Bea Meterai adalah pajak atas dokumen. Berdasarkan Pasal 1 PP Materai, objek yang dikenakan
bea materai yaitu:
1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai
alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata.
3. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-
rangkapnya.
6. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengendalian, yaitu :
Tarif Bea Meterai adalah Rp 3.000,- dan Rp 6.000,- sesuai dengan jenis dokumen yang dikenai
bea. Ketentuan tarif bea materai diatur dalam Pasal 2-4 PP Materai
Objek Bea
Tarif 3.000 Tarif 6.000
Materai
Point 1 - v
Point 2 - v
Point 3 - v
dengan nominal lebih dari Rp. dengan nominal lebih dari Rp.
Point 4
250.000,00 - Rp. 1.000.000,00 1.000.000,00
dengan nominal lebih dari Rp. dengan nominal lebih dari Rp.
Point 5
250.000,00 - Rp. 1.000.000,00 1.000.000,00
Point 6 - v
a. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, maka pada saat dokumen itu diserahkan, termasuk
jika pada saat itu dokumen tersebut diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat,
bukan pada saat ditandatangani. Contohnya: kuitansi, cek, dan sebagainya.
b. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, maka pada saat selesainya dokumen dibuat,
yang ditutup dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan. Contohnya: surat
perjanjian jual beli. Bea Meterai terhutang pada saat ditandatanganinya perjanjian tersebut.
c. Dokumen yang dibuat di luar negeri, maka pada saat digunakan di Indonesia.
Bea Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari
dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain. Bea Meterai atas
dokumen dilunasi dengan cara :
a. menggunakan benda meterai;
b. menggunakan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Dalam hal dokumen dibuat sepihak, misal kwitansi, Bea Meterai terutang oleh penerima
kwitansi Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, misal surat perjanjian
dibawah tangan, maka masing-masing pihak terutang Bea Meterai.
Pajak PenghasilAN (PPh)
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (seluruhnya disebut UU
PPh)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1991
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Undang-Undang Nomor Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan
dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan (PP PPh Sewa dan/atau Bangunan)
Pelaksanaan Konstruksi:
Penjualan saham di
4 IPO= 1. selain IPO: perantara
Bursa Efek
((0,5 % x nilai saham) +(0,1 % x pedagang efek
jumlah bruto nilai transaksi 2. IPO: Emiten
penjualan))
Pelaporan untuk:
1. Selain IPO:
maksimal tanggal 25
bulan
berikutnya setelah
saham
diperdagangkan
2. IPO:
maksimal tanggal
20 setelah bulan
penyetoran
Penghasilan Bunga/
Diskonto Obligasi
1. penerima adalah
WP Dana Pensiun
yang telah
disahkan oleh
MenKeu;
2. WP Bank yang
didirikan di
Indonesia, atau
cabang bank luar
negeri di
Indonesia.
Pelaporan paling
lambat tanggal 20 bulan
berikutnya.
0,1% x jumlah bruto nilai transaksi
Disetor paling lambat tanggal
10 bulan berikutnya.
Penjualan saham milik Jika saham diperjualbelikan di
11 Pelaporan paling
Modal Ventura Bursa Efek, maka berlaku
lambat tanggal 20 bulan
ketentuan tentang penjualan saham
berikutnya.
di Bursa Efek.
Dalam hal sebagai penyewa tanah/bangunan (yang ditunjuk sebagai pemotong pajak),
yang harus dilakukan adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% dari jumlah bruto nilai
persewaan tanah dan/atau bangunan
2. membuat bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2) melalui aplikasi e-spt PPh pasal 4 ayat (2)
3. melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dipotong tersebut dengan terlebih
dahulu membuat kode billing (MAP-KJS 411128-403). Penyetoran dilakukan paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Misalnya: pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)
dilakukan pada bulan Maret 2019, maka penyetoran PPh nya adalah paling lambat
dilakukan pada tanggal 10 bulan April 2019.
4. melakukan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan aplikasi espt pph
melalui djponline.pajak.go.id atau ASP
Dalam hal sebagai pemilik tanah/bangunan, yang harus anda lakukan adalah:
1. Dalam hal bertransaksi dengan penyewa bukan pemotong pajak, PPh yang terutang
wajib dibayar sendiri oleh pemilik atas penghasilan yang diperoleh sebesar 10% dari
jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/ atau bangunan
2. Melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) dengan terlebih dahulu membuat kode billing
(MAP-KJS 411128-403). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal bulan berikutnya.
Misalnya: atas penghasilan dari sewa tanah/bangunan bulan Maret 2019, maka
penyetoran PPh nya adalah paling lambat dilakukan pada tanggal 15 bulan April 2019.
3. Melakukan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan aplikasi e spt pph
melalui djponline.pajak.go.id atau ASP paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.
Pemotong pajak sebagaimana dimaksud meliputi badan pemerintah, subjek pajak badan
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerja sama operasi, perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan.