Anda di halaman 1dari 8

ENDAPAN MINERAL EPITHERMAL

1.1 Proses Epithermal


Endapan epitermal didefinisikan sebagai salah satu endapan dari sistem hidrotermal
yang terbentuk pada kedalaman dangkal yang umumnya pada busur vulkanik yang dekat
dengan permukaan (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008). Penggolongan tersebut
berdasarkan temperatur (T), tekanan (P) dan kondisi geologi yang dicirikan oleh kandungan
mineralnya. Secara lebih detailnya endapan epitermal terbentuk pada kedalaman dangkal
hingga 1000 meter dibawah permukaan dengan temperatur relatif rendah (50-200)0C dengan
tekanan tidak lebih dari 100 atm dari cairan meteorik dominan yang agak asin (Pirajno, 1992).
Tekstur penggantian (replacement) pada mineral tidak menjadi ciri khas karena jarang
terjadi. Tekstur yang banyak dijumpai adalah berlapis (banded) atau berupa fissure vein.
Sedangkan struktur khasnya adalah berupa struktur pembungkusan (cockade structure).
Asosiasi pada endapan ini berupa mineral emas (Au) dan perak (Ag) dengan mineral
penyertanya berupa mineral kalsit, mineral zeolit dan mineral kwarsa. Dua tipe utama dari
endapan ini adalah low sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan terutama
berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya.
Endapan epithermal umumnya ditemukan sebagai sebuah pipe-seperti zona dimana
batuan mengalami breksiasi dan teralterasi atau terubah tingkat tinggi. Veins juga ditemukan,
khususnya sepanjang zona patahan., namun mineralisasi vein mempunyai tipe tidak menerus
(discontinuous).Pada daerah volcanic, sistem epithermal sangat umum ditemui dan seringkali
mencapai permukaan, terutama ketika fluida hydrothermal muncul (erupt) sebagai geyser dan
fumaroles. Banyak endapan mineral epithermal tua menampilkan fossil ‘roots’ dari sistem
fumaroles kuno. Karena mineral-mineral tersebut berada dekat permukaan, proses erosi sering
mencabutnya secara cepat, hal inilah mengapa endapan mineral epithermal tua relatif tidak
umum secara global. Kebanyakan dari endapan mineral epithemal berumur Mesozoic atau
lebih muda.
Mineralisasi epitermal memiliki sejumlah fitur umum seperti hadirnya kalsedonik
quartz, kalsit, dan breksi hidrotermal. Selain itu, asosiasi elemen juga merupakan salah satu
ciri dari endapan epitermal, yaitu dengan elemen bijih seperti Au, Ag, As, Sb, Hg, Tl, Te, Pb,
Zn, dan Cu. Tekstur bijih yang dihasilkan oleh endapan epitermal termasuk tipe pengisian
ruang terbuka (karakteristik dari lingkungan yang bertekanan rendah), krustifikasi, colloform
banding dan struktur sisir. Endapan yang terbentuk dekat permukaan sekitar 1,5 km dibawah
permukaan ini juga memiliki tipe berupa tipe vein, stockwork dan diseminasi.Dua tipe utama
dari endapan ini adalah low sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan terutama
berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya
(Hedenquist et al., 1996:2000 dalam Chandra,2009).
Dibawah ini digambarkan ciri-ciri umum endapan epitermal (Lingren, 1933 dalam
Sibarani,2008)):
 Suhu relatif rendah (50-250°C) dengan salinitas bervariasi antara 0-5 wt.%
 Terbentuk pada kedalaman dangkal (~1 km)
 Pembentukan endapan epitermal terjadi pada batuan sedimen atau batuan beku, terutama yang
berasosiasi dengan batuan intrusiv dekat permukaan atau ekstrusif, biasanya disertai oleh sesar
turun dan kekar.
 Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan pembentukan
kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada pipa dan stockwork. Jarang terbentuk
sepanjang permukaan lapisan, dan sedikit kenampakan replacement (penggantian).

