4 Alterasi Hidrotermal
Alterasi hidrotermal adalah pergantian mineral dan komposisi kimia yang terjadi pada batuan
ketika berinteraksi dengan fluida hidrotermal (White, 1996). Bateman (1956), menyatakan
bahwa fluida hidrotermal adalah suatu cairan atau fluida yang panas (100°-500°C), yang
bergerak mendekati permukaan dengan membawa senyawa-senyawa logam maupun non
logam. Fluida ini merupakan larutan sisa pembekuan magma. Fluida hidrotermal membawa
berbagai unsur yang dapat mengalami pengendapan, diantaranya unsur Na, K, Ca, Cl sebagai
komponen utama serta unsur- unsur minor seperti Mg, B, S, Sr, CO₂, H₂S, NH₄, Cu, Pb, Zn,
Sn, Mo, Ag, Au, dan lain sebagainya (Guilbert dan Park, 1986).
Browne (1978) dalam Corbett dan Leach (1998), menjelaskan bahwa suatu proses alterasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti:
1) Temperatur (termasuk temperatur fluida, kedalaman, dan tekanan)
2) Kimia fluida (pH)
3) Konsentrasi dan komposisi fluida
4) Komposisi batuan induk
5) Kinetika dari reaksi yang terjadi
6) Lamanya proses interaksi
7) Permeabilitas batuan
White (1996) menjelaskan bahwa pengaruh alterasi hidrotermal terhadap batuan dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu:
Gambar 3.1. Kelompok mineral alterasi berdasarkan variasi suhu dan tekanan
(Corbett dan Leach, 2009)
4) Alterasi propilitik
Alterasi propilitik merupakan alterasi yang kompleks yang dicirikan oleh kehadiran
klorit, epidot, albit, dan karbonat (kalsit, dolomit dan ankerit). Serisit, pirit dan magnetit
dapat hadir dalam jumlah minor, sedangkan zeolit dan montmorilonit dapat juga hadir
namun kelimpahannya sangat sedikit. Alterasi ini terbentuk pada pH netral hingga
alkalin.
5) Silisifikasi
Alterasi silisifikasi terjadi akibat meningkatnya proporsi kuarsa atau silika
kriptokristalin dalam batuan yang teralterasi. Silika tersebut dapat berasal dari larutan
hidrotermal seperti pada cherthy limestone yang dapat berasosiasi dengan endapan
timbal-seng-fluorit-barit atau sebagai hasil sampingan dari alterasi pada feldspar atau
mineral lainnya selama proses leaching.
6) Potasik
Zona ini dicirikan dengan kehadiran biotit sekunder dan k-feldspar sekunder, serta
magnetit, serisit, anhidrit, dan sedikit mineral sulfida (kalkopirit, bornit, pirit, dan
molibdenit) yang berada di dalam veinlets dan tersebar dalam zona K-silikat. Zona
potasik terbentuk pada saat awal terbentuk tubuh intrusi porfiri.
Tabel 3.1. Klasifikasi jenis alterasi (Dirangkumi dari Meyer dan Hemley, 1967;
Guilbert dan Park, 1987, dan Reyes dan Gigenbach, 1992)
MINERAL
JENIS MINERAL
PENCIRI SUHU KIMIA FLUIDA
ALTERASI AKSESORIS
ALTERASI
Kaolinit,
Sulfida, zeolit, Kondisi pH netral,
Argilik montmorilonit, <200°C
kuarsa, kalsit aCa+/aH+ moderat
illite, smektit
Sulfida, oksida, pH netral tetapi
Serisit dan
Filik kuarsa, kaolinit >220°C kandungan aH+/aK+
kuarsa
(minor) meningkat
pH netral
Epidot, klorit, Kuarsa, illit, dan kandungan
Propilitik 250°C
kalsit sulfida aCa+/zH+ relatif
tinggi
K-Feldspar, Kuarsa, Serisite,
Potasik >300°C Kondisi pH Basa
Magnetite, Pirit
Biotite
Argilik
Kalsedon,
lanjut Kaolinit, dan
kristobalit, kuarsa 180°C Kondisi pH asam
(temperatur alunit
dan pirit
rendah)
Argilik
Pirofilit,
lanjut Kuarsa, sulfida, 250°C -
diaspor, dan Kondisi pH asam
(temperatur enargit, luzonit 320°C
andalusit
tinggi)
Kuarsa,
Silisifikasi alunit, barit, pirit <200°C Kondisi pH netral
kalsedon, Kalsit