Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

PEMBERIAN TERAPI SURFAKTAN


Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Gadar Khusus

LAILATULFITRIA
1601470010

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Alloh SWT, karena atas berkatdan rahmat-Nya penulis

dapat menyusun dan menyelesaikan Makalah ini dengan materi “Pemberian Terapi

Surfaktan”. disusun sebagai Tugas Remidi Gadar Khusus.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.

Makalah ini tidak akan terselesaikan Oleh karena itu, atas terselesainya makalah ini,

penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Nurul Pujiastuti S.Kep.Ns.M.Kes selaku Dosen Mata kuliah Gadar

Khusus.

Semoga amal ibadah dan budi baik bapak ibu, orang tua serta rekan-rekan

mendapat rahmat yang berlimpah dari Allah SWT. Saya berharap Makalah ini dapat

menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca.

Lawang, 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................4
1.3 Tujuan ...................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
2.1 Definisi Pemberian Terapi Surfaktan .............................................…5
2.2 jenis Surfaktan………………………………………………………….13
2.3 Indikasi Pemberian Terapi Surfaktan ...............................................21
2.4 Kontra Indikasi Pemberian Terapi Surfaktan ...................................24
2.5 Komplikasi Pemberian Terapi Surfaktan ..........................................24
2.6 Hal-hal yang perlu diperhatikan Pemberian Terapi Surfaktan .........26
2.7 Prosedur Pemberian Terapi Surfaktan ..............................................26
BAB 3 KESIMPULAN ........................................................................................34
2.7 Kesimpulan .......................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................47

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Surfaktan merupakan zat yang melapisi kantong udara atau alveoli di dalam

paru-paru. Surfaktan, yang terdiri dari lemak dan protein, memungkinkan terjadinya

pertukaran udara sehingga oksigen dari pernapasan bisa masuk ke dalam peredaran

darah.Yang berfungsi untuk menurunkan tergangan muka pada kantong udara di dalam

paru-paru. Tanpa surfaktan dalam jumlah yang cukup, kantong udara akan kaku,

lengket, sulit mengembang dan bahkan bisa kolaps. Pemberian surfaktan dilakukan

dengan menggunakan selang pernapasan yang dimasukkan melalui tenggorokan.

Komposisi kimiawi surfaktan adalah lipoprotein kompleks, terdiri dari 6 fosfolipid dan

4 apoprotein(Ketut,2016)

Biosintesis surfaktan dimulai kira-kira pada minggu ke 16-24 kehamilan.

Pembentukan dan proses memepertahankan lapisan permukaan dilakukan melalui

sistem metabolik yang komplek, meliputi sintesis, penyimpanan intraseluler, sekresi,

pembentukan lapisan permukaan, dan pembentukan sisa partikel untuk kemudian di

ambil dan di pecah atau di daur ulang. Sel yang melakukan sintesa ini adalah sel tipe

II alveolus. Sintesa surfaktan teijadi didalam retikulum endoplasmik dari sel pneumosit

tipe II dengan substrat dasar glukose fosfat dan asam lemak. Sintesa ini melibatkan

berbagai enzim untuk membentuk fosfatidilkolin jenuh sebagai fofolipid utama.9

Substrat untuk sintesa surfaktan, seperti glukosa dan asam lemak diambil dari darah

dan masuk melalui endotel kapiler dengan proses difusi, setelah melalui komplek golgi,

4
sintesis DPPC dilanjutkan di retikulum endoplasmik didalam sel alveolus tipe II. DPPC

dan protein hidrofobik seperti SP-B dan SP-C dibungkus dalam badan lamelar, yang

merupakan granula penyimpanan dan granula sekresi, yang terdapat dalam sel tipe II.

Badan lamelar ini merupakan simpanan surfaktan intraseluler.(Fajariyah, S)

Surfaktan paru-paru sangat diperlukan untuk fungsi normal paru setelah bayi

lahir. Surfaktan terdiri dari gabungan protein dan lemak dalam sel alveolar tipe II.

Surfaktan phospholipids berbentuk satu lapis pada ruang interfase alveolar yang

menurunkan tegangan permukaan, dan memfasilitasi ekspansi alveolar. Surfaktan

protein diperlukan untuk pembentukan lapisan phospholipid dan berperan penting

sebagai mekanisme pertahanan diri.(Partini P.2017)

Pada mamalia seluruh permukaan alveolar parunya dilapisi oleh lapisan tipis kontinyu

yang disebut alveolar lining layer yang di dalamnya mengandung surfaktan paru.

Surfaktan paru merupakan materi kompleks yang terdiri dari lipid dan protein

yang disekresi oleh pneumosit tipe II yang melapisi alveoli. Sel ini mulai muncul pada

sekitar usia kehamilan 21 minggu dan mulai memproduksi surfaktan pertamakali

antara minggu ke 28 dan 32 kehamilan. Surfaktan memegang peranan penting dalam

fisiologi paru.. Fosfolipid utama penyusun surfaktan adalah fosfatidilkolin (disebut

juga lesitin) dan fosfatidilgliserol. Protein komponen penyusun surfaktan terdiri dari

empat surfactant-related proteins, yaitu dua protein hidrofilik (SP-A dan SP-D) dan

dua protein hidrofobik (SP-B dan SP-C). Â Fungsi utama dari lapisan surfaktan ini

adalah menurunkan tegangan permukaan pada antar-muka air udara lapisan cairan

alveoli, sehingga mekanisme normal pernapasan dapat terus berlangsung. Kedua,

adalah mempertahankan stabilitas alveoli dan mencegah alveoli menjadi kolaps.

5
Ketiga, surfaktan dapat mencegah terjadinya udem paru. Fungsi tambahan lain adalah

berkaitan dengan imunologi yaitu melindungi paru dari cedera dan infeksi yang

disebabkan oleh partikel atau mikroorganisme yang terhirup saat bernafas

 Defisiensi atau disfungsi surfaktan menyebabkan penyakit pernapasan yang berat.

Respiratory distress syndrome (RDS) pada neonatus merupakan bentuk penyakit akibat

defisiensi surfaktan yang sering ditemukan dan ini berkaitan erat dengan prematuritas.

RDS merupakan suatu kondisi pada bayi premature yang memberi gambaran klinis

berupa peningkatan usaha napas, penurunan komplians paru, atelektasis yang nyata

(kolaps alveoli) dengan gambaran penurunan FRC, gangguan pertukaran gas dan udem

interstisial yang luas. Â Terapi surfaktan secara cepat meningkatkan jumlah baik

alveoli maupun jaringan interstisial sekitarnya. Surfaktan eksogen yang diberikan akan

diambil oleh sel tipe II dan kemudian diproses untuk kemudian diresekresi. Surfaktan

eksogen yang diberikan akan bertahan di paru dan tidak cepat mengalami degradasi.

Dosis terapi surfaktan eksogen yang diberikan tidak menyebabkan umpan balik negatif

berupa hambatan sintesis fosfatidilkolin ataupun protein surfaktan endogen.Hingga

saat ini tidak ditemukan adanya konsekuensi metabolik atau perubahan fungsi paru

dengan pemberian terapi surfaktan. Â Kemajuan riset mengenai terapi surfaktan pada

kasus RDS dan penyakit paru neonatus lainnya telah memberikan manfaat yang besar

terhadap luaran bayi yang dilahirkan. Namun tingginya harga preparat surfaktan telah

membatasi penggunaannya secara luas di berbagai negara. Untuk itu di masa

mendatang diperlukan penelitian lanjutan untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak

akan preparat surfaktan dengan harga yang lebih murah.

6
A. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang di maksud terapi surfaktan?

2. Ada Berapa Jenis Surfaktan?

3. Apa indikasi terapi surfaktan?

4. Apa kontra indikasi terapi surfaktan

5. Apa komplikasi terapi surfaktan?

6. Apa hal hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi surfaktan

7. Bagaimana prosedur pemberian terapi surfaktan?

8. Bagaimana dosis pemberian surfaktan

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui pengertian dari terapi surfaktan

2. Untuk mengetahui jenis jenis surfaktan

3. Untuk mengetahui indikasi dari terapi suffaktan

4. Untuk mengetahui kontraindikasi dari terapi surfaktan

5. Untuk Mengetahui komplikasi pemberian terapi surfaktan

6. Untuk Mengetahui hal hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi surfaktan

7. Untuk Mengetahui prosedur pemberian terapi surfaktan

8. Untuk mengetahui dosis pemberian surfaktan

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Surfaktan endogen adalah zat yang terdiri dari fosfolipid,neutral lipid dan

protein yang membentuk lapisan diantarapermukaan alveolar dan mengurangi kolaps

alveolar dengan cara menurunkan keteganggan permukaan alveoli.

Kekurangan surfaktan primer pada bayi preterm akan menghambat pengisian udara ke

paru-paru, dan menyebabkan terjadinya sindrom gawat nafasan. Sedangkan

kekurangan surfaktan sekunder terjadi pada saat surfaktan pulmonal tidak aktif oleh

karena kekurangan protein, infeksi atau karena aspirasi mekonium.(Nur.A, 2016)

Terapi surfaktan digunakan untuk mencegah risiko sindrom gawat pernafasan pada

bayi preterm, atau untuk mengobati sindrom tersebut. Penelitian klinik terapi surfaktan

ini, baik untuk pencegahan ataupun untuk mengobati menghasilkan peningkatan

fisiologis dari fungsi paru, penurunan komplikasi dari sindrom gawat nafas dan

penurunan angka kematian bayi.

Terapi surfaktan juga bermanfaat untuk bayi aterm dengan aspirasi mekonium

atau pnemonia.Namun, tidak semua bayi mempunyai respon yang baik terhadap terapi

surfaktan. Ini ditunjukkan oleh penelitian Shima.Y dkk, dari Department of Premature

and Neonatal Medicine, Japanese Red Cross Medical Center, yang melakukan otopsi

terhadap 41 janin yang mendapat terapi surfaktan, kemudian meninggal.

Unsur utama surfaktan adalah dipalmitilfosfatidilkolin (lesitin), fosfatidilgliserol,

apoprotein (protein surfaktan = PS-A, B, C, D), dan kolesterol (Rismawat, 2018)

8
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus

hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri

dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, aktifitas surfaktan

diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar

yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak

(lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral.

Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-

air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik

berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat

ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah

merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik)

mengandung gugus hidroksil. Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus

polar yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik)

sekaligus, sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air.

Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, yang bekerja menurunkan tegangan

permukaan cairan, sifat aktif ini diperoleh dari sifat ganda molekulnya. Bagian polar

molekulnya dapat bermuatan positif, negatif ataupun netral, bagian polar mempunyai

gugus hidroksil sementara bagian non polar biasanya merupakan rantai alkil yang

panjang. Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak

bumi dan limbahnya dapat mencemarkan lingkungan, karena sifatnya yang

sukar terdegradasi, selain itu minyak bumi merupakan sumber bahan baku yang tidak

dapat diperbarui. Surfaktan banyak ditemui di bahan deterjen, kosmetik, farmasi dan

tekstil. Produk pangan seperti es krim juga menggunakan surfaktan sebagai bahannya.

9
Karena sifatnya yang menurunkan tegangan permukaan, surfaktan dapat digunakan

sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsion agent) dan juga

digunakan sebagai bahan pelarut. Surfaktan juga dapat digunakan untuk menurunkan

tegangan permukaan.

Dengan semakin bertambahnya umur kehamilan, terjadi penambahan jumlah

fosfolipid yang disintesis, dan disimpan di dalam sel alveolar tipe II. Agen aktif ini

dilepaskan kedalam alveoli untuk mengurangi tegangan permukaan dan membantu

mempertahankan stabilitas alveolar dengan jalan mencegah kollapsnya ruang udara

kecil pada akhir ekspirasi. Namun karena adanya immaturitas, jumlah yang dihasilkan

atau dilepaskan mungkin tidak cukup memenuhi kebutuhan pascalahir. Kadar tertinggi

surfaktan terdapat dalam paru janin pada umur kehamilan 20 minggu, tetapi belum

mencapai permukaan sampai tiba saatnya. Surfaktan tampak dalam cairan amnion

antara 28-32 minggu berupa sel-sel tipe II, tapi baru tampak jelas pada umur kehamilan

34-36 minggu. Kadar surfactan paru matur biasanya muncul sesudah 35 minggu. Sel-

sel yang sangat metabolik aktif ini mengandung badan-badan lamelar sitoplasmik yang

merupakan sumber surfaktan pulmonal. Sistem dan mediator-madiator syaraf

tampaknya mempengaruhi kecepatan sekresi atau pembongkaran surfaktan. Terutama

bahan-bahn adrenergis- b2, yang digunakan di klinik untuk menekan persalinan,

tampakanya meningkatkan jumlag fosfolipid yang terkumpaul pada lavase paru-paru.

Sintesis surfaktan adalah suatu proses kompleks yang membutuhkan bahan-bahan

prekursor yang melimpah, seperti glukosa, asam lemak, dan kolin saertas serangkaian

langkah-langkah enzimatis penting yang diatur oleh berbagai hormon termasuk

kortikosteroid. Sintesis surfaktan sebagian tergantung pada pH, suhu dan perfusi

10
normal. Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan

hipovolemia, hipotensi, dan stres dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan

epitel paru dapat juga terkena jejas akibat kadar oksigen yang tinggi, dan pengaruh

manajemen oleh operator respirasi, mengakibatkan pengurangan surfaktan lebih lanjut.

Terapi surfaktan telah memberikan kontribusi yang besar untuk dalam

penurunan angka kematian bayi yang disebabkan oleh sindrom gawat nafas akibat lahir

prematur. Beberapa laporan juga telah mencatat bahwa surfaktan menunjukkan

keefektifan terhadap penyakit paru-paru yang lain, termasuk aspirasi mekonium,

perdarahan pulmonal, dan hipertensi pulmonal.

Surfaktan merupakan suatu komplek material yang menutupi permukaan

alveoli paru, yang mengandung lapisan fosfolipid heterogen dan menghasilkan selaput

fosfolipid cair, yang dapat menurunkan tegangan permukaan antara air-udara,

memastikan bahwa ruang alveoli tetap terbuka selama siklus respirasi dan

mempertahankan volume residual paru pada saat akhir ekspirasi. .(1)

Produksi surfaktan dapat dipercepat lebih dini dengan meningkatnya pengeluaran

kortisol janin yang disebabkan oleh stres, atau oleh pengobatan deksamethason yang

diberikan pada ibu yang diduga akan melahirkan bayi dengan defisiensi surfaktan.

Karena paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid

dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolak ukur

kematangan paru, dengan cara menghitung rasiolesitin/sfingomielin dari cairan

amnion. Sfingomielin adalah fosfolipid yang berasal dari jaringan tubuh lainnya

kecuali paru-paru. Jumlah lesitin meningkat dengan bertambahnya gestasi, sedangkan

sfingomielin jumlahnya menetap. Rasio L/S biasanya 1:1 pada gestasi 31-32 minggu,

11
dan menjadi 2:1 pada gestasi 35 minggu. Rasio L/S 2:1 atau lebih dianggap fungsi paru

telah matang sempurna, rasio 1,5-1,9 sejumlah 50% akan menjadi RDS, dan rasio

kurang dari 1,5 sejumlah 73% akan menjadi RDS. Bila radius alveolus mengecil,

surfaktan yang memiliki sifat permukaan alveolus, dengan demikian mencegah

kolapsnya alveolus pada waktu ekspirasi. Kurangnya surfaktan adalah penyebab

terjadinya atelektasis secara progresif dan menyebabkan meningkatnya distres

pernafasan pada 24-48 jam pasca lahir.(1,2)

Pada tahun 1929 Von Neegard menyatakan bahwa tegangan permukaan paru

lebih rendah dari cairan biologi normal karena menemukan adanya perbedaan

elastisitas pada paru-paru yang terisi udara dan terisi larutan garam ( saline ).

Disebutkan juga bahwa tegangan permukaan adalah lebih penting dari kekuatan

elastisitas jaringan untuk kekuatan penarikan paru pada saat mengembang. Tegangan

permukaan antara air-udara alveoli memberikan kekuatan penarikan melawan

pengembangan paru. Rendahnya tegangan permukaan juga memastikan bahwa

jaringan aliran cairan adalah dari ruang alveoli ke dalam intersisial. Kebocoran

surfaktan menyebabkan akumulasi cairan ke dalam ruang alveoli. Surfaktan juga

berperan dalam meningkatkan klirens mukosiliar dan mengeluarkan bahan particulat

dari paru.Penelitian secara randomized controlled trials dengan sampel kecil pada

tahun 1985 dengan memberikan preparat surfaktan dari alveoli sapi atau cairan amnion

manusia memberikan hasil yang signifikan terhadap penurunan angka kejadian

pneumothorax dan angka kematian . Penelitian-penelitian yang dilakukan di berbagai

pusat penelitian pada tahun 1989 menyatakan keberhasilan tentang menurunnya angka

kematian dan komplikasi dari RDS di Amerika. Pada tahun 1990 telah disetujui

12
penggunaan surfaktan sintetik untuk terapi RDS di Amerika, dan tahun 1991 disetujui

penggunaan terapi surfaktan dari binatang.(1,2,3)

Komposisi Surfaktan Paru

Surfaktan paru merupakan komplek lipoprotein yang disintesis dan disekresi oleh sel

alveolar tipe II dan Clara sel di saluran napas pada lapisan epithel. Surfaktan paru

merupakan senyawa komplek yang komposisinya hampir 90% adalah lipid dan 10%

protein. Secara keseluruhan komposisi lipid dan fosfolipid dari surfaktan diisolasi dari

bermacam-macam spesies binatang yang komposisinya hampir sama.Pada manusia

phosphatidylcholine mengandung hampir 80% totallipid, yang separuhnya adalah

dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), 8% lipid netral, dan 12% protein dimana

sekitar separuhnya merupakan protein spesifik surfaktan dan sisanya protein dari

plasma atau jaringan paru. Fosfolipid surfaktan terdiri dari 60% campuran saturated

phosphatidylcholine yang 80% mengandung dipalmitoylphosphatidylcholine, 25%

campuran unsaturated phosphatidylcholine, dan 15% phosphatidylglycerol dan

phosphatidylinositol dan sejumlah kecil phosphatidylserine,

phosphatidylethanolamine, sphingomyeline, dan glycolipid. Fosfolipid saturasi ini

merupakan komponen penting untuk menurunkan tegangan permukaan antara udara

dan cairan pada alveolus untuk mencegah kolaps saluran napas pada waktu ekspirasi.

Pada tahun 1973 menurut King dkk, dan Possmayer, 1988 terdapat 4 macam protein

spesifik surfaktan dengan struktur dan fungsi yang berbeda. Keempat macam protein

tersebut adalah SP-A, SP-B, SP-C dan SP-D.Protein tersebut didapat dari cairan lavage

bronkoalveoli ( BALF) dan dengan tehnik ultrasentrifugasi serta pemberian pelarut

organik kaya lemak, dapat dipisahkan dan dibedakan menjadi dua golongan yaitu

13
hydrofobik dengan berat molekul rendah SP-B dan SP-C, sedangkan SP-A dan SP-D

merupakan hidrofilik dengan berat molekul tinggi.(2,3)

Sintesa dan Sekresi Surfaktan

Surfaktan paru disintesis dalam sel alveoli type II, satu dari dua sel yang ada dalam

epithel alveoli. Surfaktan fosfolipid terbugkus dengan surfaktan protein B danC dalam

lamelar bodies yang disekresi dalam rongga udara dengan caraeksositosis ( gambar 1

). Secara ekstraseluler, fosfolipid dan lamelar bodies berinteraksi dengan SP-A dan

kalsium untuk membentuk tubular myelin yang merupakan bentukan suatu bahan kaya

lemak dari lapisan tipis fosfolipid yang terdiri dari lapisan tunggal dan lapisan ganda

yang dihasilkan antara permukaan udara-air. Lapisan tipis monomolekuler

menurunkan kekuatan tegangan permukaan yang cenderung membuat kolapsnya paru.

Dalam kondisi normal, sebagian besar surfaktan berada dalam rongga alveoli yang

merupakan bentuk fungsional aktif dalam jumlah besar (large aggregates (LA), dengan

sisa yang ditemukan dalam bentuk kantong surfaktan kecil atau dalam jumlah kecil

(small aggregrates(LA) yang mengandung bahan degradasi. Surfaktan dibersihkan

dengan pengambilan kembali oleh sel type II, kemudian keduanya akan mengalami

degradasi oleh makrofag alveoli dan sebagian kecil berada dalam saluran pernapasan

dan melintasi barier epithel-endothel.(2,3)

Lebih dari 40 tahun yang lalu, banyak penelitian yang dilakukan untuk

mengenali peranan surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan antara udara-

cairan dan perjalanan penyakit RDS pada bayi prematur. Gejala defisiensi surfaktan

ditandai adanya atelektasis, kolaps alveoli, dan hipoksemia. Pemberian secara

intratrakeal surfaktan eksogen yang merupakan campuran SP-B, SP-C, dan fosfolipid

14
merupakan kriteria standard untuk terapi bayi dengan RDS. Campuran surfaktan ini

bekerja dengan cepat untuk meningkatkan pengembangan dan volume paru, dengan

hasil menurunnya kebutuhan oksigen dan ventilasi tekanan positif. Indikasi pemberian

surfaktan ialah bayi dengan sindrom gawat nafas, merupakan indikasi yang paling

banyak ( surfactant rescue therapy). Diberikan pada usia kehamilan < 34 minggu, tapi

pada bayi yang lebih matur akan berkembang menjadi sindrom gawat nafas. Bayi harus

memenuhi kriteria diagnosis sindrom gawat nafas berdasarkan klinis dan radiografi,

dan dipasang intubasi trakea dan ventilasi untuk pemberian surfaktan. (Harianto,2017)

Indikasi terapi berdasarkan kriteria oksigenasi, yaitu:

1. FiO2>0,35 dan PaO2 60-80mmHg atauSpO2 88-93%

2. Arterial/alveolar oxygen tension ratio, PaO2/PaO2 (a/A ratio)<0,22.(3)

Fisiologis Surfaktan

Efek fisiologis surfaktan pada paru preterm, antara lain: 1. Mempertahankan

stabilitas alveoli Alveoli digambarkan sebagai bidang berbentuk bola dimana surfaktan

berfungsi untuk mempertahankan ukurannya. Alveoli bersifat interdependen dimana

struktur mereka ditentukan oleh bentuk dan elastisitas dinding alveoli lain yang saling

bersinggungan.3 Pada saat alveoli mengalami kolaps maka alveoli di sekitarnya akan

teregang oleh alveoli tersebut.6 2. Menurunkan tegangan permukaan Kemampuan

surfaktan untuk menurunkan tegangan permukaan berasal dari komponen fosfolipid

yang dikandungnya. Fosfolipid memiliki bagian hidrofilik dan sekaligus bagian

hidrofobik. 3. Reduksi ultra-filtrasi Selain menurunkan tegangan permukaan secara

keseluruhan dan menciptakan stabilitas alveolar, surfaktan juga mencegah terjadinya

edema paru. Apabila tidak terdapat surfaktan, untuk mengembangkan alveoli, tekanan

15
transpulmoner harus meningkat hingga mencapai -28 cm H2O, ini akan menyebabkan

net gradient tekanan yang bekerja dengan arah keluar. Namun dengan adanya

surfaktan, tegangan permukaan akan menurun, sehingga mengurangi tekanan

transpulmoner yang dibutuhkan, akibatnya net gradien tekanan akan bekerja kearah

dalam dan menjaga interstisial alveoli tetap kering.6 Prematuritas merupakan salah

satu penyebab mortilitas dan morbiditas pada bayi. Salah satu penyebab kematian pada

bayi prematur adalah respiratory distress syndrome (RDS). RDS berhubungan dengan

struktur dan fungsi paru yang imatur. Imaturitas struktur dan fungsi paru akan

mengurangi produksi surfaktan oleh sel alveolar tipe II sehingga terjadi defisiensi

surfaktan dan mengakibatkan RDS. Rasio lecithin/sphingomyelin (L/S) merupakan

gold standard pemeriksaan maturitas paru dari cairan amnion. Paru janin imatur jika

rasio L/S (Rembulan.A, 2017)

2.2 Jenis Surfaktan

1. Surfaktan Alami Surfaktan alami bisa didapat dan paru sapi ataupun dari babi

yangpurifikasinya meliputi proses ekstraksi menggunakan pelarut organik sehingga

protein yang hidrofilik seperti surfaktan protein-A (SP-A) dan surfaktan protein D (SP-

D ) akan terbuang, jadi yang tertinggal hanya material yang mengandung lipid dan

sejumlah kecil protein hidrofobik yaitu SP-B dan SP-C. Ekstrak surfaktan alami

mengandung protein spesifik yang membantu penyerapan surfaktan dan tahan terhadap

inaktifasi surfaktan. Surfaktan alami mempunyai onset keija yang cepat. Jika

dibandingkan dengan surfaktan sintesis, respon fisiologis setelah diberikan surfaktan

alami lebih cepat timbul yang di manifestasikan dengan kemampuan untuk

16
menurunkan FiO2 dan menurunkan tekanan ventilator , namun kekurangan surfaktan

alami harus disimpan dalam kondisi beku.

2. Surfaktan Sintetis Setelah para peneliti mengerti apa itu surfaktan, mereka

mencoba untuk meneliti apa komposisi surfaktan, di produksi oleh apa, bagaimana

regulasi serta bagaimana surfaktan dapat di replikasi dan di sintesa. Surfaktan sintetis

pertamakali diproduksi tahun 1980. Surfaktan ini hanya mengandung

dipalmitoiylphosphatidylcholine (DPPC), sebagai zat permukaan aktif yang utama,

Akhir-akhir ini surfaktan sintetis mengandung campuran berbagai fosfolipid

permukaan aktif dan zat spreading. Kelebihan sintesis dibandingkan dengan yang

alami yaitu penympanannya lebih praktis, tidak perlu di bekukan, hanya disimpan pada

suhu dibawah 30°c dalam tempat yang kering

Surfaktan eksogen sintetik terdiri dari campuran Dipalmitoylphosphatidylcholine

(DPPC), hexadecanol, dan tyloxapol yaitu Exosurf dan Pulmactant ( ALEC) dibuat

dari DPPC 70% dan Phosphatidylglycerol 30%, kedua surfaktan tersebut tidak lama

dipasarkan di Amerika dan Eropa. 2,5 Ada 2 jenis surfaktan sintetis yang sedang

dikembangkan yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC (Venticute), belum pernah ada

penelitian tentang keduanya untuk digunakan pada bayi prematur.

a. Surfaktan eksogen semi sintetik, berasal dari campuran surfaktan paru anak sapi

dengan dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), tripalmitin, dan palmitic misalnya

Surfactant TA, Survanta

b. Surfaktan eksogen biologik yaitu surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau

babi, misalnya Infasurf, Alveofact, BLES, sedangkan yang diambil dari paru babi

adalah Curosurf.(3)(Sholeh,2016)

17
Tabel 1. Surfactan Alami Tersedia Secara Komersil (derivatif hewan)

Nama dagang Nama Generik Preparat Kandungan

protein dan

Phospholipid

Utama

Surfacten Surfactant-TA Ekstrak paru sapi DPPC, PG, SP-B,

dengan ditambah SP-C

DPPC, Survanta

tripalmitoylgiycerol,

dan asam palmitic

Survanta Beractant Ekstrak paru sapi DPPC, PG, SP-B,

dengan ditambah SP-C

DPPC,

tripalmitoylgiycerol,

dan asam palmitic

Poractant Curosurf Ekstrak DPPC, SP-B, SP-

paru sapi dengan C

perlakuan ekstraksi

chloroform- metanol

dimurnikan dengan

cairan gel

chromatography

18
Infasurf Calf Lung Ekstrak paruanak DPPC, SP-B, SP-

Surfactant Extract sapi dengan

perlakuan ekstraksi

chloroformmethanol

BLES Bovine Lipid Ekstrak paru sapi DPPC, SP-B, SP-

Extract Surfactant dengan perlakuan C

ekstraksi

chloroformmethanol

Alveofact SF-RI 1 Ekstrak paru sapi DPPC, SP-B, SP-

dengan perlakuan C

ekstraksi

chloroformmethanol

Semua surfactant alami mengandung lebih sedikit proporsi phospolipid lain,

lemak netral,dan asam Iemak. Proses pemurnian mengunakan asam organic untuk

melepaskan protein hydrophilic. Tidak satu pun surfactant alami mengandung protein

surfactant lainnya (SP-A) atau (SP-D) from Wiswell TE: perluasan dalam penggunaan

terapi surfactant. Clinical Perinat 28:695,2001 DPPC, Dipalmitoyphosphatidylcholine,

PG, phospatidylglucerol, (SP-B mimic), SP-B, Surfactant protein B, SP-C, surfactant

protein C.

19
Tabel 2. Surfactan Sintetik

Nama dagang Nama Generik Preparat Kandungan protein

dan Phospholipid

Utama

Exosurf Colfosceril DPPC dengan 9% DPPC, tanpa

plamitate, hexadecanol dan protein

hexadecanol, 6% tyloxapol

tyloxapol

Pneumactant* Artificial lung DPPC dan PG DPPC dan PG,

expanding dengan rasio 7 : 3 tanpa protein

compound (ALEC)

Surfaxin Lucinactant Sintesis peptide Sinapultide,

kimia kombinasi DPPC, POPG dan

dengan asam palmitic

phospholipids dan

asam palmitic

Venicute rSP-C surfactant Rekombinan SP-C rSP-C, DPPC,

kombinasi dengan POPG dan asam

phospholipids dan palmitic

asam palmitic

20
Pneumactant ditarik dari pasaran oleh produsen tahun 2000 from Wiswell TE:

perluasan dalam penggunaan terapi surfactant. Clinical Perinat 28:695,2001. DPPC,

Dipalmitoyphosphatidylcholine, PG, phospatidylglucerol, POPG, palmytoil-oleoyl

phosphatidylglycerol, rSP-C,recombinant surfactant protein C; sinapultide, KL4

peptide (SP-B mimic); SP-C, surfactant protein C.

Tipe Asal Komposisi Dosis Keterangan


Survanta DPPC, 4 mL (100
Bovine lung
tripalmitin mg)/kg, Refrigerate
Surfactant TA mince
SP (B<0.5%,> 1-4 doses q6h
Federal
Bovine lung 99% PL, 1%
Alveofact 45 mg/mL Republic of
lavage SP-B and SP-C
Germany
bLES (bovine 75% PC and
Bovine lung
lipid extract 1% SP-B and Canadian
lavage
surfaktan) SP-C
DPPC,
3 mL (105
tripalmitin,
Calf lung mg)/kg, 6 mL vials,
Infasurf SP (B290
lavage 1-4 doses, q6- refrigerate
g/mL, C360
12h
g/mL)
Calf lung
surfactant
Sama seperti Infasurf
extract
(CLSE)
2.5 mL (200
DPPC,
Minced pig mg)/kg
Curosurf SP-B and SP-C 1.5 and 3 mL
lung 1.25 mL (100
(?amount)
mg)/kg
85% DPPC, 5 mL (67.5
Lyophilized;
9% mg)/kg,
Exosurf Synthetic dissolve in 8
hexadecanol, 1-4 doses,
Ml
6% tyloxapol q12h
DPPC,
Surfaxan
Synthetic synthetic
(KL4)
peptide

21
70% DPPC,
Possibly
ALEC Synthetic 30%
discontinued
unsaturated PG

Saat ini ada 2 jenis surfaktan di Indonesia yaitu : Exosurf neonatal yang dibuat
secara sintetik dari DPPC , hexadecanol, dan tyloxapol. Surfanta dibuat dari paru anak
sapi, dan mengandung protein, kelebihan survanta biologi dibanding sintetik terletak
pada protein.

 Beractant

Beractant (Survanta, Alveofact) – per


Nama Obat
ETT
ET: 4 mL/kg (100 mg/kg) dibagi dalam
Dosis Anak 4 kali pemberian, diberikan minimal 6
jam untuk 1-4 dosis
Kontraindikasi hypersensitivity

22
Interaksi -
Kehamilan ?
Harus dihangatkan sesuai suhu ruang,
pemberian harus berhati-hati karena
resiko obstruksi jalan nafas akut.

Perbaikan oksigenasi dapat terjadi


setelah pemberian, maka penurunan
oksigen dan tekanan ventilator
disesuaikan dengan analisa gas darah,
monitor oksigenasi sistemik untuk
mencegah hiperoksia atau hipoksia.
Peringatan
Surfaktan dapat mengalami reflux ke
dalam ETT (karena itu sebaiknya berikan
secara cepat diikuti positive pressure
ventilation); monitor denyut jantung dan
tekanan darah, karena ETT dapat
mengalami oklusi, suction ETT sebelum
pemberian surfaktan. Perdarahan paru
dapat timbul pada bayi sangat premature.
Apnea dan sepsis nosokomial dapat
terjadi.

 Calfactant

Nama Obat Calfactant (Infasurf) – per ETT


ET: 3 mL/kg (105 mg/kg) q6-12h untuk 1-
Dosis Anak
4 dosis
Kontraindikasi hypersensitivity
Interaksi -
Kehamilan ?
Pemberian harus berhati-hati karena
resiko obstruksi jalan nafas akut.

Perbaikan oksigenasi dapat terjadi setelah


pemberian, maka penurunan oksigen dan
tekanan ventilator disesuaikan dengan
Peringatan analisa gas darah, monitor oksigenasi
sistemik dengan pulse oxymetry untuk
mencegah hiperoksia atau hipoksia.
Surfaktan dapat mengalami reflux ke
dalam ETT (karena itu sebaiknya berikan
secara cepat diikuti positive pressure
ventilation); sianosis, bradikardi atau

23
perubahan tekanan darah dapat terjadi
selama pemberian. Karena ETT dapat
mengalami oklusi, suction ETT sebelum
pemberian surfaktan.

