TUGAS AKHIR
Oleh:
MUHAMMAD ARIF INDIWAN
NIM. 163141014111001
TUGAS AKHIR
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Program Diploma
III Perancangan Peraturan dan Kontrak Bisnis
Oleh:
MUHAMMAD ARIF INDIWAN
NIM. 163141014111001
Oleh:
MUHAMMAD ARIF INDIWAN
NIM. 163141014111001
Pembimbing
Penguji I Penguji II
Mengetahui,
i
LEMBAR PERSETUJUAN TUGAS AKHIR
ii
LEMBAR PERNYATAAN
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Proses
Pembentukan Peraturan Gubernur Nomor 48 Tahun 2018 Tentang Rumah Aman
Bagi Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan di Provinsi DKI Jakarta”
dapat berjalan lancar, terselesaikan dengan baik, dan tepat pada waktunya.
Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan kelulusan dan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Diploma III Program Studi
Kesekretariatan Bidang Keahlian Perancangan Peraturan dan Kontrak Bisnis
Universitas Brawijaya Malang. Selain itu, penulis juga dapat mencoba menerapkan
dan membandingkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di bangku
kuliah dengan kenyataan yang ada di lingkungan kerja.
Penulis merasa bahwa dalam menyusun Tugas Akhir ini masih menemui
beberapa kesulitan dan hambatan, disamping itu juga menyadari bahwa penulisan
Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan-
kekurangan lainnya, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak.
Menyadari penyusunan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
setulus–tulusnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Darmawan Ockto Sutjipto, M.S. selaku Ketua Program
Pendidikan Vokasi Universitas Brawijaya.
2. Bapak Azna Abrory Wardana, S.H., M.H. selaku Ketua Bidang Keahlian
Perancangan Peraturan dan Kontrak Bisnis Universitas Brawijaya yang telah
memberikan pengarahan dan informasi mengenai Tugas Akhir.
3. Bapak Ibnu Sam Widodo, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan saran, motivasi, ilmu dan ide-
idenya kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
iv
4. Ibu Ummu Hilmy S.H., M.S. selaku dosen Perancangan Peraturan dan
Kontrak Bisnis Universitas Brawijaya yang telah memberi pengarahan dan
informasi mengenai Tugas Akhir.
5. Seluruh elemen Biro Hukum Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta yang telah memberikan ilmu, sambutan hangat, canda tawa, dan
motivasi kepada penulis.
6. Kedua Orang Tua yang saya cintai, Indra Setiawan dan Diana Muinarosa dan
ketiga adik saya yang saya sayangi Diandra Annisa Putri, Nadira Rizki Utami,
dan Muhammad Rizki Ramadhan selalu memberikan doa, motivasi dan
semangat agar proses mengerjakan Tugas Akhir selalu berjalan lancar.
7. Segenap teman baik saya, seluruh Mahasiswa Perancangan Peraturan dan
Kontrak Bisnis Universitas Brawijaya yang selalu memberi support, saling
sharing ilmu dan informasi-informasi berharga.
8. Sinta Lestari yang telah memberikan bantuan berupa semangat dan teknik-
teknik penulisan Tugas Akhir serta telah membantu dalam mempersiapkan
ujian Tugas Akhir.
9. Terima kasih Mas Ibnu, Mas Kanzul, dan Mas Mifta yang telah membantu
saya dalam mengerjakan Tugas Akhir ini.
10. Seluruh teman-teman kontrakan saya yang selalu memberikan motivasi,
semangat, hiburan pada saat proses pengerjaan Tugas Akhir ini.
11. Seluruh Mahasiswa Himpunan Perancangan Peraturan dan Kontrak Bisnis
Pendidikan Vokasi Universitas Brawijaya atas dukungan serta semangat,
wawasan, dan motivasi untuk menyelesaikan Tugas Akhir.
12. Boy Pablo, 21 Savage, Kendrick Lamar, dan Travis Scott terima kasih untuk
lagu-lagunya yang sudah menemani saya selama mengerjakan Tugas Akhir.
13. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menjalankan
masa studi serta penulisan Tugas Akhir yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
v
Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan
membalas segala amal budi serta kebaikan pihak-pihak yang telah membantu
penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini dan semoga tulisan ini dapat
memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Penulis
vi
ABSTRAK
Indiwan, Muhammad Arif. 2019. Proses Pembentukan Peraturan Gubernur
Nomor 48 Tahun 2018 Tentang Rumah Aman Bagi Perempuan dan Anak
Korban Tindak Kekerasan Di Provinsi DKI Jakarta (Studi Kasus di Biro
Hukum Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta) Tugas Akhir, Bidang
Keahlian Perancangan Peraturan dan Kontrak Bisnis Pendidikan Vokasi
Universitas Brawijaya. Pembimbing: Ibnu Sam Widodo, S.H., M.H.
Fungsi produk hukum daerah khususnya Peraturan Gubernur sebagai salah satu
bentuk aturan pelaksana undang-undang dari peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi. Peraturan Gubernur merupakan instrumen aturan yang diberikan untuk
menyelenggarakan Peraturan Daerah di masing-masing daerah otonom. Dalam
Negara Hukum, peran hukum sebagai sarana untuk mewujudkan kebijakan
pemerintah dan memberikan legitimasi terhadap kebijakan publik sangat
diperlukan. Kebijakan publik diperlukan juga untuk mengatur mengenai kawasan
publik bagi masyarakat. Menurut peraturan daerah Nomor 8 Tahun 2011 tentang
perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan, memberikan tugas kepada
pemerintah daerah untuk membuat rumah aman bagi perempuan dan anak korban
tindak kekerasan. Pada proses pembentukan Peraturan Gubernur tentang Rumah
Aman Bagi Perempuan Dan Anak Korban Tindak Kekerasan ini melalui beberapa
tahapan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah dan Peraturan Gubernur Nomor 112
tahun 2012 tentang Tata Cara Pembentukan Produk Hukum Daerah, yaitu: 1)
perencanaan; 2) penyusunan; 3) pembahasan; 4) pengundangan dan penomoran 5)
autentifikasi dan penyebarluaasan 6) pendokumentasiaan. Pada pembentukannya
terdapat kendala yang muncul yaitu mengulur waktu yang cukup lama untuk
membuat Peraturan Gubernur tentang Rumah Aman Bagi Perempuan Dan Anak
Koban Tindak Kekerasan. Peraturan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan masih
berada dalam tahap pembahasan. Upaya yang dilakukan pihak Biro Hukum
Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta yaitu mengadakan pembinaan terkait
penyusunan produk hukum daerah, rapat dan koordinasi langsung pada dinas terkait
agar proses pembentukan peraturan gubernur ini terselesaikan dan diakui
keberadaannya.
Kata kunci: Peraturan Gubernur dan Sekertariat Daerah Provinsi DKI Jakarta.
vii
DAFTAR ISI
viii
2.6 Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban .................................................. 25
2.7 Perlindungan Perempuan dan Anak ............................................................ 28
2.8 Hukum Pidana ............................................................................................. 30
2.8.1 Fungsi Hukum Pidana ........................................................................... 33
2.8.2 Sumber Hukum Pidana ......................................................................... 34
2.8.3 Asas-asas Hukum Pidana ...................................................................... 36
BAB III ................................................................................................................. 39
PEMBAHASAN .................................................................................................. 39
3.1 Proses Pembentukan Peraturan Gubernur Nomor 48 Tahun 2018 Tentang
Rumah Aman Bagi Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan di
Provinsi DKI Jakarta ......................................................................................... 39
3.1.1 Perencanaan Rancangan Peraturan Gubernur tentang Rumah Aman
Bagi Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan ................................. 42
3.1.2 Penyusunan Rancangan Peraturan Gubernur tentang Rumah Aman Bagi
Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan .......................................... 43
3.1.3 Pembahasan Rancangan Peraturan Gubernur tentang Rumah Aman
Bagi Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan ................................. 45
3.1.4 Pengundangan dan Penomoran Peraturan Gubernur tentang Rumah
Aman Bagi Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan ...................... 47
3.1.5 Autentifikasi dan Penyebarluasan Peraturan Gubernur tentang Rumah
Aman Bagi Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan ...................... 49
3.1.6 Pendokumentasian Peraturan Gubernur tentang Rumah Aman Bagi
Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan .......................................... 50
3.2 Kendala terhadap pembentukan Peraturan Gubernur tentang Rumah Aman
Bagi Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan ..................................... 51
3.3 Upaya yang dilakukan dari kendala terhadap pembentukan Peraturan
Gubernur tentang Rumah Aman Bagi Perempuan dan Anak Korban Tindak
Kekerasan .......................................................................................................... 53
BAB IV ................................................................................................................. 58
PENUTUP ............................................................................................................ 58
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 58
4.2 Saran ............................................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 60
LAMPIRAN ......................................................................................................... 62
ix
DAFTAR GAMBAR
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyelenggaraan pemerintahan yang tertib merupakan syarat utama
terwujudnya tujuan negara. Pemerintah daerah sebagai penyelenggara
pemerintahan daerah tidak terlepas dari tugas membina ketentraman dan
ketertiban masyarakat didaerahnya. Peraturan daerah harus sesuai dengan
keadaan masyarakat dimana peraturan daerah tersebut diberlakukan. Sebagai
penyelenggara pemerintahan daerah maka pemerintah daerah dituntut untuk
memahami dukungan dan tuntutan yang berkembang dalam masyarakatnya,
tetapi kenyataannya sering terjadi bahwa setelah diberlakukannya suatu
peraturan daerah, banyak substansi dari peraturan daerah dianggap tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.
Sebagai negara hukum, maka aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan
atas hukum. Sehingga untuk mewujudkan negara hukum tersebut diperlukan
tatanan yang tertib antara lain dibidang peraturan perundang-undangan. Dalam
rangka mewujudkan tatanan yang tertib dibidang peraturan perundang-
undangan di Indonesia, telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Berdasarkan jenis
peraturan perundang-undangan sendiri ada 2 (dua) yaitu peraturan perundang-
undangan di tingkat pusat dan di tingkat daerah.1 Dalam negara hukum yang
demokratis peran hukum sebagai sarana untuk mewujudkan kebijakan
pemerintah dan memberikan legitimasi terhadap kebijakan publik sangat
diperlukan. Oleh karena itu, perlu pembangunan hukum dalam rangka menata
kembali substansi hukum melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan
perundang-undangan dengan memperhatikan asas umum dan hierarki
peraturan perundang-undangan serta menghormati hak asasi manusia.
1
Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yogyakarta, 2007, hlm. 184.
2
2
Didi Nazmi. Konsepsi Negara Hukum. Angkasa Raya, Padang. 1992. hlm. 50.
3
Ibid
3
4
Saparinah Sadli, Hak Asasi Perempuan adalah Hak Asasi Manusia, dalam Pemahaman
Bentukbentuk Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya, KK
Convention Watch, Pusat Kajian Wanita dan Jender, Universitas Indonesia, Jakarta, 2000, hlm.1.
4
1.3 Tujuan
1. Mengidentifikasi dan Mendiskripsikan kendala terhadap pembentukan
Peraturan Gubernur tentang Rumah Aman Bagi Perempuan dan Anak
Korban Tindak Kekerasan.
2. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan upaya penyelesaian untuk mengatasi
kendala terhadap pembentukan Peraturan Gubernur tentang Rumah Aman
Bagi Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan.
5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2006, hlm. 22.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemerintah Daerah
Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, baiklah kita lihat pasal 18
UUD 1945 dengan penjelasannya dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, yang pelaksanaannya diatur
dengan Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 1974. Dalam pasal 18
UUD 1945 bahwa: “pembagian daerah Indonesia atas daerah besar atau kecil,
dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang,
dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem
pemerintahan daerah, hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat
istimewa”. Penjelasan pasal 18 UUD 1945 bahwa negara Indonesia adalah
suatu negara kesatuan, Indonesia tidak akan mempunyai daerah di dalam
lingkungannya yang juga berbentuk negara yang dibagi menjadi daerah
provinsi dan daerah provinsi dibagi pula menjadi daerah yang lebih kecil.
