Anda di halaman 1dari 15

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA LANSIA YANG MENDERITA


HIPERTENSI DENGAN PENURUNAN CURAH JANTUNG MENGGUNAKAN
TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TANAH GARAM TAHUN 2020

KARYA TULIS ILMIAH

PEMILA PUISENA GUSMAN

173210334

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN SOLOK

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga akan berbeda satu sama dengan yang lainnya , hal ini bergantung pada

orientasi dan cara pandang yang digunakan seseorang dalam mendefenisikan , menurut

WHO keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian

darah, adopsi dan perkawinan. Keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas

dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlain jenis yang hidup bersama atau seorang

laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan tanpa anak,baik anaknya

sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga. ( Harnilawati,2013:3).

Keluargamempunyai ciri-ciri yaitu seperti keluarga memiliki hubungan

perkawinan,keluarga terbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan

perkawinan yang sengaja dibentuk atau di pelihara, keluarga mempunyai suatu system tata

nama (nomenclature) termasuk perhitungan garis keturunan,keluarga mempunyai fungsi

ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota berkaitan dengan kemampuan untuk

mempunyai keturunan dan membesarkan anak, keluarga merupakan tempat tinggal bersama

, rumah atau rumah tangga, dan ciri-ciri keluarga Indonesia adalah mempunyai ikatan yang

sangat erat dengan dilandasi semangat gontong royong , dan dijiwai oleh nilai-nilai

kebudayaan ketimuran , umumnya dipimpin oleh suami meskipun proses pemutusan

dilakukan secara musyawarah. (Harnilawati,2013:4).


Di dalam keluarga ada sebuah tipe keluarga lanjut usia , memiliki tugas

perkembangan keluarga pada saat ini adalah penyesuaian tahap masa pension dengan

merubah cara hidup , menerima kematian pasangan, kawan dan persiapan kematian ,

mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat, melakukan live review masa

lalu, memulihkan hubungan antara generasi mudan dan tua, memelihara hubungan lansia

dengan keluarga, penerimaan masa tua/ pension kerja, memiliki kondisi penuaan terhadap

fisik dan pisikis pada seorang lansia . (Harnilawati,2013:4).

Penuaan penduduk terkait dengan transisi demografi dan epidemiologi lansia,

penuaan penduduk telah berlansung secara pesat , terutama di Negara berkembang pada

decade pertama abad millennium. Data komnaslansia (2011), di Indonesia terjadi

percepatan peningkatan penduduk lansia secara signifikan. Tercatat 7,18% (14,4 juta

orang ) di tahun 2000 dan di perkirakan akan menjadi 11,34 % ( 28,8 juta orang) pada

2020. Undang – undang kesehatan no. 23 pasal 4 tahun 2003 tentang Hak dan Kewajiban ,

menjelaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat

kesehatan yang optimal , tidak terkecuali orang berusia lanjut . Salah satu hasil

pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah meningkatnya umur harapan hidup ,

sejalan dengan hal tersebut akan meningkat pula kelompok lanjut usia ( lansia ) di

masyarakat . ( Hj. Rahayu Wijaya ,2016:1)

Menurut laporan data demografi penduduk international yang dikeluarkan oleh

Bureau of The Census USA (1993), dilaporkan bahwa Indonesia pada tahun 1990-2025
akan mempunyai kenaikan jumlah lansia sebesar 414% suatu angka paling tinggi di seluruh

dunia dibandingkan kenaikan lansia di Negara- Negara lain , seperti Kenya adalah sebesar

347 %, Brazil 255% , India 242 % , China 220% , jepang 129% , Jerman 66% dan Swedia

33%. sedangkan pertembahan lansia di Indonesia , menurut ahli WHO yang berbicara

dalam seminar lansia di amterdam , Nederlend tanggal 4 desember 1999, adalah sebesar

400% antara 2000-2025 ( Hj. Rahayu Wijaya ,2016:2)

Seseorang mengalami perubahan-perubahan dlam proses “ aging” atau penuaan

merupakan masa ketika seseorang individu berusaha untuk tetap menjalani hidup dengan

bahagia melalui berbagai perubahan dalam hidup, bukan berarti hal ini dikatakan sebagai

sebuah “ perubahan drastic “ atau “ kemunduran , secara definisi , seseorang individu yang

telah melewati usia 45 tahun atau 60 tahun disebut lansia . Akan tetapi , pelabelan lansia ini

dirasakan kurang tepat hal ini cenderung pada asumsi bahwa lansia itu lemah, penuh

ketergantungan , minim penghasilan , tidak produktif dan masih banyak lagi . ( Amalia

senja ,2019 :1)

Para ilmuan , seperti Aristoteles dan Hipocrates , telah membuat teori tentang

penuaan yang berisi suatu penurunan suhu tubuh dan cairan secara umum , seiring dengan

perubahan zaman , banyak orang yang melakukan penelitian dan penemuan agar ilmu itu

semakin jelas , kompleks. Tidak ada teori yang menjelaskan teori penuaan secara utuh

semua teori masih dalam berbagai tahap perkembangan dan mempunyai keterbatasan

proses menjadi tua pasti akan dialami setiap orang penuaan bukanlah progesi yang
sederhana , jadi tidak ada teori universal yang di terima yang dapat memprediksi dan

menjelaskan kompleksitas lansia . ( Taat Sumedi,2016 :35)

Lansia atau penuaan terhadap seseorang dapat dilihat 3 perspektif , yaitu biologis

yang berhubungan dengan kapasitas fungsi system organ , usia psikologis yang

berhubungan dengan kapasitas perilaku adaptasi , serta usia social yang berhubungan

dengan perubahan peran dan perilaku sesuai usia manusia . Peran teori dalam memahami

penuaan adalah sebagai landasan dan sudut pandang untuk melihat fakta , menjawab

pertanyaan filosofi , dan dasar memberikan asuah keperawatan pada pasien . Penuaan pada

seseorang di pengaruhi oleh beberapa bagian seperti biologis, psikologi , social , fungsional

, spiritual . ( Taat Sumedi,2016 :36).

Lansia mengalami masalah terhadap kesehatan seperti penyakit – penyakit yang di

alami cukup kompleks seiring dengan perubahan-perubahan yang dialami secara biologis

ataupun psikososial. Penyakit dapat berupa gangguan pada aspek biologis ,emosional,

spiritual , dan social. Bertambahnya usia kerap kali diidentikkan dengan kelemahan ,

masalah, dan penyakit , walaupun tidak bisa disalahkan , pernyataan itu terkadang memang

benar adanya . Terlebih bagi orang yang tidak pernah mengalaminya, salah satu masalah

kesehatan pada lansia adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi (Amalia senja,2019:7)

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi tekanan darah seseorang

berada di atas angka normal yaitu 120/80 mmHg. Maksud nya , bila tekanan darah
sistoliknya mencapai nilai 120 mmHg atau lebih tinggi dan tekanan darah diastoliknya

mencapai nilai 80 mmHg atau lebih tinggi. Hipertensi dapat terjadi pada siapapun , baik

lelaki maupun perempuan pada segala umur. Resiko terkena hipertensi ini akan semakin

meningkat pada usia 50 tahun ke atas. Hipertensi dapat menyerang hampir semua golongan

masyarakat di seluruh dunia , jumlah mereka yang menderita hipertensi terus bertambah

dari tahun ke tahun. . ( Ari Wulandari, 2011:1).

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi yang di tandai dengan meningkatnya

tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri. Keadaan tersebut mengakibatkan

jantung bekerja lebih keras untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh

darah , hal ini dapat mengganggu aliran darah , merusak pembuluh darah , bahkan

menyebabkan penyakit degenerative , hingga kematian. Pada umunya , tekanan darah

adalah tenaga yang digunakan untuk memompa darah dari jantung ke seluruh tubuh . dalam

hal ini , jantung akan bekerja terus- menerus untuk memompa darah ke seluruh tubuh,

tentunya . ( Yanita Nur Indah Sari,2017 :1).

Seseorang dikatakan mengalami hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi jika

pemeriksaan tekanan darah darah menunjukan hasil di atas 140/ 90 mmHg atau lebih dalam

keadaan istirahat , dengan dua kali pemeriksaan dan selang waktu lima belas menit . dalam

hal ini 140 atau nilai atas menunjukan tekanan sistolik, sedangkan 90 atau nilai bawah nya

menunjukan tekanan darah diastolic. Tekanan sistoloik adalah tekanan darah ketika jantung

berkontraksi atau berdetak memompa darah , sementara itu tekanan diastolic adalah
tekanan darah ketika jantung berelaksasi . Pada saat istirahat , sistolik dikatakan normal jika

berada pada nilai 100-140 mmHg , sedangkan diastolic dikatakan normal jika berada pada

nilai 60-90 mmHg. . ( Yanita Nur Indah Sari,2017 :3).

Dari data penelitian terakhir , dikemukakan bahwa terdapat sekitar 50 juta (21,7%)

orang dewasa Amerika menderita hipertensi , dan kasus hipertensi di Indonesia ,

penyebaran jumlah penderita hipertensi sangat tidak merata. Misalnya saja hasil survey

kesehatan menunjukan bahwa jumlah penderita hipertensi yang sangat rendah terdapat di

Lembah Baliem, Pegunungan Jaya Wijaya , Papua. Di daerah Lembah Beliem ini yang

terkena hipertensi hanya 0,6% , sedangkan daerah yang paling memiliki jumlah penderita

hipertensi paling tinggi terdapat di Talang , Sumatera Barat yaitu 17,8 % . Secara lansung

kita pasti dapat menduga penyebabnya , masyarakat Lembah Baliem hidup dengan kultur

alam yang kuat dengan makanan pokoknya mayoritas ubi dan berbagai hasil bumi lainya ,

sedangkan masyarakat Talang , Sumatera Barat mayoritas segala makanan yang

mengandung kolesterol tinggi. ( Yanita Nur Indah Sari,2017 :4).

Menurut perkiraan Badan Kesehatan Dunia (WHO) sekitar 30 % penduduk dunia

tidak terdiagnosa adanya hipertensi ( underdiagnosed condition) , hal ini disebabkan tidak

adanya gejala seperti sakit kepala, tengkuk nyeri, dan lain-lain , itu tidak pasti menunjukkan

penderitanya terkena hipertensi . padahal hipertensi jelas merusak organ tubuh , seperti

jantung (70 % penderita hipertensi akan mengalami kerusakan jantung ) , ginjal , otak, mata

, serta organ tubuh lainnya. Itulah yang menyebabkan hipertensi disebut sebagai pembunuh
yang tidak terlihat atau silent killer , sebagian besar penyebab dari hipertensi (95%) tidak

diketahui dan disebut dengan hipertensi kronis atau hiperetensi primer. Hanya sebagian

kecil (5%) penderita hipertensi yang diketahui penyebabnya yaitu akibat penyakit lain di

tubuh , seperti koartasio aorta , kelainan ginjal dan beberapa penyakit lainnya. Hipertensi

seperti ini di sebut dengan hipertensi sekunder (Ari Wulandari 2011:6).

Secara umum , pada masa sekarang ini masih banyak orang yang belum tahu kategori

hipertensi secara tepat. Mereka masih masih menggap bahwa yang disebut terkena

hipertensi bila tekanan darahnya lebih tinggi dari 160/90 mmHg , padahal ini adalah kriteria

yang di keluarkan oleh WHO lebih dari 20 tahun yang lalu . Ada pula anggapan yang lebih

parah lagi yaitu bahwa yang dianggap hipertensi adalah system seratus ditambah jumlah

usia, artinya seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darahnya di atas 100

ditambah usianya, misalnya seseorang berusia 60 tahun , maka tekanan darah 100 + 60 =

160 sistolik , kategori ini masih dianggap normal . Baru dikatakan menderita hipertensi bila

kategori sistoliknya di atas 160 , tentunya ini adalah pandnagan yang tidak benar yang

harus segera diluruskan dan diberitahu kebenarannya. Pada saat ini , nilai atau batasan

hipertensi sudah berubah, seseorang dikatakan memiliki tekanan darah normal bila tekanan

darahnya kurang dari 120/80 mmHg , orang yang sudah menjelang hipertensi atau pre-

hipertensi adalah mereka yang memiliki tekanan darah 120-139/80-99 mmHg. Hipertensi

derajat 2 adalah orang-orang yang memiliki tekanan darah lebih dari 160/90 mmHg batasan
mengenai tekanan darah tersebut di tetapkan dan dikenal dengan ketetapan JNC VII,

ketetapan ini sudah disepakati oleh WHO (Ari Wulandari 2011:7).