 Logam mulia terdiri dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
 Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi, Pirit, markasit, sfalerit, galena, kalkopirit,
Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar, orpiment, ruby silvers, argentite, selenides, tellurides.
 Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit rendah-Fe, epidot,
karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite, rhodochrosite, zeolit
 Ubahan batuan samping terdiri dari chertification (silisifikasi), kaolinisasi, piritisasi,
dolomitisasi, kloritisasi
 Tekstur dan struktur yang terbentuk adalah Crustification (banding) yang sangat umum, sering
sebagai fine banding, vugs, urat terbreksikan.
Karakteristik umum dari endapan epitermal (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008)
adalah:
 Jenis air berupa air meteorik dengan sedikit air magmatik
 Endapan epitermal mengandung mineral bijih epigenetic yang pada umumnya memiliki batuan
induk berupa batuan vulkanik.
 Tubuh bijih memiliki bentuk yang bervariasi yang disebabkan oleh kontrol dan litologi dimana
biasanya merefleksikan kondisi paleo-permeability pada kedalaman yang dangkal dari sistem
hidrotermal.
 Sebagian besar tubuh bijih terdapat berupa sistem urat dengan dip yang terjal yang terbentuk
sepanjang zona regangan. Beberapa diantaranya terdapat bidang sesar utama, tetapi biasanya
pada sesar-sesar minor.
 Pada suatu jaringan sesar dan kekar akan terbentuk bijih pada urat.
 Mineral gangue yang utama adalah kuarsa sehingga menyebabkan bijih keras dan realtif tahan
terhadap pelapukan.
 Kandungan sulfida pada urat relatif sedikit (<1 s/d 20%).
1.2 Klasifikasi Endapan Epithermal
Pada lingkungan epitermal terdapat 2 (dua) kondisi sistem hidrotermal (Gambar 2.4)
yang dapat dibedakan berdasarkan reaksi yang terjadi dan keterdapatan mineral-mineral
alterasi dan mineral bijihnya yaitu epitermal low sulfidasi dan high sulfidasi (Hedenquist et al
.,1996; 2000 dalam Sibarani, 2008). Pengklasifikasian endapan epitermal masih merupakan
perdebatan hingga saat ini, akan tetapi sebagian besar mengacu kepada aspek mineralogi dan
gangue mineral, dimana aspek tersebut merefleksikan aspek kimia fluida maupun aspek
perbandingan karakteristik mineralogi, alterasi (ubahan) dan bentuk endapan pada lingkungan
epitermal. Aspek kimia dari fluida yang termineralisasi adalah salah satu faktor yang terpenting
dalam penentuan kapan mineralisasi tersebut terjadi dalam sistem hidrotermal.
1. Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Rendah / Tipe Adularia-Serisit ( Epithermal
Low Sulfidation )
a. Tinjauan Umum
Endapan epitermal sulfidasi rendah dicirikan oleh larutan hidrotermal yang bersifat
netral dan mengisi celah-celah batuan. Tipe ini berasosiasi dengan alterasi kuarsa-adularia,
karbonat, serisit pada lingkungan sulfur rendah dan biasanya perbandingan perak dan emas
relatif tinggi. Mineral bijih dicirikan oleh terbentuknya elektrum, perak sulfida, garam sulfat,
dan logam dasar sulfida. Batuan induk pada deposit logam mulia sulfidasi rendah adalah
andesit alkali, dasit, riodasit atau riolit. Secara genesa sistem epitermal sulfidasi rendah
berasosiasi dengan vulkanisme riolitik. Tipe ini dikontrol oleh struktur-struktur pergeseran
(dilatational jog).
b. Genesa dan Karakteristik
Endapan ini terbentuk jauh dari tubuh intrusi dan terbentuk melalui larutan sisa magma
yang berpindah jauh dari sumbernya kemudian bercampur dengan air meteorik di dekat
permukaan dan membentuk jebakan tipe sulfidasi rendah, dipengaruhi oleh sistem boiling
sebagai mekanisme pengendapan mineral-mineral bijih. Proses boiling disertai pelepasan unsur
gas merupakan proses utama untuk pengendapan emas sebagai respon atas turunnya tekanan.
Perulangan proses boiling akan tercermin dari tekstur “crusstiform banding” dari silika dalam
urat kuarsa. Pembentukan jebakan urat kuarsa berkadar tinggi mensyaratkan pelepasan tekanan
secara tiba-tiba dari cairan hidrotermal untuk memungkinkan proses boiling. Sistem ini
terbentuk pada tektonik lempeng subduksi, kolisi dan pemekaran (Hedenquist dkk., 1996
dalam Pirajno, 1992).
Kontrol utama terhadap pH cairan adalah konsentrasi CO2 dalam larutan dan salinitas. Proses
boiling dan terlepasnya CO2 ke fase uap mengakibatkan kenaikan pH, sehingga terjadi
perubahan stabilitas mineral contohnya dari illit ke adularia. Terlepasnya CO2 menyebabkan
terbentuknya kalsit, sehingga umumnya dijumpai adularia dan bladed calcite sebagai mineral
pengotor (gangue minerals) pada urat bijih sistem sulfidasi rendah
Endapan epitermal sulfidasi rendah akan berasosiasi dengan alterasi kuarsa–adularia, karbonat
dan serisit pada lingkungan sulfur rendah. Larutan bijih dari sistem sulfidasi rendah variasinya
bersifat alkali hingga netral (pH 7) dengan kadar garam rendah (0-6 wt)% NaCl, mengandung
CO2 dan CH4 yang bervariasi. Mineral-mineral sulfur biasanya dalam bentuk H2S dan sulfida
kompleks dengan temperatur sedang (150°-300° C) dan didominasi oleh air permukaan
Batuan samping (wallrock) pada endapan epitermal sulfidasi rendah adalah andesit alkali,
riodasit, dasit, riolit ataupun batuan – batuan alkali. Riolit sering hadir pada sistem sulfidasi
rendah dengan variasi jenis silika rendah sampai tinggi. Bentuk endapan didominasi oleh urat-
urat kuarsa yang mengisi ruang terbuka (open space), tersebar (disseminated), dan umumnya
terdiri dari urat-urat breksi (Hedenquist dkk., 1996). Struktur yang berkembang pada sistem
sulfidasi rendah berupa urat, cavity filling, urat breksi, tekstur colloform, dan sedikit vuggy
(Corbett dan Leach, 1996), lihat Tabel 2.1
Tabel 2.1 Karakteristik endapan epitermal sulfidasi rendah (Corbett dan Leach, 1996).