Daerah itu bersifat otonom atau administratif belaka, semuanya menurut aturan
yang ditetapkan dengan undang-undang. Daerah yang bersifat otonom
diadakan badan perwakilan daerah. Maksudnya ialah bahwa wilayah Indonesia
dibagi menjadi sejumlah daerah besar dan kecil yang bersifat otonom, yaitu
daerah yang boleh mengurus rumah tangganya sendiri dan daerah administrasi,
yaitu daerah yang tidak boleh bediri sendiri.6
Kewenangan untuk daerah kabupaten dan kota didasarkan pada asas
desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang mencangkup kewenangan semua
bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik, luar negeri,
pertahanan, keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan
bidang lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah, disamping itu
keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam
6
C.S.T. Kansil, S.H, Christine S.T. Kansil, S.H., M.H, Pemerintah Daerah Di Indonesia, Sinar
Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 3.
10
7
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta, Pusat Studi Hukum, 2005,
hlm. 37.
8
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
9
M. Laica Marzuki, Hukum dan Pembangunan Daerah Otonom, Kertas Kerja PSKMP-LPPM
Unhas, Makasar, 1999, Hlm. 12.
11
10
Bobsusanto, “Pengertian Hukum Menurut Para Ahli”,
http://www.spengetahuan.com/2015/02/20-pengertian-hukum-menurut-para-ahli-terlengkap.html,
diakses pada tanggal 13 Maret 2019 pukul 21.00 WIB.
12
11
Aziz Syamsuddin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, Sinar Grafika, Jakarta,
2013, hlm. 19.
13
12
Zulkarnain, Beni Ahmad, Tinjauan Terhadap Pembagian Urusan Kewenangan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, E-Journal Universitas Atmajaya, 2012, hlm. 258.
13
Aziz Syamsuddin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-undang, Sinar Grafika, Jakarta
Timur, 2013, hlm. 26.
14
norma yang lebih tinggi lagi, sampai pada suatu norma hukum negara
tertinggi yang disebut Norma Dasar Negara (Staatsfundamentalnorm).14
Dari teori tersebut, Hans Nawiasky menambahkan bahwa selain norma
itu berlapis-lapis dan berjenjang, norma hukum juga berkelompok-
kelompok. Hans Nawiasky mengelompokkan menjadi 4 kelompok besar
yakni:
1) Staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara);
2) Staatsgrundgezets (aturan dasar negara);
3) Formell Gezetz (undang-undang formal);
4) Verordnung dan Autonome Satzung (aturan pelaksana dan aturan
otonom).
Kelompok norma di atas hampir selalu ada dalam tata susunan
norma hukum di setiap Negara, walaupun istilahnya dan jumlah norma
yang berbeda dalam setiap kelompoknya. Sebelumnya, perlu dipahami
bahwa menurut Hans Kelsen dalam bukunya General Theory of Law and
State, terdapat dua sistem norma yang meliputi:
1. Sistem norma statik adalah sistem yang melihat pada ‘isi’ norma.
Menurut sistem norma yang statik, norma umum dapat ditarik
menjadi norma yang lebih khusus, atau norma-norma khusus itu
dapat ditarik dari suatu norma yang umum.
2. Sistem norma yang dinamik adalah sistem norma yang melihat
pada berlakunya suatu norma dari cara ‘pembentukannya’ atau
‘penghapusannya’.
Dalam ilmu perundang-undangan yang dibicarakan adalah norma
hukum sebagai salah satu norma yang dinamik, yaitu norma yang
diterapkan berdasarkan siapa pembuatnya dan bagaimana penerapannya
dikaitkan dengan norma-norma lainnya. Dalam konteks ini, norma
hukum bersifat heteronom, yaitu muncul dari luar diri seseorang. Norma
hukum dibuat oleh pihak penguasa, yaitu bidang legislatif. Hal ini
berbeda dengan norma-norma lainnya yang cenderung merupakan
kaedah otonom, yaitu berasal dari dalam diri seseorang. Selain itu, norma
14
Ibid, hlm. 23.
15
15
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan.
18
16
Ibid, Pasal 6.
