LAILATULFITRIA
1601470010
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Alloh SWT, karena atas berkatdan rahmat-Nya penulis
dapat menyusun dan menyelesaikan Makalah ini dengan materi “Pemberian Terapi
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.
Makalah ini tidak akan terselesaikan Oleh karena itu, atas terselesainya makalah ini,
Khusus.
Semoga amal ibadah dan budi baik bapak ibu, orang tua serta rekan-rekan
mendapat rahmat yang berlimpah dari Allah SWT. Saya berharap Makalah ini dapat
Lawang, 2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................4
1.3 Tujuan ...................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
2.1 Definisi Pemberian Terapi Surfaktan .............................................…5
2.2 jenis Surfaktan………………………………………………………….13
2.3 Indikasi Pemberian Terapi Surfaktan ...............................................21
2.4 Kontra Indikasi Pemberian Terapi Surfaktan ...................................24
2.5 Komplikasi Pemberian Terapi Surfaktan ..........................................24
2.6 Hal-hal yang perlu diperhatikan Pemberian Terapi Surfaktan .........26
2.7 Prosedur Pemberian Terapi Surfaktan ..............................................26
BAB 3 KESIMPULAN ........................................................................................34
2.7 Kesimpulan .......................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................47
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Surfaktan merupakan zat yang melapisi kantong udara atau alveoli di dalam
paru-paru. Surfaktan, yang terdiri dari lemak dan protein, memungkinkan terjadinya
pertukaran udara sehingga oksigen dari pernapasan bisa masuk ke dalam peredaran
darah.Yang berfungsi untuk menurunkan tergangan muka pada kantong udara di dalam
paru-paru. Tanpa surfaktan dalam jumlah yang cukup, kantong udara akan kaku,
lengket, sulit mengembang dan bahkan bisa kolaps. Pemberian surfaktan dilakukan
Komposisi kimiawi surfaktan adalah lipoprotein kompleks, terdiri dari 6 fosfolipid dan
4 apoprotein(Ketut,2016)
ambil dan di pecah atau di daur ulang. Sel yang melakukan sintesa ini adalah sel tipe
II alveolus. Sintesa surfaktan teijadi didalam retikulum endoplasmik dari sel pneumosit
tipe II dengan substrat dasar glukose fosfat dan asam lemak. Sintesa ini melibatkan
Substrat untuk sintesa surfaktan, seperti glukosa dan asam lemak diambil dari darah
dan masuk melalui endotel kapiler dengan proses difusi, setelah melalui komplek golgi,
4
sintesis DPPC dilanjutkan di retikulum endoplasmik didalam sel alveolus tipe II. DPPC
dan protein hidrofobik seperti SP-B dan SP-C dibungkus dalam badan lamelar, yang
merupakan granula penyimpanan dan granula sekresi, yang terdapat dalam sel tipe II.
Surfaktan paru-paru sangat diperlukan untuk fungsi normal paru setelah bayi
lahir. Surfaktan terdiri dari gabungan protein dan lemak dalam sel alveolar tipe II.
Surfaktan phospholipids berbentuk satu lapis pada ruang interfase alveolar yang
Pada mamalia seluruh permukaan alveolar parunya dilapisi oleh lapisan tipis kontinyu
yang disebut alveolar lining layer yang di dalamnya mengandung surfaktan paru.
Surfaktan paru merupakan materi kompleks yang terdiri dari lipid dan protein
yang disekresi oleh pneumosit tipe II yang melapisi alveoli. Sel ini mulai muncul pada
juga lesitin) dan fosfatidilgliserol. Protein komponen penyusun surfaktan terdiri dari
empat surfactant-related proteins, yaitu dua protein hidrofilik (SP-A dan SP-D) dan
dua protein hidrofobik (SP-B dan SP-C). Â Fungsi utama dari lapisan surfaktan ini
adalah menurunkan tegangan permukaan pada antar-muka air udara lapisan cairan
5
Ketiga, surfaktan dapat mencegah terjadinya udem paru. Fungsi tambahan lain adalah
berkaitan dengan imunologi yaitu melindungi paru dari cedera dan infeksi yang
Respiratory distress syndrome (RDS) pada neonatus merupakan bentuk penyakit akibat
defisiensi surfaktan yang sering ditemukan dan ini berkaitan erat dengan prematuritas.
RDS merupakan suatu kondisi pada bayi premature yang memberi gambaran klinis
berupa peningkatan usaha napas, penurunan komplians paru, atelektasis yang nyata
(kolaps alveoli) dengan gambaran penurunan FRC, gangguan pertukaran gas dan udem
interstisial yang luas. Â Terapi surfaktan secara cepat meningkatkan jumlah baik
alveoli maupun jaringan interstisial sekitarnya. Surfaktan eksogen yang diberikan akan
diambil oleh sel tipe II dan kemudian diproses untuk kemudian diresekresi. Surfaktan
eksogen yang diberikan akan bertahan di paru dan tidak cepat mengalami degradasi.
Dosis terapi surfaktan eksogen yang diberikan tidak menyebabkan umpan balik negatif
saat ini tidak ditemukan adanya konsekuensi metabolik atau perubahan fungsi paru
dengan pemberian terapi surfaktan. Â Kemajuan riset mengenai terapi surfaktan pada
kasus RDS dan penyakit paru neonatus lainnya telah memberikan manfaat yang besar
terhadap luaran bayi yang dilahirkan. Namun tingginya harga preparat surfaktan telah
6
A. RUMUSAN MASALAH
6. Apa hal hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi surfaktan
C. TUJUAN PENULISAN
6. Untuk Mengetahui hal hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi surfaktan
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Surfaktan endogen adalah zat yang terdiri dari fosfolipid,neutral lipid dan
Kekurangan surfaktan primer pada bayi preterm akan menghambat pengisian udara ke
kekurangan surfaktan sekunder terjadi pada saat surfaktan pulmonal tidak aktif oleh
Terapi surfaktan digunakan untuk mencegah risiko sindrom gawat pernafasan pada
bayi preterm, atau untuk mengobati sindrom tersebut. Penelitian klinik terapi surfaktan
fisiologis dari fungsi paru, penurunan komplikasi dari sindrom gawat nafas dan
Terapi surfaktan juga bermanfaat untuk bayi aterm dengan aspirasi mekonium
atau pnemonia.Namun, tidak semua bayi mempunyai respon yang baik terhadap terapi
surfaktan. Ini ditunjukkan oleh penelitian Shima.Y dkk, dari Department of Premature
and Neonatal Medicine, Japanese Red Cross Medical Center, yang melakukan otopsi
8
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus
hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri
dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, aktifitas surfaktan
diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar
yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak
(lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral.
Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-
air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik
berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat
ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah
merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik)
polar yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik)
sekaligus, sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air.
permukaan cairan, sifat aktif ini diperoleh dari sifat ganda molekulnya. Bagian polar
molekulnya dapat bermuatan positif, negatif ataupun netral, bagian polar mempunyai
gugus hidroksil sementara bagian non polar biasanya merupakan rantai alkil yang
sukar terdegradasi, selain itu minyak bumi merupakan sumber bahan baku yang tidak
dapat diperbarui. Surfaktan banyak ditemui di bahan deterjen, kosmetik, farmasi dan
tekstil. Produk pangan seperti es krim juga menggunakan surfaktan sebagai bahannya.
9
Karena sifatnya yang menurunkan tegangan permukaan, surfaktan dapat digunakan
sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsion agent) dan juga
digunakan sebagai bahan pelarut. Surfaktan juga dapat digunakan untuk menurunkan
tegangan permukaan.
fosfolipid yang disintesis, dan disimpan di dalam sel alveolar tipe II. Agen aktif ini
kecil pada akhir ekspirasi. Namun karena adanya immaturitas, jumlah yang dihasilkan
atau dilepaskan mungkin tidak cukup memenuhi kebutuhan pascalahir. Kadar tertinggi
surfaktan terdapat dalam paru janin pada umur kehamilan 20 minggu, tetapi belum
mencapai permukaan sampai tiba saatnya. Surfaktan tampak dalam cairan amnion
antara 28-32 minggu berupa sel-sel tipe II, tapi baru tampak jelas pada umur kehamilan
34-36 minggu. Kadar surfactan paru matur biasanya muncul sesudah 35 minggu. Sel-
sel yang sangat metabolik aktif ini mengandung badan-badan lamelar sitoplasmik yang
prekursor yang melimpah, seperti glukosa, asam lemak, dan kolin saertas serangkaian
kortikosteroid. Sintesis surfaktan sebagian tergantung pada pH, suhu dan perfusi
10
normal. Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan
hipovolemia, hipotensi, dan stres dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan
epitel paru dapat juga terkena jejas akibat kadar oksigen yang tinggi, dan pengaruh
penurunan angka kematian bayi yang disebabkan oleh sindrom gawat nafas akibat lahir
alveoli paru, yang mengandung lapisan fosfolipid heterogen dan menghasilkan selaput
memastikan bahwa ruang alveoli tetap terbuka selama siklus respirasi dan
kortisol janin yang disebabkan oleh stres, atau oleh pengobatan deksamethason yang
diberikan pada ibu yang diduga akan melahirkan bayi dengan defisiensi surfaktan.
Karena paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolak ukur
amnion. Sfingomielin adalah fosfolipid yang berasal dari jaringan tubuh lainnya
sfingomielin jumlahnya menetap. Rasio L/S biasanya 1:1 pada gestasi 31-32 minggu,
11
dan menjadi 2:1 pada gestasi 35 minggu. Rasio L/S 2:1 atau lebih dianggap fungsi paru
telah matang sempurna, rasio 1,5-1,9 sejumlah 50% akan menjadi RDS, dan rasio
kurang dari 1,5 sejumlah 73% akan menjadi RDS. Bila radius alveolus mengecil,
Pada tahun 1929 Von Neegard menyatakan bahwa tegangan permukaan paru
lebih rendah dari cairan biologi normal karena menemukan adanya perbedaan
elastisitas pada paru-paru yang terisi udara dan terisi larutan garam ( saline ).
