Anda di halaman 1dari 7

1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioteknologi
Bioteknologi adalah semua aplikasi teknologi yang menggunakan sistem
biologi, organisme hidup untuk membuat atau memodifikasi produk atau proses
untuk kegunaan khusus (FAO, 2000). Menurut HabibiNajafi (2006),
bioteknologi pangan didefinisikan sebagai aplikasi teknik biologis untuk hasil
tanaman pangan, hewan, dan mikroorganisme dengan tujuan meningkatkan
sifat, kualitas, keamanan, dan kemudahan dalam pemrosesan dan produksi
makanan. Hal ini termasuk proses produksi makanan tradisional seperti roti,
asinan/ acar, dan keju yang memanfaatkan teknologi fermentasi (Uzogara,
2000). Aplikasi bioteknologi untuk makanan yang lebih modern adalah Genetic
Modification (GM) yang diketahui sebagai teknik rekayasa genetik, manipulasi
genetik dan teknologi gen atau teknologi rekombinan DNA.
Rekayasa genetik digambarkan sebagai ilmu dimana karakteristik suatu
organisme yang sengaja dimodifikasi dengan manipulasi materi genetik,
terutama DNA dan transformasi gen tertentu untuk menciptakan variasi yang
baru. Dengan memanipulasi DNA dan memindahkannya dari satu organisme
ke organisme lain (disebut teknik rekombinan DNA), memungkinkan untuk
memasukkan sifat dari hampir semua organisme pada tanaman, bakteri, virus
atau hewan. Organisme transgenik saat ini diproduksi secara massal, seperti
enzim, antibodi monoklonal, nutrien, hormon dan produk farmasi yaitu obat dan
vaksin (Brown, 1996; Campbell, 1996).
2.2 Ekstraksi
2.2.1 Pengertian ekstraksi
Ekstraksi adalah jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau
cairan. Proses ekstraksi bermula dari penggumpalan ekstrak dengan pelarut kemudian terjadi
kontak antara bahan dan pelarut sehingga pada bidang datar antarmuka bahan ekstraksi dan
pelarut terjadi pengendapan massa dengan cara difusi.
Bahan ekstraksi yang telah tercampur dengan pelarut yang telah menembus kapiler-kapiler
dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi di
bagian dalam bahan ekstraksi dan terjadi difusi yang memacu keseimbangan konsentrasi
larutan dengan larutan di luar bahan (Sudjadi, 1988).
2.2.2 Jenis-jenis ekstraksi
Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas. Jenis-
jenis ekstraksi tersebut sebagai berikut:
1. Ekstraksi secara dingin
· Maserasi, merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur
kamar dan terlindung dari cahaya.
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia
yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin(Sudjadi,
1988).
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang kerugiannya antara lain
waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang
digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur
keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.
Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut :
· Modifikasi maserasi melingkar
· Modifikasi maserasi digesti
· Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat
· Modifikasi remaserasi
· Modifikasi dengan mesin pengaduk (Sudjadi, 1988).
· Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari
dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul
air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya
masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon (Sudjadi, 1988).
Keuntungan metode ini adalah :
- Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap
pemanasan secara langsung.
- Digunakan pelarut yang lebih sedikit
- Pemanasannya dapat diatur (Sudjadi, 1988).

Kerugian dari metode ini :


- Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah
terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.
- Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam
pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut
yang lebih banyak untuk melarutkannya.
- Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut
dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena seluruh alat yang berada
di bawah komdensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang
efektif (Sudjadi, 1988).
Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak
dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan : diklormetan =
1 : 1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai
komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah (Sudjadi, 1988).
· Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia
yang telah dibasahi. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan
yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara
sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut
menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien
(Sutriani,L . 2008).
2. Ekstraksi secara panas
· Metode refluks
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang
mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung..
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi
dari operator (Sutriani,L . 2008).
· Metode destilasi uap
Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak menguap
(esensial) dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari
simplisia yang mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang
mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal (Sutriani,L . 2008).
Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya melarutkan yang
tinggi terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang tinggi ini berhubungan dengan
ke polaran pelarut dan ke polaran senyawa yang diekstraksi. Terdapat kecenderungan kuat
bagi senyawa polar larut dalam pelarut polar dan sebaliknya (Sutriani,L . 2008).
2.3 Maserasi
Maserasi berasal dari bahasa latin Macerace berarti mengairi dan melunakkan.
Keunggulan
metode maserasi ini adalah maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dan
paling banyak digunakan, peralatannya mudah ditemukan dan pengerjaannya sederhana.
Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri (Agoes,2007). Dasar dari
maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk
pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah
selesai waktu maserasi artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian
dalam sel dengan masuk kedalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir.
Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya ini
menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat di dalam cairan.
Sedangkan keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan
aktif. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut.
Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak
hasil yang diperoleh (Voight, 1994).
Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang dilakukan melalui
perendaman serbuk bahan dalam larutan pengekstrak. Metode ini digunakan untuk
mengekstrak zat aktif yang mudah larut dalam cairan pengekstrak, tidak mengembang dalam
pengekstrak, serta tidak mengandung benzoin (Hargono dkk., 1986).
Menurut Hargono dkk. (1986), ada beberapa variasi metode maserasi, antara lain
digesti, maserasi melalui pengadukan kontinyu, remaserasi, maserasi melingkar , dan
maserasi melingkar bertingkat. Digesti merupakan maserasi menggunakan pemanasan
lemah (40-50°C). Maserasi pengadukan kontinyu merupakan maserasi yang dilakukan
pengadukan secara terus-menerus, misalnya menggunakan shaker, sehingga dapat mengurangi
waktu hingga menjadi 6-24 jam. Remaserasi merupakan maserasi yang dilakukan beberapa
kali. Maserasi melingkar merupakan maserasi yang cairan pengekstrak selalu bergerak dan
menyebar. Maserasi melingkar bertingkat merupakan maserasi yang bertujuan untuk
mendapatkan pengekstrakan yang sempurna. Lama maserasi memengaruhi kualitas ekstrak
yang akan diteliti.
Lama maserasi pada umumnya adalah 4-10 hari (Setyaningsih, 2006). Menurut
Voight (1995), maserasi akan lebih efektif jika dilakukan proses pengadukan secara berkala
karena keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif.
Melalui usaha ini diperoleh suatu keseimbangan konsentrasi bahan ekstraktif yang lebih
cepat masuk ke dalam cairan pengekstrak.
Kelemahan metode maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyarian kurang
sempurna. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyarigan maserat pertama dan seterusnya (Depkes
RI, 2000; Depkes RI, 1995).

2.4 Rumput laut (Eucheuma cottoni)

Gambar 1. Rumput laut Eucheuma cottoni

Rumput laut Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah
(Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena
karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa karaginan. Eucheuma cottonii
selain memiliki daya tahan terhadap penyakit, juga mengandung karaginan
kelompok kappa karaginan dengan kandungan yang relatif tinggi, yakni sekitar 50
% atas dasar berat kering (Rizal dkk., 2016). Eucheuma cottonii atau alga merah 9
merupakan kelompok alga yang memiliki berbagai bentuk dan variasi warna. Salah
satu indikasi dari alga merah adalah terjadi perubahan warna dari warna aslinya
menjadi ungu atau merah apabila alga tersebut terkena panas atau sinar matahari
secara langsung.
Menurut Anggadiredja dkk. (2008) klasifikasi rumput laut Eucheuma Cottonii
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Kelas : Gigartinales
Ordo : Gigartinales
Familiy : Solieriaceae
Genus : Eucheuma
Spesies : Eucheuma cottonii
Rumput laut Eucheuma cottonii beberapa ciri-ciri fisik yaitu thallus
silindris, permukaan licin, cartilogineus (lunak seperti tulang rawan), warna hijau,
hijau kuning, dan merah. Penampakan thallus bervariasi mulai dari bentuk
sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak
jarang-jarang dan tidak bersusun melingkari thallus (Atmadja, 1996). Percabangan
thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan) dan
duri lunak/tumpul untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat dichotomus
(percabangan dua-dua) atau trichotomus (sistem percabangan tiga-tiga). Habitat
rumput laut Eucheuma cottonii memerlukan sinar matahari untuk proses
fotosintesis dalam pertumbuhan cabang yang saling melekat ke substrat dengan alat
perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh berbentuk
rumpun yang rimbun dengan ciri-ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar
matahari (Anggadireja dkk., 2008).

Anda mungkin juga menyukai