Isi Ebt
Isi Ebt
PENDAHULUAN
1
2. Apa saja norma dalam komunikasi ?
3. Apa saja etika dalam komunikasi ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etika
A. Pengertian
Pengertian etika secara kebahasaan/etimologi, berasal dari bahasa
Yunani adalah " Ethos " , yang berarti watak kesusilaan atau adat
kebiasaan (custom). Biasanya etika berkaitan erat dengan perkataan moral
yang berasal dari bahasa Latin, yaitu " Mos " dan dalam bentuk jamaknya
" Mores " , yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang
dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-
hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama
pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu
moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan
etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
2
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam
pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita
rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan
pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari
tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan
sebagai etika.Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam
melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai
suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.Akan tetapi
berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia,
etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari
sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Pengertian moralitas adalah pedoman yang dimiliki setiap individu
atau kelompok mengenai apa yang benar dan salah berdasarkan standar
moral yang berlaku dalam masyarakat. Disamping itu etika dapat disebut
juga sebagai filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang
tindakan manusia.
Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan
mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak, berdasarkan norma-
norma tertentu. Moralitas dipertanyakan tampak (tangible) dalam perilaku
tidak jujur dan tidak tampak (intangible) dalam pikiran yang bertentangan
dengan hati nurani dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan.
Moralitas yang dengan sengaja menentang hati nurani adalah soal
integritas, yaitu keteguhan hati untuk berpendirian tetap mempertahankan
nilai-nilai baku.
Pengertian etika dan moralitas memiliki arti yang sama sebagai sebuah
sistem tata nilai tentang bagaimana manusia harus tetap mempertahankan
hidup yang baik, yang kemudian terwujud dalam pola tingkah
laku/perilaku yang konstan dan berulang dalam kurun waktu, yang
berjalan dari waktu kewaktu sehingga menjadi suatu kebiasaan.
Berbeda lagi antara etika dengan etiket, seperti telah dibahas etika
adalah berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun, walaupun
keduanya menyangkut perilaku manusia secara normatif yaitu memberi
norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang
3
diperbolehkan dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Pengertian
etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal kedua istilah tersebut
terdapat arti yang berbeda, walaupun ada persamaannya. Istilah etika
sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berkaitan dengan moral
(mores), sedangkan kata etiket adalah berkaitan dengan nilai sopan santun,
tata krama dalam pergaulan formal.
Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara normatif yang
etis. Artinya memberikan pedoman atau norma-norma tertentu yaitu
bagaimana seharusnya seseorang itu melakukan perbuatan dan tidak
melakukan sesuatu perbuatan.Istilah etiket berasal dari Etiquette (Perancis)
yang berarti dari awal suatukartu undangan yang biasanya dipergunakan
semasa raja-raja di Perancis mengadakan pertemuan resmi, pesta dan
resepsi untuk kalangan para elite kerajaan atau bangsawan. Pendapat lain
mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui
oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam
bertingkah lake sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari
kata “etiket”, yaitu
1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan
barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya
tentang barang itu.
2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu
diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.
B. Macam-Macam Etika
Terdapat dua macam etika, yaitu:
1. Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap
dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang
dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika
deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya,
yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta
yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Da-pat
disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai
atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan
4
kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara
etis.
2. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal
dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya
dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam
hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat
menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan
hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang
disepakati dan berlaku di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas
dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis definisi, yaitu sebagai
berikut:
Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang
khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku
manusia.
Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang
membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan
bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada
keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan
tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih
bersifat sosiologik.
Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang
bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik
buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu
menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan
merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif
dan reflektif.
C. Fungsi Etika
Etika tidak langsung membuat manusia menjadi lebih baik, itu
ajaran moral, melainkan etika merupakan sarana untuk memperoleh
orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang
membingungkan. Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual
yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
5
Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam
suasana pluralisme.
Pluralisme moral diperlukan karena:
pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku,
daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan
modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai
kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral
tradisional
berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan,
masing-masing dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia
harus hidup.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum yang berisi
prinsip serta moral dasar dan etika khusus atau etika terapan yang
berlaku khusus. Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika
individual dan etika sosial. Etika sosial dibagi menjadi:
1. Sikap terhadap sesama
2. Etika keluarga
3. Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis,
dokumentalis, pialang informasi
4. Etika politik
5. Etika lingkungan hidup
6. Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional
tentang ajaran moral sedangka moral adalah ajaran baik buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu
dikaitkan dengan moral serta harus dipahami perbedaan antara etika
dengan moralitas.
D. Contoh Etika
Contoh sikap atau etika yang baik meliputi :
1. Sopan santun
Sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil
pergaulan sekelompok itu. Norma kesopanan bersifat relatif,
artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda
di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu.
6
Tidak berkata kasar, kotor atau takabur
Tidak memotong pembicaraan
Tidak meludah di sembarang tempat
Norma sopan santun sangat penting untuk diterapkan, terutama
dalam bermasyarakat, karena norma ini sangat erat kaitannya
terhadap masyarakat. Sekali saja ada pelanggaran terhadap norma
kesopanan, pelanggar akan mendapat sanksi dari masyarakat,
semisal cemoohan. kesopanan merupakan tuntutan dalam hidup
bersama. Ada norma yang harus dipenuhi supaya diterima secara
sosial.
2. Keterbukaan
Menurut etimologi bahasa, keterbukaan berasal dari kata dasar
terbuka yang berarti suatu kondisi yang di dalamnya tidak terdapat
suatu rahasia, mau menerima sesuatu dari luar dirinya, dan mau
berkomunikasi dengan lingkungan di luar dirinya.
Adapun keterbukaan dapat diartikan sebagai suatu sikap dan
perasaan untuk selalu bertoleransi serta mengungkapkan kata-kata
dengan sejujurnya sebagai landasan untuk berkomunikasi.
Dengan demikian, keterbukaan berkaitan erat dengan
komunikasi dan hubungan antarmanusia. Keterbukaan sangat
penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial karena
keterbukaan merupakan prasyarat bagi adanya komunikasi.
Sebagai makhluk sosial, manusia hidup dalam suatu kelompok.
Di dalamnya, setiap anggota kelompok dituntut untuk berinteraksi
dan bersosialisasi dengan anggota lainnya. Dalam melakukan
interaksi, manusia melakukan komunikasi dengan orang lain baik
secara horizontal maupun secara vertikal.
Secara horizontal, manusia berinteraksi antarindividu, antara
individu dengan kelompok sosial, dan antara kelompok sosial
dengan kelompok sosial yang lainnya. Secara vertikal, interaksi
mengandung arti komunikasi di bawah sistem kekuasaan tertentu
yaitu antara manusia sebagai warga negara dengan pemerintah atau
antara penguasa dengan yang dikuasai.
Apabila dikaitkan dengan struktur kekuasaan tertentu,
keterbukaan berarti bahwa setiap warga negara berhak untuk
7
mengeluarkan pendapat, ide-ide, maupun gagasan sebagai wujud
dari aspirasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun demikian, warga masyarakat juga harus menerima
pendapat, saran, dan pembaruan dalam masyarakat demi
tercapainya kemajuan bersama. Masyarakat harus sadar bahwa
menutup diri hanya akan menghambat kemajuan.
Budaya menutup diri membuat manusia cenderung berpikir
picik dalam memandang suatu masalah, serta tidak mau menerima
saran, kritik maupun pembaruan.
3. Empati
Empati adalah kemampuan untuk membayangkan apa yang
mungkin dirasakan atau dipikirkan oleh orang lain dan juga
kemampuan untuk merasakan kemampuan orang lain. Empati
kerapkali dianalogikan sebagai ‘berada di dalam sepatu orang lain’
atau ‘melihat dari mata orang lain’.
Asal kata empati berawal dari kata bahasa
Jerman Einfuhlung yang secara harfiah artinya adalah ‘memasuki
perasaan orang lain’.
Yang menjadi pembeda rasa empati antara satu orang dengan
lainnya adalah tingkat kedalaman perasaan dan cara menunjukkan
perasaan empati kepada suatu hal. Empati merupakan tindak lanjut
dari makna simpati, yaitu suatu perbuatan nyata untuk
mewujudkan rasa simpatinya itu.
Empati dan simpati ini juga sama-sama menggambarkan
situasi sedih serta berkabung yang ditujukan kepada orang lain saat
sedang mengalami musibah atau tragedi. Namun, meski memiliki
8
kesamaan dalam hal istilah ataupun termasuk dari contoh interaksi
sosial, tetap ada perbedaan yang utama. Misalnya simpati yang
lebih menggambarkan perasaan belas kasihan yang ditujukan
kepada keadaan orang lain, sementara empati memungkinkan
orang lain untuk menempatkan diri pada posisi orang-orang yang
menderita dan berbagi secara langsung dalam kesedihan mereka.
3. Ketika terdapat berita duka dari salah satu teman kita yang
saudaranya meninggal dunia, maka dengan menyampaikan rasa
bela sungkawa kita sekaligus melayat ke rumah duka juga
merupakan contoh tindakan empati.
5. Ketika ada tetangga kita yang sedang sakit dan terbaring lemah,
maka kita akan membantu merawatnya karena ikut merasakan
penderitaannya dan merasa iba.
9
berbondong-bondong untuk memberikan bantuan baik yang
bersifat materi maupun non materi seperti tenaga dan juga doa.
Masyarakat juga ikut merasakan apa yang sedang dirasakan
oleh saudara-saudara mereka yang tertimpa musibah, seperti
kehilangan harta benda, kehilangan sanak saudara dan lain
sebagainya.
4. Partisipasi
Partisipasi berasal dari bahasa Inggris
yaitu “participation” adalah pengambilan bagian atau
pengikutsertaan. Menurut Keith Davis, partisipasi adalah suatu
keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan
dan ikut bertanggung jawab di dalamnya. Dalam defenisi tersebut
kunci pemikirannya adalah keterlibatan mental dan emosi.
Sebenarnya partisipasi adalah suatu gejala demokrasi
dimana orang diikutsertakan dalam suatu perencanaan serta dalam
pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai
dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Partisipasi
itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang mental
serta penentuan kebijaksanaan.
Jadi dari beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa partisipasi adalah suatu
keterlibatan mental dan emosi serta fisik peserta dalam
memberikan respon terhadap kegiatan yang melaksanakan dalam
proses belajar mengajar serta mendukung pencapaian tujuan
dan bertanggung jawab atas keterlibatannya.
10
Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk
menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau
perkakas
Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam
bentuk te nagauntuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat
menunjang keberhasilan suatu program
Partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui
keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain
yang membutuhkannya
11
Partisipasi horizontal adalah dimana masyarakatnya tidak mustahil
untuk mempunyai prakarsa dimana setiap anggota / kelompok
masyarakat berpartisipasi secara horizontal antara satu dengan yang
lainnya, baik dalam melakukan usaha bersama, maupun dalam
rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. menurut Effendi
sendiri, tentu saja partisipasi seperti ini merupakan tanda permulaan
tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri.
5. Dukungan
Dukungan adalah segala bentuk informasi verbal ataupun
nonverbal yang bersifat saran, bantuan yang nyata maupun tingkah
laku diberikan oleh sekelompok orang yang dekat dan akrab
dengan sunjek didalam lingkungan sosialnya. Atau dalam bentuk
lain juga bisa berupa kehadiran ataupun segala sesuatu hal yang
dapat memberikan keuntungan emosional yang berpengaruh pada
tingkah laku penerimanya. Contoh bentuk dukungan adalah
kepedulian, keberadaan, kesediaan, serta sikap menghargai dan
menyayangi.
Dukungan sosial atau social support adalah bentuk perhatian,
penghargaan, semangat, penerimaan, maupun pertolongan dalam
bentuk lainnya yang berasal dari orang yang memiliki hubungan
sosial dekat, antara lain orang tua, saudara, anak, sahabat, teman
maupun orang lain dengan tujuan membantu seseorang saat
mengalami permasalahan. Bentuk dukungan dapat berupa
informasi, tingkah laku tertentu, atau pun materi yang dapat
menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi,
diperhatikan dan bernilai.
