Anda di halaman 1dari 14

PERLAWANAN & PENCEGAHAN:

TERMASUK PENGHAPUS PIDANA?


NOMOR : 640/PID.B/2009/PN.LT

Disusun oleh :
- Caroline E. Purba (3018210208)
Gabriel Gusti Tegar Arief Mulyawan (3018210086)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PANCASILA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum pidana adalah hukum positif yang menentukan tentang
perbuatan pidana dan menentukan tentang kesalahan bagi si
pelanggarnya (substansi hukum pidana) dan menentukan tentang
pelaksanaan substansi hukum pidana (hukum acara pidana). Tujuan
hukum pidana merupakan suatu aturan yang dibuat oleh pejabat
berwenang yang berhubungan dengan ketertiban, ketenangan,
keamanan, perlindungan kepentingan tertentu, menghindari tindakan
main hakim sendiri dari pihak penduduk atau masyarakat
secara perseorangan, serta setiap saat harus detagakkan kebenarannya
agar terciptanya kehidupan yang sejahtera bernegara. Hukum pidana
berlaku pada masarakat dan badan-badan negara lain karena tidak ada
yang kebal terhadap hukum yang berlaku (hukum positif) Hukum
pidana mempunyai ketentuan-ketentuan terhadap tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh masyarakat, tindakan mana yang dapat dipidana
dan mana yang tidak dapat dipidana, dan mana yang tidakan mendapat
suatu penghapus, peringan dan pemberat pidana. Hal ini disebut dengan
Dasar Penghapus, Peringan dan pemberat pidana. Adapun dari tiga
dasar pidana tersebut merupakan suatu ketentuan-ketentuan yang ada
dalam sistem hukum pidana.

Dalam kesempatan ini kami akan membahas mengenai Dasar


Penghapus Pidana dalam putusan Nomor: 640/PID.B/2009/PN.LT.
Alasan kami menggunakan judul “PERLAWANAN &
PENCEGAHAN: TERMASUK PENGHAPUS PIDANA?” adalah
karena pertanyaan ini muncul ketika kami membaca dasar-dasar
menimbang dalam putusan yang kami pilih. Dengan dibuatnya makalah
ini, kami berharap semoga petanyaan tersebut tersebut dapat terjawab
dengan baik dan benar sehingga ketika menemukan kasus yang hampir
serupa, tidak akan lagi muncul pertanyaan yang sama.

B. Rumusan Masalah

1. Dasar menimbang apa saja yang digunakan hakim dalam menjatuhkan


putusan kasus pidana penganiayaan?

2. Bagaimanakah pertimbangan hukum oleh majelis hakim dalam


memutuskan tindak pidana penganiayaan terhadap pelaku yang
mengakibatkan luka berat?

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui bagaimana dasar penghapus pidana


diterapkan dalam kasus pidana penganiayaan serta mengetahui dasar
apa saja yang digunakan oleh majelis hakim dalam memberikan
penghapusan pidana dalam putusan perkara pidana penganiayaan.
D. KASUS POSISI
1. JENIS DAKWAAN

ALTERNATIF

2. Pasal-pasal
o Pertama : Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP
Atau
o Kedua : Pasal 351 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP

3. Kronologi kasus (Berdasarkan Dakwaan)

Bahwa ia Terdakwa I Erny Suryanti als Erny binti Nawawi


bertindak secara bersama-sama dengan Terdakwa II Novi Efransyah als
Novi als Fran bin Hanafi pada hari Selasa tanggal 29 September 2009
sekira jam 15.30 WIB atau setidaktidaknya pada waktu lain dalam
tahun 2009 bertempat di Gang Masjid Muhajirin RT 06 RW 02
Kelurahan Pagar Agung Kecamatan Kota Lahat Kabupaten Lahat atau
setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam
daerah hukum Pengadilan Negeri Lahat yang berwenang memeriksa
dan mengadili ; dengan terang-terangan dan tenaga bersama
menggunakan kekerasan terhadap orang, yaitu saksi korban Mardila
binti Din Kodir mengakibatkan luka-luka, yang dilakukan para
Terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut : Pada waktu dan tempat
sebagaimana tersebut di atas, bermula saksi korban Mardila binti Din
Kodir yang baru selesai membuat parit/siring kecil di depan rumahnya
melihat Terdakwa II merusak parit/siring kecil tersebut dengan
menggunakan cangkul yang dibawanya dari dalam rumahnya
kemudian saksi korban menegur Terdakwa II sehingga terjadilah ribut
mulut/pertengkaran antara saksi korban dengan Terdakwa II dan
mendengar keributan tersebut, Terdakwa I keluar dari rumahnya
berusaha membela Terdakwa II kemudian dengan menggunakan
tangan kanannya, tiba-tiba Terdakwa II merebut paksa parang yang
sedang dipegang ditangan kiri saksi korban yang sebelumnya
dipergunakan oleh saksi korban untuk membuat parit hingga melukai
telapak tangan sebelah kiri saksi korban sedangkan tangan kiri
Terdakwa II memegang tangan kanan saksi korban hingga saksi korban
tidak dapat bergerak lalu selanjutnya Terdakwa II mengatakan kepada
Terdakwa I, “....Kapaklah dek, bacok” sebanyak dua kali dan pada saat
tangan kanan saksi korban dipegang oleh Terdakwa II, Terdakwa I
langsung memukul saksi korban lalu dibalas oleh saksi korban dengan
menggunakan tangan sebelah kirinya hingga saksi korban terjatuh lalu
badan saksi korban ditindih oleh Terdakwa I kemudian Terdakwa I
memukul dan mencakar wajah saksi korban dimana saat itu tangan
kanan saksi korban masih dipegang oleh Terdakwa II sehingga
menyebabkan Terdakwa I bebas memukuli saksi korban lalu saksi
korban berusaha melawan serta berusaha melepaskan pegangan tangan
Terdakwa II dan setelah berhasil melepaskan pegangan Terdakwa II,
saksi korban langsung berlari menyelamatkan diri sedangkan parang
miliknya masih dipegang oleh Terdakwa II dan akibat perbuatan
Terdakwa I maupun Terdakwa II, saksi korban mengalami :

• Luka robek pada telapak tangan sebelah kiri P : 5 cm L : 0,5 cm ;

• Bengkak pada kening sebelah kanan diameter 3 cm x 1 cm ;

Berdasarkan Visum et Repertum RSUD Kabupaten Lahat Nomor :


445/162/RSUD/ X/2009 tanggal 16 Oktober 2009 dengan hasil
kesimpulan didapatkan kelainankelainan tersebut disebabkan trauma
tumpul, yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Dahlia, dokter RSUD
Kabupaten Lahat.
E. ANALISA KASUS

Sebelum membahas lebih dalam terkait kasus, mari membahas


terkait apa itu Dasar Penghapus Pidana. Dasar Penghapus Pidana
merupakan hal-hal atau keadaan yaang dapat mengakibatkan seseorang
yang telah melakukan perbuatan yang dengan tegas dilarang dan
diancam dengan hukuman oleh KUHP tidak dihukum karena:

1. Orang tersebut tidak dapat dipersalahkan


2. Perbuatannya tidak lagi merupakan perbuatan yang melawan
hukum.

M.V.T dari KUHP dalam penjelasannya terkait “Alasan-alasan


tidak dapat dipidananya seseorang” mengatakan bahwa teradapat 2
alasan:

a. Dari dalam diri (sakit jiwa, belum cukup umur)


b. Dari luar diri (Overmacht, Noodweer, Melaksanakan UU,
Melaksanakan perintah jabaran)

Berdasarkan perbuatannya atau pembuatnya, terdapat 2 jenis


penghapus pidana yaitu:

