PENDAHULUAN
Leukemia limfositik akut atau biasa di sebut ALL adalah bentuk leukemia
yang paling lazim dijumpai pada anak, insiden tertinggi terdapat pada usia 3-7
tahun. Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat
cepat, mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita
dapat meninggal dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis
memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan
hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada yang mencapai 5
tahun (Hoffbrand, 2005).
Penderita leukimia pada anak yang memiliki gejala seperti demam atau
keringat malam, merasa lemah atau capai, pucat, sakit kepala, mudah berdarah
atau memar. misalnya gusi mudah berdarah saat sikat gigi, muda memar saat
terbentur ringan, nyeri pada tulang dan/atau sendi. Kondisi tersebut
1
mengharuskan anak dengan penyakit leukemia harus dilakukan dengan
perawatan di rumah sakit,dan sangat tidak memungkinkan anak dalam perawatan
di rumah (Robert , 2009).
1.3 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Leukimia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sum-
sum tulang belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah
putih dengan menyingkirkan jenis darah lain (Corwin,2008)
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasi patologis sel hemopoetik muda yang ditandai ole adanya kegagalan
sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke
jaringan tubuh yang lain (Mansjoer,2002)
Leuikimia tampak merupakan penyakit klonal, yang bearti sel kanker
abnormal berproliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel yang
abnormal. Sel-sel ini dapat menghambat sel darah lain di sum-sum tulang
untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sum-sum
tulang. Karna faktor-faktor ini leuikimia disebut gangguan akumulasi
sekaligus gangguan klonal. Sehingga menurunkan kadal sel-sel nonleukemik
di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai umum leukimia
(Corwin,2008)
Klasifikasi leukimia
Menurut Perpustakaan Nasional (2008), Tambayong (2000),
dan Handayani (2008), klasifikasi leukemia dapat berdasarkan
jenis sel (limfositik atau mielostik) dan perjalanan penyakit
(akut atau kronik)
1. Leukemia Akut
Leukemia akut dapat di bagi menjadi dua kategori
umum, leukimia mieloid akut (AML) dan leukemia
Limfoblastik akut (ALL).
3
2. Leukemia Mieloid Akut
AML jarang terjadi pada anak dan insidennya
meningkat seiring pertambahan usia. AML sekunder
kadang terlihat pada orang yang di obati dengan
kemoterapi sitotoksik atau radio terapi kit
3. Leukemia limfoblastik Akut
ALL adalah bentuk keganasan hematologis yang umum
terjadi pada anak. Akan tetapi, ALL terjadi pada orang
dewasa, dengan peningkatan insiden seiring
pertambahan usia.
4. Leukemia Mieloid Kronik
CML adalah gangguan sel benih yang disebabkan
produksi yang tidak beraturan dari sel darah putih
mieloid. CML dapat mengenai kelompok usia namun
terutama berusia antara 40 dan 60 tahun.
5. Leukemia Limfosit Kronik
CLL adalah gangguan proliferatif limfosit. Sel ini
terakumulasi di darah, sum-sum tulang, nodus limfe
dan limfa. CLL adalah kasus di jumpai pada individu di
atas usia 50 tahun.
2.2 Etiologi
Menurut Handayani (2008) ada bebrapa faktor yang terbukti dapat
menyebabkan faktor genetik, sinar radiaktof dan virus :
1. Faktor genetik
Insidensi leukemia akut pada anak anak penderita sindrom down
adalah 20x lebih banyak dari pada normal. Pada anak kembar
identik yang akan beresiko tinggi bila kembaran yang lain
mengalami leukemia. Insiden leukemia pada anak-anak penderita
4
sindrom down adalah 20x lebih banyak daripada normal. Kelainan
pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden
leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan
kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom ellis
fancrevled, penyakit seliak, sindrom bloom, anemia fankoni,
sindrom wiskott aldrich, sindrom clenefelter dan sindrom trisomi
D.31 pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden penderita
leukemia meningkt dalam keluarga.
2. Radioaktif
Sinar radiaktif merupak faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan
bahwa penderita yang do obati dengan sinar radio aktif akan
menderita leukemia pada 6% klien , dan akan terjadi sesudah 5
tahun.
3. Virus
Sampai saat ini belum dapat di buktikan bahwa penyebab
leukemia pada manusia adalah virus. Namun, ada beberapa hasil
penelitian yang mendukung teori virus sebagai penyebab
leukemia, yaitu enzim reverse transkiptase di temuka dalam darah
manusia.
2.3 Epidemiologi
Leukemia merupakan kanker pada jaringanpembuluh darah yang
paling umum ditemukanpada anak (American CancerSociety, 2009).
Leukemia yang terjadi pada umumnya leukemia akut, yaituAcute
Limfoblastic Leukemia (ALL) dan Acute Mieloblastic Leukemia(AML).
Lebih kurang 80% leukemia akut pada anak adalah ALL dansisanya sebagian
besar AML (Rudolph, 2007).
Leukemia merupakan kanker paling banyak dan penyebab utama
kematian pada anak-anak usia antara 1 dan 14 tahun. Pada tahun 2004 di
5
Amerika Serikat, diantara anak-anak berusia ≤14 tahun, tingkat kejadian
kanker dan tingkat kematian per 100.000 populasi yaitu 14,8 dan 2,5
persen. Leukemia limfoblastik akut merupakan bentuk leukemia
terbanyak pada anakanak. Sekitar 68,5% dari seluruh kasus terjadi pada anak
antara usia 2-10 tahun. Pada Leukemia mieloblastik akut (LMA) diperkirakan
menyumbang sebanyak 15-25% dari seluruh kasus leukemia akut pada anak
usia <15 tahun (Chen et all, 2010). Di Amerika, kanker yang paling umum
pada anak-anak usia 0-14 adalah leukemia limfositik akut (26%), kanker otak
dan sistem saraf pusat (SSP) (21%), neuroblastoma (7%), dan lymphoma non-
Hodgkin (6%) (American Cancer Society, 2014).
Yayasan Ongkologi Anak Indonesia menyatakan bahwa menurut data
dari World Health Organization (WHO), setiap tahun jumlah penderita kanker
anak terus meningkat. Jumlahnya mencapai 110 sampai 130 kasus per satu
juta anak per tahun. Di Indonesia, setiap tahun ada kirakira 11.000 kejadian
kanker anak, dan 650 kasus kanker anak di Jakarta. Jenis kanker anak yang
paling sering ditemukan di Indonesia adalah leukemia dan retinoblastoma.
2.4 Manifestasi Klinis
1. Pucat (anemia)
Pucat pada anak disebabkan oleh kurangnya sel darah merah. Gejala
ini dapat di waspadai oleh orang tua dengan melihat apakah bibir anak pucat
atau tidak.
2. Perdarahan
Perdarahan pada anak dapat berupa lebam di kulit, mimisan ataupun
berupa bercak merah sebagai tanda adanya perdarahan. Perdarahan ini
disebabkan oleh trombositopenia atau trombosit kurang dari jumlah normal (<
150 ribu). Semakin rendah trombosit maka akan semakin tinggi resiko
perdarahan.
6
3. Mudah terinfeksi
Sel leukosit yang di produksi sum-sum tulang bukanlah leukosit yang
normal, sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Hal ini menyebabkan
anak mudah terinfeksi kuman maupun virus.
4. Demam
Sel kanker dapat menyebabkan demam karena ada pelepasan zat-zat
peradangan (sitokin inflamasi) sehingga menyebabkan demam.selain itu,
demam juga sering di sebabkan karena adanya infeksi akibat kekebalan yang
menurun.
5. Nyeri tulang atau sendi
Nyeri yang di rasakan pada anak merupakan manifestasi dari adanya
infiltrasi (penyebaran) sel-sel kanker yang masuk ke dalam permukaan tulang
maupun sendi. Selain nyeri, leukemia pada anak juga menyebabkan bengkak
di daerah persendian.
6. Pembesaran organ (organomegali)
Pembesaran organ atau organomegali disebabkan oleh sel kanker yang
menyebar ke hati, limfa, kelenjar getah bening ataupun organ lain.
Pembesaran ini sering di temukan secara tidak sengaja ketika dokter sedang
melakukan pemeriksaan fisik.
7. Kloroma
Kloroma adalah salah satu tanda khas dari leukemia yang berupa bercak
kehitaman pada kulit. Gejala ini merupakan salah satu tanda adanya infiltrasi
sel kanker ke dermis, subdermis atau epidermis pada kulit.