Menurut Ritter, dukungan sosial merupakan segi-segi
struktural jaringan mencangkup pengaturan-pengaturan hidup,
frekuensi kontak, keikutsertaan dalam kegiatan sosial, keterlibatan
dalam jaringan sosial. Dukungan sosial mengacu pada bantuan
emosional, instrumental, dan finansial yang diperoleh dari jaringan
sosial seseorang. Segi-segi fungsional mencangkup dukungan
12
emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan, pemberian
nasihat atau informasi, pemberian bantuan material (Smet,
1994:134).
a. Dukungan emosional
Terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empati, dan turut prihatin
kepada seseorang. Dukungan ini akan menyebabkan penerima
dukungan merasa nyaman, tenteram kembali, merasa dimiliki dan
dicintai ketika dia mengalami stres, memberi bantuan dalam
bentuk semangat, kehangatan personal, dan cinta.
b. Dukungan penghargaan
c. Dukungan instrumental
Merupakan dukungan yang paling sederhana untuk didefinisikan,
yaitu dukungan yang berupa bantuan secara langsung dan nyata
seperti memberi atau meminjamkan uang atau membantu
meringankan tugas orang yang sedang stres.
d. Dukungan informasi
Orang-orang yang berada di sekitar individu akan memberikan
dukungan informasi dengan cara menyarankan beberapa pilihan
tindakan yang dapat dilakukan individu dalam mengatasi masalah
yang membuatnya stres.
e. Dukungan kelompok
13
Merupakan dukungan yang dapat menyebabkan individu merasa
bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dimana
anggota-anggotanya dapat saling berbagi.
6. Rasa Positif
Pikiran positif adalah pikiran yang dapat membangun dan
memperkuat kepribadian diri dan karakter (Sakina:2008). Berpikir
positif adalah cara berpikir yang diproses secara positif
menghasilkan “energi yang positif”, yaitu suatu energi yang akan
menghasilkan pemikiran-pemikiran dan sikap-sikap yang baik
yang dapat membuat manusia menjadi bersemangat, melakukan
hal-hal yang benar dan menjadi bahagia. Berpikir positif adalah
salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu, karena
dengan sifat ini, banyak hasil baik yang akan diperoleh. Pikiran
positif tak akan membuat kita menjadi berhenti karena
keterbatasan, namun pikiran positif justru akan membuat kita
mencari kekuatan kita hari demi hari.
14
Berpikir positif terdiri dari tiga komponen, yaitu hari demi
hari. Berpikir positif terdiri dari tiga komponen, yaitu muatan
pikiran, penggunaan pikiran, dan pengawasan pikiran.
1. Muatan Pikiran
2. Penggunaan Pikiran
3. Pengawasan Pikiran
15
Prinsip Berfikir Positif
16
Berpikir positif mencegah Anda memilih keputusan yang
salah atau melakukan hal yang bodoh yang kemudian Anda sesali.
Berpikir positif membuat Anda memilih keputusan dengan cepat.
5. Meningkatkan fokus (Focus)
Menggunakan pikiran positif membantu Anda lebih fokus
saat menghadapi masalah. Jika Anda berpikir negatif akan
membuang-buang waktu, dan energi Anda.
6. Bisa mengatur waktu lebih baik (Time Management)
Dengan meningkatnya fokus serta kemampuan membuat
keputusan yang lebih baik, Anda akan lebih terorganisir. Ini akan
membantu Anda mendapatkan lebih banyak waktu untuk diri
sendiri dan orang yang Anda cintai.
7. Lebih sukses dalam hidup (Success)
Sikap positif tak hanya bisa meningkatkan fokus Anda dan
lebih bisa mengatur waktu dengan baik tetapi mengarahkan Anda
pada kebahagian dan keberhasilan saat mengubah hidup Anda.
8. Memiliki banyak teman (Acquintances)
Ketika berpikir positif, Anda akan menarik perhatian orang-
orang dan ketika orang-orang tersebut dekat dengan Anda mereka
akan merasa nyaman.
9. Menjadi pemberani (Brave)
Ketakutan berasal dari pikiran negatif. Menjadi pemikir
positif menghilangkan rasa takut. Keberanian berasal dari
kenyataan bahwa Anda tetap positif Anda akan tahu bahwa apapun
yang terjadi dalam hidup Anda, Anda dapat menghadapinya.
