OLEH
NAMA : NANDA MUTIARA PURWANTI
NIM : 10011381621164
OLEH
NAMA : NANDA MUTIARA PURWANTI
NIM : 10011381621164
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
1. Mendapatkan pengetahuan, meningkatkan Kompetensi, dan
Keterampilan yang lebih aplikatif dalam Bidang Promosi Kesehatan
dan Pemberdayaan Masyarakat.
2. Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu dan teori-teori yang
didapatkan selama perkuliahan
3. Mendapatkan pengalaman dalam bekerja serta mampu
mengembangkan sikap profesionalisme di lingkungan kerja
4. Sebagai salah satu wadah untuk meningkatkan kredibilitas sebagai
calon Sarjana Kesehatan Masyarakat
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stunting
2.1.1 Pengertian Stunting
Indonesia mempunyai masalah gizi yang cukup berat yang ditandai
dengan banyaknya kasus gizi kurang pada anak balita, usia masuk sekolah baik
pada laki-laki dan perempuan. Masalah gizi pada usia sekolah dapat menyebabkan
rendahnya kualiatas tingkat pendidikan, tingginya angka absensi dan tingginya
angka putus sekolah. Malnutrisi merupakan suatu dampak keadaan status gizi baik
dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu lama. Stunting adalah salah
satu keadaan malnutrisi yang berhubungan dengan ketidak cukupan zat gizi masa
lalu sehingga termasuk dalam masalah gizi yang bersifat kronis. Stunting diukur
sebagai status gizi dengan memperhatikan tinggi atau panjang badan, umur, dan
jenis kelamin balita. Kebiasaan tidak mengukur tinggi atau panjang badan balita
di masyarakat menyebabkan kejadian stunting sulit disadari (Sutarto et.al 2018).
Stunting merupakan refleksi jangka panjang dari kualitas dan kuantitas
makanan yang tidak memadai dan sering menderita infeksi selama masa kanak-
kanak. Anak yang stunting merupakan hasil dari masalah gizi kronis sebagai
akibat dari makanan yang tidak berkualitas, ditambah dengan morbiditas, penyakit
infeksi, dan masalah lingkungan. Stunting masa kanak-kanak berhubungan
dengan keterlambatan perkembangan motorik dan tingkat kecerdasan yang lebih
rendah. Selain itu, juga dapat menyebabkan depresi fungsi imun, perubahan
metabolik, penurunan perkembangan motorik, rendahnya nilai kognitif dan
rendahnya nilai akademik. Anak yang menderita stunting akan tumbuh menjadi
dewasa yang berisiko obesitas, glucose tolerance, penyakit jantung koroner,
hipertensi, osteoporosis, penurunan performa dan produktivitas. Indonesia
termasuk di antara 36 negara di dunia yang memberi 90 persen kontribusi masalah
gizi dunia. Dari pelbagai penelitian tentang stunting dan literatur yang ada
diketahui bahwa selain infeksi stunting berhubungan juga dengan defisiensi gizi
(mikronutrien dan makronutrien). Terdapat beberapa zat gizi yang berkaitan
dengan stunting seperti protein, zat besi, zink, kalsium, dan vitamin D, A dan C.
Selain itu, faktor hormon, genetik dan rendahnya pengetahuan orang tua dalam
pengasuhan, kemiskinan, rendahnya sanitasi lingkungan, rendahnya aksesibilitas
pangan pada tingkat keluarga terutama pada keluarga miskin, rendahnya akses
keluarga terhadap pelayanan kesehatan dasar, dan masih terjadi disparitas antar
provinsi yang perlu mendapat penanganan masalah yang sifatnya spesifik di
wilayah rawan. Stunting merupakan indikator yang sensitif untuk sosial ekonomi
yang buruk dan prediktor untuk morbiditas serta mortilitas jangka panjang.
Stunting pada anak usia dini itu bersifat reversible (Kusumawati et.al 2015).
2.1.2 Penyebab Stunting
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan
oleh factor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi
yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh
karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak
balita. Beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan
sebagai berikut :
1. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan
ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta
setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada
menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air
Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak
menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI). MP-ASI
diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain
berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MP-ASI juga
dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat
disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan
sistem imunologis anak terhadapmakanan maupun minuman.
2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal
Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), Post Natal
Care dan pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan
dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat
kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi
64% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan
imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi
sumplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya akses ke
layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6
tahun belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).
3. Masih kurangnya akses rumah tangga / keluarga ke makanan bergizi.
Penyebabnya karena harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong
mahal.
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di
lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih
buang air besar (BAB) di ruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum
memiliki akses ke air minum bersih (Sutarto et.al 2018).
2.1 Pemberdayaan
2.1.1 Pengertian Pemberdayaan
Dalam upaya promosi kesehatan pemberdayaan merupakan bagian yang
sangat penting dan bahkan bisa dikatakan ujung tombak. Sejak berdirinya Ottawa
charter , yang mengubah istilah pendidikan kesehatan menjadi promosi kesehatan,
pemberdayaan sudah dijadikan sebagai salah satu strategi dari promosi kesehatan.
Selanjutnya dalam komitmen global yang dicapai di setiap konferensi
Internasional pemberdayaan tidak pernah dilupakan. Pemberdayaan masyarakat
adalah suatu tindakkan yang harus segara dilaksanakkan (Kemenkes RI, 2014).
Konsep pemberdayaan masyrakat mencakup pengertian community
development (pembangunan masyarakat) dan community based development
(pembangunan yang bertumpu pada masyarakat) tahap selanjutnya muncul istilah
community driven development yang diterjemahkan sebagai pembangunan yang
diarahkan masyarakat atau pemabangunan yang digerakkan masyarakat.
Pembangunan yang digerakkan masyarakat didefinisikan sebagai kegiatan
pembangunan yang diputuskan sendiri oleh warga komunitas dengan
menggunakan sebanyak mungkin sumber daya setempat. Dengan demikian
pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non
konstruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar
mampu mengidentiffikasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki,
merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi daya
setempat (Kemenkes RI, 2014).
Pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan merupakan suatu proses
aktif, dimana sasaran atau klien dan masyarakat yang diberdayakan harus
berperan aktif berpatasipasi dalam kegiatan dan program kesehatan. Ditinjau dari
konteks pembanguanan kesehatan, partipasi masyrakat adalah keikutsertaan dan
kemitraan masyarakat serta fasulitator baik pemerintah dan non pemerintah dalam
pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian
kegiatan dan program kesehatan serta memperoleh manfaat dari
keikutsertaannnya dalam rangka membangunan kemandirian masyarakat. Proses
pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal yang
saling berkontribusi dan mempengaruhi secara sinergis dan dinamis. Salah satu
faktor eksternal dalam pemberdayaan masyarakat adalah pendampingan fasilitator
pemberdayaan masyarakat (Kemenkes RI, 2014).
2.1.2 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Pelaksanaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan,
secara umum ditunjukkan pada meningkatnya kemandirian masyarakat dan
keluarga dalam bidang kesehatan, sehingga masyrakat dapat memberikan andil
dalam meningkatkan derajat kesehatannya. Secara khusus pembedayaan
masyarakat dibidang kesehatan ditujukkan pada
1. Meningkatnya pengetahuan masyarakat bidang kesehatan
2. Meningkatnya kemampuan masyrakat dalam pemeliharaan dan
peningkatan derajat kesehatannya sendiri
3. Meningkatnya pemanfaatan fasilitasi pelayanan kesehatan oleh masyarakt
4. Terwujudnya kelembagaan dan UKBM
2.1.2 Unsur-Unsur Pemberdayaan
1. Penggerak pemberdayaan masyarakat
Pemerintah, masyarakat, swasta, motivator, dan fasilitator yang
mempunyai kopetensi memadai dan dapat membangun komitmen
dengan dukungan pimpinan formal dan non formal.
2. Sasaran Pemberdayaan Masyarakat
a. Sasaran primer atau sasaran utama pemberdayaan masyarakat
dibidang kesehatan adalah individu, keluarga dan masyarakat
b. Sasaran sekunder adalah individu, kelompok atau masyarakat yang
mempunyai potensi serta mendukung upaya
pemberdayaanmasyarakat di bidang kesehatan adalah petugas
kesehatan, kader, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat,
organisasi pemuda, organisasi pemuda, kelompok peduli kesehatan,
media massa, lintas sektoral, swasta atau dunia usaha.
c. Sasaran tersier adalah pengambil keputusan yang mempunyai
kewenangan serta potensi memberikan dukungan kebijakan dan
sumberdaya lainnya dalam meningkatkan status kesehatan
masyarakat yaitu Rt, RW, Kepala Desa, Camat, Lurah, Bupati,
BPD, DPRD, Gubernur dan lain-lain.