Dari batasan tersebut terlihat bahwa mereka yang mempunyai tekanan darah normal

yaitu bila tekanan darahnya lebih rendah dari 120/80mmHg. Di atas batasan tersebut sudah

termasuk dalam kategori pre-hipertensi dan atau hipertensi, dengan penjelsan ini

diharapkan masyarakat dapat mengetahui secara individu telah masuk dalam kategori

hipertensi atau belum. Setelah mengetahui keadaan tekanan darahnya, diharapkan masing-

masing individu dapat segera melakukan tindakan atau pencegahan dini agar dampak

hipertensi tidak terlanjur lebih berat bagi kesehtannya. (Ari Wulandari 2011:8)

Hipertensi atau darah tinggi sangat bervariasi bergantung bagaimana seseorang

memandangnya , secara umum hipertensi adalah kondisi tekanan darah seseorang yang

berada di atas batas-batas tekanan darah normal. Hipertensi disebut juga pembunuh gelap ,

hipertensi dengan secara tiba-tiba dapat mematikan seseorang tanda diketahui gejalanya

terlebih dahulu, gejala hipertensi sering dikenali sebagai penyakit biasa yang tidak perlu

dikhawatirkan , misalnya saja sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernapas setelah

beraktifitas , mudah lelah , penglihatan kabur , wajah memerah , mimisan, saat malam hari

sering buang air kecil, telinga bordenging, dan dunia terasa berputar (vertigo) , kondisi ini

sering di anggap sebagai gejala penyakit ringan yang tidak perlu di cemaskan. (Ari

Wulandari 2011:18)
Seseorang yang di vonis hipertensi bila tekanan darah nya jauh melebihi batas normal

. batas normal tersebut 120/80 mmHg yang berarti tekanan sistolik 120 mmHg dan tekanan

diastolic nya 80mmHg, hipertensi ada banyak macamnya sesuai dengan kondisi tekanan

darah masing-masing penderitanya. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan oleh dokter

atau petugas kesehatan di laboratorium kesehatan, saat mengukur tekanan darah seharusnya

pasien dianjurkan untuk duduk istirahat selama ± 5 menit agar tidak terjadi kekeliruan

membaca data saat pengukuran.(Ari Wulandari 2011:19)

Menurut Bulecheck,dkk (2013) dalam Erwanto, dkk (2017) penatalaksanaan

hipertensi menurut Lewis (2000)dibagi menjadi dua cara yaitu non farmakologis dan

farmakologis, terapi non farmakologis merupakan terapi tanpa menggunakan agen obat

dalam proses terapinya , sedangakan terapi farmakologis menggunakan obat atau senyawa

yang dalam kerja dapat menurunkan tekanan darah pasien, pemberian terapi non

farmakologis diantaranya akupresure, terapi jus , pijat, yoga, pengobatn herbal, pernafasan

dan relaksasi dan relaksasi otot progresif. Penelitian yang telah dilakukan oleh Rahmawati

Musviro & Deviantony (2018) tentang efektifitas progressive muscle relaxation(PMR)

dengan desain penelitian one group pretest dan posttest terhadap tekanan darah pada

penderita hipertensi menunjukan hasilbahwa terdapat perbedaan signifikan pada tekanan

darah baik sistolik maupun dislotik responden sebelum dan sesudah diberikan terapi PMR.

Menurut Jacob (2010) dalam Erwanto , dkk (2017) terapi relaksasi otot progresif

dapat meningkatkan relaksasi dengan menurunkan aktivitas saraf simpatif dan


meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis akan melepaskan asetilkon untuk menghambat

aktivitas saraf simpatis dengan menurunkan kontraktifitas otot jantung , vasodilator yang

efeknya memperlebar pembuluh darah secara lansung. Relaksasi ini menjadi metode

relaksasi termurah ,tidak ada efek samping mudah dilakukan membuat tubuh dan pikiran

terasa tenang dan rileks. Berdasarkan survey pendahuluan bahwa terapi relaksasi otot

progresif (ROP) pada lansia hipertensi di Jambi pernah dilakukan pada penelitian

sebelumnya namun belum melihat keefektifan terapi ROP dengan terapi farmakologis,

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kefektifan terapi relaksasi otot progresif

terhadap tekanan darah lansia penderita hipertensi di panti social .

Hipertensi yang tidak ditangani dan dirawat dengan baik dapat menimbulkan

masalah-maslah seperti dapat mengakibatkan seperti penyakit jantung, stroke, penyakit

ginjal, kerusakan mata , diabeles , penyakit asam urat, demensia dengan tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas , penulis tertarik untuk melakukan pengolahan

kasus dan mengambil kasus karya ilmiah pada “ asuhan keperawatan keluarga pada lansia

yang menderita hipertensi dengan resiko perfusi serebral tidak efektif menggunakan terapi

relaksasi otot progresif di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam pada tahun 2020”.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada pasien hipertensi?


Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pasien hipertensi dalam penuruan

tekanan darah?

Bagaimana asuhan keperawatan dengan pemberian terapi relaksasi otot progresif

terhadap penurunan tekanan darah?