7. Kesetaraan
Kesetaraan sosial adalah tata politik sosial di mana semua
orang yang berada dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu
memiliki status yang sama. Setidaknya, kesetaraan sosial
17
mencakup hak yang sama di bawah hukum, merasakan keamanan,
memperolehkan hak suara, mempunyai kebebasan untuk berbicara
dan berkumpul, dan sejauh mana hak tersebut tidak merupakan
hak-hak yang bersifat atau bersangkutan secara personal. hak-hak
ini dapat pula termasuk adanya akses untuk
mendapatkan pendidikan, perawatan kesehatan dan pengamanan
sosial lainnya yang sama dalam kewajiban yang melibatkan
seluruh lapisan masyarakat.
Kesetaraan dapat mengacu pada :
Kesetaraan hukum, ketika semua anggota masyarakat
punya kedudukan yang sama
Kesetaraan gender
Kesetaraan ras
Kesetaraan sosial
8. Bertanggungjawab
Bertanggungjawab adalah kemampuan seseorang untuk
menjalankan suatu kewajiban karena adanya dorongan didalam
dirinya. Bertanggungjawab juga dapat didefinisikan sebagai suatu
bentuk sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya baik terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan alam, lingkungan sosial budaya, negara, dan Tuhan
serta merupakan suatu perbuatan untuk siap menanggung segala
sesuatu hal yang yang muncul sebagai akibat dari dilakukannya
suatu aktivitas tertentu. Tanggungjawab tidak dapat dipisahkan dari
kewajiban.
18
9. Adaptasi
Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap
lingkungan, penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi
sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat berarti mengubah
lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi. Menurut Karta
Sapoetra adaptasi mempunyai dua arti. Adaptasi yang pertama
disebut penyesuaian diri yang autoplastis (auto artinya sendiri,
plastis artinya bentuk), sedangkan pengertian yang kedua
penyesuaian diri yang alloplastis (allo artinya yang lain, plastis
artinya bentuk).
Jadi adaptasi ada yang artinya “pasif” yang mana kegiatan
pribadi di tentukan oleh lingkungan. Dan ada yang artinya “aktif”
yang mana pribadi mempengaruhi lingkungan Menurut Suparlan2
adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses untuk
memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan
kehidupan.
19
yang sudahmenetap dalam proses adaptasi yang dapat
menggambarkan proses adaptasi dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam interaksi, tingkah laku maupun dari masing-masing adat-
istiadat kebudayaan yang ada. Proses adaptasi berlangsung dalam
suatu perjalanan waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan
tepat, kurun waktunya bisa cepat, lambat, atau justru berakhir
dengan kegagalan.
Dalam buku Intercultural Communication in Context yang di
tulis oleh Judiht N. Martin dan Thomas K. Nakayama, disebutkan
bahwa terdapat sejumlah model yang dapat menerangkan proses
adaptasi seseorang, salah satunya yang sering digunakan adalah U-
Curve atau U-Curve Theory, teori ini berdasarkan riset penelitian
yang dilakukan oleh ahli sosiologi dari Norwegia, Sverre yang
menginterview pelajar/mahasiswa asal Norwegia yang belajar di
A.S. model ini telah digunakan kepada banyak kelompok migran
atau perantau yang berbeda-beda.
2. Frustation
Fase ini adalah tahap dimana rasa semangat dan perasaan
yang mengebu-gebu tersebut berubah menjadi rasa frustasi,
jengkel dan tidak mampu berbuat apa-apa karena realita
yang sebenarnya tidak sesuai dengan ekpektasi yang
dimiliki pada awal tahapan.
3. Readjustment
Tahap ini adalah tahap penyesuaian kembali, di mana
seseorang akan mulai untuk mengembangkan berbagai
20
macam cara untuk bisa beradaptasi dengan keadaan yang
ada.