2.1.3 Tahapan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat
1. Persiapan
a. Diseminasi informasi mengenai pelaksanaan dan pembinaan
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan dengan
kementerian atau Lembaga dan pihak yang terkait termasuk
organisasi masyarakat dan dunia usaha
b. Mengembangkan sistem database dan informasi terkait pelaksana
dan pembinaan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan yang
terintegrasi
2. Perencanaan
a. Merencanakan teknis pelaksanaan dan pembinaan pemberdayaan
masyarakat dengan Kementerian atau lembaga dan pihak lain
yang terkait termasuk organisasi masyarakat dan dunia usaha
b. Mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan dan pembinaan
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan.
3. Pelaksanaan
a. Membentuk kelembagaan untuk pelaksanaan dan pembinaan
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan tingkat pusat yang
beranggota Kementerian atau Lembaga dan pihak lain yang
terkait termasuk organisasi masyarakat dan dunia usaha.
b. Menetapkan kebijakan yang mendukung operasionalisasi
pelaksanaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan
c. Menerbitkan pedoman dan petunjuk teknis yang diperlukan dalam
pelaksanaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat dibidang
kesehatan
d. Mensosialisasikan kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis yang
mendukung operasionalisasi pelaksanaan dan pembinaan
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan
e. Menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas aparatur
provinsi dalam pelaksanaan dan pembinaan pemberdayaan
masyarakat bidang kesehatan.
4. Monitoring dan Evaluasi
a. Pemantauan berkala terintegrasi perkembangan kegiatan
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan pada lingkup
nasional
b. Melaporkan perkembangan dan upaya perbaikan kegiatan
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan kepada
Kementerian atau Lembaga terkait secara berkala
c. Melakukan evaluasi secara periodik. Pemantauan dan pengawasan
independen oleh berbagai pihak, baik secara internal maupun
eskternal. Hasil monitoring dan evaluasi ini digunakan sebagai
rujukan untuk melakukan kegiatan yang berkelanjutan
2.1.4 Prinsip Dasar Pemberdayaan Masyarakat
Prinsip dasar pemberdayaan masyarakat yang perlu dipahami dalam
pemberdayaan masyarakat dikenal dengan istilah pengorganisasian masyarakat
community organization dan pengembangan masyarakat community development.
Keduanya berorientasi pada proses pemberdayaan masyarakat menuju tercapainya
kemandirian melalui keterlibatan anggota masyarakat. Lima prinsip dasar
pemberdayaan masyarakat tersebut yaitu :
a. Menumbuhkan kembangkan kemampuan, peran serta masyarakat dan
semangat gotong royong
b. Melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun
pelaksanaan. Berbasis masyarakat community based, memberikan
kesempatan mengemukan pendapat, memilih dan menetapkan keputusan
bagi dirinya (voice and choice) keterbukaan, kemitraan, kemandirian
c. Menggalang kemitraan dengan berbagai pihak untuk memaksimalkan
sumber daya, khususnya dalam dana, baik berasal dari pemerintah maupun
swasta maupun sumber dana dari penyandang dana, dan sponsor
d. Petugas harus lebih memfungsikan diri sebagai katalis yang
menghubungkan antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro dan
antara kepentingan masyarakat yang bersifat mikro
e. Memepertahankan eksistensinya, pemberdayaan masyarakat memerlukan
break even dalam setiap kegiatan yang dikelola. Tidak sebagai organisasi
bisnis atau profit (Kemenkes, 2014).
2.3 Posyandu
2.3.1 Pengertian Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi. Upaya pengembangan kualitas
sumberdaya manusia dengan mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak
dapat dilaksanakan secara merata, apabila sistem pelayanan kesehatan yang
berbasis masyarakat seperti Posyandu dapat dilakukan secara efektif dan efisien
dan dapat menjangkau semua sasaran yang membutuhkan layanan kesehatan
anak, ibu hamil, ibu menyusui dan ibu nifas.
Sejak dicanangkannya Posyandu pada tahun 1986, berbagai hasil telah
banyak dicapai. Angka kematian ibu dan kematian bayi telah berhasil diturunkan
serta umur harapan hidup rata-rata bangsa Indonesia telah meningkat secara
bermakna. Jika pada tahun 2003 AKI tercatat 307/100.000 kelahiran hidup dan
AKB sebesar 37/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2003), maka pada tahun 2007
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) mengalami
penurunan yaitu masing-masing adalah 228/100.000 kelahiran hidup serta
34/1.000 kelahiran hidup (SDKI 2007). Sementara itu, umur harapan hidup rata-
rata meningkat dari 70,5 tahun pada tahun 2007 menjadi 72 tahun pada tahun
2014 (RPJMN, 2010-2014).