c. Interaksi Fluida
Epithermal Low Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem geotermal yang didominasi oleh
air klorit dengan pH netral dan terdapat kontribusi dominan dari sirkulasi air meteorik yang
dalam dan mengandung CO2, NaCl, and H2S

d. Model Konseptual Endapan Emas Epitermal Sulfidasi Rendah


Gambar.2.9 Model endapan emas epitermal sulfidasi rendah
(Hedenquist dkk., 1996 dalam Nagel, 2008).
Gambar diatas (Gambar.2.9) merupakan model konseptual dari endapan emas sulfidasi
rendah. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa endapan ephitermal sulfidasi rendah
berasosiasi dengan lingkungan volkanik, tempat pembentukan yang relatif dekat permukaan
serta larutan yang berperan dalam proses pembentukannya berasal dari campuran air magmatik
dengan air meteorit
2. Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Tinggi (Epithermal High Sulfidation) atau
Acid Sulfate
a. Tinjauan Umum
Endapan epitermal high sulfidation dicirikan dengan host rock berupa batuan vulkanik bersifat
asam hingga intermediet dengan kontrol struktur berupa sesar secara regional atau intrusi
subvulkanik, kedalaman formasi batuan sekitar 500-2000 meter dan temperatur 1000C-3200C.
Endapan Epitermal High Sulfidation terbentuk oleh sistem dari fluida hidrotermal yang berasal
dari intrusi magmatik yang cukup dalam, fluida ini bergerak secara vertikal dan horizontal
menembus rekahan-rekahan pada batuan dengan suhu yang relatif tinggi (200-3000C), fluida
ini didominasi oleh fluida magmatik dengan kandungan acidic yang tinggi yaitu berupa HCl,
SO2, H2S (Pirajno, 1992).