C. Tujuan Penelitian

a. Mendeskripsikan hasil pengkajian penurunan curah jantung pada lansia

hipertensi dengan intervensi terapi relaksasi otot progresif di wilayah kerja

PuskesmaTanah Garam tahun 2020.

b. Mendeskirpsikan merumuskan diagnose pengkajian penurunan curah jantung

pada lansia yang menderi hipertensi dengan intervensi terapi relaksasi otot

progresif di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam tahun 2020.

c. Mendeskripsikan perencanaan pengkajian gangguan pola tidur pada lansia yang

menderita insomnia dengan intervensi terapi relaksasi otot progresif di wilayah

kerja Puskesmas Tanah Garam tahun 2020.

d. d. Mendeskripsikan pelaksaan tindakan pengkajian penurunan curah jantung

pada lansia yang menderita hipertensi dengan intervensi terapi relaksasi otot

progresif di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam tahun 2020.


e. Menggambarkan hasil evaluasi gangguan pola tidur pada lansia yang menderita

insomnia dengan intervensi terapi relaksasi otot progresif di wilayah kerja Puskesmas

Tanah Garam tahun 2020.

D. Manfaat Penelitian.

a. Bagi peneliti

Hasil penelitian dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam penerapan asuhan

keperawatan keluarga pada lansia yang menderita hipertensi dengan penurunan curah

jantung menggunakan intervensi terapi relaksasi otot progresif .

b. Bagi perawat di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai data dasardan informasi untuk perawat

meningkatkan mutu pelayanan pada asuhan keperawatan keluarga pada lansia dengan

penurunan curah jantung yang menderita hipertensi dengan intervensi terapi relaksasi otot

progresif .

c. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai sumber baca dan memberian sumbangan pikiran

dalam penerapan asuhan keperawatan keluarga pada lansia dengan penurunan curah

jantung yang menderita hipertensi dengan intervensi terapi relaksasi otot progresif .
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Hipertensi Berhubungan dengan Terapi Relaksasi Otot

Progresif

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi berarti tekanan darah di dalam pembuluh-pembuluh darah sangat tinggi,

pembuluh darah-pembuluh darah yang dimaksud disini adalah pemburuh darah-pembuluh

darah yang mengangkut darah dari jantung yang memompa darah ke seluruh jaringan dan

organ-organ tubuh. Hipertensi bukan berarti tegangan emosi yang berlebihan walaupun

tegangan emosi dan stress dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara , jadi

sangatlah tidak tepat kalau orang yang sering marah-marah dan mudah emosi pasti dapat

disebut terkena hipertensi. Tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg, tekanan darah

antara 120/80 mmHg dan 139/80 mmHg disebut pra-hipertensi (pre-hypertension) dan

tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg sudah dianggap tinggi dan disebut hipertensi, angka

yang di awal merupakan tekanan darah sistolik yang berhubungan dengan tekanan di dalam

pembuluh darah ketika jantung berkontraksi dan memompa darah maju ke dalam pembuluh

darah yang ada, sedangkan angka selanjutnya adalah tekanan diastolic yang mewakili

tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung dalam kondisi istirahat (relax) setelah

kontraksi .( Ari Wulandari ,2011:22)


Tekanan diastolic mencerminkan tekanan paling rendah yang ada pada pembuluh

darah, suatu peningkatan dari tekanan darah sistolik dan atau diastolic meningkatkan resiko

menimbulkan penyakit jantung, penyakit ginjal, pengerasan atau pengumpalan dari

pembuluh darah , kerusakan mata, dan stroke ( kerusakan otak). Komplikasi-komplikasi

dari hipertensi ini sering dirujuk sebagai kerusakan akhir organ, kerusakan pada organ-

organ ini adalah hasil akhir dari hipertensi kronis. Oleh karena itu, diagnose hiperensi

sangat penting sehingga usaha-usaha untuk membuat tekanan darah menjadi normal dan

mencegah komplikasi-komplikasi dapat dilakukan sejak dini, pada awalnya, di perkirakan

bahwa kenaikan-kenaikan pada tekanan darah diaslotik adalah suatu factor resiko yang

lebih penting daripada peningkatan-peningkatan sistolik, namun sekarang diketahui bahwa

pada orang-orang yang berumur 50 tahun atau lebih , hipertensi sistolik mewakili suatu

resiko yang lebih besar.( Ari Wulandari ,2011:24).

Anda mungkin juga menyukai