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi. UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat,
yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan
bersama masyarakat, dengan bimbingan dari petugas Puskesmas, lintas sector dan
lembaga terkait lainnya
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitas yang bersifat non
instruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar
mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki,
merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi
setempat. Pelayanan kesehatan dasar adalah pelayanan kesehatan yang
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi, yang sekurang-kurangnya
mencakup 5 (lima) kegiatan, yakni KIA, KB, imunisasi, gizi, dan penanggulangan
diare.
2.3.2 Landasan Hukum Posyandu
1. Undang-undang Dasar tahun 1945 pasal 28 H ayat 1 dan UU No. 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
3. Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
6. Surat Edaran Mendagri Nomor 411.3/1116/SJ tahun 2001 tentang
Revitalisasi Posyandu.
2.3.3 Tujuan Posyandu
Menunjang percepatan penurunan angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia melalui upaya
pemberdayaan masyarakat. Posyandu juga memiliki peran dalam
meningkatkan masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
Selain itu juga peran lintas sektor dalam Penyelenggaraan Posyandu
harus ditingkatkan terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan
AKB. Posyandu memiliki cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan
dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
2.3.4 Sasaran Posyandu
Sasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya:
1. Bayi
2. Anak Balita
3. Ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui
4. Pasangan Usia Subur (PUS)
5. Wanita Usia Subur (WUS)
2.3.5 Fungsi Posyandu
1. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan
keterampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama
masyarakat dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB.
2. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar,
terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
2.3.6 Pengelola Posyandu.
1. Penanggung jawab umum: Kades/Lurah
2. Penggungjawab operasional: Tokoh Masyarakat
3. Ketua Pelaksana: Ketua Tim Penggerak PKK
4. Sekretaris: Ketua Pokja IV Kelurahan/desa
5. Pelaksana: Kader PKK, yang dibantu Petugas KB-Kes (Puskesmas).
2.3.7 Kegiatan Pokok Posyandu:
1. KIA
2. KB
3. lmunisasi.
4. Gizi.
5. Penggulangan Diare.
2.3.8 Pembentukan Posyandu.
Langkah – langkah pembentukan:
1. Pertemuan lintas program dan lintas sektoral tingkat kecamatan.
2. Survey mawas diri yang dilaksanakan oleh kader PKK di bawah
bimbingan teknis unsur kesehatan dan KB.
3. Musyawarah masyarakat desa membicarakan hasil survey mawas diri,
sarana dan prasarana posyandu, biaya posyandu
4. Pemilihan kader Posyandu
5. Pelatihan kader Posyandu.
6. Pembinaan.
2.3.9 Kriteria pembentukan Posyandu.
Pembentukan Posyandu sebaiknya tidak terlalu dekat dengan Puskesmas
agar pendekatan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat lebih tercapai
sedangkan satu Posyandu melayani 100 balita. Adapun kriteria kader Posyandu
sebagai berikut :
1. Dapat membaca dan menulis.
2. Berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan.
3. Mengetahui adat istiadat serta kebiasaan masyarakat.
4. Mempunyai waktu yang cukup.
5. Bertempat tinggal di wilayah Posyandu.
6. Berpenampilan ramah dan simpatik.
7. Diterima masyarakat setempat.
8. Pelaksanaan Kegiatan Posyandu.
Posyandu dilaksanakan sebulan sekali yang ditentukan oleh Kader, Tim
Penggerak PKK Desa/Kelurahan serta petugas kesehatan dari Puskesmas,
dilakukan pelayanan masyarakat dengan system 5 meja yaitu :
a. Meja I: Pendaftaran.
b. Meja II: Penimbangan
c. Meja III: Pengisian KMS
d. Meja IV: Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS.
e. Meja V: Pelayanan KB & Kesehatan
2.3.10 Peserta Posyandu mendapat pelayanan meliputi:
1. Kesehatan ibu dan anak:
2. Pemberian pil tambah darah (ibu hamil)
3. Pemberian vitamin A dosis tinggi (bulan vitamin A pada bulan
Februarii dan Agustus)
4. PMT
5. Imunisasi.
6. Penimbangan balita rutin perbulan sebagai pemantau kesehatan
balita melalui pertambahan berat badan setiap bulan.
Keberhasilan program terlihat melalui grafik pada kartu KMS
setiap bulan.