Studi yang membandingkan antara surfaktan natural dan sintetik menunjukan

bahwa oksigenasi arteri lebih cepat pulih (onset of action surfaktan natural lebih cepat

dari surfaktan sintetik) dan komplikasi kebocoran udara lebih jarang terjadi pada bayi

yang diterapi dengan surfaktan natural. Komplikasi pemberian surfaktan antara lain

hipoksia transien dan hipotensi, blok ETT, dan perdarahan paru. Perdarahan paru

terjadi akibat menurunnya resistensi pembuluh darah paru setelah pemberian surfaktan,

yang menimbulkan pirau kiri ke kanan melalui duktus arteriosus.

2.3 Indikasi

Menurut(Kurniadi, 2016) indikasi dari pemakaian terapi surfaktan yaitu :

A. Bayi dengan sindrom gawat nafas.

a. Merupakan indikasi yang paling banyak ( surfactant rescue therapy)

b. Diberikan pada usia kehamilan < 34 minggu, tapi pada bayi yang lebih matur

akan berkembang menjadi sindrom gawat nafas.

c. Bayi harus memenuhi kriteria diagnosis sindrom gawat nafas berdasarkan

klinis dan radiografi, dan dipassang intubasi trakea dan ventilasi untuk

pemberian surfaktan.

d. Indikasi terapi berdasarkan kriteria oksigenasi, yaitu:

a. FiO2>0,35 dan PaO2 60-80mmHg atauSpO2 88-93%

b. Arterial/alveolar oxygen tension ratio, PaO2/PaO2 (a/A ratio)<0,22

24
Perhitungan tekanan oksigen alveolar:

PAO2 = ( FiO2 x 713 )- paCO2

PaO2 dan PaCO2 ditentukan berdasarkan (Kurniadi, 2016)

B. Bayi prematur dengan risiko sindrom gawat nafas

Untuk bayi dengan risiko sindrom gawat nafas disebabkan oleh masa kehamilan yang

singkat atau berat badan lahir rendah, diberikan terapi surfaktan profilaksis. Pada BC’s

Children’s Hospital, terapi surfaktan profilaksis diberikan secara rutin pada bayi yang

lahir kurang dari 26 minggu.

C. Aspirasi mekonium.

Karena data yang terbatas, belum ada ketentuan kriteria terapi spesifik pemberian

terapi surfaktan untuk kasus ini, tapi dikatakan terapi surfaktan memberikan manfaat

untuk aspirasi mekonium.

D. . Pengobatan profilaksis untuk

1. Bayi dengan resiko tinggi mengalami PMH karena prematuritas (<32 minggu)

atau BBLR (<1300 gr), yang diduga kuat mempunyai paru imatur.

2. Bayi dengan bukti laboratorium mengalami defisiensi surfaktan seperti rasio

lesitin/sfingomielin kurang dari 2:1

3. Tes kocok menunjukan imaturitas paru-paru.

E. .Pengobatan penyelamatan atau terapeutik diindikasikan untuk bayi prematur atau

cukup bulan yang memerlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik yang

disebabkan oleh

1. Peningkatan usaha napas yang di tandai dengan peningkatan frekuensi

napas,retraksi substrenal dan suprasternal,merintih atau napas cuping hidung.

25
2. Peningkatan kebutuhan oksigen yang ditandai dengan warna kulit pucat atau

sianosis,gelisah, dan penurunan PaO2,SaO2 walaupun FiO2 meningkat.

3. Kedua kondisi tersebut diatas disertai adanya bukti klinis PMH, yaitu:

a.Karakteristik PMH pada foto thorak

b.2.Mean Airway Pressure lebih tinggi dari 7 cmH2O untuk mempertahankan

PaO2, SaO2, atau SpO2

Indikasi surfaktan menurut (Anisa.W. 2016) Derajat defisiensi surfaktan neonatus,

terutama HMD pada bayi prmatur memerlukan pengobatan dengan surfaktan.

Surfaktan juga digunakan pada luka, pada paru-paru neonatus yang tidak

berhubungan dengan prematuritas seperti Hernia Diafragmatika Kongenital (

sebelum dan sesudah operasi ) dan Sindrom Aspirasi Mekonium. Indikasi lain yang

memerlukan terapi surfaktan : luka di paru pada neonatus, bayi dan anak ( Sindrom

Inhalasi, pneumonia bakterialis, bronkiolitis ) dan Adult Respiratory Distress

Syndrome ( ARDS ) yang termasuk sepsis, trauma, kegagalan nafas hipoksia,

onkohematologis pada kasus-kasus anak-anak dan remaja.

F. Indikasi lain

Indikasi lain dihubungkan dengan keadaan kekurangan surfaktan baik primer atau

sekunder seperti pnemonia, perdarahan pulmonal, dan hernia diapragma kongenital.

Belum ada penelitian klinik terapi surfaktan untuk kondisi ini, tapi beberapa bayi

dengan pnemonia akibat kekurangan surfaktan baik primer atau sekunder yang

mendapat terapi surfaktan sepertinya memberikan manfaat.

26
2.3 Kontraindikasi

a. Kelainan kongenital mayor dengan kemampuan hidup yang sangat jelek

b. PMH dengan bukti laboratorium menunjukkan maturitas paru

2.4 Komplikasi

1.Komplikasi prosedural:

a) Sumbatan Endotracheal Tube (ETT) karena surfaktan.

b) Desaturasi O2(penurunan mendadak saturasi O2) dan peningkatan kebutuhan

O2

c) Bradikasi karena hipoksia

d) Takikardi karena agitasi, dengan refluks surfaktan kedalam pipa endotrakeal

e) Akumulasi surfaktan di faring

f) Surfaktan hanya masuk ke salah satu paru

g) Pemberian dosis yang kurang optimal karena kesalahan perhitungan

2. Komplikasi patofisiologi atau penyulit

a) Apnea

b) Perdarahan paru

c) Sumbatan lendir

d) Meningkatan usaha untuk terapi PDA

e) Sedikit meningkatkan resiko retinopati pada prematuritas

f) Barotrauma dari peningkatan komplain paru yg terjadi stlh pemberian

surfaktan yg tidak segera diikuti perubahan setting ventilator

Efek Samping dan Komplikasi Terapi Surfaktan Secara teoritis, penggunaan surfaktan

27
sitotoksisitas secara langsung, dimana hal ini sipengaruhi oleh jenis dan dosis

surfaktan. Perdarahan paru dilaporkan terjadi pada lebih dari 6% bayi premature yang

diterapi dengan surfaktan, dan memiliki ciri khas yaitu terjadi 72 jam pertama setelah

pemberian terapi surfaktan. Secara umum gambaran klinis perdarahan paru yang

terjadi setelah pemberian surfaktan yaitu timbulnya perburukan oksigenasi dan

ventilasi yang diikuti gangguan kardiovaskuler yang timbul secara aku

Penatalaksanaan komplikasi

a. Desaturasi oksigen, biasanya sementara dan memerlukan peningkatan FiO2

sementara, peningkatan tekanan/volume tidal atau sesuai petunjuk pemberian.

b. Bradikardi, mungkin disebabkan oleh desaturasi oksigen atau stimulasi vagal.

c. Peningkatan PCO2/penurunan volume tidal, disebabkan oleh obstruksi surfaktan

sementara.

d. Terrjadi kebocoran surfaktan sekitar ETT dan masuk ke pharing, ETT mungkin

terlalu kecil.

e. Surfaktan hanya masuk ke satu paru, posisi ETT yang tidak tepat, atau posisi

tidur bayi yang tidak tepat.

Penilaian hasil

a. Penurunan kebutuhan oksigen

b. Penurunan kerja napas

c. Perbaikan volume paru dan luas paru atas inikasi foto thoraks

d. Perbaikan mekanisme pulmo (komplains,resistensi jalan napas,volume

tidal,tekanan transpulmonari)dan volume paru

e. Penurunan kebutuhan ventilator

28
f. Perbaikan rasio arteri-alveolar PO2(a/APO2), oksigen indeks

2.5 Hal yang perlu di perhatikan dalam pemberian surfaktan

1. pemberian surfaktan sebagai profilaksis pada janin yang ternyata tidak

berkembang menjadi PMH.

2. ketika pemberian profilaksis surfaktan dilakukan di ruang bersalin,ketepatan

letak pipa endotrakeal belum di pastikan dengan foto thorsks.

3.pemberian profilaksis surfaktan dapat memperlambat stabilitas pasien.

4. Atelektasis dan trauma paru dapat terjadi sebelum pemberian terapi.

5. Isap lendir pada trakea tidak boleh di lakukan setelah pemberian surfaktan.

6. Tidak semua bayi dapat diterapi dengan dosis tunggal surfaktan .

7. Posisi yang direkomendasikan untuk pemberian surfaktan dapat memperburuk

kondisi bayi yang tidak stabil.

2.6 Prosedur pemberian terapi surfaktan

1.Umum.
Selama pemberian, harus tersedia alat monitor dan obat-obat yang diperlukan.
Bayi harus dimonitor secara kontinyu, yaitu:
a) Denyut jantung
b) Pulse oximeter
c) Monitor PCO2 transkutanius
d) Monitor tekanan jalan nafas
e) Monitor volume tidal
f) Analisa gas darah

2. Sediaan terapi surfaktan.

29
Sebagian besar terapi surfaktan merupakan produk alami, yang berasal dari paru-
paru binatang. Surfaktan sintetik yang berisi phospolipid dan kombinasi surfaktan
protein sedang dalam pengembangan.
Dua buah sediaan surfaktan yang tersedia saat ini di kananda adalah:
1. BLESTM (Bovine Lipid Surfactant), BLESS Biochemical Inc.,London,ON.
2. Survanta (Beractant), Abbot Laboratries, Saint Laurent, QC.
Kedua produk ini mengandung surfaktan alami dari paru-paru sapi, berisi surfaktan
protein B dan C.
3.Prosedur Instilasi Surfaktan
b. Siapkan dosis surfaktan sebelum dimasukkan
c. Pastikan tidak ada perubahan warna dari surfaktan
d. Apabila terdapat endapan di dasar vial, secara berhati-hati supaya endapan
hilang,”jangan dikocok”
e. Hangatkan surfaktan dengan meletakkan di suhu kamar selama 20 mnt.jangan
mengunakan filter atau dikocok
f. Sambungkan spuit yang telah terisi surfaktan dengan cateter no 5 dengan lubang
di ujung atau menggunakan pipa lambung no 5 .aisi kateter tersebut dengan
surfaktan
g. Sebelum surfaktan diberikan pastikan petensi dan letak pipa endotrakeal. Jika
perlu lakukan isap lendir sebelum surfakta dimasukkan
h. Cara Memasukkan Surfaktan Ada 2 Cara :
1. Surfaktan dimasukkan dalam sekali pemberian pada posisi terlentang kepala
lurus sedikit extensi

i. - setelah dimasukkan dosis pertama lakukan ventilasi dengan balon dan sungkup
dengan kecepatan 60x/mnt dan konsentrasi oksigen 100% sebelum masuk dosis
berikutnya.Ventilasi dilakukan selama paling tidak 30 detik sampai bayi stabil.
j. - Jangan lakukan suction setelah pemberian surfaktan
2. Surfaktan dibagi menjadi 3 dosis dan dimasukkan secara sama dengan posisi
bayi sebagai berikut:

30
k. Bayi terlentang dengan posisi kepala lurus
l. Bayi terlentang dengan kepala menoleh ke kanan
m. Bayi terlentang dengan kepala menoleh ke kiri
Persiapan
n. Timbang bayi
o. Lakukan intubasi dengan pipa endotrakeal yang sesuai
p. Stabilkan kondisi bayi
q. Masukkan surfaktan secepatnya ,dalam 15 mnt pertama setelah lahir sesuai
prosedur intilasi surfaktan
r. TERAPI
s. A. Dosis pertama harus segera diberikan setelah bayi terdiagnosis
PMH,paling baik dalam 8 jam pertama.
t. Sesat sebelum instilasi ganti setting ventilator sebagai berikut:
- respiratory Rate 60 kali/ mnt
- inspirasi time : 0,5 detik
- FiO2 :100 %
- Instilasi surfaktan sesuai prosedur

2.7 Dosis pemberian


1. BLES: 135 mg phospholipids/kg/dosis ( 5 mL/kg )
Diulang sampai 3 kali dalam 5 hari pertama postpartum, bila
oksigenasi belum membaik.
2. Survanta: 100 mg phospholipid/kg/dosis ( 4 mL/kg )
Diulang setelah 6 jam dari pemberian pertama, bila saturasi
oksigen < 30 %.
Kriteria pemberian terapi menggunakan BLES.
Usia kehamilan Terapi awal Terapi ulangan
26 minggu atu kurang Surfaktan propfilaksis: - Ventilasi
- Intubasi - >25 % O2

31
- Berikan pada SEMUA - 8 jam atau lebih dari
bayi dalam 30 menit pemberian teakhir
pertama kelahiran.
27 minggu atau lebih Surfaktan terapi - ventilasi
- ventilasi - >35% O2
- FiO2 > 0,35 (SpO2 - 8 jam atau lebih dari
88-93%) atau pemberian terakhir.
a/A < 0,35

Catatan:
a. Pemberian surfaktan diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan dan
kriteria oksigenasi diketahui.
b. Surfaktan profilaksis lebih efektif diberikan setelah dilakukan resusitasi awal saat lahir.
c. Tidak dianjurkan bayi menerima lebih dari 3 dosis pemberian surfaktan.
d. Dosis yang direkomendasikan tidak tepat, bisa naik atau turun 10%.
e. Dosis yang lebih kecil dan frekuensi pemberian yang lebih diindikasikan untuk bayi
yang tidak stabil, terutama dengan hipertensi pulmonal.(Kurniadi, 2016)

Cara pemberian:
a. Masukkan endotrakeal tube pada posisi yang tepat.
b. Suction untuk membersihkan jalan nafas.
c. Hangatkan surfaktan sesuai suhu kamar.
d. Masukkan surfaktan intratrakeal melalui kateter pada endotrakeal tube.
e. Pemberian sesuai petunjuk dari pabrik obat.
f. Nilai apakah ventilasi adekuat dengan observasi pengembangan dada dan abdominal
dan monitoring volume tidal.
g. Atur tekanan/volume tidal menurut kebutuhan selama dan sesudah pemberian.

32
h. Menjaga SpO2/PaO2 dengan mengatur kebutuhan FiO2. Oksigenasi bisa ditingkatkan
secara cepat setelah pemberian dan FiO2 harus diturunkan sesuai hasil
oksimetri/analisa gas darah.
i. Posisi bayi selama dan sesudah pemberian sesuai petunjuk pabrik obat.
Cara Memasukkan surfaktan:
a. Surfaktan dimasukkan dalam sekali pemberian pada pada posisi telentang kepala
lurus sedikit ekstensi
Setelah memasukkan dosis pertama lakukan ventilasi dengan balon dan sungkup
dengan kecepatan 60 kali/menit dan konsentrasi oksigen 100% sebelum masuk dosis
berikutnya. Ventilasi dilakukan selama 30 detik atau sampai bayi stabil.
b. Dosis diberikan secara terbagi menjadi 4 dosis supaya pemberiannya homogen
sampai ke lobus paru bagian bawah. Setiap seperempat dosis diberikan dengan posisi
yang berbeda. Sebelum surfaktan dimasukkan ke dalam ETT melalui NGT pastikan
bahwa ETT berada pada posisi yang benar dan ventilator di atur pada kecepatan
60x/menit, waktu inspirasi 0,5 detik, dan FiO2 1,0. ETT dilepaskan dari ventilator
dan kemudian kepala dan badan bayi dimiringkan 5°-10° ke bawah kepala menoleh
kekanan, masukkan surfaktan seperempat dosis pertama melalui NGT selama 2-3
detik setelah itu lepaskan NGT dan lakukan ventilasi manual untuk mencegah
sianosis selama 30 detik
a) Desaturasi oksigen, biasanya sementara dan memerlukan peningkatan FiO2 sementara,
peningkatan tekanan/volume tidal atau sesuai petunjuk pemberian.
b) Bradikardi, mungkin disebabkan oleh desaturasi oksigen atau stimulasi vagal.
c) Peningkatan PCO2/penurunan volume tidal, disebabkan oleh obstruksi surfaktan
sementara.
d) Terrjadi kebocoran surfaktan sekitar ETT dan masuk ke pharing, ETT mungkin terlalu
kecil.
e) Surfaktan hanya masuk ke satu paru, posisi ETT yang tidak tepat, atau posisi tidur bayi
yang tidak tepat.(1)

33
Peran Surfaktan Pada Pertahanan Tubuh

Mwnurut (Anisa.W,2016) Surfaktan berperan sebagai Protein A dan D

merupakan factor yang penting pada pertahanan paru-paru. Protein A surfaktan terjepit

dan opsonizes bakteri termasuk streptokokus grup B, Pseudomonas, dan

pneumokokus. Herpes dan virus influenza melekat pada protein A surfaktan dan

mengikat lipoprotein sintentis endotoksin. Bila terjadi defisiensi SPA akan mudah

terserang oleh infeksi Streptokokus Grup B. konsentrasi SPA rendah pada bayi

prematurr. Juga pada infeksi oleh RSV, bakteri, LPS dan TNFX. SPA juga

mengaktifkan makrofag dan PMn, mempertinggi kerusakan ynag disebabkan oleh

bakteri. Protein D surfaktan disintesi oleh bronkiolar, trakea-bronkial, dan sel epitel

alveolar. Protein D surfaktan mengikat E.Coli, Salmonella, Klebsiela meningkatkan

pengambilan dan penghancuran oleh bakteri. Dan juga mengaglutinasi virus dan diikat

dengan LPS. Konsentrasi di bronkialveolar rendah pada premature. Jadi surfaktan

yang natural sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup bayi prematur.