Gambar 2.10 Keberadaan sistem sulfidasi tinggi


Gambar 2.11 Penampang Ideal Endapan Epitermal Menurut Buchanan (1981)

a. Genesa dan Karakteristik


Endapan epitermal high sulfidation terbentuk dari reaksi batuan induk dengan fluida
magma asam yang panas, yang menghasilkan suatu karakteristik zona alterasi (ubahan) yang
akhirnya membentuk endapan Au+Cu+Ag. Sistem bijih menunjukkan kontrol permeabilitas
yang tergantung oleh faktor litologi, struktur, alterasi di batuan samping, mineralogi bijih dan
kedalaman formasi. High sulphidation berhubungan dengan pH asam, timbul dari
bercampurnya fluida yang mendekati pH asam dengan larutan sisa magma yang bersifat encer
sebagai hasil dari diferensiasi magma, di kedalaman yang dekat dengan tipe endapan porfiri
dan dicirikan oleh jenis sulfur yang dioksidasi menjadi SO.

b. Interaksi Fluida
Epithermal High Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem magmatic-hydrothermal
yang didominasi oleh fluida hidrothermal yang asam, dimana terdapat fluks larutan magmatik
dan vapor yang mengandung H2O, CO2, HCl, H2S, and SO2, dengan variabel input dari air
meteorik lokal.