7. Keluarga berencana, pembagian Pil KB dan Kondom.
8. Pemberian Oralit dan pengobatan.
Penyuluhan kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi sesuai
permasalahan dilaksanakan oleh kader PKK melalui meja IV dengan materi
dasar dari KMS baita dan ibu hamil.
2.3.11 Tingkat Perkembangan Posyandu
1. Posyandu Pratama
Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum mantap,
kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas.
Keadaan ini dinilai ‘gawat’ sehingga intervensinya adalah pelatihan kader
ulang. Artinya kader yang ada perlu ditambah dan dilakukan pelatihan
dasar lagi.
2. Posyandu Madya
Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih
dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau
lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi, dan
Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%. Ini berarti, kelestarian
posyandu sudah baik tetapi masih rendah cakupannya. Intervensi untuk
posyandu madya ada 2 yaitu:
a. Pelatihan tokoh masyarakat dengan modul eskalasi posyandu
yang sekarang sudah dilengkapi dengan metoda simulasi.
b. Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SMD dan MMD)
untuk menentukan masalah dan mencari penyelesaiannya,
termasuk menentukan program tambahan yang sesuai dengan
situasi dan kondisi setempat.
3. Posyandu Purnama
Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensinya lebih
dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, dan
cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) lebih dari
50%. Sudah ada program tambahan, bahkan mungkin sudah ada Dana
Sehat yang masih sederhana. Intervensi pada posyandu di tingkat ini
adalah:
a. Penggarapan dengan pendekatan PKMD untuk mengarahkan
masyarakat menetukan sendiri pengembangan program di
posyandu
b. Pelatihan Dana Sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh Dana
Sehat yang kuat dengan cakupan anggota minimal 50% KK atau
lebih.
4. Posyandu Mandiri
Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur,
cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan Dana
Sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK. Intervensinya adalah
pembinaan Dana Sehat, yaitu diarahkan agar Dana Sehat tersebut
menggunakan prinsip JPKM.
2.3.12 Keberhasilan Posyandu tergambar melalui cakupan SKDN
1. S: Semua balita diwilayah kerja Posyandu.
2. K: Semua balita yang memiliki KMS.
3. D: Balita yang ditimbang.
4. N: Balita yang naik berat badannya.
2.3.12 Keberhasilan Posyandu berdasarkan:
1. D /S: baik/kurangnya peran serta masyarakat
2. N /D: Berhasil tidaknyaProgram posyandu
Petugas pada Meja I s/d IV dilaksanakan oleh Kader PKK sedangkan
meja V merupakan meja pelayanan para medis (Jurim, Bindes, Perawat clan
Petugas KB)
2.3.13 Sumber daya Manusia
Dana pelaksanaan Posyandu berasal dari swadaya masyarakat melalui
gotong royong dengan kegiatan jimpitan beras dan hasil potensi desa
lainnya serta sumbangan dari donatur yang tidak mengikat yang dihimpunan
melalui kegiatan Dana Sehat.
BAB III
DESKRIPSI TEMPAT MAGANG
3.1.6 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan
Pelaksanaan ketentuan berdasarkan Peraturan gubernur Sumatera Selatan
nomor 76 tahun 2016 tentang Susunan Organisasi, Uraian Tugas Dan Fungsi
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan bab II Kedudukan pasal 2 ayat 1
berbunyi Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintah provinsi di bidang Kesehatan dan di bidang
pengendalian penduduk dan keluarga berencana dan ayat 2 berbunyi Dinas
Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan
bertanggung jawah kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Kepala Dinas mempunyai
fungsi yaitu sebagai berikut:
1. Perumusan dan penetapan kebijakan dibidang kesehatan masyarakat,
pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian,
alat kesehatan, sumber daya kesehatan serta pengendalian penduduk dan
keluarga berencana;
2. Pelaksanaan kebijakan dibidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan
pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan,
sumber daya kesehatan serta pengendalian penduduk dan keluarga
berencana;
3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan dibidang kesehatan masyarakat,
pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian,
alat kesehatan, sumber daya kesehatan serta pengendalian penduduk dan
keluarga berencana;
4. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas pembinaan dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Dinas
Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/Kota;
5. Pengkoordinasian penatausahaan, pemanfaatan dan pengamanan barang
milik negara/daerah yang menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan;