19
17
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
21
18
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 112 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Pembentukan Produk Hukum Daerah.
19
Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
http://jdih.babelprov.go.id/content/dasar-pembentukan-peraturan-gubernur, diakses pada tanggal
15 Mei 2019 pukul 19.32 WIB.
20
Ibid
22
21
Ibid
22
Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban
Tindak Kekerasan.
23
c. Keluarga; dan
d. Orangtua.
Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud, meliputi:23
a. melaksanakan kebijakan perlindungan perempuan dan anak dari tindak
kekerasan yag ditetapkan oleh pemerintah;
b. menetapkan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan perempuan
dan anak dari tindak kekerasan;
c. melakukan kerja sama dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan
dan anak dari tindak kekerasan;
d. memberikan dukungan sarana dan prasarana pelaksanaan perlindungan
perempuan dan anak dari tindak kekerasan;
e. mengalokasikan anggaran penyelenggaraan perlindungan perempuan dan
anak dari tindak kekerasan sesuai kemampuan keuangan daerah; dan
f. membina dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan perempuan dan
anak dari tindak kekerasan.
Untuk mencegah terjadi tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak,
pemerintah daerah melakukan pemberdayaan dan penyadaran kepada keluarga,
orangtua, dan masyarakat dengan memberikan informasi, bimbingan dan/atau
penyuluhan. Selain pemberdayaa dan penyadaran, Pemerintah Daerah
melakukan upaya sebagai berikut:24
a. peningkatan jumlah dan mutu pendidikan baik formal maupun non formal
dan informasi;
b. pembukaan aksebilitas untuk memperoleh pendidikan pelatihan,
pendanaan, peningkatan, peningkatan pendapatan dan pelayanan sosial;
c. pembukaan lapangan kerja bagi perempuan;
d. membangun partisipasi dan kepedulian masyarakat terhadap pencegahan
perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan;
e. membangun dan menyediakan sistem informasi yang lengkap dan mudah
di akses;
23
Ibid, Pasal 7
24
Ibid, Pasal 10
24
25
Ibid, Pasal 16
26
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
25
27
Muhammad Bastoni, “Hak asasi manusia terhadap anak”,
http://eprints.ums.ac.id/13241/2/BAB_1.pdf, di akses pada tanggal 18 Maret 2019 pukul 08.00
WIB.
28
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
29
Prof.DR.Muhadar .SH. M.Si, Edi Abdullah, SH, M.H, Husni Thamrin, S.H, M.M, M.H.
’’Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana”, ITS Press, Surabaya, 2009
hlm. 206.
26
30
Peraturan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Nomor 5 tahun 2010 tentang Tugas dan
Fungsi LPSK.
31
Permohonan Pelindungan Saksi dan Korban, http://www.lpsk.go.id/permohonan di akses pada
tanggal 15 Mei 2019, pukul 20.40 WIB.
28
tangga.32 Kekerasan dalam rumah tangga dapat disebabkan oleh banyak faktor,
baik faktor internal maupun eksternal dalam lingkup rumah tangga. Faktor
internal yang dapat memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga antara
lain, karakter pelaku kekerasan yang cenderung emosi, ketergantungan
ekonomi, pihak ketiga dalam rumah tangga, keadaan ekonomi, dan komunikasi
yang berjalan dengan tidak baik. Sementara faktor eksternal adalah budaya
yang memandang perempuan sebelah mata dan kesalahan penafsiran ajaran
agama didalam masyarakat. Faktor-faktor tersebut dapat memicu terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga yang selama ini banyak terjadi.33
Dalam Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dijelaskan bahwa
keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tenteram, dan
damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Keutuhan dan
kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri
tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah
tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang
berada dalam lingkup rumah tangga tersebut.
