 10 Lpm
2 DS : Nyeri trauma jaringan,
reflek spasme otot
klien mengatakan nyeri sekunder.
DO :
HR: 134x/menit
Kekuatan otot
5 5
4 4
Terpasang Kateter
C. Diagnosa Keperawatan :
D.RENCANA KEPERAWATAN
g.
Aktivitas Kolaboratif :
Akral dingin
Terpasang O2 10 Lpm
Implementasi ke 2
Respon:
09.45
klien mengatakan nyeri
Hasil:
10.00
klien meringis menahan nyeri
HR: 134x/menit
Muttaqin, Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Smeltzer, Suzanne C.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan