Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Komunikasi merupakan sarana untuk terjalinnya hubungan antar
seseorang dengan orang lain. Dengan adanya komunikasi, maka terjadilah
hubungan sosial karena bahwa manusia itu adalah sebagai makhluk sosial, diantara satu
dengan yang lainnya saling membutuhkan, sehingga terjadinya interaksi
timbal balik. Dalam hubungan seseorang dengan orang lain terjadi proses
komunikasi diantaranya. Tetapi ketika sedang melakukan komunikasi
terkadang tidak memperhatikan etika-etika komunikasi dengan baik. Hal ini
yang terkadang orang salah menafsirkan isi dari informasi yang diberikan atau
pun yang didengarkannya. Terlebih lagi ketika berkomunikasi dalam ruang
lingkup perkantoran. Cara yang paling mudah menerapkan etika komunikasi
dalam perkantoran ialah, semua anggota dan pimpinan perkantoran perlu
memperhatikan beberapa hal berikut ini:
1. Tata krama pergaulan yang baik
2. Norma kesusilaan dan budi pekerti
3. Norma sopan santun dalam segala tindakan
Dalam suatu organisasi penerapan etika komunikasi dibutuhkan untuk
semua bentuk kegiatan kerja. Etika komunikasi yakni etika komunikasi yang
terjadi dan berlangsung dalam kantor (office communication). Dengan
terciptanya etika komunikasi timbal balik yang baik antara pimpinan dan
karyawan, akan menimbulkan produktivitas kerja yang baik. Dengan kata lain
tanpa adanya komunikasi, maka pekerjaan kantor akan menjadi tidak sesuai
dengan rencana yang sudah ditetapkan sehingga tujuan-tujuan yang
diharapkan tidak akan tercapai. Pada dasarnya komunikasi kantor dapat
berlangsung secara lisan maupun tulisan. Secara lisan, dapat terjadi secara
langsung (tatap muka atau face to face) tanpa melalui perantara. Setiap
individu berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang
seharusnya dimiliki oleh setiap individu atau apa yang seharusnya dijalankan
individu, dan apa tindakan yang seharusnya dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang nantinya akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa saja aspek nilai dalam komunikasi ?

1
2. Apa saja norma dalam komunikasi ?
3. Apa saja etika dalam komunikasi ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui aspek nilai dalam komunikasi.
2. Mengetahui norma dalam komunikasi.
3. Mengetahui etika dalam komunikasi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Etika
A. Pengertian
Pengertian etika secara kebahasaan/etimologi, berasal dari bahasa
Yunani adalah " Ethos " , yang berarti watak kesusilaan atau adat
kebiasaan (custom). Biasanya etika berkaitan erat dengan perkataan moral
yang berasal dari bahasa Latin, yaitu " Mos " dan dalam bentuk jamaknya
" Mores " , yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang
dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-
hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama
pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu
moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan
etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.

2
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam
pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita
rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan
pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari
tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan
sebagai etika.Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam
melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai
suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.Akan tetapi
berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia,
etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari
sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Pengertian moralitas adalah pedoman yang dimiliki setiap individu
atau kelompok mengenai apa yang benar dan salah berdasarkan standar
moral yang berlaku dalam masyarakat. Disamping itu etika dapat disebut
juga sebagai filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang
tindakan manusia.
Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan
mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak, berdasarkan norma-
norma tertentu. Moralitas dipertanyakan tampak (tangible) dalam perilaku
tidak jujur dan tidak tampak (intangible) dalam pikiran yang bertentangan
dengan hati nurani dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan.
Moralitas yang dengan sengaja menentang hati nurani adalah soal
integritas, yaitu keteguhan hati untuk berpendirian tetap mempertahankan
nilai-nilai baku.
Pengertian etika dan moralitas memiliki arti yang sama sebagai sebuah
sistem tata nilai tentang bagaimana manusia harus tetap mempertahankan
hidup yang baik, yang kemudian terwujud dalam pola tingkah
laku/perilaku yang konstan dan berulang dalam kurun waktu, yang
berjalan dari waktu kewaktu sehingga menjadi suatu kebiasaan.
Berbeda lagi antara etika dengan etiket, seperti telah dibahas etika
adalah berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun, walaupun
keduanya menyangkut perilaku manusia secara normatif yaitu memberi
norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang

3
diperbolehkan dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Pengertian
etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal kedua istilah tersebut
terdapat arti yang berbeda, walaupun ada persamaannya. Istilah etika
sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berkaitan dengan moral
(mores), sedangkan kata etiket adalah berkaitan dengan nilai sopan santun,
tata krama dalam pergaulan formal.
Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara normatif yang
etis. Artinya memberikan pedoman atau norma-norma tertentu yaitu
bagaimana seharusnya seseorang itu melakukan perbuatan dan tidak
melakukan sesuatu perbuatan.Istilah etiket berasal dari Etiquette (Perancis)
yang berarti dari awal suatukartu undangan yang biasanya dipergunakan
semasa raja-raja di Perancis mengadakan pertemuan resmi, pesta dan
resepsi untuk kalangan para elite kerajaan atau bangsawan. Pendapat lain
mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui
oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam
bertingkah lake sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari
kata “etiket”, yaitu
1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan
barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya
tentang barang itu.
2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu
diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.

B. Macam-Macam Etika
Terdapat dua macam etika, yaitu:
1. Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap
dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang
dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika
deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya,
yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta
yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Da-pat
disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai
atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan

4
kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara
etis.
2. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal
dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya
dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam
hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat
menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan
hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang
disepakati dan berlaku di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas
dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis definisi, yaitu sebagai
berikut:
 Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang
khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku
manusia.
 Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang
membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan
bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada
keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan
tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih
bersifat sosiologik.
 Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang
bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik
buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu
menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan
merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif
dan reflektif.

C. Fungsi Etika
Etika tidak langsung membuat manusia menjadi lebih baik, itu
ajaran moral, melainkan etika merupakan sarana untuk memperoleh
orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang
membingungkan. Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual
yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.

5
Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam
suasana pluralisme.
Pluralisme moral diperlukan karena:
 pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku,
daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan
 modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai
kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral
tradisional
 berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan,
masing-masing dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia
harus hidup.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum yang berisi
prinsip serta moral dasar dan etika khusus atau etika terapan yang
berlaku khusus. Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika
individual dan etika sosial. Etika sosial dibagi menjadi:
1. Sikap terhadap sesama
2. Etika keluarga
3. Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis,
dokumentalis, pialang informasi
4. Etika politik
5. Etika lingkungan hidup
6. Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional
tentang ajaran moral sedangka moral adalah ajaran baik buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu
dikaitkan dengan moral serta harus dipahami perbedaan antara etika
dengan moralitas.

D. Contoh Etika
Contoh sikap atau etika yang baik meliputi :
1. Sopan santun
Sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil
pergaulan sekelompok itu. Norma kesopanan bersifat relatif,
artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda
di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu.

Contoh-contoh norma sopan santun ialah:

 Menghormati orang yang lebih tua


 Menerima segala sesuatu dengan tangan kanan

6
 Tidak berkata kasar, kotor atau takabur
 Tidak memotong pembicaraan
 Tidak meludah di sembarang tempat
Norma sopan santun sangat penting untuk diterapkan, terutama
dalam bermasyarakat, karena norma ini sangat erat kaitannya
terhadap masyarakat. Sekali saja ada pelanggaran terhadap norma
kesopanan, pelanggar akan mendapat sanksi dari masyarakat,
semisal cemoohan. kesopanan merupakan tuntutan dalam hidup
bersama. Ada norma yang harus dipenuhi supaya diterima secara
sosial.

2. Keterbukaan
Menurut etimologi bahasa, keterbukaan berasal dari kata dasar
terbuka yang berarti suatu kondisi yang di dalamnya tidak terdapat
suatu rahasia, mau menerima sesuatu dari luar dirinya, dan mau
berkomunikasi dengan lingkungan di luar dirinya.
Adapun keterbukaan dapat diartikan sebagai suatu sikap dan
perasaan untuk selalu bertoleransi serta mengungkapkan kata-kata
dengan sejujurnya sebagai landasan untuk berkomunikasi.
Dengan demikian, keterbukaan berkaitan erat dengan
komunikasi dan hubungan antarmanusia. Keterbukaan sangat
penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial karena
keterbukaan merupakan prasyarat bagi adanya komunikasi.
Sebagai makhluk sosial, manusia hidup dalam suatu kelompok.
Di dalamnya, setiap anggota kelompok dituntut untuk berinteraksi
dan bersosialisasi dengan anggota lainnya. Dalam melakukan
interaksi, manusia melakukan komunikasi dengan orang lain baik
secara horizontal maupun secara vertikal.
Secara horizontal, manusia berinteraksi antarindividu, antara
individu dengan kelompok sosial, dan antara kelompok sosial
dengan kelompok sosial yang lainnya. Secara vertikal, interaksi
mengandung arti komunikasi di bawah sistem kekuasaan tertentu
yaitu antara manusia sebagai warga negara dengan pemerintah atau
antara penguasa dengan yang dikuasai.
Apabila dikaitkan dengan struktur kekuasaan tertentu,
keterbukaan berarti bahwa setiap warga negara berhak untuk

7
mengeluarkan pendapat, ide-ide, maupun gagasan sebagai wujud
dari aspirasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun demikian, warga masyarakat juga harus menerima
pendapat, saran, dan pembaruan dalam masyarakat demi
tercapainya kemajuan bersama. Masyarakat harus sadar bahwa
menutup diri hanya akan menghambat kemajuan.
Budaya menutup diri membuat manusia cenderung berpikir
picik dalam memandang suatu masalah, serta tidak mau menerima
saran, kritik maupun pembaruan.

Contoh sikap terbuka antara lain:


a. Mau menerima kritik dan saran orang lain.
b. Saling mengingatkan apabila ada yang berbuat salah
c. Memberi kesempatan kepada orang lain untuk berpendapat
dan menyampaikan aspirasi secara terbuka.
d. Tidak bergunjing, apabila ada yang salah ditegur secara
terbuka.
e. Mengajukan usulan, pendapat, dan saran dalam rapat desa
secara terbuka.

3. Empati
Empati adalah kemampuan untuk membayangkan apa yang
mungkin dirasakan atau dipikirkan oleh orang lain dan juga
kemampuan untuk merasakan kemampuan orang lain. Empati
kerapkali dianalogikan sebagai ‘berada di dalam sepatu orang lain’
atau ‘melihat dari mata orang lain’.
Asal kata empati berawal dari kata bahasa
Jerman Einfuhlung yang secara harfiah artinya adalah ‘memasuki
perasaan orang lain’.
Yang menjadi pembeda rasa empati antara satu orang dengan
lainnya adalah tingkat kedalaman perasaan dan cara menunjukkan
perasaan empati kepada suatu hal. Empati merupakan tindak lanjut
dari makna simpati, yaitu suatu perbuatan nyata untuk
mewujudkan rasa simpatinya itu.
Empati dan simpati ini juga sama-sama menggambarkan
situasi sedih serta berkabung yang ditujukan kepada orang lain saat
sedang mengalami musibah atau tragedi. Namun, meski memiliki

8
kesamaan dalam hal istilah ataupun termasuk dari contoh interaksi
sosial, tetap ada perbedaan yang utama. Misalnya simpati yang
lebih menggambarkan perasaan belas kasihan yang ditujukan
kepada keadaan orang lain, sementara empati memungkinkan
orang lain untuk menempatkan diri pada posisi orang-orang yang
menderita dan berbagi secara langsung dalam kesedihan mereka.

Manfaat dari empati antara lain:


 Membuat hidup lebih bahagia
 Membuat hidup lebih sehat
 Menumbuhkan rasa kasih cinta dalam diri sendiri
 Mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam hidup

Contoh dari sikap empati adalah sebagai berikut :

1. Ketika terdapat teman yang bersedih atas sesuatu, maka


perilaku empati muncul sesederhana dengan kehadiran dan
usaha kita untuk menghiburnya.
2. Membantu dan ikut menyelesaikan masalah teman jika
membutuhkan (bukan dalam konteks buruk).

3. Ketika terdapat berita duka dari salah satu teman kita yang
saudaranya meninggal dunia, maka dengan menyampaikan rasa
bela sungkawa kita sekaligus melayat ke rumah duka juga
merupakan contoh tindakan empati.

4. Apabila teman sedang sakit, maka dengan datang


menjenguknya dan membawakan apa yang ia butuhkan juga
merupakan perilaku empati.

5. Ketika ada tetangga kita yang sedang sakit dan terbaring lemah,
maka kita akan membantu merawatnya karena ikut merasakan
penderitaannya dan merasa iba.