2.2 Potensi Dan Keberadaan Endapan Epithermal


Jenis endapan epitermal yang terletak 500 m bagian atas dari suatu sistem hidrotermal
ini merupakan zone yang menarik dan terpenting. Disini terjadi perubahan-perubahan suhu dan
tekanan yang maksimum serta mengalami fluktuasi-fluktuasi yang paling cepat. Fluktuasi-
fluktuasi tekanan ini menyebabkan perekahan hidraulik (hydraulic fracturing), pendidihan
(boiling), dan perubahan-perubahan hidrologi sistem yang mendadak. Proses-proses fisika ini
secara langsung berhubungan dengan proses-proses kimiawi yang menyebabkan mineralisasi
Terdapat suatu kelompok unsur-unsur yang umumnya berasosiasi dengan mineralisasi
epitermal, meskipun tidak selalu ada atau bersifat eksklusif dalam sistem epitermal. Asosiasi
klasik unsur-unsur ini adalah: emas (Au), perak (Ag), arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg),
thallium (Tl), dan belerang (S)
Dalam endapan yang batuan penerimanya karbonat (carbonat-hosted deposits), arsen
dan belerang merupakan unsur utama yang berasosiasi dengan emas dan perak (Berger, 1983),
beserta dengan sejumlah kecil tungsten/wolfram (W), molybdenum (Mo), mercury (Hg),
thallium (Tl), antimon (Sb), dan tellurium (Te); serta juga fluor (F) dan barium (Ba) yang secara
setempat terkayakan. Dalam endapan yang batuan penerimanya volkanik (volcanic-hosted
deposits) akan terdapat pengayaan unsur-unsur arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg), dan
thallium (Tl); serta logam-logam mulia (precious metals) dalam daerah-daerah saluran fluida
utama, sebagaimana asosiasinya dengan zone-zone alterasi lempung. Menurut Buchanan
(1981), logam-logam dasar (base metals) karakteristiknya rendah dalam asosiasinya dengan
emas-perak, meskipun demikian dapat tinggi pada level di bawah logam-logam berharga
(precious metals) atau dalam asosiasi-nya dengan endapan-endapan yang kaya perak dimana
unsur mangan juga terjadi. Cadmium (Cd), selenium (Se) dapat berasosiasi dengan logam-
logam dasar; sedangkan fluor (F), bismuth (Bi), tellurium (Te), dan tungsten (W) dapat
bervariasi tinggi kandungannya dari satu endapan ke endapan yang lainnya; serta boron (B)
dan barium (Ba) terkadang terkayakan.
Mineral-mineral ekonomis yang dihasilkan dari epitermal antara lain Au, Ag, Pb, Zn,
Sb, Hg, arsenopirit, pirit, garnet, kalkopirit, wolframit, siderit, tembaga, spalerite, timbal,
stibnit, katmiun, galena, markasit, bornit, augit, dan topaz. Berikut ini adalah beberapa contoh
logam hasil dari endapan epitermal yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, antara lain: Emas
(Au) dan Perak (Ag).
1.3 Emas
Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au (bahasa Latin:
'aurum') dan nomor atom 79. Sebuah logam transisi (trivalen dan univalen) yang lembek,
mengkilap, kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Emas tidak bereaksi dengan zat kimia
lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua regia. Logam ini banyak terdapat di nugget
emas atau serbuk di bebatuan dan di deposit alluvial dan salah satu logam coinage. Kode
ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair pada suhu sekitar 1000 derajat celcius.
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar
antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam
lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral
ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin,
flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi
dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ,
elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang,
antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya kandungan perak
di dalamnya >20% (Sutarto, 2004).
Sebagian besar endapan emas di Indonesia dihasilkan jenis endapan epitermal. Endapan
emas tipe ini umumnya didapatkan dalam bentuk urat, baik dalam urat kuarsa maupun dlam
urat bentuk karbonat yang terbentuk dalam suhu 150-3000C dengan pH sedikit asam atau
mendekati netral Urat-urat tersebut terbentuk oleh hasil aktifitas hidrotermal yang berada di
sekitar endapan porfiri. Dimana emas, perak, tembaga, wolfram, dan timah terdapat dalam
endapan ini (Sukandarrumidi, 2007).
Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang berasosiasi dengan Alterasi
Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-fluida dengan pH mendekati netral
(Fluida-fluida Khlorida Netral) Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas
dijumpai dalam vein, veinlet, breksi ekplosi atau breksi hidrotermal, dan stockwork atau
stringer Pyrite+Quartz yang berbentuk seperti rambut (hairline)
Emas epitermal juga terdapat dalam Alterasi Advanced-Argillic dan alterasi-alterasi
sehubungan yang terbentuk dari Fluida-fluida Asam Sulfat. Dalam alterasi dan mineralisasi
dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan silika masif, atau dalam
rekahan-rekahan atau breksi-breksi dalam batuan.Proses terbentuknya emas endapan epitermal
dapat diuraikan sebagai berikut: emas diangkut oleh larutan hidrotermal yang kaya akan ligand
HS- dan OH-. Ligan ini mengangkut emas hingga ke tempat pengendapannya. Kehadiran
breksi hidrotermal merupakan salah satu cirri adanya proses pendidihan pada larutan
hidrotermal. Pendidihan terjadi karena ada pertemuan antara larutan yang bersuhu tinggi
(hidrotermal) dengan larutan yang bersuhu rendah (larutan meteoric). Selama proses
pendidihan ini tekanan menjadi semakin besar sehingga mengancurkan dinding batuan yang
dilalui larutan hidrotermal. Akibat proses pendidihan tersebut, yaitu hilangnya gas H2S, terjadi
peningkatan pH dan penurunan suhu. Ketiga proses tersebut dapat mengantarkan emas pada
batuan sehingga kadar emas primer tinggi biasanya dijumpai di breksi hidrotermal
(Sukandarrumidi, 2007).
Dibawah ini contoh endapan emas epitermal dari sistem low sulfidation dan high sulfidation.
Tabel 2.2 Contoh endapan emas epitermal (high sulfidation)
Tabel 2.3 Contoh endapan emas epitermal (Low Sulphidation)