Banyaknya korban kekerasan dalam rumah tangga, maka sangat
diperlukan perlindungan bagi korban kekerasan adanya penegakan hukum dari
aparat penegak hukum yang baik maka kasus-kasus KDRT akan dapat
terselesaikan dengan baik pula. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah untuk menanggulangi masalah ini, tetapi hasilnya tidak pernah
memuaskan. Meskipun demikian, lahirnya sebuah Undang-Undang sebagai
landasan legal-formal bukanlah serta merta akan menjamin pelaksanaannya
sesuai dengan yang diharapkan atau sesuai dengan pasal-pasal yang
menjaminnya. Kesadaran ini harus sejak dini ditanamkan sehingga
implementasinya menjadi efektif.34
Masalah kejahatan khususnya tindak kekerasan terhadap perempuan
merupakan bagian dari kenyataan sosial dan bukan hal yang baru, meskipun
32
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
33
S.A. Christian, Kekerasan terhadap perempuan, http://ejournal.uajy.ac.id/166/2/1HK09663.pdf,
di akses pada tanggal 18 Maret 2019 pukul 20.00 WIB.
34
Ibid
30
35
Ibid
31
36
Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung, 1992, hlm. 114.
32
37
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 2.
38
CST. Kansil, Pengantar ilmu hukum dan Tata hukum Indonesia, Ctk.9, Balai Pustaka, Jakarta,
1993, hlm. 250.
39
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, Ctk. I, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2005, hlm. 52.
33
pemikiran barat khususnya yang terkait dengan gagasan tentang asas legalitas.
Sementara itu, ada pula pemikiran yang menggabungkan secara sekaligus dua
tujuan diadakannya hukum pidana yang telah disebutkan diatas. Sehingga
konsepnya menjadi bahwa hukum pidana diadakan tujuannya adalah
disamping untuk melindungi kepentingan-kepentingan yang bersifat
kemasyarakatan, sekaligus (secara implisit) juga melindungi kepentingan-
kepentingan yang bersifat perseorangan.40
2.8.1 Fungsi Hukum Pidana
Fungsi Hukum Pidan dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Fungsi umum Hukum Pidana adalah untuk mengatur
hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat
yang berisi ketentuan hukum pidana yang berlaku untuk seluruh
lapangan hukum pidana, baik yang terdapat dalam KUHP maupun
diluar KUHP, kecuali ditentukan lain. Bagian umum ini, dalam KUHP
dimuat dalam buku I KUHP (Aturan Umum), pasal 1-103. Mengatur
tentang ketentuan tentang batas berlakunya KUHP, pidana, hal yang
menghapuskan, mengurangkan atau memberatkan pidana, percobaan,
penyertaan, perbarengan daluarsa dsb. Pasal 103 merupakan aturan
penutup yang mengatur tentang dapat dibuatnya Undang-Undang
pidana lainnya diluar KUHP.
2. Fungsi Khusus salah satu contohnya adalah melindungi kepentingan
hukum dari perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi
pidana yang sifatnya lebih tajam bila dibandingkan dengan sanksi
pidana yang terdapat pada cabang hukum yang lain. Kepentingan
hukum yang wajib dilindungi itu ada tiga macam yaitu :
a. Kepentingan hukum perorangan (individuale belangen) misalnya
kepentingan hukum terhadap hak hidup (nyawa), kepentingan
hukum atas tubuh, kepentingan hukum akan hak milik benda,
kepentingan hukum terhadap harga diri dan nama baik,
kepentingan hukum terhadap rasa susila, dsb.
40
Ibid
34
41
Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, 1990, Hlm. 15-19.
35
42
Modul Azas-Azas Hukum Pidana, https://www.academia.edu/29658231/Asas-
asas_Hukum_Pidana_EBook_ , diakses pada tanggal 16 Mei 2019 pukul 11.00 WIB.
43
Ibid
37
I. Asas Teritorial
Asas ini diatur juga dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) yaitu dalam pasal 2 KUHP yang menyatakan: “Ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi
setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”.
II. Asas Pesonal
Asas Personal atau Asas Nasional yang aktif tidak mungkin
digunakan sepenuhnya terhadap warga negara yang sedang berada
dalam wilayah negara lain yang kedudukannya sama-sama
berdaulat. Apabila ada warga negara asing yang berada dalam
suatu wilayah negara telah melakukan tindak pidana dan tindak
pidana dan tidak diadili menurut hukum negara tersebut maka
berarti bertentangan dengan kedaulatan negara tersebut. Pasal 5
KUHP hukum Pidana Indonesia berlaku bagi Warga Negara
Indonesa di luar Indonesia yang melakukan perbuatan pidana
tertentu kejahatan terhadap keamanan negara, martabat kepala
negara, penghasutan, dll.