8. Hiperleukositosis
Pada keadaan tertentu anak dapat mengalami kenaikan jumlah sel
leukosit yang sangat tinggi. Hiperleukositosis ini dapat menyebabkan
komplikasi atau penyakit penyerta berupa kejang, sesak, perdarahan pada
paru, otak maupun ginjal. Anak-anak yang memiliki gejala di atas, perlu
7
segera di periksa oleh dokter spesialis anak untuk pemeriksaan dan konfirmasi
diagnose lebih lanjut
2.5 Komplikasi
8
4. Rasa sakit (pain)
Rasa sakit pada LGK dapat timbul dari tulang atau sendi. Keadaan ini
di sebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan leukosit abnormal yang
berkembang pesat.
5. Pembesaran limpa (splenomegali)
Kelebihan sel-sel darah yang di produksi saat keadaan LGK sebagian
berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limfa bertambah besar, bahkan
beresiko untuk pecah.
6. Stroke atau clotting yg berlebihan (excess clotting)
Beberapa pasien dengan kasus LGK memproduksi trombosit secara
berlebihan, jika tidak di kendalikan kadar trombosit yg berlebihan dalam
darah (trombositosis) dapat menyebabkan clot yang abnormal yang
pengakibatkan stroke.
7. Infeksi
Leukosit yang di produksi saat keadaan LGK adalah abnormal, tidak
menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini yg menyebabkan pasien
lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan LGK juga dapat
menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah sehingga sistem imun tidak
efektif.
2.6 Patofisiologis
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC)
dan leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh
sel darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh
sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang
darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang
terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai
hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang
9
belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-
tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan
lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang.
Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam
sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi sel
normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk
menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi
ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang
leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula
kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya
menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari
sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B
intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga
berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel
timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T
helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan produksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat
ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan
hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan
pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah, “seizures” dan
gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur/abnormal dalam jumlah
yang berlebihan. Leukositimaturini menyusup keberbagai organ, termasuk
sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal.
Limfositimatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer
sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan
haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit,
sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker keberbagai organ
10
menyebabkan pembersaranhati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah,
dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan
anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan
(echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga
mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel
kanker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan.
2.7 Pathway
Facor pencetus:
Sel neoplasma
- Genetik - Obat-obatan - Infeksi virus berproliferasi didalam
11 sumsum tulang
- Radiasi - Kelainan kromosom - Paparan bahan kimia
Limfadenopati Hipermetabolisme
Hepatospleomegali
13
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya
diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri
dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan
antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak,
biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan
terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah
pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik, diberikan
pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-
sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel
leukemik bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah
zakar. Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan
masalah yang sangat serius. Penderita harus kembali menjalani kemoterapi.
Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh pada
penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat
kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu.
Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan
kemoterapi dan terapi penyinaran.
2. Pengobatan Leukeumia Limfositik Kronik
14
kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia
yang sudah menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan
setelah pemakaian jangka panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek
samping. Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang membunuh
sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel berambut diobati
dengan interferon alfa dan pentostatin.
Penatalaksanaan lain:
1. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan
kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia.
Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau
kombinasi dari dua obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
§ Melalui mulut
§ Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
§ Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di
dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - perawat
akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang
berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera
pada pembuluh darah balik/kulit.
§ Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli
patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di
otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi
intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan
cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui
suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan
sumsum tulang belakang.
15
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase
yang digunakan untuk semua orang.
16
myeloma multiple. Riwayat leukemia kronis meningkatkan resiko
leukemia akut
BAB III
KASUS
17
Anak A laki-laki berusia 7 tahun masuk rumah sakit pada
tanggal 20 Februari 2019 di Ruang PICU anak di rawat dengan
diagnosa medis Leukimia limfoblastik akut stadium 3. Anak
mengalami penyakit ini sejak 3 tahun yang lalu dan anak sering di
rawat di RS. Pada saat dikaji ibu Anak A mengatakan bahwa anak A
sering mengeluh nyeri pada bagian tulang di seluruh tubuh sehingga
untuk beraktivitas pun mengalami kesulitan dan menolak untuk
bergerak dengan skala nyeri 10, tidak nafsu makan, mual disertai
muntah, CRT < 3 detik, serta anak tampak pucat, lemah, tampak
delirium/kebingungan. Anak A memiliki BB 17 kg dan TB 120 cm.