a. Alasan Pembenar
 Keadaan darurat (pasal 48 KUHP),
Seseorang dikatakan berada dalam keadaan darurat (J.E.
Sahetapy dan Agustinus Pohan, 2007 : 60) “apabila
seseorang dihadapkan pada suatu dilema untuk memilih
antara melakukan delik atau merusak kepentingan yang
lebih besar”.
Dalam keadaan darurat pelaku suatu tindak pidana
terdorong oleh suatu paksaan dari luar, paksaan tersebut
yang menyebabkan pelaku dihadapkan pada tiga keadaan
darurat, yaitu Perbenturan antara dua kepentingan hukum.
Dalam hal ini pelaku harus melakukan suatu perbuatan
untuk melindungi kepentingan hukum tertentu, namun
pada saat yang sama melanggar kepentingan hukum yang
lain, begitu pula sebaliknya Perbenturan antara
kepentingan hukum dan kewajiban hukum. Dalam hal ini
pelaku dihadapkan pada keadaan apakah harus melindungi
kepentingan hukum atau melaksanakan kewajiban hukum
Perbenturan antara kewajiban hukum dan kewajiban
hukum. Dalam hal ini pelaku harus melakukan kewajiban
hukum tertentu, namun pada saat yang sama dia tidak
melakukan kewajiban hukum yang lain, begitu pula
sebaliknya.
Dalam keadaan darurat tersebut di atas, tindak pidana yang
dilakukan hanya dibenarkan jika (J.E. Sahetapy dan
Agustinus Pohan, 2007 : 61) ; tidak ada jalan lain;
kepentingan yang dilindungi secara objektif bernilai lebih
tinggi dari pada kepentingan yang dikorbankan.
Contohnya ; seseorang terjun ke dalam sungai untuk
menolong seorang anak kecil yang terhanyut, sementara di
sungai tersebut terdapat tulisan dilarang berenang.
 pembelaan terpaksa (pasal 49 ayat (1) KUHP)
Menurut Pasal 49 ayat (1) disyaratkan hal-hal yang bisa
dikategorikan sebagai pembelaan terpaksa yaitu :
o Ada serangan mendadak atau seketika itu terhadap
raga, kehormatan, kesusilaan atau harta benda;
o Serangan itu bersifat melawan hukum;
o Pembelaan merupakan keharusan;
o Cara pembelaan adalah patut.
 Peraturan uu (pasal 50 KUHP),
Dalam hal ini, terdapat hal dimana ada perbenturan antara
kewajiban hukum dengan kewajiban hukum lainnya,
artinya bahwa untuk melakukan kewajiban hukumnya,
seseorang harus melanggar kewajiban hukum lainnya.
Dalam melaksanakan ketentuan UU tersebut, kewajiban
yang terbesar yang harus diutamakan.
Contohnya; seorang juru sita yang mengosongkan sebuah
rumah dengan menaruh isi rumah dijalan, dimana pada
dasarnya menyimpan prabot di jalan adalah dilarang,
namun karena ketentuan dari pengadilan atau putusan
pengadilan, sehingga perbuatannya tersebut tidak dapa
dipidana.
 Perintah jabatan (pasal 51 ayat (1) KUHP)
b. Alasan Pemaaf,
 Tidak mampu bertanggungjawab (pasal 44 KUHP),
Dalam Pasal 44 KUHP, membedakan
pertanggungjawaban dalam dua kategori yaitu cacat dalam
pertumbuhan dan gangguan penyakit kejiwaan. Yang
dimaksud gangguan adalah gangguan sejak lahir atau
sejak remaja tumbuh dengan normal namun dikemudian
hari muncul kelainan jiwa. Pada dasarnya cacat atau
gangguan penyakit muncul pada saat perbuatan atau
tindak pidana, dan ketika perbuatan itu dilakukan ada
hubungan antara gangguan jiwanya dengan perbuatannya.
 Noodweer Exces (pasal 49 ayat (2) KUHP)
Dalam pembelaan terpaksa, ada dua hal yang harus
diperhatikan yaitu :
o Harus ada situasi pembelaan terpaksa, yang berarti
suatu situasi dimana pembelaan raga, kehormatan
kesusilaan, atau harta benda terhadap serangan
seketika bersifat melawan hukum menjadi
keharusan.

Kalau orang dapat menghindarkan diri dari serangan,


pembelaan tidak menjadi keharusan sehingga bantahan
atas dasar pembelaan terpaksa, harus ditolak. Demikian
juga bantahan tidak akan berhasil. Bantahan tersebut
hanya berhasil kalau pembelanya sendiri merupakan
keharusan.

o Pelampauan batas dari keharusan pembelaan, harus


merupakan akibat langsung dari kegoncangan jiwa
yang hebat, yang pada gilirannya disebabkan oleh
serangan. “kegoncangan jiwa yang hebat” dapat
mencakup berbagai jenis emosi, yaitu takut, marah,
dan panik. Kebencian yang sudah ada terlebih
dahulu yang tidak disebabkan oleh serangan, tidak
dapat dipakai untuk memaafkan. Selain itu, juga
kalau kegoncangan jiwa yang hebat itu tidak
disebabkan oleh serangan, tetapi karena pengaruh
alkohol atau narkoba.

 Daya paksa (ps 48)


Daya paksa adalah “setiap daya, setiap dorongan, atau
setiap paksaan yang tidak dapat dilawan”.
Contoh : sebuah kapal tenggelam, ada dua penumpang
yang berpegang pada papan yang sama, dimana papan
tersebut hanya kuat menahan 1 orang. Karena takut akan
mati tenggelam, maka salah seorang mendorong yang
lainnya.

Titik tolak dari daya paksa adalah adanya keadaan-


keadaan yang eksepsional yang secara mendadak
menyerang pembuat atau pelaku, bukan ketegangan
psikis, melainkan keharusan melakukan perbuatan pidana
untuk mencapai tujuan yang adil.

Dalam daya paksa ini, ada perbenturan antara kepentigan


hukum satu dengan kepentingan hukum lain, dimana
kepentingan yang dilindungi harus mempunyai nilai kebih
tinggi daripada kepentingan hukum yang diabaikan.

Dalam kasus dengan Nomor : 640/PID.B/2009/PN.LT, hakim


dalam dasar menimbang putusannya telah menggunakan dasar
penghapus pidana dengan menggunakan alasan pembenar pembelaan
terpaksa pasal 49 ayat (1) KUHP. Setelah mencermati seluruh fakta
persidangan yang dicantumkan dalam putusan, baik Terdakwa 1
maupun Terdakwa 2 melakukan tindakannya karena semata-mata
mencegah hal yang tidak diinginkan terjadi lagi. Dalam fakta yang
terungkap bahwa saksi korban telah melakukan penyeragan terlebih
dahulu.

“Menimbang, bahwa memperhatikan hal-hal dan keadaan yang


melatarbelakangi perbuatan perampasan parang tersebut, Majelis
Hakim berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan Terdakwa II
tersebut adalah hal yang wajar dan sudah semestinya dilakukan
olehnya dengan maksud untuk mencegah agar saksi Mardila tidak bisa
lagi menggunakan parangnya yang sebelumnya telah melukai kening
Terdakwa I”

”Menimbang, bahwa mengenai bagaimana tentang pembelaan


terpaksa dilakukan haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Harus ada serangan seketika atau langsung yang melawan hukum


2. Pembelaannya seketika itu juga ;
3. Pembelaan tersebut memenuhi asas subsidiaritas ;
4. Pembelaan itu juga harus memenuhi asas proporsionalitas ;

Ad. 1. Harus ada serangan seketika atau langsung yang melawan


hukum;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta di persidangan, peristiwa dalam


perkara ini dilatarbelakangi oleh ketidaksenangan saksi Mardila
terhadap Terdakwa II yang hendak memotong akar pohon yang berada
di jalanan di depan rumah saksi Mardila, sehingga ia ngomel-ngomel
yang didengar oleh Terdakwa I ; Bahwa Terdakwa I mengatakan
kepada Terdakwa II untuk masuk saja ke rumah dan tidak
mendengarkan dan melayani omelan dari saksi Mardila, akan tetapi
saksi Mardila masih saja mengomel bahkan menantang berkelahi
Terdakwa II yang kemudian diikuti pula dengan perbuatan diluar
batas-batas kesopanan dan bersifat menyerang kehormatan para
Terdakwa dengan cara melepaskan celana yang dipakainya sampai
lutut serta memperlihatkan bokongnya ke arah Terdakwa II ; Bahwa
melihat perbuatan yang dilakukan saksi Mardila tersebut, Terdakwa I
menjadi emosi lalu mendekati saksi Mardila hendak menanyakan apa
maksud perbuatan yang dilakukan saksi Mardila tersebut, akibatnya
terjadi keributan mulut antara Terdakwa I dengan Mardila dan pada
saat itulah saksi Mardila dengan menggunakan parangnya melakukan
penyerangan terhadap Terdakwa I, sehingga Majelis Hakim
berpendapat telah terbukti adanya serangan seketika yang dilakukan
saksi Mardila terhadap Terdakwa I ;

Ad. 2. Pembelaannya seketika itu juga;

Menimbang, bahwa sesuai dengan fakta di persidangan, setelah


keningnya terkena parang saksi Mardila tersebut, Terdakwa I langsung
berusaha untuk merebut parang dari saksi Mardila sehingga terjadi
perkelahian dan perebutan parang yang pada akhirnya parang yang
dipegang oleh saksi Mardila tersebut berhasil dirampas oleh Terdakwa
II dan pada saat yang bersamaan Terdakwa I berhasil mendorong jatuh
saksi Mardila, sehingga Majelis Hakim berpendapat perbuatan yang
dilakukan para Terdakwa dilakukan seketika itu juga untuk melakukan
pembelaan diri ;

Ad. 3. Pembelaan telah memenuhi asas subsidairitas ;

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan memenuhi asas


subsidairitas dalam pembelaan diri adalah pembelaan itu mutlak perlu
untuk dilakukan dikarenakan tidak ada cara lain yang patut dilakukan,
dan berdasarkan fakta di persidangan, perbuatan Terdakwa I yang
berusaha merebut parang dari tangan saksi Mardila tersebut harus
dilakukannya karena pada saat itu saksi Mardila telah mengayunkan
lagi parangnya namun dapat ditangkis oleh Terdakwa I dengan
menggunakan tangan kirinya sehingga Terdakwa I berusaha merebut
parang tersebut yang pada akhirnya dapat dirampas oleh Terdakwa II
dan pada saat yang bersamaan Terdakwa I berhasil mendorong saksi
Mardila, namun karena saksi Mardila menjambak rambut Terdakwa I,
maka Terdakwa I ikut terjatuh dan langsung menindih tubuh saksi
Mardila ; Menimbang, bahwa berdasarkan keadaan yang demikian,
Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan oleh
para Terdakwa memang mutlak perlu dilakukan karena tidak cara lain
yang patut dilakukan ;

Ad. 4. Pembelaan itu juga harus memenuhi asas proporsionalitas ;

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan memenuhi asas


proporsionalitas dalam pembelaan diri adalah adanya keseimbangan
antara perbuatan pembelaan diri dengan serangan yang mengancam,
dan berdasarkan fakta di persidangan, perbuatan Terdakwa I yang
mendorong saksi Mardila pada saat Terdakwa II berhasil merampas
parang dari tangan saksi Mardila tersebut kemudian menindih tubuh
saksi Mardila masih dalam batas proporsionalitas karena pada saat itu
saksi Mardila menjambak rambut Terdakwa I sehingga tidak ada cara
lain bagi Terdakwa I untuk melepaskan jambakan selain ikut
menjatuhkan diri dan menindih tubuh saksi Mardila sehingga mereka
saling memukul dan menjambak rambut satu sama lain dan pada saat
itu tidak terbukti adanya bantuan dari Terdakwa II yang memberikan
kesempatan kepada Terdakwa I untuk dengan leluasa dapat memukul
saksi Mardila, sehingga menurut Majelis Hakim perbuatan yang
dilakukan oleh para Terdakwa sudah memenuhi asas proporsionalitas;

Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan di atas, Majelis Hakim


mendapatkan fakta adanya alasan pembenar atas perbuatan para
Terdakwa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP ;”

Kami setuju bahwa Terdakwa 1 dan terdakwa 2 bisa diberikan


penghapusan pidana, karena dalil alasan pembenar telah terpenuhi
dalam fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Selain itu, terungkap
melalui fakta persidangan bahwa tindakan Terdakwa 1 dan Terdakwa 2
bukanlah memulai masalah namun hanya sebatas mencegah agar tidak
terjadi hal yang tidak diinginkan kembali.
KESIMPULAN
Seluruh tindakan tidak dapat dilihat dari satu sisi, artinya seorang
hakim tidak bisa memutuskan hanya berdasarkan keterangan saksi
korban saja melainkan harus memperhatikan pula fakta-fakta yang
sebenarnya. Tidak semua tindakan merupakan tindak pidana. Apabila
unsur-unsur pemaaf maupun pembenar telah terpenuhi, maka
seharusnya hakim memberikan putusan seperti putusan yang kami pilih
yaitu memberikan putusan dengan menghapuskan pidana para
terdakwa sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan. Dengan
begitu, kami beranggapan akan terciptanya keadilan.

Alasan penghapusan pidana adalah beberapa alasan yang dapat


dijadikan dasar bagi hakim untuk tidak menjatuhkan hukuman/pidana
kepada (para) pelaku atau terdakwa yang diajukan ke pengadilan karena
telah melakukan suatu tindak pidana. Dalam teori hukum pidana,
alasan-alasan yang menghapuskan pidana dibeda-bedakan menjadi tiga
macam yaitu alasan pembenar, alasan pemaaf, dan alasan penghapus
penuntutan.

Harapannya semoga ranah peradilan Indonesia semakin


mengedepankan keadilan sehingga seluruh hak-hak terdakwa tidak
terjadi pengabaian atau bahkan tidak dianggap.
DAFTAR PUSTAKA
https://materihukum.wordpress.com/2013/11/04/
alasan-penghapusan-pidana/
http://kitabpidana.blogspot.com/2012/04/alasan-
dasar-penghapus-pidana.html
http://alviprofdr.blogspot.com/2010/11/alasan-
penghapusan-pidana.html

Anda mungkin juga menyukai