Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

KISTA OVARIUM

Nama Mahasiswa : Diva Nurhasanah

Nim : 1911102412082

Ruang Praktik : Mawar

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2019
A. Konsep Dasar Keperawatan
1. Definisi
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar, kistik maupun
solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2007: 346).

Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya
berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium) (Nugroho, 2010: 101)

Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi cairan,normalnya
berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kistaindung telur dapat
terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampaimenopause, juga selama masa
kehamilan (Bilotta. K, 2012).

Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di dalam
jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena terbentuk setelah telur
dilepaskan sewaktu ovulasi (Yatim, 2005: 17)

2. Etiologi
Menurut Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh gangguan
(pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium (ketidakseimbangan
hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal
mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi
didalam korpus luteum indung telur yang fungsional dan dapat membesar bukan karena
tumor, disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari
siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening,
berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak
terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus
luteum, sel telur.

3. Tanda dan Gejela


Tanda dan gejala kista ovarium menurut Nugroho (2010: 104), kebanyakan
wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu.
Namun beberapa orang dapat mengalami gejala ini :
a. Nyeri saat menstruasi.
b. Nyeri di perut bagian bawah.
c. Nyeri saat berhubungan seksual.
d. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
e. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
f. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.

4. Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2007: 347-349), komplikasi yang dapat terjadi pada kista
ovarium diantaranya:
1. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran
perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau
posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat
menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas
di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta
dapat juga mengakibatkan edema pada tungkai.
2. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
` Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri
mengeluarkan hormon.
3. Akibat komplikasi kista ovarium
a. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur menyebabkan
kista membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik
yang minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak
akan terjadi distensi yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
b. Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan
diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau ligamentum
rotundum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini dapat berkembang menjadi
infark, peritonitis dan kematian. Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan dengan
kista, karsinoma, TOA, massa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada
ovarium normal. Torsi ini paling sering muncul pada wanita usia reproduksi.
Gejalanya meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah, mual
dan muntah. Dapat terjadi demam dan leukositosis. Laparoskopi adalah terapi
pilihan, adneksa dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren
dibuang, setiap kista dibuang dan dievaluasi secara histologis.
c. Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
d. Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma,
seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat bersetubuh. Jika
robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan bebas
berlangsung ke uterus ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri
terus menerus disertai tanda-tanda abdomen akut.
e. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang
seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasannya. Adanya asites dalam
hal ini mencurigakan. Massa kista ovarium berkembang setelah masa
menopause sehingga besar kemungkinan untuk berubah menjadi kanker
(maligna). Faktor inilah yang menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi
penting.

5. Patofisiologi
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang
terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami
pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna didalam
ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal
akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pertengahan
siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit
mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang
memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah- tengah. Bila tidak terjadi
fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara
progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar
kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal
dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak (Nugroho,
2010).
6. Pathway

Etiologi :
 Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron
 Pertumbuhan folikel tidak seimbang
 Degenerasi ovarium
 Infeksi ovarium

Gangguan reproduksi

Tanda dan gejala : Diagnosa : Komplikasi :


 Tanpa gejala  Anamnesa  Pembenjolan perut
 Nyeri saat menstruasi  Pemeriksaan fisik  Pola haid berubah
 Nyeri di perut bagian bawah  Pemeriksaan  Perdarahan
 Nyeri saat berhubungan penunjang  Torsio (putaran tangkai)
seksual  Infeksi
 Nyeri saat berkemih atau BAB  Dinding kista robek
 Siklus menstruasi tidak teratur Kista ovarium  Perubahan keganasan

Kista fungsional Kista non fungsional

Konservatif :
 Observasi 1-2 bulan
Laparatomi Laparoskopi

Keluhan tetap :
 Aktivitas hormon Ovarian Salpingo-
 Discomfort cystectomy oophorectomy

Perawatan post operasi : Penyulit post operasi :


 Obat analgetik  Nyeri
 Mobilisasi  Perdarahan
 Personal hygiene  Infeksi

Bagan 2.1 Pathway Kista Ovarium (Taufan Nugroho, 2010)


7. Penatalaksanaan
a. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama
1 -2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu
atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho,
2010: 105).
b. Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan operasi
harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22 gejala akut, tindakan operasi
harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya
memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita menopause yang memiliki
kista ovarium juga disarankan operasi pengangkatan untuk meminimalisir resiko
terjadinya kanker ovarium. Wanita usia 50-70 tahun memiliki resiko cukup besar
terkena kenker jenis ini. Bila hanya kistanya yang diangkat, maka operasi ini disebut
ovarian cystectomy. Bila pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba
fallopi, maka disebut salpingo oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain tergantung pada
usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak, kondisi ovarium dan jenis kista.

Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit (twisted) dan
menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan tindakan darurat pembedahan
(emergency surgery) untuk mengembalikan posisi ovarium menurut Yatim, (2005:
23)

Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim, (2005: 23)
yaitu:

1) Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada pemeriksaan


sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya dokter melakukan
operasi dengan laparoskopi. Dengan cara ini, alat laparoskopi dimasukkan ke
dalam rongga panggul 23 dengan melakukan sayatan kecil pada dinding perut,
yaitu sayatan searah dengan garis rambut kemaluan.
2) Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan
laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara
laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan
(kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses keganasan, operasi sekalian
mengangkat ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar serta kelenjar limfe.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Anamnesa
a. Identitas klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama
dan alamat, serta data penanggung jawab

b. Keluhan klien saat masuk rumah sakit: biasanya klien merasa nyeri pada daerah
perut dan terasa ada massa di daerah abdomen, menstruasi yang tidak berhenti-
henti.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang: Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada
daerah abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah perut, menstruasi
yang tidak berhenti, rasa mual dan muntah.