6. Pembinaan administrasi dinas sesuai dengan lingkup tugasnya; dan
7. Pelaksanaan tugas kedinasan lainnya.
Dan bagian ke Dua Sekretariat pasal 6 dan pasal 7
Sekretariat mempunyai tugas merencanakan, menyusun program,
melaksanakan pembinaan administrasi yang meliputi ketatausahaan, kepegawaian,
perlengkapan pemeliharaan kantor dan pengelolaan keuangan
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Sekretariat mempunyai fungsi
yaitu :
1. Penyiapan perumusan kebijakan operasional tugas administrasi di
lingkungan Dinas Kesehatan;
2. Pelaksanaan koordinasi tugas dan pemberian dukungan administrasi
kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan;
3. Pelaksanaan koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan
serta pelaksanaan advokasi hukum;
4. Pelaksanaan pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang
meliputi kepegawaian, keuangan, kerja sama, hubungan masyarakat, arsip
dan dokumentasi Dinas Kesehatan;
5. Pelaksanaan pembinaan dan penataan organisasi dan tatalaksana;
6. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas administrasi
di lingkungan Dinas Kesehatan;
7. Pelaksanaan penatausahaan, pemanfaatan dan pengarnanan barang milik
negara / daerah yang menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan; dan
8. Pelaksanaan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh pimpinan.
1. APBN
Merupakan anggaran yang ada di Seksi Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat yang digunakan untuk pembiayaan upaya-upaya
yang dilakukan oleh Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
untuk menunjang dan mendukung program Posyandu. Dana Dekonsentrasi
Merupakan dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan Gubernur dalam
hal ini Dinas Kesehatan Provinsi untuk pelaksanaan
Dekonsentrasi/pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat dalam hal ini
Kementerian Kesehatan.
2. APBD Provinsi dan APBD Kab/Kota
Rencana Kerja Pemerintah menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam
menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). RKPD digunakan
sebagai pedoman dalam proses penyusunan rancangan peraturan daerah
tentang APBD. Berdasarkan hal tersebut, upaya yang dilakukan oleh Seksi
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat adalah memastikan
pembiayaan upaya pencegahan stunting melalui UKBM berbasis Posyandu
melalui APBD Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kab./Kota.
Dana Alokasi Khusus Merupakan dana perimbangan dan bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan
untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah
dan sesuai dengan prioritas nasional. Upaya yang dilakukan oleh Seksi
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat adalah mendorong Dinas
Kesehatan Kab./kota untuk mengalokasikan Dana Alokasi Khusus untuk
Kegiatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat di Kab/Kota dan
Puskesmas yaitu:
a. Promkes Kit di Puskesmas sebagai sarana Penyuluhan di Puskesmas
b. UKBM Kit
c. Tenaga Promosi Kesehatan di Puskemas
d. Orientasi Kader Kesehatan; Penyuluhan kelompok, massal;
e. Advokasi kesehatan tingkat desa, kecamatan;
f. Penggerakan Keluarga/Masyarakat;
g. Pembinaan/pendampingan masyarakat, kelompok masyarakat;
h. Penggalangan dukungan masyarakat, LS, dunia usaha
3. Dana Desa
Merupakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk
mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan, pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Upaya yang
dilakukan oleh Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
adalah mendorong pemanfaatan dana desa untuk bidang kesehatan. Hal ini
tertuang dalam Permen DPDTT No. 22 tahun 2016 tentang Penetapan
Prioritas Dana Desa tahun 2017.
4. Sumber Daya Lain (CSR, Lintas Sektor/Lintas Program dll)
Peran aktif swasta/dunia usaha (CSR, Lintas Sektor/ Lintas Programa, dll)
juga diharapkan dapat menunjang pembiayaan Posyandu. Misalnya dengan
menjadikan Posyandu sebagai anak angkat perusahaan. Bantuan yang
diberikan dapat berupa dana, sarana, prasarana, atau tenaga, yakni sebagai
sukarelawan Posyandu.
4.1.3 Material
Bahan atau material yang diperlukan dalam program Posyandu dalam
Pencegahan stunting adalah modul dan kurikulum atau buku panduan fasilitator
untuk pemberdayaan seperti Pelatihan Kader Posyandu, Pelatihan Fasilitator
Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan,Panduan Posyandu
Pencatatan dan
pelaporan yang
masih manual.