Disebutkan juga bahwa tegangan permukaan adalah lebih penting dari kekuatan
elastisitas jaringan untuk kekuatan penarikan paru pada saat mengembang. Tegangan
jaringan aliran cairan adalah dari ruang alveoli ke dalam intersisial. Kebocoran
dari paru.Penelitian secara randomized controlled trials dengan sampel kecil pada
tahun 1985 dengan memberikan preparat surfaktan dari alveoli sapi atau cairan amnion
pusat penelitian pada tahun 1989 menyatakan keberhasilan tentang menurunnya angka
kematian dan komplikasi dari RDS di Amerika. Pada tahun 1990 telah disetujui
12
penggunaan surfaktan sintetik untuk terapi RDS di Amerika, dan tahun 1991 disetujui
Surfaktan paru merupakan komplek lipoprotein yang disintesis dan disekresi oleh sel
alveolar tipe II dan Clara sel di saluran napas pada lapisan epithel. Surfaktan paru
merupakan senyawa komplek yang komposisinya hampir 90% adalah lipid dan 10%
protein. Secara keseluruhan komposisi lipid dan fosfolipid dari surfaktan diisolasi dari
sekitar separuhnya merupakan protein spesifik surfaktan dan sisanya protein dari
plasma atau jaringan paru. Fosfolipid surfaktan terdiri dari 60% campuran saturated
dan cairan pada alveolus untuk mencegah kolaps saluran napas pada waktu ekspirasi.
Pada tahun 1973 menurut King dkk, dan Possmayer, 1988 terdapat 4 macam protein
spesifik surfaktan dengan struktur dan fungsi yang berbeda. Keempat macam protein
tersebut adalah SP-A, SP-B, SP-C dan SP-D.Protein tersebut didapat dari cairan lavage
organik kaya lemak, dapat dipisahkan dan dibedakan menjadi dua golongan yaitu
13
hydrofobik dengan berat molekul rendah SP-B dan SP-C, sedangkan SP-A dan SP-D
Surfaktan paru disintesis dalam sel alveoli type II, satu dari dua sel yang ada dalam
epithel alveoli. Surfaktan fosfolipid terbugkus dengan surfaktan protein B danC dalam
lamelar bodies yang disekresi dalam rongga udara dengan caraeksositosis ( gambar 1
). Secara ekstraseluler, fosfolipid dan lamelar bodies berinteraksi dengan SP-A dan
kalsium untuk membentuk tubular myelin yang merupakan bentukan suatu bahan kaya
lemak dari lapisan tipis fosfolipid yang terdiri dari lapisan tunggal dan lapisan ganda
Dalam kondisi normal, sebagian besar surfaktan berada dalam rongga alveoli yang
merupakan bentuk fungsional aktif dalam jumlah besar (large aggregates (LA), dengan
sisa yang ditemukan dalam bentuk kantong surfaktan kecil atau dalam jumlah kecil
dengan pengambilan kembali oleh sel type II, kemudian keduanya akan mengalami
degradasi oleh makrofag alveoli dan sebagian kecil berada dalam saluran pernapasan
Lebih dari 40 tahun yang lalu, banyak penelitian yang dilakukan untuk
cairan dan perjalanan penyakit RDS pada bayi prematur. Gejala defisiensi surfaktan
intratrakeal surfaktan eksogen yang merupakan campuran SP-B, SP-C, dan fosfolipid
14
merupakan kriteria standard untuk terapi bayi dengan RDS. Campuran surfaktan ini
bekerja dengan cepat untuk meningkatkan pengembangan dan volume paru, dengan
hasil menurunnya kebutuhan oksigen dan ventilasi tekanan positif. Indikasi pemberian
surfaktan ialah bayi dengan sindrom gawat nafas, merupakan indikasi yang paling
banyak ( surfactant rescue therapy). Diberikan pada usia kehamilan < 34 minggu, tapi
pada bayi yang lebih matur akan berkembang menjadi sindrom gawat nafas. Bayi harus
memenuhi kriteria diagnosis sindrom gawat nafas berdasarkan klinis dan radiografi,
dan dipasang intubasi trakea dan ventilasi untuk pemberian surfaktan. (Harianto,2017)
Fisiologis Surfaktan
stabilitas alveoli Alveoli digambarkan sebagai bidang berbentuk bola dimana surfaktan
struktur mereka ditentukan oleh bentuk dan elastisitas dinding alveoli lain yang saling
bersinggungan.3 Pada saat alveoli mengalami kolaps maka alveoli di sekitarnya akan
edema paru. Apabila tidak terdapat surfaktan, untuk mengembangkan alveoli, tekanan
15
transpulmoner harus meningkat hingga mencapai -28 cm H2O, ini akan menyebabkan
net gradient tekanan yang bekerja dengan arah keluar. Namun dengan adanya
transpulmoner yang dibutuhkan, akibatnya net gradien tekanan akan bekerja kearah
dalam dan menjaga interstisial alveoli tetap kering.6 Prematuritas merupakan salah
satu penyebab mortilitas dan morbiditas pada bayi. Salah satu penyebab kematian pada
bayi prematur adalah respiratory distress syndrome (RDS). RDS berhubungan dengan
struktur dan fungsi paru yang imatur. Imaturitas struktur dan fungsi paru akan
mengurangi produksi surfaktan oleh sel alveolar tipe II sehingga terjadi defisiensi
gold standard pemeriksaan maturitas paru dari cairan amnion. Paru janin imatur jika
1. Surfaktan Alami Surfaktan alami bisa didapat dan paru sapi ataupun dari babi
protein yang hidrofilik seperti surfaktan protein-A (SP-A) dan surfaktan protein D (SP-
D ) akan terbuang, jadi yang tertinggal hanya material yang mengandung lipid dan
sejumlah kecil protein hidrofobik yaitu SP-B dan SP-C. Ekstrak surfaktan alami
mengandung protein spesifik yang membantu penyerapan surfaktan dan tahan terhadap
inaktifasi surfaktan. Surfaktan alami mempunyai onset keija yang cepat. Jika
16
menurunkan FiO2 dan menurunkan tekanan ventilator , namun kekurangan surfaktan
2. Surfaktan Sintetis Setelah para peneliti mengerti apa itu surfaktan, mereka
mencoba untuk meneliti apa komposisi surfaktan, di produksi oleh apa, bagaimana
regulasi serta bagaimana surfaktan dapat di replikasi dan di sintesa. Surfaktan sintetis
permukaan aktif dan zat spreading. Kelebihan sintesis dibandingkan dengan yang
alami yaitu penympanannya lebih praktis, tidak perlu di bekukan, hanya disimpan pada
(DPPC), hexadecanol, dan tyloxapol yaitu Exosurf dan Pulmactant ( ALEC) dibuat
dari DPPC 70% dan Phosphatidylglycerol 30%, kedua surfaktan tersebut tidak lama
dipasarkan di Amerika dan Eropa. 2,5 Ada 2 jenis surfaktan sintetis yang sedang
dikembangkan yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC (Venticute), belum pernah ada
a. Surfaktan eksogen semi sintetik, berasal dari campuran surfaktan paru anak sapi
b. Surfaktan eksogen biologik yaitu surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau
babi, misalnya Infasurf, Alveofact, BLES, sedangkan yang diambil dari paru babi
adalah Curosurf.(3)(Sholeh,2016)
17
Tabel 1. Surfactan Alami Tersedia Secara Komersil (derivatif hewan)
protein dan
Phospholipid
Utama
DPPC, Survanta
tripalmitoylgiycerol,
DPPC,
tripalmitoylgiycerol,
perlakuan ekstraksi
chloroform- metanol
dimurnikan dengan
cairan gel
chromatography
18
Infasurf Calf Lung Ekstrak paruanak DPPC, SP-B, SP-
perlakuan ekstraksi
chloroformmethanol
ekstraksi
chloroformmethanol
dengan perlakuan C
ekstraksi
chloroformmethanol
lemak netral,dan asam Iemak. Proses pemurnian mengunakan asam organic untuk
melepaskan protein hydrophilic. Tidak satu pun surfactant alami mengandung protein
surfactant lainnya (SP-A) atau (SP-D) from Wiswell TE: perluasan dalam penggunaan
protein C.
19
Tabel 2. Surfactan Sintetik
dan Phospholipid
Utama
hexadecanol, 6% tyloxapol
tyloxapol
compound (ALEC)
phospholipids dan
asam palmitic
asam palmitic
20
Pneumactant ditarik dari pasaran oleh produsen tahun 2000 from Wiswell TE:
21
70% DPPC,
Possibly
ALEC Synthetic 30%
discontinued
unsaturated PG
Saat ini ada 2 jenis surfaktan di Indonesia yaitu : Exosurf neonatal yang dibuat
secara sintetik dari DPPC , hexadecanol, dan tyloxapol. Surfanta dibuat dari paru anak
sapi, dan mengandung protein, kelebihan survanta biologi dibanding sintetik terletak
pada protein.
Beractant
22
Interaksi -
Kehamilan ?
Harus dihangatkan sesuai suhu ruang,
pemberian harus berhati-hati karena
resiko obstruksi jalan nafas akut.
Calfactant
23
perubahan tekanan darah dapat terjadi
selama pemberian. Karena ETT dapat
mengalami oklusi, suction ETT sebelum
pemberian surfaktan.
bahwa oksigenasi arteri lebih cepat pulih (onset of action surfaktan natural lebih cepat
dari surfaktan sintetik) dan komplikasi kebocoran udara lebih jarang terjadi pada bayi
yang diterapi dengan surfaktan natural. Komplikasi pemberian surfaktan antara lain
hipoksia transien dan hipotensi, blok ETT, dan perdarahan paru. Perdarahan paru
terjadi akibat menurunnya resistensi pembuluh darah paru setelah pemberian surfaktan,
2.3 Indikasi
b. Diberikan pada usia kehamilan < 34 minggu, tapi pada bayi yang lebih matur
klinis dan radiografi, dan dipassang intubasi trakea dan ventilasi untuk
pemberian surfaktan.