Ibu Anak A mengatakan berat badan anaknya menurun 2kg dalam 1
bulan terakhir. Hasil pemeriksaan TTV TD:130/90 mmHg, Nadi: 65
x/menit, RR: 35 x/menit dan suhu: 38,5oC. Hasil pemeriksaan darah
menunjukan hasil Hb 8 gr/dl, leukosit 23.500/mm3, eritrosit 5,0
million/mm3, trombosit 100.000/mm3 dan Ht 47%. Anak A mendapat
terapi paracetamol 3x500 mg, ondansentron (IV) 2X3 mg. Keluarga
anak A tampak sedih dan takut dengan keadaan anaknya mereka pun
selalu berdoa agar anaknya lebih baik dan pulih. Anak A mengatakan
ingin sekolah seperti teman-teman seusianya.
4.1 Pengkajian
A. Biodata
1. Identitas Pasien
Nama : An.A
Umur : 7 Th
18
Alamat : Cirebon
Agama : Islam
Suku : Jawa
a. Ibu
Nama : Ny. A
Umur : 37 tahun
Alamat : Cirebon
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
B. Keluhan Utama
19
kesulitan dan menolak untuk bergerak dengan skala nyeri 10, tidak nafsu
mengalami kesulitan dan menolak untuk bergerak dengan skala nyeri 10,
mg.
38,5oC,
F. Pemeriksaan Umum
20
GCS : Delirium
BB sebelum : 19 Kg
BB sesudah : 17 Kg
Respirasi : 35x/menit
1. Kepala
Palpasi : Teraba tidak ada benjolan atau udem dan tidak ada nyeri
tekan.
2. Mata
Inspeksi : mata simetris kanan dan kiri dan tampak seklera putih,
konjungtiva ananemis.
Palpasi : Teraba tidak ada udem di bagian kelopak mata.
3. Hidung
Inspeksi : Tampak simetris, tidak ada gerakan cuping hidung.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan di daerah sinus
4. Mulut dan bibir
Inspeksi : Mulut dan bibir tampak simetris, bibir tidak ada cyanosis.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada daerah gusi klien dan tidak ada
pembengkakan.
5. Pemeriksaan Kulit/Kuku/Rambut
Inspeksi : Tidak tampak adanya cyanosis, tidak ada lesi, tidak ada
odem
Palpasi : turgor kulit elastic.
21
6. Pemeriksaan Thorac
a. Pemeriksaan Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan. Tidak teraba adanya
fraktur
Auskultasi : Tidak ada suara nafas tambahan
Perkusi :Setelah di ketuk terdapat suara paru sonor
b. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Terdengar bunyi jantung S1-S2 lup dup
Perkusi : Setelah di ketuk terdapat suara redup
7. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Tampak simetris, tidak ada lesi.
Auskultasi : Bising usus 20x/mnt
Perkusi : Redup pada kuadran kanan atas, thimpani di seluruh
bagian perut
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
8. Pemeriksaan Ekstremitas
a. Ekstremitas atas : tidak ada lesi tidak ada oedama, turgor kulit elastis
dan tidak terdapat varises
b. Ekstremitas bawah : tidak ada lesi tidak ada oedama, turgor kulit
elastis dan tidak terdapat varises
c. Kekuatan otot : . Tangan Tangan
Kanan (2) kiri (2)
Kaki Kaki
Kanan (2) kiri (2)
22
H. Pemeriksaan Laboratorium
- Hb 8 gr/dl
-leukosit 23.500/mm3
- trombosit 100.000/mm3
- Ht 47%.
I. Analisa Data
(kebingungan) tulang.
Kelemahan tulang.
GANGGUAN RASA
23
NYAMAN NYERI
preula.
Sesak napas.
KETIDAK EFEKTIFAN
POLA NAFAS.
TD : 130/90 KETIDAKEFEKTIFAN
TERMOGULASI.
- S : 38, 5 C
24
4 DS : - Ibu pasien mengatakan anaknya Sel neoplasma berpoliferasi di
tidak nafsu makan, mual disertai muntah
dalam sumsum tulang.
dan sulit beraktivitas
Sel okogen.
DEFISIENSI VOLUME
CAIRAN.