6. Ketika kita melihat dan mendengar ada saudara-saudara kita


yang berada di luar daerah tempat kita tinggal mengalami
musibah seperti bencana alam. Maka masyarakat datang

9
berbondong-bondong untuk memberikan bantuan baik yang
bersifat materi maupun non materi seperti tenaga dan juga doa.
Masyarakat juga ikut merasakan apa yang sedang dirasakan
oleh saudara-saudara mereka yang tertimpa musibah, seperti
kehilangan harta benda, kehilangan sanak saudara dan lain
sebagainya.

4. Partisipasi
Partisipasi berasal dari bahasa Inggris
yaitu “participation” adalah pengambilan bagian atau
pengikutsertaan. Menurut Keith Davis, partisipasi adalah suatu
keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan
dan ikut bertanggung jawab di dalamnya. Dalam defenisi tersebut
kunci pemikirannya adalah keterlibatan mental dan emosi.
Sebenarnya partisipasi adalah suatu gejala demokrasi
dimana orang diikutsertakan dalam suatu perencanaan serta dalam
pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai
dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Partisipasi
itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang mental
serta penentuan kebijaksanaan.
Jadi dari beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa partisipasi adalah suatu
keterlibatan mental dan emosi serta fisik peserta dalam
memberikan respon terhadap kegiatan yang melaksanakan dalam
proses belajar mengajar serta mendukung pencapaian tujuan
dan bertanggung jawab atas keterlibatannya.

Bentuk partisipasi yang nyata yaitu :

 Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar


usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang
memerlukan bantuan

10
 Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk
menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau
perkakas
 Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam
bentuk te nagauntuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat
menunjang keberhasilan suatu program
 Partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui
keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain
yang membutuhkannya

Partisipasi buah pikiran lebih merupakan partisipasi berupa


sumbangan ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk
menyusun program maupun untuk memperlancar pelaksanaan
program dan juga untuk mewujudkannya dengan memberikan
pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang
diikutinya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa dalam


partisipasi terdapat unsur-unsur sebagai berikut :

 Keterlibatan peserta didik dalam segala kegiatan yang


dilaksanakan dalam proses belajar mengajar.
 Kemauan peserta didik untuk merespon dan berkreasi
dalam kegiatan yang dilaksanakan
dalam proses belajar mengajar.

Bentuk-bentuk partisipasi adalah sebagai berikut:

Menurut Effendi, partisipasi ada dua bentuk, yaitu partisipasi vertikal


dan partisipasi horizontal.

 Partisipasi vertikal adalah suatu bentuk kondisi tertentu dalam


masyarakat yang terlibat di dalamnya atau mengambil bagian dalam
suatu program pihak lain, dalam hubungan mana masyarakat berada
sebagai posisi bawahan.

11
 Partisipasi horizontal adalah dimana masyarakatnya tidak mustahil
untuk mempunyai prakarsa dimana setiap anggota / kelompok
masyarakat berpartisipasi secara horizontal antara satu dengan yang
lainnya, baik dalam melakukan usaha bersama, maupun dalam
rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. menurut Effendi
sendiri, tentu saja partisipasi seperti ini merupakan tanda permulaan
tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri.

5. Dukungan
Dukungan adalah segala bentuk informasi verbal ataupun
nonverbal yang bersifat saran, bantuan yang nyata maupun tingkah
laku diberikan oleh sekelompok orang yang dekat dan akrab
dengan sunjek didalam lingkungan sosialnya. Atau dalam bentuk
lain juga bisa berupa kehadiran ataupun segala sesuatu hal yang
dapat memberikan keuntungan emosional yang berpengaruh pada
tingkah laku penerimanya. Contoh bentuk dukungan adalah
kepedulian, keberadaan, kesediaan, serta sikap menghargai dan
menyayangi.
Dukungan sosial atau social support adalah bentuk perhatian,
penghargaan, semangat, penerimaan, maupun pertolongan dalam
bentuk lainnya yang berasal dari orang yang memiliki hubungan
sosial dekat, antara lain orang tua, saudara, anak, sahabat, teman
maupun orang lain dengan tujuan membantu seseorang saat
mengalami permasalahan. Bentuk dukungan dapat berupa
informasi, tingkah laku tertentu, atau pun materi yang dapat
menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi,
diperhatikan dan bernilai.
Menurut Ritter, dukungan sosial merupakan segi-segi
struktural jaringan mencangkup pengaturan-pengaturan hidup,
frekuensi kontak, keikutsertaan dalam kegiatan sosial, keterlibatan
dalam jaringan sosial. Dukungan sosial mengacu pada bantuan
emosional, instrumental, dan finansial yang diperoleh dari jaringan
sosial seseorang. Segi-segi fungsional mencangkup dukungan

12
emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan, pemberian
nasihat atau informasi, pemberian bantuan material (Smet,
1994:134).

Menurut Sarafino (2006) terdapat lima bentuk dukungan sosial,


yaitu:

a. Dukungan emosional
Terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empati, dan turut prihatin
kepada seseorang. Dukungan ini akan menyebabkan penerima
dukungan merasa nyaman, tenteram kembali, merasa dimiliki dan
dicintai ketika dia mengalami stres, memberi bantuan dalam
bentuk semangat, kehangatan personal, dan cinta.

b. Dukungan penghargaan

Dukungan ini dapat menyebabkan individu yang menerima


dukungan membangun rasa menghargai dirinya, percaya diri, dan
merasa bernilai. Dukungan jenis ini akan sangat berguna ketika
individu mengalami stres karena tuntutan tugas yang lebih besar
daripada kemampuan yang dimilikinya.

c. Dukungan instrumental
Merupakan dukungan yang paling sederhana untuk didefinisikan,
yaitu dukungan yang berupa bantuan secara langsung dan nyata
seperti memberi atau meminjamkan uang atau membantu
meringankan tugas orang yang sedang stres.

d. Dukungan informasi
Orang-orang yang berada di sekitar individu akan memberikan
dukungan informasi dengan cara menyarankan beberapa pilihan
tindakan yang dapat dilakukan individu dalam mengatasi masalah
yang membuatnya stres.

e. Dukungan kelompok

13
Merupakan dukungan yang dapat menyebabkan individu merasa
bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dimana
anggota-anggotanya dapat saling berbagi.

Faktor Penghambat Dukungan Sosial :


Terdapat tiga faktor yang menjadi penghambat pemberian
dukungan sosial kepada seseorang, yaitu (Apollo dan Cahyadi,
2012:262):

1. Penarikan diri dari orang lain, disebabkan karena harga diri


yang rendah, ketakutan untuk dikritik, pengharapan bahwa
orang lain tidak akan menolong, seperti menghindar, mengutuk
diri, diam, menjauh, tidak mau meminta bantuan.