24
Perhitungan tekanan oksigen alveolar:
Untuk bayi dengan risiko sindrom gawat nafas disebabkan oleh masa kehamilan yang
singkat atau berat badan lahir rendah, diberikan terapi surfaktan profilaksis. Pada BC’s
Children’s Hospital, terapi surfaktan profilaksis diberikan secara rutin pada bayi yang
C. Aspirasi mekonium.
Karena data yang terbatas, belum ada ketentuan kriteria terapi spesifik pemberian
terapi surfaktan untuk kasus ini, tapi dikatakan terapi surfaktan memberikan manfaat
1. Bayi dengan resiko tinggi mengalami PMH karena prematuritas (<32 minggu)
atau BBLR (<1300 gr), yang diduga kuat mempunyai paru imatur.
cukup bulan yang memerlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik yang
disebabkan oleh
25
2. Peningkatan kebutuhan oksigen yang ditandai dengan warna kulit pucat atau
3. Kedua kondisi tersebut diatas disertai adanya bukti klinis PMH, yaitu:
Surfaktan juga digunakan pada luka, pada paru-paru neonatus yang tidak
sebelum dan sesudah operasi ) dan Sindrom Aspirasi Mekonium. Indikasi lain yang
memerlukan terapi surfaktan : luka di paru pada neonatus, bayi dan anak ( Sindrom
F. Indikasi lain
Indikasi lain dihubungkan dengan keadaan kekurangan surfaktan baik primer atau
Belum ada penelitian klinik terapi surfaktan untuk kondisi ini, tapi beberapa bayi
dengan pnemonia akibat kekurangan surfaktan baik primer atau sekunder yang
26
2.3 Kontraindikasi
2.4 Komplikasi
1.Komplikasi prosedural:
O2
a) Apnea
b) Perdarahan paru
c) Sumbatan lendir
Efek Samping dan Komplikasi Terapi Surfaktan Secara teoritis, penggunaan surfaktan
27
sitotoksisitas secara langsung, dimana hal ini sipengaruhi oleh jenis dan dosis
surfaktan. Perdarahan paru dilaporkan terjadi pada lebih dari 6% bayi premature yang
diterapi dengan surfaktan, dan memiliki ciri khas yaitu terjadi 72 jam pertama setelah
pemberian terapi surfaktan. Secara umum gambaran klinis perdarahan paru yang
Penatalaksanaan komplikasi
sementara.
d. Terrjadi kebocoran surfaktan sekitar ETT dan masuk ke pharing, ETT mungkin
terlalu kecil.
e. Surfaktan hanya masuk ke satu paru, posisi ETT yang tidak tepat, atau posisi
Penilaian hasil
c. Perbaikan volume paru dan luas paru atas inikasi foto thoraks
28
f. Perbaikan rasio arteri-alveolar PO2(a/APO2), oksigen indeks
5. Isap lendir pada trakea tidak boleh di lakukan setelah pemberian surfaktan.
1.Umum.
Selama pemberian, harus tersedia alat monitor dan obat-obat yang diperlukan.
Bayi harus dimonitor secara kontinyu, yaitu:
a) Denyut jantung
b) Pulse oximeter
c) Monitor PCO2 transkutanius
d) Monitor tekanan jalan nafas
e) Monitor volume tidal
f) Analisa gas darah
29
Sebagian besar terapi surfaktan merupakan produk alami, yang berasal dari paru-
paru binatang. Surfaktan sintetik yang berisi phospolipid dan kombinasi surfaktan
protein sedang dalam pengembangan.
Dua buah sediaan surfaktan yang tersedia saat ini di kananda adalah:
1. BLESTM (Bovine Lipid Surfactant), BLESS Biochemical Inc.,London,ON.
2. Survanta (Beractant), Abbot Laboratries, Saint Laurent, QC.
Kedua produk ini mengandung surfaktan alami dari paru-paru sapi, berisi surfaktan
protein B dan C.
3.Prosedur Instilasi Surfaktan
b. Siapkan dosis surfaktan sebelum dimasukkan
c. Pastikan tidak ada perubahan warna dari surfaktan
d. Apabila terdapat endapan di dasar vial, secara berhati-hati supaya endapan
hilang,”jangan dikocok”
e. Hangatkan surfaktan dengan meletakkan di suhu kamar selama 20 mnt.jangan
mengunakan filter atau dikocok
f. Sambungkan spuit yang telah terisi surfaktan dengan cateter no 5 dengan lubang
di ujung atau menggunakan pipa lambung no 5 .aisi kateter tersebut dengan
surfaktan
g. Sebelum surfaktan diberikan pastikan petensi dan letak pipa endotrakeal. Jika
perlu lakukan isap lendir sebelum surfakta dimasukkan
h. Cara Memasukkan Surfaktan Ada 2 Cara :
1. Surfaktan dimasukkan dalam sekali pemberian pada posisi terlentang kepala
lurus sedikit extensi
i. - setelah dimasukkan dosis pertama lakukan ventilasi dengan balon dan sungkup
dengan kecepatan 60x/mnt dan konsentrasi oksigen 100% sebelum masuk dosis
berikutnya.Ventilasi dilakukan selama paling tidak 30 detik sampai bayi stabil.
j. - Jangan lakukan suction setelah pemberian surfaktan
2. Surfaktan dibagi menjadi 3 dosis dan dimasukkan secara sama dengan posisi
bayi sebagai berikut:
30
k. Bayi terlentang dengan posisi kepala lurus
l. Bayi terlentang dengan kepala menoleh ke kanan
m. Bayi terlentang dengan kepala menoleh ke kiri
Persiapan
n. Timbang bayi
o. Lakukan intubasi dengan pipa endotrakeal yang sesuai
p. Stabilkan kondisi bayi
q. Masukkan surfaktan secepatnya ,dalam 15 mnt pertama setelah lahir sesuai
prosedur intilasi surfaktan
r. TERAPI
s. A. Dosis pertama harus segera diberikan setelah bayi terdiagnosis
PMH,paling baik dalam 8 jam pertama.
t. Sesat sebelum instilasi ganti setting ventilator sebagai berikut:
- respiratory Rate 60 kali/ mnt
- inspirasi time : 0,5 detik
- FiO2 :100 %
- Instilasi surfaktan sesuai prosedur
31
- Berikan pada SEMUA - 8 jam atau lebih dari
bayi dalam 30 menit pemberian teakhir
pertama kelahiran.
27 minggu atau lebih Surfaktan terapi - ventilasi
- ventilasi - >35% O2
- FiO2 > 0,35 (SpO2 - 8 jam atau lebih dari
88-93%) atau pemberian terakhir.
a/A < 0,35
Catatan:
a. Pemberian surfaktan diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan dan
kriteria oksigenasi diketahui.
b. Surfaktan profilaksis lebih efektif diberikan setelah dilakukan resusitasi awal saat lahir.
c. Tidak dianjurkan bayi menerima lebih dari 3 dosis pemberian surfaktan.
d. Dosis yang direkomendasikan tidak tepat, bisa naik atau turun 10%.
e. Dosis yang lebih kecil dan frekuensi pemberian yang lebih diindikasikan untuk bayi
yang tidak stabil, terutama dengan hipertensi pulmonal.(Kurniadi, 2016)
Cara pemberian:
a. Masukkan endotrakeal tube pada posisi yang tepat.
b. Suction untuk membersihkan jalan nafas.
c. Hangatkan surfaktan sesuai suhu kamar.
d. Masukkan surfaktan intratrakeal melalui kateter pada endotrakeal tube.
e. Pemberian sesuai petunjuk dari pabrik obat.
f. Nilai apakah ventilasi adekuat dengan observasi pengembangan dada dan abdominal
dan monitoring volume tidal.
g. Atur tekanan/volume tidal menurut kebutuhan selama dan sesudah pemberian.
32
h. Menjaga SpO2/PaO2 dengan mengatur kebutuhan FiO2. Oksigenasi bisa ditingkatkan
secara cepat setelah pemberian dan FiO2 harus diturunkan sesuai hasil
oksimetri/analisa gas darah.
i. Posisi bayi selama dan sesudah pemberian sesuai petunjuk pabrik obat.
Cara Memasukkan surfaktan:
a. Surfaktan dimasukkan dalam sekali pemberian pada pada posisi telentang kepala
lurus sedikit ekstensi
Setelah memasukkan dosis pertama lakukan ventilasi dengan balon dan sungkup
dengan kecepatan 60 kali/menit dan konsentrasi oksigen 100% sebelum masuk dosis
berikutnya. Ventilasi dilakukan selama 30 detik atau sampai bayi stabil.
b. Dosis diberikan secara terbagi menjadi 4 dosis supaya pemberiannya homogen
sampai ke lobus paru bagian bawah. Setiap seperempat dosis diberikan dengan posisi
yang berbeda. Sebelum surfaktan dimasukkan ke dalam ETT melalui NGT pastikan
bahwa ETT berada pada posisi yang benar dan ventilator di atur pada kecepatan
60x/menit, waktu inspirasi 0,5 detik, dan FiO2 1,0. ETT dilepaskan dari ventilator
dan kemudian kepala dan badan bayi dimiringkan 5°-10° ke bawah kepala menoleh
kekanan, masukkan surfaktan seperempat dosis pertama melalui NGT selama 2-3
detik setelah itu lepaskan NGT dan lakukan ventilasi manual untuk mencegah
sianosis selama 30 detik
a) Desaturasi oksigen, biasanya sementara dan memerlukan peningkatan FiO2 sementara,
peningkatan tekanan/volume tidal atau sesuai petunjuk pemberian.
b) Bradikardi, mungkin disebabkan oleh desaturasi oksigen atau stimulasi vagal.
c) Peningkatan PCO2/penurunan volume tidal, disebabkan oleh obstruksi surfaktan
sementara.
d) Terrjadi kebocoran surfaktan sekitar ETT dan masuk ke pharing, ETT mungkin terlalu
kecil.