4. Resolution
Fase yang terakhir di mana seiring dengan waktu,
seseorang kemudian akan sampai pada 4 kemungkinan,
yang pertama, Full participation: dia akan mencapai titik
nyaman dan berhasil membina hubungan serta menerima
kebudayaan yang baru tersebut, yang kedua,
Accomodation: bisa menerima tapi dengan beberapa
catatan dalam hal-hal tertentu tidak bisa ditolerir, yang
ketiga, Fight: tidak merasa nyaman namun berusaha
menjalani sampai dia kembali ke daerah asalnya dengan
segala daya upaya, dan yang terakhir, Flight: di mana
pimigran secara fisik ataupun psikologi menghindari kontak
untuk lari dari situasi yang membuat dia frustasi.
2.2 Nilai
A. Pengertian
Schwartz (1994) menjelaskan bahwa nilai adalah suatu keyakinan,
berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu,
melampaui situasi spesifik, mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap
tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta tersusun berdasarkan
derajat kepentingannya.
Jadi, nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan
tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau
standar dalam hidupnya. Pemahaman tentang nilai tidak terlepas dari
pemahaman tentang bagaimana nilai itu terbentuk. Schwartz berpandangan
bahwa nilai merupakan representasi kognitif dari tiga tipe persyaratan
hidup manusia yang universal, yaitu :
a. kebutuhan individu sebagai organisme biologis
b. persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi
interpersonal
c. tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok dan
kelangsungan hidup kelompok (Schwartz & Bilsky, 1987; Schwartz,
1992, 1994).
21
Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz
mengemukakan teori bahwa nilai berasal dari tuntutan manusia yang
universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme, motif
sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial (Schwartz & Bilsky, 1987).
Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu
yang diinginkan.
Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat
timbul dari minat kolektif (tipe nilai benevolence, tradition, conformity)
atau berdasarkan prioritas pribadi / individual (power, achievement,
hedonism, stimulation, self-direction), atau kedua-duanya (universalism,
security). Nilai individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu
atau disosialisasikan oleh suatu kelompok dominan yang memiliki nilai
tertentu (misalnya pengasuhan orang tua, agama, kelompok tempat kerja)
atau melalui pengalaman pribadi yang unik (Feather, 1994; Grube, Mayton
II & Ball-Rokeach, 1994; Rokeach, 1973; Schwartz, 1994).
Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan
yang hanya ‘diinginkan’, di mana ‘lebih diinginkan’ mempengaruhi seleksi
berbagai modus tingkah laku yang mungkin dilakukan individu atau
mempengaruhi pemilihan tujuan akhir tingkah laku (Kluckhohn dalam
Rokeach, 1973). ‘Lebih diinginkan’ ini memiliki pengaruh lebih besar
dalam mengarahkan tingkah laku, dan dengan demikian maka nilai
menjadi tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik
tertentu untuk berubah. Karena nilai diperoleh dengan cara terpisah, yaitu
dihasilkan oleh pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi yang tertuang
dalam struktur psikologis individu (Danandjaja, 1985), maka nilai menjadi
tahan lama dan stabil (Rokeach, 1973). Jadi nilai memiliki kecenderungan
untuk menetap, walaupun masih mungkin berubah oleh hal-hal tertentu.
Salah satunya adalah bila terjadi perubahan sistem nilai budaya di mana
individu tersebut menetap (Danandjaja, 1985).
22
B. Tipe Nilai
23
berpengaruh pada tingkah laku sebagai dampak dari pembentukan sikap
dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai merupakan faktor
penentu dalam berbagai tingkah laku sosial (Rokeach, 1973; Danandjaja,
1985).
D. Fungsi Nilai
24
2) Sistem nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan
pengambilan keputusan (Feather, 1995; Rokeach, 1973; Schwartz, 1992,
1994). Situasi tertentu secara tipikal akan mengaktivasi beberapa nilai
dalam sistim nilai individu. Umumnya nilai-nilai yang teraktivasi adalah
nilai-nilai yang dominan pada individu yang bersangkutan.
E. Pengukuran Nilai
25
digunakan untuk mengetahui nilai individu adalah dengan teknik
wawancara. Teknik ini telah digunakan oleh Rokeach (1973) untuk
menggali nilai-nilai apa saja yang dimiliki seseorang. Ia melakukan
wawancara dengan para responden yang dimintanya untuk menjawab
pertanyaan tentang nilai apa yang menjadi tujuan akhir mereka.