2. Melawan orang lain, seperti sikap curiga, tidak sensitif, tidak


timbal balik, dan agresif.

3. Tindakan sosial yang tidak pantas, seperti membicarakan


dirinya secara terus menerus, mengganggu orang lain,
berpakaian tidak pantas, dan tidak pernah merasa puas.

6. Rasa Positif
Pikiran positif adalah pikiran yang dapat membangun dan
memperkuat kepribadian diri dan karakter (Sakina:2008). Berpikir
positif adalah cara berpikir yang diproses secara positif
menghasilkan “energi yang positif”, yaitu suatu energi yang akan
menghasilkan pemikiran-pemikiran dan sikap-sikap yang baik
yang dapat membuat manusia menjadi bersemangat, melakukan
hal-hal yang benar dan menjadi bahagia. Berpikir positif adalah
salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu, karena
dengan sifat ini, banyak hasil baik yang akan diperoleh. Pikiran
positif tak akan membuat kita menjadi berhenti karena
keterbatasan, namun pikiran positif justru akan membuat kita
mencari kekuatan kita hari demi hari.

14
Berpikir positif terdiri dari tiga komponen, yaitu hari demi
hari. Berpikir positif terdiri dari tiga komponen, yaitu muatan
pikiran, penggunaan pikiran, dan pengawasan pikiran.

1. Muatan Pikiran

Berpikir positif merupakan usaha mengisi pikiran dengan


berbagai hal yang positif atau muatan yang positif. Menurut
Ubaedy, muatan positif untuk pikiran adalah berbagai bentuk
pemikiran yang memiliki kriteria:

 Benar (tak melanggar nilai-nilai kebenaran),


 Baik ( bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan), dan
 Bermanfaat (menghasilkan sesuatu yang berguna).

2. Penggunaan Pikiran

Tujuan dari dimensi ini adalah menggunakan pikiran kita


yang telah terisi oleh muatan positif. Untuk dapat memaksimalkan
pikiran positif, penggunaan pikiran perlu direalisasikan dalam
bentuk nyata. Karena muatan positif yang berada di pikiran masih
merupakan muatan yang lemah.

3. Pengawasan Pikiran

Dimensi ke tiga dari berpikir positif adalah pengawasan


pikiran. Aktivitas ini mencakup usaha untuk mengetahui muatan
apa saja yang dimasukkan ke ruang pikiran dan bagaimana pikiran
bekerja. Jika diketahui terdapat hal-hal yang negatif ikut masuk ke
ruang pikiran maka perlu dilakukan tindakan berupa mengeluarkan
hal-hal yang negatif tersebut dengan menggantinya dengan hal-hal
yang positif. Demikian pula jika ternyata teridentifikasi bahwa
pikiran bekerja tidak semestinya maka dilakukan usaha untuk
memperbaiki kelemahan atau kesalahan tersebut.

15
Prinsip Berfikir Positif

 Prinsip untuk selalu memikirkan hal-hal yang positif, karena


kita akan menjadi seperti apa yang kita pikirkan dan katakan.
 Prinsip untuk selalu menimbang untung dan rugi sebelum
melakukan sesuatu, baik dalam bentuk pikiran, perasaan,
perbuatan, dan penampilan.
 Prinsip untuk selalu mengambil hikmah dari setiap pristiwa
terburuk sekalipun.
 Prinsip bahwa segala sesuatu pasti ada akhirnya, demikian
halnya dengan kesulitan, kegagalan, dan kesedihan.

Manfaat Berfikir Positif

Berikut ini beberapa manfaat dari berpikit positif :


1. Mengatasi stress (Stress Management)
Berpikir positif membantu Anda mengatasi situasi stres,
mengabaikan pikiran negatif, mengganti pikiran pesimis menjadi
optimis, mengurangi kecemasan dan mengurangi stres. Ketika
Anda mengembangkan sikap positif Anda bisa mengontrol hidup
Anda dengan baik.
2. Menjadi lebih sehat (Health)
Pikiran kita secara langsung mempengaruhi tubuh dan
bagaimana cara bekerjanya. Ketika Ada mengganti pikiran negatif
dengan ketenangan, kepercayaan dan kedamaian, bukannya dengan
kebencian, kecemasan, dan kekhawatiran, maka Anda akan
merasakan kesejahteraan. Dan ini berarti Anda tidak mengalami
gangguan saat tidur, tidak merasakan ketegangan otot, kecemasan,
dan kelelahan. Orang-orang yang berpikir negatif lebih muda
terkena depresi.
3. Percaya diri (Confidence)
Dengan berpikir positif, maka Anda lebih percaya diri dan
tidak untuk mencoba menjadi orang lain. Jika Anda tidak percaya
diri Anda tidak akan pernah mendaptkan kehidupan yang lebih
baik.
4. Bisa mengambil keputusan yang benar (Smart-Decision)

16
Berpikir positif mencegah Anda memilih keputusan yang
salah atau melakukan hal yang bodoh yang kemudian Anda sesali.
Berpikir positif membuat Anda memilih keputusan dengan cepat.
5. Meningkatkan fokus (Focus)
Menggunakan pikiran positif membantu Anda lebih fokus
saat menghadapi masalah. Jika Anda berpikir negatif akan
membuang-buang waktu, dan energi Anda.
6. Bisa mengatur waktu lebih baik (Time Management)
Dengan meningkatnya fokus serta kemampuan membuat
keputusan yang lebih baik, Anda akan lebih terorganisir. Ini akan
membantu Anda mendapatkan lebih banyak waktu untuk diri
sendiri dan orang yang Anda cintai.
7. Lebih sukses dalam hidup (Success)
Sikap positif tak hanya bisa meningkatkan fokus Anda dan
lebih bisa mengatur waktu dengan baik tetapi mengarahkan Anda
pada kebahagian dan keberhasilan saat mengubah hidup Anda.
8. Memiliki banyak teman (Acquintances)
Ketika berpikir positif, Anda akan menarik perhatian orang-
orang dan ketika orang-orang tersebut dekat dengan Anda mereka
akan merasa nyaman.
9. Menjadi pemberani (Brave)
Ketakutan berasal dari pikiran negatif. Menjadi pemikir
positif menghilangkan rasa takut. Keberanian berasal dari
kenyataan bahwa Anda tetap positif Anda akan tahu bahwa apapun
yang terjadi dalam hidup Anda, Anda dapat menghadapinya.

10. Hidup lebih bahagia (Happiness)

Percaya diri merupakan suatu fakta bahwa Anda bahagia


menjadi diri Anda sendiri dan tidak mencoba untuk menjadi orang
lain. Jika Anda memiliki semangat berpikir positif, Anda selalu
mengantisipasi hidup bahagia, damai, tawa, kesehatan yang baik
dan kesuksesan finansial.