III. Asas Perlindungan
Sekalipun asas personal tidak lagi digunakan sepenuhnya tetapi ada
asas lain yang memungkinkan diberlakukannya hukum pidana
Nasional terhadap perbuatan pidana yang terjadi di luar wilayah
negara Pasal 4 KUHP (seteleh diubah dan ditambah berdasarkan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1976) “Ketentuan pidana dalam
perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang
melakukan di luar Indonesia”. Dalam pasal 4 KUHP ini terkandung
asas melindungi kepentingan yaitu melindungi kepentingan
Nasional dan melindungi kepentingan Internasional (universal).
Pasal ini menentukan berlakunya hukum pidana Nasional bagi
setiap orang (baik warga Negara Indonesia maupun warga negara
asing) yang di luar Indonesia melakukan kejahatan.
38
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Proses Pembentukan Peraturan Gubernur Nomor 48 Tahun 2018 Tentang
Rumah Aman Bagi Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan di
Provinsi DKI Jakarta
Salah satu tiang utama dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu
negara adalah pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik,
harmonis, dan mudah diterapkan dalam masyarakat. Sebagai suatu wacana
untuk melaksanakan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik
deperlukan adanya suatu peraturan yang dapat dijadikan pedoman dan acuan
bagi para pihak yang berhubungan dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Peraturan yang memberikan pedoman tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan tersebut selama ini selalu ditunggu dan diharapkan dapat
memberikan suatu arahan dan panduan, sehingga proses pembentukan
peraturan perundang-undangan yang meliputi tahap perencanaan, persiapan,
perumusan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangannya
menjadi lebih jelas.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membentuk suatu Peraturan Gubernur
tentang Rumah Aman Bagi Perempuan dan Anak Koraban Tindak Kekerasan
tidak tanpa alasan. Hal ini melihat kondisi masyarakat khusususnya perempuan
dan anak di Jakarta yang tidak sedikit telah menjadi korban tindak kekerasan.
Peratuan Gubernur ini dibuat karena hubungan vertikal peraturan perundang-
undangan yaitu Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perlindungan
Perempuan Dan Anak Korban Tindak Kekerasan yang didalam pasalnya
mengharus kan membuat rumah aman bagi perempuan dan anak korban tindak
kekerasan.
Melihat kondisi masyarakat Jakarta tersebut, maka Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta perlu untuk membentuk Peraturan Gubernur tentang Rumah Aman
Bagi Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan karena sampai saat ini
masih belum ada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta yang mengatur hal
tersebut. Seperti yang dikatakan oleh salah satu tim dari Dinas Sosial bahwa:
40
44
Hasil wawancara dengan staff Biro Hukum Sekretariat Daerah provinsi DKI Jakarta pada saat
melaksanakan observasi di Kantor Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta.
41
45
Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pembentukan Produk Hukum
Daerah.
46
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah.
47
Ibid, Pasal 19 ayat (1).
43
48
Ibid, Pasal 42 ayat (1).
45
49
Ibid, pasal 79.
46
50
Peraturan Gubernur nomor 112 tahun 2012 tentang Tata Cara Pembentukan Produk Hukum
Daerah.
48
51
Ibid, Pasal 1 angka 20
49
52
Wawancara dengan staff bagian Peraturan Perundang-Undangan Biro Hukum Sekretariat
Daerah Provinsi DKI Jakarta.
53
Ibid
53
3. Dinas sosial tidak bisa atau tidak mengerti cara membuat draft Peraturan
Gubernur;
“terus mereka juga ga ngerti cara membuat draft Peraturan Gubernur
maka mereka terhambat dalam pembentukan Peraturan Gubernur
tentang Rumah Aman Bagi Perempuan Dan Anak Korban Tindak
Kekerasan ini.”54
Ketiga hasill wawancara dengan staff Biro Hukum tersebutlah yang
menjadi alasan mengapa peraturan gubernur tentang Rumah Aman Bagi
Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan lama untuk dibuat.