1) Berkaitan dengan definisi nilai sebagai cara bertingkah laku dan tujuan
akhir tertentu, maka indikator pertama adalah pernyataan tentang
keinginan-keinginan, prinsip hidup dan tujuan hidup seseorang.
4) Salah satu fungsi dari nilai adalah dalam memecahkan konflik dan
mengambil keputusan. Dalam keadaan-keadaan dimana seseorang harus
mengambil keputusan dari situasi yang menimbulkan konflik, nilainya yang
dominan akan teraktivasi. Jadi, apa keputusan seseorang dalam situasi
konflik tersebut dapat dijadikan indikator tentang nilai yang dianutnya.
26
2.3 Norma
A. Pengertian
27
adalah untuk memberikan petunjuk kepada manusia bagaimana seseorang
hams bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang
harus dijalankannya, dan perbuatan-perbuatan mana yang harus dihindari
(Kansil, 1989:81).
B. Aspek
28
Kemudian norma tersebut dalam pergaulan hidup terdapat empat (4)
kaedah atau norma, yaitu norma agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum.
Dalam pelaksanaannya, terbagi lagi menjadi norma-norma umum (non
hukum) dan norma hukum, pemberlakuan norma-norma itu dalam aspek
kehidupan dapat digolongkan ke dalam dua macam kaidah, sebagai
berikut:
Kehidupan kesusilaan, nilai moral, dan etika yang tertuju pada kebaikan
hidup pribadi demi tercapainya kesucian hati nu-rani yang berakhlak
berbudi luhur (akhlakul kharimah).
29
dan bertanggung jawab.Terlepas dari mereka sebagai profesional tersebut
jitu atau tidak dalam memberikan obat sebagai penyembuhnya, atau
metodologi dan keterampilan dalam memberikan bahan kuliah dengan
tepat.
Dalam hal ini yang ditekankan adalah “sikap atau perilaku” mereka
dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai profesional yang diembannya
untuk saling menghargai sesama atau kehidupan manusia. Pada akhirnya
nilai moral, etika, kode perilaku dan kode etik standard profesi adalah
memberikan jalan, pedoman, tolok ukur dan acuan untuk mengambil
keputusan tentang tindakan apa yang akan dilakukan dalam berbagai
situasi dan kondisi tertentu dalam memberikan pelayanan profesi atau
keahliannya masing-masing.
Pengambilan keputusan etis atau etik, merupakan aspek kompetensi
dari perilaku moral sebagai seorang profesional yang telah
memperhitungkan konsekuensinya, secara matang baik-buruknya akibat
yang ditimbulkan dari tindakannya itu secara obyektif, dan sekaligus
memiliki tanggung jawab atau integritas yang tinggi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi ialah suatu proses pengiriman pesan atau simbol-simbol yang
mengandung arti dari seseorang komunikator kepada komunikan dengan
tujuan tertentu. Komunikasi mempunyai komponen-komponen agar
komunikasi dapat berjalan dengan baik, yaitu:
1. Komunikator atau pengirim pesan
2. Pesan atau informasi
3. Media atau saluran
4. Komunikan atau penerima pesan
5. Umpan balik atau feedback
6. Gangguan
Etika komunikasi perkantoran merupakan suatu rangkuman istilah yang
mempunyai pengertian tersendiri, yakni norma, nilai atau ukuran tingkah laku
yang baik dalam kegiatan komunikasi dalam kegiatan komunikasi di suatu
30
perkantoran. Untuk menjaga agar proses komunikasi tersebut berjalan baik,
agar tidak menimbulkan dampak negatif, maka diperlukan etika
berkomunikasi. Cara paling mudah menerapkan etika komunikasi
perkantoran ialah, semua anggota dan pimpinan perkantoran perlu
memperhatikan beberapa hal berikut ini:
1) Tata krama pergaulan yang baik
2) Norma kesusilaan dan budi pekerti
3) Norma sopan santun dalam segala tindakan
3.2 Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini. Penulis berharap bahwa dengan
mempelajari tentang aspek nilai, norma dan etika komunikasi ini dapat
menambah wawasan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
31