7. Kesetaraan
Kesetaraan sosial adalah tata politik sosial di mana semua
orang yang berada dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu
memiliki status yang sama. Setidaknya, kesetaraan sosial

17
mencakup hak yang sama di bawah hukum, merasakan keamanan,
memperolehkan hak suara, mempunyai kebebasan untuk berbicara
dan berkumpul, dan sejauh mana hak tersebut tidak merupakan
hak-hak yang bersifat atau bersangkutan secara personal. hak-hak
ini dapat pula termasuk adanya akses untuk
mendapatkan pendidikan, perawatan kesehatan dan pengamanan
sosial lainnya yang sama dalam kewajiban yang melibatkan
seluruh lapisan masyarakat.
Kesetaraan dapat mengacu pada :
 Kesetaraan hukum, ketika semua anggota masyarakat
punya kedudukan yang sama
 Kesetaraan gender
 Kesetaraan ras
 Kesetaraan sosial

8. Bertanggungjawab
Bertanggungjawab adalah kemampuan seseorang untuk
menjalankan suatu kewajiban karena adanya dorongan didalam
dirinya. Bertanggungjawab juga dapat didefinisikan sebagai suatu
bentuk sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya baik terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan alam, lingkungan sosial budaya, negara, dan Tuhan
serta merupakan suatu perbuatan untuk siap menanggung segala
sesuatu hal yang yang muncul sebagai akibat dari dilakukannya
suatu aktivitas tertentu. Tanggungjawab tidak dapat dipisahkan dari
kewajiban.

Contoh dari perilaku bertanggung jawab adalah :


 Manusia sebagai makhluk individual yaitu merawat dirinya
sendiri supaya tetap sehat dan sebagai perwujudan rasa
syukur kepada Tuhan yang telah menciptakannya.
 Manusia sebagai makhluk sosial, yang berarti tidak dapat
hidup sendiri, melainkan memiliki ketergantungan terhadap
manusia disekitarnya. Mereka diwajibkan untuk saling
tolong menolong serta menghormati sesama.

18
9. Adaptasi
Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap
lingkungan, penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi
sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat berarti mengubah
lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi. Menurut Karta
Sapoetra adaptasi mempunyai dua arti. Adaptasi yang pertama
disebut penyesuaian diri yang autoplastis (auto artinya sendiri,
plastis artinya bentuk), sedangkan pengertian yang kedua
penyesuaian diri yang alloplastis (allo artinya yang lain, plastis
artinya bentuk).
Jadi adaptasi ada yang artinya “pasif” yang mana kegiatan
pribadi di tentukan oleh lingkungan. Dan ada yang artinya “aktif”
yang mana pribadi mempengaruhi lingkungan Menurut Suparlan2
adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses untuk
memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan
kehidupan.

Syarat-syarat dasar tersebut mencakup:


1. Syarat dasar alamiah-biologi (manusia harus makan dan minum
untuk menjaga kesetabilan tempratur tubuhnya agar tetap berfungsi
dalam hubungan harmonis secara menyeluruh dengan tubuh
lainnya).
2. Syarat dasar kejiwaan (manusia membutuhkan perasaan tenang
yang jauh dari perasaan takut, keterpencilan gelisah).
3. Syarat dasar sosial (manusia membutuhkan hubungan untuk
dapat melangsungkan keturun, tidak merasa dikucilkan, dapat
belajar mengenai kebudayaannya, untuk dapat mempertahankan
diri dari serangan musuh).

Di dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan


diri dengan lingkungan. Menurut Suyono, pola adalah suatu
rangkaian unsur-unsur yang sudah menetap mengenai suatu gejala
dan dapat dipaki sebagai contoh dalam hal menggambarkan atau
mendeskripsikan gejala itu sendiri. Dari definisi tersebut di atas,
pola adaptasi dalam penelitian kali ini adalah sebagai unsur-unsur

19
yang sudahmenetap dalam proses adaptasi yang dapat
menggambarkan proses adaptasi dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam interaksi, tingkah laku maupun dari masing-masing adat-
istiadat kebudayaan yang ada. Proses adaptasi berlangsung dalam
suatu perjalanan waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan
tepat, kurun waktunya bisa cepat, lambat, atau justru berakhir
dengan kegagalan.
Dalam buku Intercultural Communication in Context yang di
tulis oleh Judiht N. Martin dan Thomas K. Nakayama, disebutkan
bahwa terdapat sejumlah model yang dapat menerangkan proses
adaptasi seseorang, salah satunya yang sering digunakan adalah U-
Curve atau U-Curve Theory, teori ini berdasarkan riset penelitian
yang dilakukan oleh ahli sosiologi dari Norwegia, Sverre yang
menginterview pelajar/mahasiswa asal Norwegia yang belajar di
A.S. model ini telah digunakan kepada banyak kelompok migran
atau perantau yang berbeda-beda.

Disebutkan bahwa terdapat 4 tahapan dalam adaptasi budaya,


1. Honeymoon
Tahap ini adalah rasa dimana seseorang masih memiliki
semangat dan rasa penasaran yang tinggi serta mengebu-
gebu dengan suasana baru yang akan di jalani. Individu
tersebut mungkin tetap akan merasa asing, kangen rumah
dan merasa sendiri namun masih terlena dengan keramahan
penduduk lokal terhadap orang asing.

2. Frustation
Fase ini adalah tahap dimana rasa semangat dan perasaan
yang mengebu-gebu tersebut berubah menjadi rasa frustasi,
jengkel dan tidak mampu berbuat apa-apa karena realita
yang sebenarnya tidak sesuai dengan ekpektasi yang
dimiliki pada awal tahapan.
3. Readjustment
Tahap ini adalah tahap penyesuaian kembali, di mana
seseorang akan mulai untuk mengembangkan berbagai

20
macam cara untuk bisa beradaptasi dengan keadaan yang
ada.
4. Resolution
Fase yang terakhir di mana seiring dengan waktu,
seseorang kemudian akan sampai pada 4 kemungkinan,
yang pertama, Full participation: dia akan mencapai titik
nyaman dan berhasil membina hubungan serta menerima
kebudayaan yang baru tersebut, yang kedua,
Accomodation: bisa menerima tapi dengan beberapa
catatan dalam hal-hal tertentu tidak bisa ditolerir, yang
ketiga, Fight: tidak merasa nyaman namun berusaha
menjalani sampai dia kembali ke daerah asalnya dengan
segala daya upaya, dan yang terakhir, Flight: di mana
pimigran secara fisik ataupun psikologi menghindari kontak
untuk lari dari situasi yang membuat dia frustasi.