2) Riwayat kesehatan dahulu: Sebelumnya tidak ada keluhan.

3) Riwayat kesehatan keluarga: Kista ovarium bukan penyakit menular/keturunan.

4) Riwayat perkawinan: Kawin/tidak kawin ini tidak memberi pengaruh terhadap


timbulnya kista ovarium.

5) Riwayat kehamilan dan persalinan: Dengan kehamilan dan persalinan/tidak, hal


ini tidak mempengaruhi untuk tumbuh/tidaknya suatu kista ovarium.

6) Riwayat menstruasi: Klien dengan kista ovarium kadang-kadang terjadi


digumenorhea dan bahkan sampai amenorhea.

2. Pengkajian fisik
Pemeriksaan Fisik: Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah secara
sistematis.
a. Kepala
1) Hygiene rambut
2) Keadaan rambut
b. Mata
1) Sklera: ikterik/tidak
2) Konjungtiva: anemis/tidak
3) Mata: simetris/tidak
c. Leher
1) Pembengkakan kelenjer tyroid
2) Tekanan vena jugolaris.
d. Dada
Pernapasan
1) Jenis pernapasan
2) Bunyi napas
3) Penarikan sela iga
e. Abdomen
1) Nyeri tekan pada abdomen.
2) Teraba massa pada abdomen.
f. Ekstremitas
1) Nyeri panggul saat beraktivitas.
2) Tidak ada kelemahan.
g. Genitalia

3. Pemeriksaan penunjang
Pemastian diagnosis untuk kista ovarium dapat dilakukan dengan pemeriksaan:
a. Ultrasonografi (USG)
Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer) digunakan untuk
mengirim dan menerima gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasound) yang
menembus bagian panggul, dan menampilkan gambaran rahim dan ovarium di
layar monitor. Gambaran ini dapat dicetak dan dianalisis oleh dokter untuk
memastikan keberadaan kista, membantu mengenali lokasinya dan menentukan
apakah isi kista cairan atau padat. Kista berisi cairan cenderung lebih jinak, kista
berisi material padat memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
b. Laparoskopi
Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan
melalui pembedahan kecil di bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium,
menghisap cairan dari kista atau mengambil bahan percontoh untuk biopsi.
c. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis.
d. Foto Rongent
Berguna untuk menentukan adanya hidrothoraks, selanjutnya pada kista dermoid
kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi pada kista.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d pencendera fisik
2. Defisit perawatan diri b.d kelemahan
3. Risiko infeksi dengan faktor risiko efek prosedur invasif

D. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri akut b.d pencendera  Tingkat nyeri  Manajemen nyeri
fisik Setelah dilakukan tindakan 3x24 1. Identifikasi lokasi,
jam, diharapkan masalah nyeri karakteristik, durasi,
melahirkan dapat teratasi dengan frekuensi, kualitas, intensitas
indikator : nyeri dan skala nyeri
1. Keluhan nyeri (4) 2. Kontrol lingkungan yang
2. Meringis (4) memperberat rasa nyeri
3. Sikap protektif (4) 3. Berikan tindakan
4. Gelisah (4) nonfarmakologis untuk
5. Kesulitan tidur (4) mengurangi rasa nyeri
Ket. Skala : 4. Ajarkan teknik
1. Meningkat nonfarmakologis untuk
2. Cukup meningkat mengurangi rasa nyeri
3. Sedang 5. Kolaborasi pemeberian
4. Cukup menurun analgetik
5. Menurun

2 Defisit perawatan diri b.d  Perawatan diri  Dukungan perawatan diri


kelemahan Setelah dilakukan tindakan 3x24 1. Monitor status hidrasi
jam, diharapkan masalah risiko 2. Catat intake-output dan hitung
ketidakseimbangan volume cairan balans cairan 24 jam
dapat teratasi dengan indikator : 3. Monitor hasil pemeriksaan
1. Kemampuan mandi (5) laboratorium
2. Keampuan mengenakanpakaian 4. Berian cairan intravena, jika
(5) perlu
3. Kemampuan makan (5) 5. Kolaborasi pemberian
4. Kemampuan ke toilet (5) diuretic, jika perlu
5. Mempertahankan kebersihan
diri (5)
Ket. Skala :
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat

3 Risiko infeksi dengan  Tingkat infeksi  Pencegahan infeksi


faktor risiko efek prosedur Setelah dilakukan tindakan 3x24 1. Monitor tanda dangejala

invasif jam, diharapkan masalah risiko infeksi


infeksi dapat teratasi dengan 2. Pertahankan teknik aseptik
indikator : pada pasien berisiko tinggi
1. Demam (4) 3. Batasi jumlah pengunjung
2. Kemerahan (4) 4. Menganjurkan
3. Nyeri (4) meningkatkan asupan
4. Vesikel (4) nutrisi
5. Cairan berbau busuk (4) 5. Kolaborasi pemberian
Ket. Skala : imunisasi, jika perlu
1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih bahasa
Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.

Benson Ralp C dan Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
EGC

Bilotta, Kimberli. 2012. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta : EGC
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Heffner, Linda J. & Danny J.Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi II. Jakarta
: EMS, Erlangga Medical Series.
Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Women’s Health Care. Seventh edit.

Muslihatun, Nur Wafi. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya

Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta :


Nuha Medika

Purwandari Atik. 2008. Konsep Keperawatan. Jakarta: EGC

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesi. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesi: Jakarta Selatan.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesi. Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesi: Jakarta Selatan.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesi. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesi: Jakarta Selatan.

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC

Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Ed.2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwomo Prawirohardjo

Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker
Rahim/Leher Rahim, serta Gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Anda mungkin juga menyukai