Methode
Methode
/
1. Man
Jumlah sumberdaya manusia yang tersedia di Seksi Promosi Kesehatan
dan Pemberdayaan Masyarakat untuk program Posyandu yaitu
penanggung jawab sekaligus pemegang program hanya satu orang pada
seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat tentunya
memiliki sarjana yang telah berstrata S2 sebanyak dua orang dan satu
orang yang sedang melanjutkan studi S2 nya dari keseleruhan jumlah
pegawai 15 orang. Secara kualitas tentu sudah baik tetapi dari segi
kuantitas perlu adanya penambahan. Sehingga dengan adanya bantuan
SDM dalam memegang Program Posyandu tentunya akan mempermudah
pekerjaan.
Keterbatasan SDM juga dialami pada saat pelaksaanaan Posyandu seperti
yang kita ketahui saat ini banyak sekali kader-kader Posyandu yang
kurang berkompeten dan tingkat pengetahuan kader juga masih minim.
Serta dalam pengisian buku KIA banyak terdapat table dan grafik hal ini
mempersulit dalam pencatatan dan pelaporan dalam pengisian KIA. Kader
seharusnya memiliki kapasitas dalam melayani dengan baik, kader
posyandu merupakan pilar utama penggerak pembangunan khususnya di
bidang kesehatan. Sayangnya sampai saat ini pemerintah belum serius
meningkatkan kapasitas kader posyandu. Kegiatan di Posyandu
merupakan kegiatan promotif dan preventif dala kegiatan Posyandu kader
Posyandu dapat memeberikan penyuluhan minimal penyuluhan tentang
kesehatan ibu dan anak tetapi faktanya banyak kader-kader terutama di
desa tidak dapat memberikan penyuluhan yang maksimal lebih banyak
mengandalkan petugas kesehatan seperti bidan. Seharusnya pemerintah
khususnya Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dapat bekerjasama
dengan Pokjanal Posyandu untuk menyelenggarakan kegiatan memberikan
bekal kepada para kader Posyandu agar menjadi kader yang berkualitas
dan dapat menjadi ujung tombak dalam pelayanan dasar kesehatan di
masyarakat dan dibarengi dengan kemauan dari kader untuk belajar.
Melalui koordinasi dengan Pokjanal Posyandu dengan mengajak tenaga
kesehatan di Puskesmas untuk melakukan pengkaderan Posyandu yang
memiliki kemampuan yang berkompeten dan tidak luput pula untuk
melakukan pembinaan terhadap para kader dan mendorong kader untuk
dapat berinovasi. Perlahan tapi pasti demi mewujudkan strata Posyandu
Purnama menjadi Strata Posyandu Mandiri.
2. Money
Posyandu merupakan program unggulan Gubernur Sumatera Selatan H.
Herman Deru. Posyandu menjadi perhatian Gubernur Sumatera Selatan
dana yang dikeluarkan untuk program Posyandu melalui alokasi dana
APBD terbilang cukup besar pada tahun 2019 ini tercatat sekitar kurang
lebih 3 miliar dana yang dialokasikan untuk program Posyandu Dalam
penganggaran dana dari APBN yang dialokasikan untuk pemberdayaan
masyarakat sebesar Rp.486.945.000 dari jumlah tersebut yang
dilakosasikan untuk program Posyandu kurang lebih sebesar 50% pada
tahun 2019. Tetapi walaupun kendati demikian dana yang dikeluarkan
melalui APBN maupun APBD terbilang cukup besar, tetapi dana desa
dalam pemanfaatannya tidak berjalan efektif, disebagaian wilayah bahkan
tidak ada dana desa sama sekali. Permasalahan kesehatan di masyarakat
juga menjadi tanggung jawab pemerintah desa. Pemerintah Desa melalui
Pokjanal Posyandu seharusnya dapat mengatasi masalah Dana Desa
maksimal 10% untuk alokasi dibidang kesehatan khususnya Posyandu.
Melalui Survey Mawas Diri (SMD) dan Musyawarah Masyarakat Desa
(MMD). SMD dan MMD sendiri merupakan suatu upaya bersama yang
dilakukan oleh Puskesmas dengan melibatkan peran serta masyarakat
untuk bersama-sama mengidentifikasi permasalahan kesehatan di
masyarakat, dan menggali potensi-potensi yang dimiliki untuk
memecahkan permasalahan tersebut. Untuk itu Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan bersama Dinas PMD melalui Pokjanal Posyandu
bekerjasama, berkoordinasi serta memperhatikan tanggung jawab
Posyandu sendiri merupakam tanggung jawab bersama dan tidak lepas dari
tanggung jawab lintas sektoral juga. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Selatan dapat melakukan regulai melalui stakeholder seperti Gubernur
untuk membuat peraturan terkait penggunaan dana desa untuk bidang
kesehatan sebanyak 10%.