25
6 DS : - Ibu mengatakan anaknya mengalami Sel neoplasma berpoliferasi di
kesulitan beraktivitas dan menolak untuk
dalam sumsum tulang.
bergerak
Infiltrasi sumsum tulang.
DO : - Anak tampak pucat
- Anak tampak lemah Sel normal digantikan oleh sel
- Tanda tanda vital :
kanker.
TD : 130/90
Depresi produksi sumsum
RR : 35x/menit
S : 38, 5 C tulang.
Infiltrasi periosteal.
Kelemahan tulang.
INTOLERANSI AKTIVITAS
kanker.
tulang.
RESIKO INFEKSI
26
8 DS : - Respon terhadap suatu
DO : - Keluarga pasien tampak sedih dan
penyakit.
takut dengan keadaan anaknya
Rasa ketakutan yang berlebih.
Koping.
KURANGNYA
PENGETAHUAN
J. Diagnosa Keperawatan
00032 )
27
3. Ketidakefektifan termogulasi bd 20 Februari 2019
peningkatan kebutuhan O2 (Domain
11. Kenyamanan/perlindungan, kelas 6
Termogulasi kode dx 00008)
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari 20 Februari 2019
kebutuhan tubuh bd asupan diet tidak
adekuat (Domain 2. Nutrisi, kelas 1
makan kode dx 00002)
5. Defisiensi volume cairan bd asupan 20 Februari 2019
cairan kurang adekuat (Domain 2
nutrisi, kelas 5 hidrasi kode dx 00027)
6. Intoleransi aktivitas bd fisik tidak 20 Februari 2019
bugar dan peningkatan kebutuhan
(Domain 4 aktivitas/istirahat kelas 4.
Respon kardiopulmonal kode dx
00032)oksigen
7. Resiko infeksi ditandai malnutrisi 20 Februari 2019
(Domain 11, keamanan dan
perlindungan. Kelas 1 infeksi kode dx
00148)
8. Kurangnya pengetahuan bd respon 20 Februari 2019
terhadap stimulus fobik (rasa
ketakutan yg berlebih) Domain 9
koping/toleransi stres. Kelas 2 respon
koping kode dx 00148
28
K. Intervensi Keperawatan
mbuha
29
R : 24x/m imajeri, terapi n klien
music, distraksi
Kendalikan
faktor
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
pasien terhadap
ketidak
nyamanan,
misalnya : suhu,
lingkungan,
cahaya,
kegaduhan.
Kolaborasi
dengan dokter
untuk pemberian
analgesic sesuai
indikasi.
30
an pola nafas tindakan Posisikan pasien pola
Informasikan mbuha
teknik relaksasi
untuk
memperbaiki
31
pola nafas
Kolaborasi
dengan dokter
untuk pemberian
tabung oksigen
lemah
TTV normal
- R :
32
24x/menit
- TD : 90/60
mmhg
- S : 36,5 ̊C
33
lemah pemasukan mbuha
kolaborasi
dalam
menentukan
kebutuhan kalori
dan protein
diskusikan
dengan dokter
kebutuhan
stimulasi nafsu
makan, makan
pelengkap
34
: (kelembaban
TD : darah ortostatik)
RR : Monitor status
24x/menit nutrisi
47% Kolaborasi
dengan dokter
berlebih muncul
memburuk
35
6. Intoleransi setelah dilakukan Monitor TTV agar
RR : energi yang
24x/menit adekuat
kaediovaskuler
terhadap
aktivitas
(takikardi,disrit
36
mia,sesak
nafas,diaphoresi
s,pucat,perubaha
n hemodinamik).
Bantu klien
untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
mampu
dilakukan
Bantu klien
untuk memilih
aktifitas
konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan
fisik,fsikologi
dan sosial
keluarga untuk
mengidentifikasi
37
kekurangan
dalam
beraktifitas
monitor respon
fisik, emosi,
sosial dan
spiritual
38
meningkat panas, dreinase.
Monitor adanya
luka
Dorong masukan
cairan
Ajarkan pasien
dan keluarga
tentang tanda
dan gejala
infeksi
39
2 respon sedih dan dengan cara i klien
Sediakan atan
kemajuan klien
keadaan kondisi
pasien dengan
L. Implementasi Keperawatan
O ggal af
40
1. Rabu, 20 08:00 Memonitor TTV Nyeri kronis b.d agen
durasi, kualitas,
Mengobservasi
ketidaknyamanan
non verbal
Mengajarkanjarkan
farmakologi,
misalnya relaksasi,
music, distraksi
Mengendalikan
faktor lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
41
dan respon pasien
terhadap ketidak
nyamanan, misalnya
: suhu, lingkungan,
cahaya, kegaduhan.