e) Surfaktan hanya masuk ke satu paru, posisi ETT yang tidak tepat, atau posisi tidur bayi
yang tidak tepat.(1)
33
Peran Surfaktan Pada Pertahanan Tubuh
merupakan factor yang penting pada pertahanan paru-paru. Protein A surfaktan terjepit
pneumokokus. Herpes dan virus influenza melekat pada protein A surfaktan dan
mengikat lipoprotein sintentis endotoksin. Bila terjadi defisiensi SPA akan mudah
terserang oleh infeksi Streptokokus Grup B. konsentrasi SPA rendah pada bayi
prematurr. Juga pada infeksi oleh RSV, bakteri, LPS dan TNFX. SPA juga
bakteri. Protein D surfaktan disintesi oleh bronkiolar, trakea-bronkial, dan sel epitel
pengambilan dan penghancuran oleh bakteri. Dan juga mengaglutinasi virus dan diikat
Implikasi Klinis
peningkatan aliran darah paru dan perkembangan PDA, ada penurunan insiden
34
PDA dengan managemen yang lebih baik. Peningkatan insiden PDA setelah
6117 bayi menunjukkan tidak ada kenaikan umum pada PDA setelah
pengobatannya.
b. Sirkulasi Otak
darah otak, tapi ada juga yang menyatakan peningkatan volume aliran darah
otak. Bagaimanapun juga tidak ada perubahan yang signifikan terjadi setelah
Curosourf dan Cardiac Output ventrikel kiri meningkat sampai 29%, studi yang
c. Fungsi paru-paru
Waktu timbulnya diuresis spontan telah diamati pada 19 bayi dengan HMD,
dengan metode acak., 12 bayi yang diberi surfaktan dan 7 sebagai control cairan
output yang intakenya >80%. GFR pada bayi yang diberi surfaktan serupa
35
dengan GFR bayi control. Selama 3 hari pertama lahir. Pernapasan segera
Respon Terapi
akan tidak memberi respon terhadap surfaktan. Respon awal yang baik dapat
36
Profilaksis surfaktan dan terapi
menurunkan angka kematian dan angka kesakitan bayi prematur. Sampai saat ini masih
ada perbedaan pendapat tentang waktu pemberian surfaktan, apakah segera setelah
lahir (pada bayi prematur) atau setelah ada gejala Respiratory Distress Syndrome.
dengan epithel paru pada bayi prematur akan mengalami kerusakan dalam beberapa
menit setelah pemberian ventilasi. Hal ini menyebabkan kebocoran protein pada
binatang menyebutkan bahwa terapi surfaktan yang diberikan segera setelah lahir akan
menurunkan derajat beratnya RDS dan kerusakan jalan napas, meningkatkan gas darah,
fungsi paru dan kelangsungan hidup. Beberapa percoban klinik menunjukkan bahwa
terapi surfaktan untuk bayi prematur sangat bermanfaat dan aman. Sepuluh pusat
disebutkan terjadi penurunan insiden RDS sebanyak 30% dibandingkan kontrol dan
menurunkan angka kematian sebasar 48% tanpa efek samping. Tidak mungkin bisa
memprediksi bayi prematur yang akan terkena RDS atau tidak sehingga sejauh ini
tidak diberikannya surfaktan pada saat bayi prematur lahir (sebagai profilaksis) karena
dianggap memberikan surfaktan yang tidak perlu pada beberapa bayi yang tidak
terkena RDS , disamping itu harganya mahal sehingga sebaiknya digunakan bila
37
memang benar diperlukan.Beberapa uji coba klinik menyatakan bahwa pemberian
RDS yang berat. Ada juga yang berpendapat bahwa pemberian surfaktan segera
setelah bayi prematur lahir dapat mempengaruhi resusitasi dan stabilisasi bayi. Bila
pemberian surfaktan sama efektifnya jika diberikan beberapa jam setelah lahir, maka
pemberian surfaktan dini yaitu segera setelah lahir menjadi tidak relevan.Yost dan Soll,
2003 menyatakan bahwa ada data yang menunjang tentang pemberian awal
(profilaksis) lebih baik daripada pemberian yang lebih lambat. Beberapa uji klinik
memberikan informasi yang berbeda tentang pengaruh pemberian dua surfaktan dalam
hal oksigenasi, ventilasi, dan beratnya gejala RDS. Semua uji coba menunjukkan
perbaikan dalam pertukaran gas, dan beratnya RDS dengan menggunakan surfaktan
profilaksis.
rendahnya angka kejadian RDS sedang, terutama pada bayi dengan masa gestasi
kurang dari 30 minggu. Disamping itu dapat menurunkan pemakaian oksigen dan
ventilasi yang cenderung berlebihan pada beberapa hari pertama setelah lahir,
menurunkan tekanan jalan napas rata-rata lebih dari 48 jam pertama untuk bayi dengan
ventilasi dan beberapa bayi membutuhkan tambahan oksigen sampai 28 hari. Menurut
Bevilacqua dkk, FIO2 maksimum turun selama 28 hari pertama pada bayi yang diberi
profilaksis dibandingkan kelompok kontrol. Tidak ada satupun dalam uji klinik
pemberian maupun sesudahnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh kelompok studi
38
surfaktan dini terhadap 132 bayi RDS ringan sampai sedang dengan berat 1250 gram,
masa gestasi 36 minggu, usia postnatal 4 -24 jam . Dalam penelitian ini disebutkan
bahwa tanpa pemberian surfaktan dini, didapatkan hanya 43% bayi RDS yang
disebutkan bahwa pemberian rutin yang direncanakan pada bayi prematur, tidak
direkomendasikan(Rismawati, 2017)
39
STr No. Dokumen :
STANDARD OPERASIONAL
PROSEDUR No. Revisi :
40
A. Peningkatan usaha napas yang di tandai dengan
peningkatan frekuensi napas,retraksi substrenal dan
suprasternal,merintih atau napas cuping hidung.