1.4 Perak
Dijumpai sebagai unsur (perak murni) atau sebagai senyawa. Sebagai perak murni (Ag)
mempunyai sifat; Kristal-kristal berkelompok tersusun sejajar, menjarum, atau menjaring,
kadang berupa sisik, kilap logam. Dalam bentuk mineral didapatkan sebagai argentite,
cerrargirit, miagirit, dan proustit (Sukandarrumidi, 2007). Perak biasanya berasosiasi dengan
pirit, tembaga, emas, kalsit, dan nikel. Perak terbentuk dari reduksi sulfide pada bagian bawah
endapan Ag, Zn, dan Pb. Terkadang juga terbentuk sebagai endapan primer urat epitermal
berasosiasi dengan kalsit (temperature rendah) (Sutarto, 2004). Kandungan perak pada
beberapa mineral dapat mencapai perak murni (100%), argentite (87%), prousite (65%),
miagrite (36%), dan dalam kandungan emas (28%). Endapan perak yang dihasilkan dari
endapan emas kurang lebih 75% didapatkan sebagai hasil samping dari pengolahan bijih emas,
nikel dan tembaga. Endapan perak dapat berupa endapan pengisian dan endapan penggantian,
serta pengayaan sulfide. Kebanyakan endapan perak didunia dihasilkan dari dari hidrotermal
tipe fissure filling (Sukandarrumidi, 2007).

2.1 Pemanfaatan Hasil Endapan Epitermal


2.1.3 Emas
Emas digunakan sebagai standar keuangan di banyak negara dan juga digunakan sebagai
perhiasan, dan elektronik. Penggunaan emas dalam bidang moneter dan keuangan berdasarkan
nilai moneter absolut dari emas itu sendiri terhadap berbagai mata uang di seluruh dunia,
meskipun secara resmi di bursa komoditas dunia, harga emas dicantumkan dalam mata uang
dolar Amerika. Bentuk penggunaan emas dalam bidang moneter lazimnya berupa bulion atau
batangan emas dalam berbagai satuan berat gram sampai kilogram.

2.1.2 Sfalerit (ZnS)


Unsur ini biasanya ditemukan bersama dengan logam-logam lain seperti tembaga dan timbal
dalam bijih logam. Seng diklasifikasikan sebagai kalkofil, yang berarti bahwa unsur ini
memiliki afinitas yang rendah terhadap oksigen dan lebih suka berikatan dengan belerang.
Kalkofil terbentuk ketika kerak bumi memadat di bawah kondisi atmosfer bumi awal yang
mendukung reaksi reduksi. Sfalerit, yang merupakan salah satu bentuk kristal seng sulfida,
merupakan bijih logam yang paling banyak ditambang untuk mendapatkan seng karena
mengandung sekitar 60-62% seng.
Pelapisan seng pada baja untuk mencegah perkaratan merupakan aplikasi utama seng.
Aplikasi-aplikasi lainnya meliputi penggunaannya pada baterai dan campuan logam.
2.1.2 Timbal (Pb)
Timbal tersebut juga memberikan berbagai manfaat, salah satunya adalah pelumasan pada
dudukan katup dalam proses pembakaran khususnya bagi mesin-mesin kendaraan bermotor
keluaran lama (dekade 1980-an dan sebelumnya). Adanya fungsi pelumasan dari Timbal pada
dudukan katup tersebut, akan mengakibatkan dudukan katup terjaga dari keausan dan resesi
(recession valve) sehingga lebih tahan lama/awet. Dengan kata lain perawatan untuk dudukan
katup tersebut menjadi lebih murah.
sifat timbal ini yang tahan terhadap korosi (karatan), timbal ini biasanya digunakan untuk
bahan perpipaan, bahan aditif untuk bensin, baterai, pigmen dan amunisi. Selain itu dalam
dunia permesinan terutama kendaraan bermotor timbal ini juga bermanfaat buat menambah
nilai oktan pada bensin (premium) sehingga efek knocking (ketukan) pada mesin dapat
dihindari. Residu timbal ini berfungsi untuk melapisi katup. Karena ada lapisan ini, maka
ketika katup menutup ada semacam bantalan/pelindung antara bahan metal katup dengan
dudukan katup(valve seat) di cylinder head mesin sehingga terhindar terjaga dari keausan dan
resesi (recession valve) sehingga lebih tahan lama/awet.

Anda mungkin juga menyukai