Mengkolaborasi
pemberian analgesic
sesuai indikasi.
memaksimalkan Aktivitas/istirahat,
Melakukan dx 00032 )
perlu
Memonitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
42
Mempertahankan
paten
Menginformasikan
keluarga tentang
teknik relaksasi
untuk memperbaiki
pola nafas
Mengkolaborasi
pemberian tabung
oksigen
43
Meningkatkan intake 00008)
Menganjurkan pasien
untuk meningkatkan
Memonitor jumlah
pemasukan nutrisi
dan kalori
Mengkolaborasikan
44
dalam menentukan
protein
Mendiskusikan
dengan dokter
kebutuhan stimulasi
pelengkap
membrane mukosa,
nadi adekuat,
tekanan darah
ortostatik) jika di
perlukan
Memonitor status
nutrisi
45
Memberikan cairan
oral
Mendorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
Memonitor intake
setiap 8 jam
Mengkolaborasi
muncul memburuk
kelelahan
46
Memonitor nutrisi
yang adekuat
Memonitor respon
kaediovaskuler
terhadap aktivitas
(takikardi,disritmia,s
esak
nafas,diaphoresis,puc
at,perubahan
hemodinamik).
Membantu klien
untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
mampu dilakukan
Membantu klien
untuk memilih
aktifitas konsisten
kemampuan
47
fisik,fsikologi dan
sosial
keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktifitas
Memonitor respon
dan spiritual
antibiotic 00148)
gejala infeksi
Menginspeksi kulit
48
terhadap kemerahan,
panas, dreinase.
Memonitor adanya
luka
Mendorong masukan
cairan
keluarga tentang
infeksi
tepat
49
Menggambarkan
pada penyakit
Menyediakan
informasi pada
kemajuan keadaan
kondisi pasien
tepat
M. Evaluasi
00133
50
O:
Skala nyeri
berkurang
menjadi
sedang (5)
Pasien tampak
tidak lemah
Tingkat
kesadaran baik
R : 24x/m
A : Masalah
keperawatan belum
teratasi
P:
ntervensi dilanjutkan
Aktivitas/istirahat, kelas 4, RR :
51
kode dx 00032 ) CRT : <2
detik
Anak tampak
tidak pucat
Hb : 10 gr/dl
A:
Masalah keperawatan
teratasi
P : intervesi di
hentikan
3. Jum’at, 22 Ketidakefektifan S:
peningkatan kebutuhan O2 S : 37 ̊C
Kenyamanan/perlindungan, detik
dx 00008) riang
A : masalah teratasi
P : intervensi di
hentikan
52
4. Jum’at, 22 Ketidakseimbangan nutrisi S :
O:
BB : normal
(17 kg)
Z score 1,15
Klien tidak
tampak pucat
Tidak mual
dan muntah
Hb : 10 gr/dl
A : masalah teratasi
P : intervensi di
hentikan
53
kelas 5 hidrasi kode dx meningkat, tidak mual
00027) muntah.
O:
Klien tidak
pucat
TTV normal
- TD : 90/60
mmhg
- RR :
24x/menit
- S : 36,5 ̊C
- CRT : <2
detik
- Trombosit :
150.000
- Hematocrit :
47 %
A : masalah teratasi
P : intervensi di
hentikan
54
februari 2019 fisik tidak bugar dan Ibu klien mengatakan
O:
Klien tampak
masih terlihat
kesulitan
bergerak
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi di
lanjutkan
55
hal yang
menyebabkan
infeksi.
A : masalah teratasi
P : intervensi di
hentikan
anaknya
A : masalah teratasi
P : intervensi di
hentikan
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Leukemia limfositik akut atau biasa di sebut ALL adalah bentuk leukemia
yang paling lazim dijumpai pada anak, insiden tertinggi terdapat pada usia 3-7 tahun.
Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat,
mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat
meninggal dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki
perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup yang
lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada yang mencapai 5 tahun (Hoffbrand,
2005).
57
DAFTAR PUSTAKA
58