2.2 Nilai
A. Pengertian
Schwartz (1994) menjelaskan bahwa nilai adalah suatu keyakinan,
berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu,
melampaui situasi spesifik, mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap
tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta tersusun berdasarkan
derajat kepentingannya.
Jadi, nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan
tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau
standar dalam hidupnya. Pemahaman tentang nilai tidak terlepas dari
pemahaman tentang bagaimana nilai itu terbentuk. Schwartz berpandangan
bahwa nilai merupakan representasi kognitif dari tiga tipe persyaratan
hidup manusia yang universal, yaitu :
a. kebutuhan individu sebagai organisme biologis
b. persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi
interpersonal
c. tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok dan
kelangsungan hidup kelompok (Schwartz & Bilsky, 1987; Schwartz,
1992, 1994).

21
Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz
mengemukakan teori bahwa nilai berasal dari tuntutan manusia yang
universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme, motif
sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial (Schwartz & Bilsky, 1987).
Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu
yang diinginkan.
Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat
timbul dari minat kolektif (tipe nilai benevolence, tradition, conformity)
atau berdasarkan prioritas pribadi / individual (power, achievement,
hedonism, stimulation, self-direction), atau kedua-duanya (universalism,
security). Nilai individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu
atau disosialisasikan oleh suatu kelompok dominan yang memiliki nilai
tertentu (misalnya pengasuhan orang tua, agama, kelompok tempat kerja)
atau melalui pengalaman pribadi yang unik (Feather, 1994; Grube, Mayton
II & Ball-Rokeach, 1994; Rokeach, 1973; Schwartz, 1994).
Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan
yang hanya ‘diinginkan’, di mana ‘lebih diinginkan’ mempengaruhi seleksi
berbagai modus tingkah laku yang mungkin dilakukan individu atau
mempengaruhi pemilihan tujuan akhir tingkah laku (Kluckhohn dalam
Rokeach, 1973). ‘Lebih diinginkan’ ini memiliki pengaruh lebih besar
dalam mengarahkan tingkah laku, dan dengan demikian maka nilai
menjadi tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik
tertentu untuk berubah. Karena nilai diperoleh dengan cara terpisah, yaitu
dihasilkan oleh pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi yang tertuang
dalam struktur psikologis individu (Danandjaja, 1985), maka nilai menjadi
tahan lama dan stabil (Rokeach, 1973). Jadi nilai memiliki kecenderungan
untuk menetap, walaupun masih mungkin berubah oleh hal-hal tertentu.
Salah satunya adalah bila terjadi perubahan sistem nilai budaya di mana
individu tersebut menetap (Danandjaja, 1985).

22
B. Tipe Nilai

Berdasarkan adanya tipe nilai yang sejalan dan berkonflik, Schwartz


menyimpulkan bahwa tipe nilai dapat diorganisasikan dalam dimensi
bipolar, yaitu :

1) Dimensi opennes to change yang mengutamakan pikiran dan tindakan


independen yang berlawanan dengan dimensi conservation yang
mengutamakan batasan-batasan terhadap tingkah laku, ketaatan terhadap
aturan tradisional, dan perlindungan terhadap stabilitas. Dimensi opennes
to change berisi tipe nilai stimulation dan self direction, sedangkan
dimensi conservation berisi tipe nilai conformity, tradition, dan security.

2) Dimensi self-transcendence yang menekankan penerimaan bahwa


manusia pada hakekatnya sama dan memperjuangkan kesejahteraan
sesama yang berlawanan dengan dimensi self-enhancement yang
mengutamakan pencapaian sukses individual dan dominasi terhadap orang
lain. Tipe nilai yang termasuk dalam dimensi self-transcendence adalah
universalism dan benevolence. Sedangkan tipe nilai yang termasuk dalam
dimensi self-enhancement adalah achievement dan power. Tipe nilai
hedonism berkaitan baik dengan dimensi self-enhancement maupun
openness to change.

C. Hubungan Nilai dan Tingkah Laku

Di dalam kehidupan manusia, nilai berperan sebagai standar yang


mengarahkan tingkah laku. Nilai membimbing individu untuk memasuki
suatu situasi dan bagaimana individu bertingkah laku dalam situasi
tersebut (Rokeach, 1973; Kahle dalam Homer & Kahle, 1988). Nilai
menjadi kriteria yang dipegang oleh individu dalam memilih dan
memutuskan sesuatu (Williams dalam Homer & Kahle, 1988). Danandjaja
(1985) mengemukakan bahwa nilai memberi arah pada sikap, keyakinan
dan tingkah laku seseorang, serta memberi pedoman untuk memilih
tingkah laku yang diinginkan pada setiap individu. Karenanya nilai

23
berpengaruh pada tingkah laku sebagai dampak dari pembentukan sikap
dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai merupakan faktor
penentu dalam berbagai tingkah laku sosial (Rokeach, 1973; Danandjaja,
1985).

Mengacu pada BST, nilai merupakan salah satu komponen yang


berperan dalam tingkah laku : perubahan nilai dapat mengarahkan
terjadinya perubahan tingkah laku. Hal ini telah dibuktikan dalam
sejumlah penelitian yang berhasil memodifikasi tingkah laku dengan cara
mengubah sistem nilai (Grube dkk., 1994; Sweeting, 1990; Waller, 1994;
Greenstein, 1976; Grube, Greenstein, Rankin & Kearney, 1977; Schwartz
& Inbar-Saban, 1988). Perubahan nilai telah terbukti secara signifikan
menyebabkan perubahan pula pada sikap dan tingkah laku memilih
pekerjaan, merokok, mencontek, mengikuti aktivitas politik, pemilihan
teman, ikut serta dalam aktivitas penegakan hak asasi manusia, membeli
mobil, hadir di gereja, memilih aktivitas di waktu senggang, berhubungan
dengan ras lain, menggunakan media masa, mengantisipasi penggunaan
media, dan orientasi politik (Homer & Kahle, 1988).

D. Fungsi Nilai

Fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai sebagai standar (Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994),


fungsinya ialah:
 Membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam social
issues tertentu (Feather, 1994).
 Mempengaruhi individu untuk lebih menyukai ideologi politik tertentu
dibanding ideologi politik yang lain.
 Mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain.  Melakukan
evaluasi dan membuat keputusan.
 Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan mempengaruhi
orang lain, memberitahu individu akan keyakinan, sikap, nilai dan tingkah
laku individu lain yang berbeda, yang bisa diprotes dan dibantah, bisa
dipengaruhi dan diubah.