54
Ibid
55
Ibid
54
Gambar 3.2. Struktur Organisasi Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi DKI
Jakarta
Kekerasan. Dengan adanya kegiatan rapat yang diadakan oleh Biro Hukum
diharapkan dapat memaksimalkan serta mempercepat dalam mempersiapakan
rancangan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Rapat ini dihadiri oleh
Dinas terkait yaitu:
1. Biro Hukum.
2. Dinas Sosial.
3. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
4. Biro Kesejaheraan Sosial.
5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
6. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Sulit memang kalau dinas pemrakarsa tidak mempunyai seseorang yang
ahli dalam membentuk peraturan perundang-undangan, maka dari itu Biro
Hukum turut serta atau membantu untuk menyelesaikan Peraturan Gubernur
sehingga menghasilkan Rancangan Peraturan Gubernur yang baik guna
menghindari adanya pembatalan nantinya. Kegiatan rapat koordinasi
Pembentukan Peraturan Gubernur tentang Rumah Aman Bagi Perempuan dan
Anak Korban Tindak Kekerasan dilaksanakan dalam rangka pembiayaan
pembuatan rumah aman dan mempercepat proses penyusunan draft Peraturan
Gubernur tentang Rumah Aman Bagi Perempuan dan Anak Korban Tindak
Kekerasan. Adapun hasil rapat antara dinas terkait dalam upaya mempercepat
penyusunan draft Peraturan Gubernur tentang Rumah Aman Bagi Perempuan
dan Anak Korban Tindak Kekerasan, antara lain sebagai berikut:
1. Pembiayaan pembuatan rumah aman dibebankan dari Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
2. Tenaga ahli dari Biro Hukum terutama bagian peraturan perundang-
undangan turut membantu untuk menyusun dan merancang Peraturan
Gubernur tentang Rumah Aman Bagi Perempuan Dan Anak Korban
Tindak Kekerasan.
3. Rumah aman dibentuk dan dilaksanakan oleh Dinas Sosial melalui Panti
Sosial Perlindungan Bhakti Kasih.
57
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Kendala terhadap pembentukan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
tentang Rumah Aman Bagi Perepuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan,
yaitu: 1) Dinas sosial tidak mengetahui atau tidak sadar kalau peraturan
daerah nomor 8 tahun 2011 tentang perlindungan perempuan dan anak ini
menyuruh untuk mengatur lebih lanjut di Peraturan Gubernur untuk
membuat rumah aman, 2) Dinas sosial suka mengulur waktu untuk
membuatnya atau menindak lanjuti pembuatan Peraturan Gubernur, 3)
Dinas Sosial tidak mengerti cara membuat draft Peraturan Gubernur.
2. Upaya penyeselesaian kendala terhadap pembentukan Peraturan Gubernur
tentang Rumah Aman Bagi Perempuan dan Anak Korban Tindak
Kekerasan, yaitu: 1) mengadakan pembinaan terkait tata cara pembentukan
produk hukum daerah dengan cara, Bimbingan Teknis, Sosisalisasi, dan
Konsultasi. 2) mengadakan rapat dan koordinasi langsung terhadap
perangkat daerah pemrakarsa yaitu Dinas Sosial dan Perangkat Daerah
terkait.
4.2 Saran
1. Bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Melihat dari salah satu kendala terhadap pembentukan peraturan
gubernur tentang Rumah Aman Bagi Perempuan dan Anak Korban Tindak
Kekerasan yaitu kurangnya Sumber Daya Manusia secara kuantitas
maupun kualitas mampu menyurusun draft peraturan perundang-undangan
yang ditempatkan pada Dinas Sosial, seharusnya menambah jumlah staff
yang mampu menyusun draft produk hukum daerah di Dinas Sosial. Serta
memberikan pelatihan terhadap perangkat daerah mengenai seni
merancang peraturan perundang-undangan untuk menambah kemampuan
dalam merancang peraturan perundang-undangan, sehingga dapat
membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang baik.
59