Anda di halaman 1dari 3

Rimpang jahe mengandung minyak atsiri yang merupakan komponen pemberi

aroma yang khas pada jahe, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut
dalam air. Minyak atsiri merupakan salah satu dari dua komponen utama minyak jahe.
Jahe kering mengandung minyak atsiri 1–3%, sedangkan jahe segar yang tidak dikuliti
kandungan minyak atsiri lebih banyak dari jahe kering. Bagian tepi dari umbi atau di
bawah kulit pada jaringan epidermis jahe mengandung lebih banyak minyak atsiri dari
bagian tengah demikian pula dengan baunya. Kandungan minyak atsiri juga ditentukan
umur panen dan jenis jahe. Pada umur panen muda, kandungan minyak atsirinya
tinggi. Sedangkan pada umur tua, kandungannya pun makin menyusut walau baunya
semakin menyengat (Purseglove et al., 1981).
Oleoresin merupakan salah satu senyawa yang terkandung dalam jahe yang
sering diambil, dan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Sifat pedas tergantung
dari umur panen, semakin tua umurnya semakin terasa pedas dan pahit. Oleoresin
merupakan minyak berwarna coklat tua dan mengandung minyak atsiri 15–35% yang
diekstraksi dari bubuk jahe. Kandungan oleoresin dapat menentukan jenis jahe. Jahe
rasa pedasnya tinggi, seperti jahe emprit, mengandung oleoresin yang tinggi dan jenis
jahe badak rasa pedas kurang karena kandungan oleoresin sedikit. Jenis pelarut yang
digunakan, pengulitan serta proses pengeringan dengan sinar matahari atau dengan
mesin mempengaruhi terhadap banyaknya oleoresin yang dihasilkan (Janson, 1981).
Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman jahe
terutama golongan flavonoid, fenolik, terpenoida, dan minyak atsiri. Senyawa fenol
jahe merupakan bagian dari komponen oleoresin, yang berpengaruh dalam sifat pedas
jahe, sedangkan senyawa terpenoida adalah merupakan komponen-komponen
tumbuhan yang mempunyai bau, dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan
minyak atsiri. Monoterpenoid merupakan biosintesa senyawa terpenoida, disebut juga
senyawa “essence” dan memiliki bau spesifik. Senyawa monoterpenoid banyak
dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran, spasmolitik, sedative, dan bahan
pemberi aroma makanan dan parfum. Jahe mengandung senyawa volatil yaitu derivat
seskuterpen dan monoterpen. Derivat seskuiterpen, yang terkandung diantaranya
zingiberen (20–30%), ar-curcumene (6–19%), β-sesquiphelandrene (7–12%) dan β-
bisabolene (5–12%) sedangkan derivat monoterpen yang terkandung α-pinene, bornyl
asetat, borneol, camphene, ρ-cymene, cineol, citral, cumene, β-elemene, farnese, β-
phelandrene, geraniol, limonene, linalol, myrcene, β-pinene dan sabinene. Senyawa-
senyawa metabolit sekunder golongan fenolik, flavanoiad, terpenoid dan minyak atsiri
yang terdapat pada ekstrak jahe diduga merupakan golongan senyawa bioaktif yang
dapat menghambat pertumbuhan bakeri (Kesumaningati, 2009).
Jahe memiliki komponen senyawa bioaktif fenolik yang berfungsi sebagai
antioksidan. Jenis komponen fenolik yang terkandung yaitu gingerol, shogaol dan
zingerone yang telah diidentifikasi sebagai komponen antioksidan jahe. Beberapa
komponen kimia jahe, seperti gingerol, shogaol dan zingerone memberi efek
Farmakologi dan fisiologi seperti antioksidan, antiimflammasi, analgesik, anti karsino-
genik, non-toksik dan non-mutagenik meskipun pada konsentrasi tinggi. Minyak dalam
ekstrak mengandung seskuiterpen, terutama zingiberen, monoterpen dan terpen
teroksidasi (Kesumaningati, 2009).
Jahe memiliki kandungan aktif yaitu oleoresin. Oleoresin adalah minyak dan