24
2) Sistem nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan
pengambilan keputusan (Feather, 1995; Rokeach, 1973; Schwartz, 1992,
1994). Situasi tertentu secara tipikal akan mengaktivasi beberapa nilai
dalam sistim nilai individu. Umumnya nilai-nilai yang teraktivasi adalah
nilai-nilai yang dominan pada individu yang bersangkutan.

3) Fungsimotivasional. Fungsi langsung dari nilai adalah mengarahkan


tingkah laku individu dalam situasi sehari-hari, sedangkan fungsi tidak
langsungnya adalah untuk mengekspresikan kebutuhan dasar sehingga nilai
dikatakan memiliki fungsi motivasional. Nilai dapat memotivisir individu
untuk melakukan suatu tindakan tertentu (Rokeach, 1973; Schwartz, 1994),
memberi arah dan intensitas emosional tertentu terhadap tingkah laku
(Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh teori yang menyatakan bahwa nilai
juga merepresentasikan kebutuhan (termasuk secara biologis) dan
keinginan, selain tuntutan sosial (Feather, 1994; Grube dkk., 1994).

E. Pengukuran Nilai

Selama ini pengukuran nilai didasarkan kepada hasil evaluasi diri


yang dilaporkan oleh individu ke dalam suatu skala pengukuran (mis.
Rokeach value survey, Schwartz value survey). Evaluasi diri
membutuhkan pemahaman kognitif maupun afektif terhadap diri sendiri,
termasuk untuk membedakan antara nilai ideal normatif dan nilai faktual
yang ada saat ini. Sejalan dengan hal ini, Schwartz, Verkasalo, Antonovsky
dan Sagiv (1997) melihat hubungan antara respon terhadap social
desirability dan skala nilai berdasarkan pelaporan diri. Mereka
membuktikan bahwa terjadi bias pada pengukuran nilai yang mengandung
aspek social desirability tinggi, yaitu pada tipe nilai hedonism, stimulation,
self-direction, achievement dan power.

Jadi pengukuran nilai yang menggunakan skala pelaporan diri pada


penelitian yang banyak dipengaruhi aspek social desirability seperti dalam
penelitian ini (mis. tingkah laku seksual) kurang baik. Cara lain yang

25
digunakan untuk mengetahui nilai individu adalah dengan teknik
wawancara. Teknik ini telah digunakan oleh Rokeach (1973) untuk
menggali nilai-nilai apa saja yang dimiliki seseorang. Ia melakukan
wawancara dengan para responden yang dimintanya untuk menjawab
pertanyaan tentang nilai apa yang menjadi tujuan akhir mereka.

Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya, nilai-nilai seseorang


akan tampak dalam beberapa indikator :

1) Berkaitan dengan definisi nilai sebagai cara bertingkah laku dan tujuan
akhir tertentu, maka indikator pertama adalah pernyataan tentang
keinginan-keinginan, prinsip hidup dan tujuan hidup seseorang.

2) Indikator berikutnya adalah tingkah laku subyek dalam kehidupannya


sehari-hari. Nilai berpengaruh terhadap bagaimana seseorang bertingkah
laku, memberi arah pada tingkah laku dan memberi pedoman untuk
memilih tingkah laku yang diinginkan. Jadi tingkah laku seseorang
mencerminkan nilai-nilai yang dianutnya. Dari tingkah laku dapat dilihat
apa yang menjadi prioritasnya, apa yang lebih diinginkan oleh seseorang.

3) Fungsi nilai adalah memotivasi tingkah laku. Seberapa besar seseorang


berusaha mencapai apa yang diinginkannya dan intensitas emosional yang
diatribusikan terhadap usahanya tersebut, dapat menjadi ukuran tentang
kekuatan nilai yang dianutnya.

4) Salah satu fungsi dari nilai adalah dalam memecahkan konflik dan
mengambil keputusan. Dalam keadaan-keadaan dimana seseorang harus
mengambil keputusan dari situasi yang menimbulkan konflik, nilainya yang
dominan akan teraktivasi. Jadi, apa keputusan seseorang dalam situasi
konflik tersebut dapat dijadikan indikator tentang nilai yang dianutnya.

5) Fungsi lain dari nilai adalah membimbing individu dalam mengambil


posisi tertentu dalam suatu topik sosial tertentu dan mengevaluasinya. Jadi
apa pendapat seseorang tentang suatu topik tertentu dan bagaimana ia
mengevaluasi topik tersebut, dapat menggambarkan nilai-nilainya.

26
2.3 Norma

A. Pengertian

Di dalam kehidupan sehari-hari sering dikenal dengan istilah norma-


norma atau kaidah, yaitu biasanya suatu nilai yang mengatur dan
memberikan pedoman atau patokan tertentu bagi setiap orang atau
masyarakat untuk bersikap tindak, dan berperilaku sesuai dengan
peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama. Patokan atau pedoman
tersebut sebagai norma (norm) atau kaidah yang merupakan standar yang
harus ditaati atau dipatuhi (Soekanto: 1989:7).
Kehidupan masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran yang
beraneka ragam, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri, akan
tetapi kepentingan bersama itu mengharuskan adanya ketertiban dan
keamanan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk peraturan yang
disepakati bersama, yang mengatur tingkah laku dalam masyarakat, yang
disebut peraturan hidup.Untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan
kehidupan dengan aman, tertib dan damai tanpa gangguan tersebut, maka
diperlukan suatu tata (orde=ordnung), dan tata itu diwujudkan dalam
“aturan main” yang menjadi pedoman bagi segala pergaulan kehidupan
sehari-hari, sehingga kepentingan masing-masing anggota masyarakat
terpelihara dan terjamin.
Setiap anggota masyarakat mengetahui “hak dan kewajibannya
masing-masing sesuai dengan tata peraturan”, dan tata itu lazim disebut
“kaedah” (bahasa Arab), dan “norma” (bahasa Latin) atau ukuranukuran
yang menjadi pedoman, norma-norma tersebut mempunyai dua macam
menurut isinya, yaitu:

1. Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat


sesuatu oleh karena akibatnya dipandang baik.

2. Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak


berbuat sesuatu oleh karena akibatnya dipandang tidak baik.Artinya norma

27
adalah untuk memberikan petunjuk kepada manusia bagaimana seseorang
hams bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang
harus dijalankannya, dan perbuatan-perbuatan mana yang harus dihindari
(Kansil, 1989:81).