B. Peningkatan kebutuhan oksigen yang ditandai
dengan warna kulit pucat atau sianosis,gelisah, dan
penurunan PaO2,SaO2 walaupun FiO2 meningkat.
Kedua kondisi tersebut diatas disertai adanya bukti
klinis PMH, yaitu:
1. Karakteristik PMH pada foto thorak
2.Mean Airway Pressure lebih tinggi dari 7 cmH2O
untuk mempertahankan PaO2, SaO2, atau SpO2
3.Sindroma Aspirasi Mekonium dan Pneumonia
41
4. Perlengkapan penghisap (kateter,sarung tangan
steril,botol dan vakum generator )
Peralatan untuk memonitor
1. monitor volume tidal neonatal bila ada
2. Pulse oksimetri
Persiapan pasien
Persiapan
lingkungan
42
CARA MEMASUKKAN SURFAKTAN ADA 2 CARA
:
1. Surfaktan dimasukkan dalam sekali pemberian pada
posisi terlentang kepala lurus sedikit extensi
2. setelah dimasukkan dosis pertama lakukan ventilasi
dengan balon dan sungkup dengan kecepatan 60x/mnt
dan konsentrasi oksigen 100% sebelum masuk dosis
berikutnya.Ventilasi dilakukan selama paling tidak 30
detik sampai bayi stabil.
3. Jangan lakukan suction setelah pemberian surfaktan
4. B. Surfaktan dibagi menjadi 3 dosis dan dimasukkan
secara sama dengan posisi bayi sebagai berikut:
5. Bayi terlentang dengan posisi kepala lurus
6. Bayi terlentang dengan kepala menoleh ke kanan
7. Bayi terlentang dengan kepala menoleh ke kiri
PERSIAPAN
1. Timbang bayi
2. Lakukan intubasi dengan pipa endotrakeal yang
sesuai
3. Stabilkan kondisi bayi
4. Masukkan surfaktan secepatnya ,dalam 15 mnt
pertama setelah lahir sesuai prosedur intilasi
surfaktan
TERAPI
A. Dosis pertama harus segera diberikan
setelah bayi terdiagnosis PMH,paling baik
dalam 8 jam pertama.
B. Sesat sebelum instilasi ganti setting ventilator
sebagai berikut:
43
1. respiratory Rate 60 kali/ mnt
2. inspirasi time : 0,5 detik
3. FiO2 :100 %
4. Instilasi surfaktan sesuai prosedur
Sikap
Evaluasi
44
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
dan angka kesakitan bayi prematur. Disebut terapi profilaksis bila surfaktan diberikan
pada waktu pertolongan pertama pada bayi prematur yang baru lahir melalui
endotrakheal tube. Sampai saat ini masih ada perbedaan pendapat tentang waktu
pemberian surfaktan, apakah segera setelah lahir (pada bayi prematur) atau setelah ada
pemberian profilaksis berhubungan dengan epithel paru pada bayi prematur akan
angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur. Hal ini disebabkan adanya
defisiensi surfaktan yang menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi
udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak napas.
Pemberian surfaktan merupakan salah satu terapi rutin yang diberikan pada bayi
Tidak ada keraguan tentang manfaat pemberian terapi surfaktan pada kasus-kasus
dimana masalah pernafasan pada bayi prematur disebabkan oleh kekurangan surfaktan.
Surfaktan juga menunjukkan manfaat pada penyakit par-paru lain, yaitu aspirai
mekonium perdarahan pulmonal dan hipertensi pulmonal Walaupun tidak semua bayi
45
memberikan respon yang baik terhadap terapi surfaktan ini, itu lebih disebabkan karena
dan pulmonal. Analisa retrospektif menunjukkan, bayi dengan asfiksia atau gawat
nafas berat sering menunjukkan respon yang buruk terhadap pemberian surfaktan.
46
DAFTAR PUSTAKA
Anisa.W. “Penggunaan Surfaktan Pada Neonatal Intensive Care Units.” Sari Pediatri,
Fajariyah, sri, Utami. “Terapi Surfaktan pada Penyakit Membran Hyalin.” Jurnal
Harianto, Agus. “Pemberian surfaktan pada bayi prematur dengan respiratory distress
Nur.A.“Pemberiansurfaktanpadabayiprematurdenganrespiratorydistresssyndrome.”
2016.
47
Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, 2017.
Sholeh, Kosim. “Gawat Darurat Neonatus pada Persalinan Gawat Darurat Neonatus
pada Persalinan Gawat Darurat Neonatus pada Persalinan Preterm.” Sari Pediatri,
48