Implikasi Klinis

a. Efek pada peredaran darah

Sejumlah investigasi menunjukkan efek terapi surfaktan terhadap jantung.

Diharapkan surfaktan akan meningkatkan compliance paru sehingga akan

menurunkan resistensi vascular paru dan meningkatkan aliran darah paru.

Observasi pada pasien PDA yang diberikan surfaktan dilakukan berhubungan

dengan adanya penurunan resistensi vascular paru. Walaupun dinyatakan

adanya penurunan resistensi vascular paru dan peningkatan PAP dan

peningkatan aliran darah paru dan perkembangan PDA, ada penurunan insiden

34
PDA dengan managemen yang lebih baik. Peningkatan insiden PDA setelah

pemberian surfaktan telah banyak dilaporkan metaanalisis dari 3 28 studi pada

6117 bayi menunjukkan tidak ada kenaikan umum pada PDA setelah

pengobatannya.

b. Sirkulasi Otak

Walaupun beberapa pengarang melaporkan adanya penurunan volume aliran

darah otak, tapi ada juga yang menyatakan peningkatan volume aliran darah

otak. Bagaimanapun juga tidak ada perubahan yang signifikan terjadi setelah

pemberian surfaktan. Pemberian surfaktan menurunkan tekanan rat-rata

pembuluh darah arteri dengan cara menginduksi vasodilatasi pembuluh darah.

Vasodilatasi dihambat oleh NO sintetase oleh LNAME dengan MABP

Curosourf dan Cardiac Output ventrikel kiri meningkat sampai 29%, studi yang

lain tidak menunjukkan hasil yang konsisten.

c. Fungsi paru-paru

Fungsi paru pada bayi yang diterapi dengan surfaktan telah

dipelajari.compliance paru meningkat 24 jam setelah terapi. FRC meningkat 12

jam setelah terapi. Oxigenisasi yang meningkat tidak diikuti dengan

compliance yang meningkat. Kenaikan yang langsung itu mungkin

berhubungan dengan ratio perfusi ventilasi yang meningkat. d. Fungsi Ginjal

Waktu timbulnya diuresis spontan telah diamati pada 19 bayi dengan HMD,

dengan metode acak., 12 bayi yang diberi surfaktan dan 7 sebagai control cairan

output yang intakenya >80%. GFR pada bayi yang diberi surfaktan serupa

35
dengan GFR bayi control. Selama 3 hari pertama lahir. Pernapasan segera

membaik setelah di beri surfaktan, namun tidak berhubungan dengan diuresis.

Respon Terapi

Perbaikan dalam oxigenasi ditemukan setelah diberi surfaktan. Beberapa

mungkin berespon buruk dikarenakan asidosis karena hypoxia berat atau

kegagalan myocardium. Pada persentase yang kecil, respon buruk mungkin

dikarenakan adanya PDA bayi dengan penyakit jantung sianosis congenital

akan tidak memberi respon terhadap surfaktan. Respon awal yang baik dapat

berubah jadi buruk dikarenakan ketidaksesuaian management pernapasan

setelah pemberian surfaktan (contoh : tidak mengubahu tekanan puncak dengan

perkembangan berikutnya dari pneumothoraks).

36
Profilaksis surfaktan dan terapi

Berdasarkan penelitian, surfaktan merupakan terapi yang penting dalam

menurunkan angka kematian dan angka kesakitan bayi prematur. Sampai saat ini masih

ada perbedaan pendapat tentang waktu pemberian surfaktan, apakah segera setelah

lahir (pada bayi prematur) atau setelah ada gejala Respiratory Distress Syndrome.

Alasan yang dikemukakan sehubungan dengan pemberian profilaksis berhubungan

dengan epithel paru pada bayi prematur akan mengalami kerusakan dalam beberapa

menit setelah pemberian ventilasi. Hal ini menyebabkan kebocoran protein pada

permukaan sehingga mengganggu fungsi surfaktan. Beberapa penelitian dengan

binatang menyebutkan bahwa terapi surfaktan yang diberikan segera setelah lahir akan

menurunkan derajat beratnya RDS dan kerusakan jalan napas, meningkatkan gas darah,

fungsi paru dan kelangsungan hidup. Beberapa percoban klinik menunjukkan bahwa

terapi surfaktan untuk bayi prematur sangat bermanfaat dan aman. Sepuluh pusat

penelitian dari ALEC menggunakan surfaktan sebagai terapi profilaksis, dan

disebutkan terjadi penurunan insiden RDS sebanyak 30% dibandingkan kontrol dan

menurunkan angka kematian sebasar 48% tanpa efek samping. Tidak mungkin bisa

memprediksi bayi prematur yang akan terkena RDS atau tidak sehingga sejauh ini

terapi surfaktan masih sangat bermanfaat.Beberapa alasan yang dikemukakan tentang

tidak diberikannya surfaktan pada saat bayi prematur lahir (sebagai profilaksis) karena

dianggap memberikan surfaktan yang tidak perlu pada beberapa bayi yang tidak

terkena RDS , disamping itu harganya mahal sehingga sebaiknya digunakan bila

37
memang benar diperlukan.Beberapa uji coba klinik menyatakan bahwa pemberian

surfaktan dini mungkin dapat membahayakan sehingga hanya diberikan pada

RDS yang berat. Ada juga yang berpendapat bahwa pemberian surfaktan segera

setelah bayi prematur lahir dapat mempengaruhi resusitasi dan stabilisasi bayi. Bila

pemberian surfaktan sama efektifnya jika diberikan beberapa jam setelah lahir, maka

pemberian surfaktan dini yaitu segera setelah lahir menjadi tidak relevan.Yost dan Soll,

2003 menyatakan bahwa ada data yang menunjang tentang pemberian awal

(profilaksis) lebih baik daripada pemberian yang lebih lambat. Beberapa uji klinik

memberikan informasi yang berbeda tentang pengaruh pemberian dua surfaktan dalam

hal oksigenasi, ventilasi, dan beratnya gejala RDS. Semua uji coba menunjukkan

perbaikan dalam pertukaran gas, dan beratnya RDS dengan menggunakan surfaktan

profilaksis.

Kattwinkel dkk, menunjukkan bahwa surfaktan profilaksis berhubungan dengan

rendahnya angka kejadian RDS sedang, terutama pada bayi dengan masa gestasi

kurang dari 30 minggu. Disamping itu dapat menurunkan pemakaian oksigen dan

ventilasi yang cenderung berlebihan pada beberapa hari pertama setelah lahir,

menurunkan tekanan jalan napas rata-rata lebih dari 48 jam pertama untuk bayi dengan

ventilasi dan beberapa bayi membutuhkan tambahan oksigen sampai 28 hari. Menurut

Bevilacqua dkk, FIO2 maksimum turun selama 28 hari pertama pada bayi yang diberi

profilaksis dibandingkan kelompok kontrol. Tidak ada satupun dalam uji klinik

pemberian surfaktan profilaksis yang memberikan efek merugikan pada saat

pemberian maupun sesudahnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh kelompok studi

penelitian neonatus di Texas tentang keberhasilan dan keselamatan pemberian

38
surfaktan dini terhadap 132 bayi RDS ringan sampai sedang dengan berat 1250 gram,

masa gestasi 36 minggu, usia postnatal 4 -24 jam . Dalam penelitian ini disebutkan

bahwa tanpa pemberian surfaktan dini, didapatkan hanya 43% bayi RDS yang

memakai ventilasi,dan dalam waktu singkat yaitu 31 jam. Secara keseluruhan

disebutkan bahwa pemberian rutin yang direncanakan pada bayi prematur, tidak

direkomendasikan(Rismawati, 2017)

39
STr No. Dokumen :
STANDARD OPERASIONAL
PROSEDUR No. Revisi :

TERAPI SURFAKTAN Halaman :

Unit : Laboratorium Keperawatan Petugas / pelaksana


:
Perawat, dosen, CI,
Mhs.
Pengertian Zat yang terdiri dari fosfolipid, neutral lipid,dan protein
Surfaktan yang membentuk lapisan di antara permukaan alveolar dan
mengurangi kolaps alveolar dengan cara menurunkan
ketegangan permukaan alveoli

Indikasi Pengobatan profilaksis untuk


A. Bayi dengan resiko tinggi mengalami PMH karena
prematuritas (<32 minggu) atau BBLR (<1300 gr),
yang diduga kuat mempunyai paru imatur.
B. Bayi dengan bukti laboratorium mengalami
defisiensi surfaktan seperti rasio lesitin/sfingomielin
kurang dari 2:1.
C. Tes kocok menunjukan imaturitas paru-paru.

Pengobatan penyelamatan atau terapeutik


diindikasikan untuk bayi prematur atau cukup bulan
yang memerlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi
mekanik yang disebabkan oleh

40
A. Peningkatan usaha napas yang di tandai dengan
peningkatan frekuensi napas,retraksi substrenal dan
suprasternal,merintih atau napas cuping hidung.
B. Peningkatan kebutuhan oksigen yang ditandai
dengan warna kulit pucat atau sianosis,gelisah, dan
penurunan PaO2,SaO2 walaupun FiO2 meningkat.
Kedua kondisi tersebut diatas disertai adanya bukti
klinis PMH, yaitu:
1. Karakteristik PMH pada foto thorak
2.Mean Airway Pressure lebih tinggi dari 7 cmH2O
untuk mempertahankan PaO2, SaO2, atau SpO2
3.Sindroma Aspirasi Mekonium dan Pneumonia

Fungsi 1. Surfaktan paru-paru sangat diperlukan untuk fungsi


normal paru setelah lahir
2. Kekurangan surfaktan primer pada bayi preterm
akan menghambat pengisian udara ke paru-paru, dan
menyebabkan sindrom gawat napas
Persiapan tempat Peralatan untuk memberikan surfaktan
dan alat 1. semprit yang berisi surfaktan dengan dosis yang
dianjurkan ,hangat sampai sama dengan suhu
ruangan
2. Pipa lambung ukuran Fr.5 atau kateter
3. Ventilator mekanik
Peralatan Resusitasi
1. Laringoskop dan pipa endotrakeal
2. Balon dan sungkup
3. Sumber oksigen

41
4. Perlengkapan penghisap (kateter,sarung tangan
steril,botol dan vakum generator )
Peralatan untuk memonitor
1. monitor volume tidal neonatal bila ada
2. Pulse oksimetri

Persiapan pasien

Persiapan
lingkungan

Pelaksanaan PROSEDUR INSTILASI SURFAKTAN

1. Siapkan dosis surfaktan sebelum dimasukkan


2. Pastikan tidak ada perubahan warna dari surfaktan
3. Apabila terdapat endapan di dasar vial, secara berhati-
hati supaya endapan hilang,”jangan dikocok”
4. Hangatkan surfaktan dengan meletakkan di suhu
kamar selama 20 mnt.jangan mengunakan filter atau
dikocok
5. Sambungkan spuit yang telah terisi surfaktan dengan
cateter no 5 dengan lubang di ujung atau
menggunakan pipa lambung no 5 .aisi kateter tersebut
dengan surfaktan.
6. Sebelum surfaktan diberikan pastikan petensi dan
letak pipa endotrakeal. Jika perlu lakukan isap lendir
sebelum surfakta dimasukkan

42
CARA MEMASUKKAN SURFAKTAN ADA 2 CARA
:
1. Surfaktan dimasukkan dalam sekali pemberian pada
posisi terlentang kepala lurus sedikit extensi
2. setelah dimasukkan dosis pertama lakukan ventilasi
dengan balon dan sungkup dengan kecepatan 60x/mnt
dan konsentrasi oksigen 100% sebelum masuk dosis
berikutnya.Ventilasi dilakukan selama paling tidak 30
detik sampai bayi stabil.
3. Jangan lakukan suction setelah pemberian surfaktan
4. B. Surfaktan dibagi menjadi 3 dosis dan dimasukkan
secara sama dengan posisi bayi sebagai berikut:
5. Bayi terlentang dengan posisi kepala lurus
6. Bayi terlentang dengan kepala menoleh ke kanan
7. Bayi terlentang dengan kepala menoleh ke kiri

PERSIAPAN
1. Timbang bayi
2. Lakukan intubasi dengan pipa endotrakeal yang
sesuai
3. Stabilkan kondisi bayi
4. Masukkan surfaktan secepatnya ,dalam 15 mnt
pertama setelah lahir sesuai prosedur intilasi
surfaktan
TERAPI
A. Dosis pertama harus segera diberikan
setelah bayi terdiagnosis PMH,paling baik
dalam 8 jam pertama.
B. Sesat sebelum instilasi ganti setting ventilator
sebagai berikut:

43
1. respiratory Rate 60 kali/ mnt
2. inspirasi time : 0,5 detik
3. FiO2 :100 %
4. Instilasi surfaktan sesuai prosedur

Sikap

Evaluasi

44
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

surfaktan merupakan terapi yang penting dalam menurunkan angka kematian

dan angka kesakitan bayi prematur. Disebut terapi profilaksis bila surfaktan diberikan

pada waktu pertolongan pertama pada bayi prematur yang baru lahir melalui

endotrakheal tube. Sampai saat ini masih ada perbedaan pendapat tentang waktu

pemberian surfaktan, apakah segera setelah lahir (pada bayi prematur) atau setelah ada

gejala Respiratory Distress Syndrome. Alasan yang dikemukakan sehubungan dengan

pemberian profilaksis berhubungan dengan epithel paru pada bayi prematur akan

mengalami kerusakan dalam beberapa menit setelah pemberian ventilasi. Respiratory

Distress Syndrome (penyakit membran hialin) merupakan penyebab terbanyak dari

angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur. Hal ini disebabkan adanya

defisiensi surfaktan yang menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi

udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang

menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak napas.

Pemberian surfaktan merupakan salah satu terapi rutin yang diberikan pada bayi

prematur dengan RDS.

Tidak ada keraguan tentang manfaat pemberian terapi surfaktan pada kasus-kasus

dimana masalah pernafasan pada bayi prematur disebabkan oleh kekurangan surfaktan.

Surfaktan juga menunjukkan manfaat pada penyakit par-paru lain, yaitu aspirai

mekonium perdarahan pulmonal dan hipertensi pulmonal Walaupun tidak semua bayi

45
memberikan respon yang baik terhadap terapi surfaktan ini, itu lebih disebabkan karena

ikut campurnya kondisi patofisiologi seperti asfiksia, pnemonia kongenital, perdarahan

dan pulmonal. Analisa retrospektif menunjukkan, bayi dengan asfiksia atau gawat

nafas berat sering menunjukkan respon yang buruk terhadap pemberian surfaktan.

46
DAFTAR PUSTAKA

Anisa.W. “Penggunaan Surfaktan Pada Neonatal Intensive Care Units.” Sari Pediatri,

Vol. 7, No. 4, Maret 2006: 225 - 231, 2016.

Fajariyah, sri, Utami. “Terapi Surfaktan pada Penyakit Membran Hyalin.” Jurnal

Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 3, No. 3, Oktober 2016: 194-202, 2018.

Harianto, Agus. “Pemberian surfaktan pada bayi prematur dengan respiratory distress

sindrom.” Lab/SMFIlmuKesehatanAnakFK.Unair, 2017.

Ketut, suardana. “Kerja Surfaktan Dalam Pematangan Paru BayI PRETERM.” E-

Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 1, No 2 (2016), 2016.

Kurniadi, Rizki. “Pemberian terapi surfaktan pada bayi prematur.” 2016.

Nur.A.“Pemberiansurfaktanpadabayiprematurdenganrespiratorydistresssyndrome.”

2016.

Partini P. Pelayanan Kesehatan Anak Terpadu. 2017.

Rembulan, Ayu. “Peran Kortikosteroid dalam Pematangan Paru Intrauterin.” Majority

| Volume 6| Nomor 3 | Juli 2017| 142, 2017.

Rismawati, Andiy. “Pemberian Surfaktan Pada Bayi.” Bika/Fk-Unhas/Rsup

47
Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, 2017.

Sholeh, Kosim. “Gawat Darurat Neonatus pada Persalinan Gawat Darurat Neonatus

pada Persalinan Gawat Darurat Neonatus pada Persalinan Preterm.” Sari Pediatri,

Vol. 7, No. 4, Maret 2006: 225 - 231, 2015.

48

Anda mungkin juga menyukai