Hal ini dilakukan agar kedepannya diharapkan dengan adanya kordinasi
ini lebih memudahkan Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupatrn/Kota serta
Puskesmas untuk bersama-sama menjangkau masyarakat melalui
koordinasi tentunya agar kedepannya diharapkan masyarakat dapat
mandiri dan penuruan AKI, AKB serta pencegahan stunting pun dapat
membuahkan hasil yang bagus.
3. Methode
Dalam sistem informasi posyandu pencatatan dan pelaporan yang
dilakukan masih manual. Hal ini menjadi hambatan dalam sistem
informasi posyandu pencatatan dan pelaporan yang dilakukan secara
manual tentu akan banyak mengalami banyak masalah terutama data
posyandu yang tidak valid atau data yang dihasilkan tidak akurat tidak
menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Data yang dihasilkan tidak
akurat ini akan menghasilkan jenis kegiatan yang tidak tepat dan tidak
sesuai dengan kebutuhan sasaran. Pencatatan dan pelaporan yang terbilang
dalam jumlah banyak, seperti analisa berat badan dan umur yang
tergambar dalam grafik KIA dan pelaporan ke puskesmas. Kader harus
mengisi data berupa table dan grafik terutama laporan yang berupa
perhitungan persentase secara akurat dimana hal ini terbilang masih sulit
bagi sebagian kader yang latar belakang pendidikannya tidak mempuni
serta kebanyakan usia kader yang terbilang tidak muda walaupun usia
bukan suatu penghalang bagi seseorang yang ingin menjadi kader
Posyandu. Belum lagi jika pencatatan manual ini hilang atau rusak maka
akan sangat mempengruhi data yang ada di posyandu. Karena dengan
adanya pencatatan dan pelaporan yang baik maka hasilnya dapat terlihat.
Maka dari itu perlu ditingkatkannya pencatatan dan pelaporan yang baik
sebagaimana dengan menggunakan metode yang tepat dan benar agar
mengurangi ketidak validan data di Posyandu. Jadi, data dan informasi
merupakan sebuah unsur terpenting dalam sebuah organisasi, karena data
dan informasilah yang berbicara tentang keberhasilan atau perkembangan
organisasi tersebut. Dalam pengertian tersebut dapat didimpulkan bahwa
Sitem Pencatatan dan Pelaporan data suatu Program sangat berpengaruh
terhadap tercapai atau tidaknya tujuan suatu program yang telah dibuat.
Tabel 4.4 Alternatif Pemecahan Masalah
Masalah Penyebab Alternatif Pemecahan
Masalah
Keterbatasan Sumber Dinas Kesehatan Provinsi
Daya Mausia (SDM) baik Sumatera Selaatan
dari tenaga kesehatan hendaknya menambah
maupun kader Posyandu tenaga kesehatan agar
membantu pengelola
program Posyandu. Dinas
Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan dapat
bekerjasama dengan
Pokjanal Posyandu
menyelenggarakan
kegiatan untuk
melakukan pelatihan
kader. Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera
Selatan Melakukan
koordinasi dengan
Puskesmas terkait agar
melakukan pengkaderan
Sistem Informasi Posyandu yang memiliki
Posyandu yang tidak kemampuan yang
berjalan baik berkompeten dan tidak
luput pula untuk
melakukan pembinaan
terhadap para kader agar
mendorong kader untuk
dapat berinovasi.
Keterbatasan Anggaran Dinas Kesehatan Provinsi
Dana Sumatera Selatan
melakukan kerjasama
antar Lintas sektoral
seperti Dinas PMD
melalui Pokjanal
Posyandu dan stakeholder
terkait penggunaan dana
desa untuk
mengalokasikan dana
desa sebesar 10% melalui
peraturan Gubernur.
Sistem pencatatan dan Perlu ditingkatkannya
pelaporan yang masih pencatatan dan pelaporan
manual yang baik sebagaimana
dengan menggunakan
metode yang tepat dan
benar agar mengurangi
ketidak validan data di
Posyandu melalui
pelatihan dan dapat
mengarahkan sistem
pencatatan dan pelaporan
melalui sistem yang lebih
mutakhir dan mudah di
akses.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan kegiatan Praktikum Kesehatan Masyarakat di Seksi
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat di Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan selama kurang lebih satu bulan maka didapatkan kesimpulan
dari hasil kegiatan Praktikum sebagai berikut ;
5.2 Saran
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan serta
mengoptimalkan kegiatan Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Posyandu
di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan yaitu :