Norma-norma itu dapat dipertahankan melalui sanksi-sanksi, yaitu


berupa ancaman hukuman terhadap siapa yang telah melanggarnya. Tetapi
dalam kehidupan masyarakat yang terikat oleh peraturan hidup yang
disebut norma, tanpa atau dikenakan sanksi atas pelanggaran, bila
seseorang melanggar suatu norma, maka akan dikenakan sanksi sesuai
dengan tingkat dan sifatnya suatu pelanggaran yang terjadi, misalnya
sebagai berikut:

 Semestinya tahu aturan tidak akan berbicara sambil menghisap rokok di


hadapan tamu atau orang yang dihormatinya, dan sanksinya hanya berupa
celaan karena dianggap tidak sopan walaupun merokok itu tidak
dilarang.Seseorang tamu yang hendak pulang, menurut tata krama harus
diantar sampai di muka pintu rumah atau kantor, bila tidak maka sanksinya
hanya berupa celaan karena dianggap sombong dan tidak menghormati
tamunya.

 Mengangkat gagang telepon setelah di ujung bunyi ke tiga kalinya serta


mengucapkan salam, dan jika mengangkat telepon sedang berdering
dengan kasar, maka sanksinya dianggap “intrupsi” adalah menunjukkan
ketidaksenangan yang tidak sopan dan tidak menghormati si penelepon
atau orang yang ada disekitarnya.

 Orang yang mencuri barang milik orang lain tanpa sepengetahuan


pemiliknya, maka sanksinya cukup berat dan bersangkutan dikenakan
sanksi hukuman, baik hukuman pidana penjara maupun perdata (ganti
rugi).

B. Aspek

28
Kemudian norma tersebut dalam pergaulan hidup terdapat empat (4)
kaedah atau norma, yaitu norma agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum.
Dalam pelaksanaannya, terbagi lagi menjadi norma-norma umum (non
hukum) dan norma hukum, pemberlakuan norma-norma itu dalam aspek
kehidupan dapat digolongkan ke dalam dua macam kaidah, sebagai
berikut:

1. Aspek kehidupan pribadi (individual) meliputi:

 Kaidah kepercayaan untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau


kehidupan yang beriman.

 Kehidupan kesusilaan, nilai moral, dan etika yang tertuju pada kebaikan
hidup pribadi demi tercapainya kesucian hati nu-rani yang berakhlak
berbudi luhur (akhlakul kharimah).

2. Aspek kehidupan antar pribadi (bermasyarakat) meliputi:

 Kaidah atau norma-norma sopan-santun, tata krama dan etiketdalam


pergaulan sehari-hari dalam bermasyarakat (pleasantliving together).

 Kaidah-kaidah hukum yang tertuju kepada terciptanya ketertiban,


kedamaian dan keadilan dalam kehidupan bersama atau bermasyarakat
yang penuh dengan kepastian atau ketenteraman (peaceful living
together).Sedangkan masalah norma non hukum adalah masalah yang
cukup penting dan selanjutnya akan dibahas secara lebih luas mengenai
kode perilaku dan kode profesi Humas/PR, yaitu seperti nilai-nilai moral,
etika, etis, etiket, tata krama dalam pergaulan sosial atau bermasyarakat,
sebagai nilai aturan yang telah disepakati bersama, dihormati, wajib
dipatuhi dan ditaati.
Norma moral tersebut tidak akan dipakai untuk menilai seorang dokter
ketika mengobati pasiennya, atau dosen dalam menyampaikan materi
kuliah terhadap para mahasiswanya, melainkan untuk menilai bagaimana
sebagai profesional tersebut menjalankan tugas dan kewajibannya dengan
baik sebagai manusia yang berbudi luhur, juiur, bermoral, penuh integritas

29
dan bertanggung jawab.Terlepas dari mereka sebagai profesional tersebut
jitu atau tidak dalam memberikan obat sebagai penyembuhnya, atau
metodologi dan keterampilan dalam memberikan bahan kuliah dengan
tepat.
Dalam hal ini yang ditekankan adalah “sikap atau perilaku” mereka
dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai profesional yang diembannya
untuk saling menghargai sesama atau kehidupan manusia. Pada akhirnya
nilai moral, etika, kode perilaku dan kode etik standard profesi adalah
memberikan jalan, pedoman, tolok ukur dan acuan untuk mengambil
keputusan tentang tindakan apa yang akan dilakukan dalam berbagai
situasi dan kondisi tertentu dalam memberikan pelayanan profesi atau
keahliannya masing-masing.
Pengambilan keputusan etis atau etik, merupakan aspek kompetensi
dari perilaku moral sebagai seorang profesional yang telah
memperhitungkan konsekuensinya, secara matang baik-buruknya akibat
yang ditimbulkan dari tindakannya itu secara obyektif, dan sekaligus
memiliki tanggung jawab atau integritas yang tinggi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi ialah suatu proses pengiriman pesan atau simbol-simbol yang
mengandung arti dari seseorang komunikator kepada komunikan dengan
tujuan tertentu. Komunikasi mempunyai komponen-komponen agar
komunikasi dapat berjalan dengan baik, yaitu:
1. Komunikator atau pengirim pesan
2. Pesan atau informasi
3. Media atau saluran
4. Komunikan atau penerima pesan
5. Umpan balik atau feedback
6. Gangguan
Etika komunikasi perkantoran merupakan suatu rangkuman istilah yang
mempunyai pengertian tersendiri, yakni norma, nilai atau ukuran tingkah laku
yang baik dalam kegiatan komunikasi dalam kegiatan komunikasi di suatu

30
perkantoran. Untuk menjaga agar proses komunikasi tersebut berjalan baik,
agar tidak menimbulkan dampak negatif, maka diperlukan etika
berkomunikasi. Cara paling mudah menerapkan etika komunikasi
perkantoran ialah, semua anggota dan pimpinan perkantoran perlu
memperhatikan beberapa hal berikut ini:
1) Tata krama pergaulan yang baik
2) Norma kesusilaan dan budi pekerti
3) Norma sopan santun dalam segala tindakan

3.2 Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini. Penulis berharap bahwa dengan
mempelajari tentang aspek nilai, norma dan etika komunikasi ini dapat
menambah wawasan pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Cangara, H. (2007). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Effendy, O. U. (2007). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Purwanto, D. (2011). Komunikasi Bisnis Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.

Saudia, A. (2013). Komunikasi Interpersonal Yang Efektif Pada Kelompok Kerja


X. 2.

Sendjaja, D. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Soyomukti, N. (2010). Pengantar Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

31

Anda mungkin juga menyukai