damar yang merupakan campuran minyak atsiri sebagai pembawa aroma dan sejenis
damar sebagai pembawa rasa. Oleoresin jahe mengandung komponen gingerol,
paradol, shogaol, zingerone, resin dan minyak atsiri. Persenyawaan zingerone tidak
dalam bentuk persenyawaan keton bebas, melainkan dalam bentuk persenyawaan
aldehid alifatis jenuh, terutama senyawa n-heptanal (Ravindran et al., 2005). Jahe
memiliki kandungan minyak menguap (volatile oil), minyak tidak menguap (non volatile
oil), dan pati. Minyak yang menguap disebut minyak atsiri. Minyak tersebut banyak
dimanfaatkan dibidang pangan. Minyak atsiri berwarna kuning, sedikit kental, dan
merupakan senyawa pemberi aroma khas pada jahe. Minyak tidak menguap disebut
oleoresin yang merupakan senyawa pemberi rasa pedas dan pahit (Setiawan, 2015).
Beberapa komponen bioaktif dalam ekastrak jahe antara lain (6)-gingerol, (6)-shogaol,
diarilheptanoid dan curcumin mempunyai aktivitas antioksidan yang melebihi tokoferol
(Zakaria et al., 2000).
Senyawa fenol pada jahe merupakan bagian dari komponen oleoresin yang
dapat berpengaruh dalam sifat pedas jahe. Senyawa terpenoid merupakan komponen
tumbuhan yang memiliki bau, dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan
minyak atsiri. Monoterpenoid merupakan biosintesa senyawa terpenoid yang biasa
disebut senyawa “essence” dan memiliki bau yang spesifik. Senyawa monotepenoid
banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran, spasmolitik, dan bahan pemberi
aroma makanan dan parfum (Kusumaningati, 2009). Senyawa-senyawa metabolit
sekunder golongan fenolik, flavonoid, terpenoid, dan minyak atsiri yang terdapat pada
ekstrak jahe merupakan golongan senyawa bioaktif yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri yang merugikan diantaranya bakteri Escherichia coli, Bacillus
subtilis, Staphylococcus aureus, jamur Neurospora sp, Rhizopus sp. dan Penicillium
sp. (Nursal dkk., 2006).
Jahe sendiri merupakan salah satu rempah-rempah yang telah dikenal
luas oleh masyarakat. Selain sebagai penghasil flavor dalam berbagai produk pangan,
jahe juga dikenal mempunyai khasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit
seperti masuk angin, batuk dan diare.Secara tradisional ekstrak jahe digunakan antara
lain sebagai obat sakit kepala, obat batuk, masuk angin, untuk mengobati gangguan
pada saluran pencernaan, stimulansia, diuretik, rematik, menghilangkan rasa sakit,
obat anti-mual dan mabuk perjalanan, karminatif (mengeluarkan gas dari perut) dan
sebagai obat luar untuk mengobati gatal digigit serangga, keseleo, bengkak, serta
memar (Shukla, 2007). Berbagai penelitian membuktikan bahwa, jahe mampu
menaikkan aktivitas salah satu sel darah putih, yaitu sel natural killer (NK) dalam
melisis sel targetnya, yaitu sel tumor dan sel yang terinfeksi virus. (Zakaria et al.,
1999). Selain itu, jahe mempunyai sifat antioksidan. Beberapa komponen utama dalam
jaheseperti gingerol, shogaol, dan gingeronmemiliki aktivitas antioksidan di atasvitamin
E (Kikuzaki dan Nakatani 1993).Selain itu jahe juga mempunyai aktivitasantiemetik dan
digunakan untuk mencegahmabuk perjalanan.Radiati et al. (2003) menyatakanbahwa
konsumsi ekstrak jahe dalamminuman fungsional dan obat tradisionaldapat
meningkatkan ketahanan tubuh danmengobati diare. Hasil penelitian
menunjukkanbahwa ekstrak jahe dapatmeningkatkan daya tahan tubuh
yangdirefleksikan dalam sistem kekebalan, yaitu memberikan respons kekebalan inang
terhadap mikroba pangan yang masuk ke dalam tubuh.

Anda mungkin juga menyukai