BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahwa saat datangnya malaikat maut mencabut nyawa atau roh seseorang dari dalam
tubuhnya itu adalah termasuk ilmu ghaib yang jarang sekali dapat diketahui manusia
manusia biasa. Namun begitu tak sedikit manusia yang dapat mengetahui, malah
menduga dan merasakan tanda-tanda dan gejala-gejala bahwa kematian itu sudah hampir
tiba. Baik terhadap "diri pribadi sendiri maupun terhadap pribadi orang lain. Pada
ghalibnya semua tanda-tanda dan gejala-gejala kematian itu tidak pasti sebab ada
diantara manusia-manusia ini yang menuruti ketentuan-ketentuan yang sama sekali
diluar dugaan manusia-manusia lain. Sungguhpun begitu lapangan kita dalam uraian
ini tak menjangkau sesuatu yang terletak diluar jangkauan kita sebagai manusia
biasa. Kita ini adalah manusia biasa, sesudah dilahirkan oleh orana tua kita
dirawat, diberi makan dan minum sampai sanggup berdiri sendiri.
Setiap makhluk yang berjiwa pasti mengalami kematian, tidak terkecuali manusia.
Allah swt. memuliakan manusia semasa hidupnya ataupun ketika meninggalnya, oleh
karenanya fardhu kifayah hukumnya melaksanakan perawatan terhadap jenazah sesama
muslimnya. Perawatan dimaksud adalah : memandikan, mengkafani, menyalatkan dan
menguburkan. Anak yang dilahirkan sebelum waktunya dan yang lahir dalam keadaan
sudah mati, maka tidak disembahyangkan. Bila lahir dan masih terlihat tanda-tanda
hidupnya baru kemudian meninggal, maka diperlakukan seperti layaknya orang dewasa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum-hukum memandikan jenazah?
2. Apakah syarat - syarat memandikan jenazah?
3. Bagaimana cara memandikan jenazah?
4. Apakah faedah-faedah dalam menadikan jenazah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami hukum-hukum memandikan jenazah
2. Untuk mengetahui dan memahami syarat-syarat memandikan jenazah
3. Untuk mengetahui dan memahami tata cara memandikan jenazah
4. Untuk mengetahui dan memahami faedah-faedah dalam memandikan jenazah
D. Manfaat Penulisan
Agar siswa dapat memahami dan mengetahui syarat dan tata cara memandikan jenazah
secara baik dan benar sesuai dengan hukum atau aturan yang berlaku dalam islam.
BAB II
ISI
4. Jika tidak ada yang mampu keluarga Jenazah boleh menunjuk oranng yang amanah
lagi terpercaya untuk memandikannya. Hal ini dimaksudkan agar apabila pada mayat
terdapat aib, suami/istri dan mahram lebih bisa menjaga kerahasiannya. Oleh karena
itu bila orang lain yang memandikan, maka harus dipilih mereka yang betul-betul
dapat dipercaya. Nabi saw. bersabda : Artinya : Hendaknya yang memandikan jenazah
itu, orang-orang yang terpercaya. HR. Ibnu Majah
5. Bila yang meninggal adalah anak-anak maka baik laki-laki maupun wanita boleh
memandikannya selama jenazah usianya belum melebihi tujuh tahun7. Namun seumpama
jenazah adalah laki-laki dan semua yang hidup (yang terkena hukum wajib) adalah
wanita atau sebaliknya dan tidak ada suami atau istrinya, maka jenazah tidak boleh
dimandikan tapi cukup ditayammumkan oleh salah seorang dari mereka dengan
menggunakan pelapis tangan.
d. Membasuh Tubuh si Jenazah. Setelah itu membasuh anggota badan sebelah kanan
si mayit. Dimulai dari sisi kanan tengkuknya, kemudian tangan kanannya dan bahu
kanannya, kemudian belahan dadanya yang sebelah kanan, kemudian sisi tubuhnya yang
sebelah kanan, kemudian paha, betis dan telapak kaki yang sebelah kanan.
Banyaknya memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah memandikannya
satu kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih,
maka ditambah lagi memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih
jika memang dibutuhkan). Dan disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian
yang terakhir, karena bisa mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena
itulah ditambahkannya kapur barus ini pada pemandian yang terakhir agar baunya
tidak hilang.
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk,
kecuali jika petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan
kotoran-kotoran yang masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan
sabun untuk menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si
mayit dengan keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau
sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si mayit, sebab rambutnya akan gugur
dan berjatuhan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Memandikan jenazah adalah fardhu kifayah -sebagaimana sudah diketahui- apabila
dilakukan oleh orang lain gugurlah kewajiban itu dari yang lain.
Tata cara memandikan jenazah adalah melaksanakannya di tempat tertutup yang tidak
dilihat orang lain, tidak ada yang hadir selain yang ikut memandikan atau yang
membantunya. Kemudian dilepas pakaiannya setelah diletakkan kain di atas auratnya
sehingga tidak terlihat. Kemudian mengeluarkan kotoran yang diperutnya dan
membersihkannya. Kemudian diwudhukan seperti wudhu untuk shalat, namun para ulama
mengatakan tidak memasukkan air ke hidung dan mulutnya. Sesungguhnya hanya
menggunkan kain yang dibasahi dan digosokkan ke gigi dan dalam hidungnya. Kemudian
setelah itu dibasuh kepalanya kemudian dibasuh semua tubuhnya, dimulai dari sebelah
kanan dan sebelah kemudian menyusul sebelah kiri. Sebaiknya diberikan daun bidara
di air karena ia membersihkan, dibasuh kepala dan jenggotnya dengan buih daun
bidara. Dan juga diberikan kapur barus atau sedikit dari kapur barus dalam basuhan
terakhir.
Syarat dan faedah telah tercantum pada ayat Al-Quran dan hadits.
B. Saran
Sebagai ummat islam, diharapkan siswa memperhatikan dan memahami secara jelas
mengena syarat dan tata cara memandikan jenazah karena materi ini sangat berguna
ketika mereka berada di lingkungan masyrakat. Selain medatangkan amal kebaikan,
memandikan jenazah juga berarti mematuhi perintah Allah SWT serta memberikan
penghormatan terhadap jenazah.