Anda di halaman 1dari 2

Pada 1785, kerajaan Arakan ditaklukkan oleh tentara Burma.

Saat itu gesekan tidak pernah terjadi antara Muslim Rohingya dengan
warga asli Arakan. Kondisi berubah sejak Inggris menaklukkan Arakan
pada 1825. Myanmar menjadi bagian dari British India, membuat ratusan
ribu warga Bangladesh membanjiri Arakan untuk bekerja.
Imigrasi massal ini memang meningkatkan perekonomian Arakan, tapi
warga setempat marah karena merasa pekerjaan mereka direbut. Warga
Rohingya yang telah lama tinggal di tempat itu kena getahnya, mulai
dijuluki "Bengali" atau pendatang ilegal dari Bangladesh.
Hubungan kedua etnis memburuk setelah pada Perang Dunia II Inggris
mempersenjatai warga Muslim untuk berperang dengan warga Rakhine
yang kebanyakan memihak Jepang.

Pengungsi Rohingya (Foto: AP Photo/S. Yulinnas)


Tidak diakui negara
Usai perang, permusuhan terhadap warga Rohingya tetap ada.
Rohingya tidak dianggap bagian dari 135 etnis yang diakui negara karena
dianggap warga Bangladesh. Myanmar beranggapan Rohingya tidak
memenuhi syarat undang-undang kewarganegaraan di tahun 1982 yang
mengharuskan sebuah etnis menetap di negara itu sejak sebelum tahun
1823.
Celakanya Bangladesh juga tidak mengakui Rohingya.
Pada pertengahan 1990-an, Bangladesh merepatriasi sekitar 200 ribu
Rohingya ke Myanmar. Di Myanmar mereka tidak diakui, tidak bisa
mendapatkan jaminan sosial, sulit menempuh pendidikan, dan rawan jadi
korban kekerasan.
Rohingya sendiri bersikeras bukan orang Bangladesh. Mereka berpegang
teguh pada sejarah mereka yang kaya di kerajaan Arakan. Atas dasar ini,
mereka ingin dianggap sebagai salah satu etnis pribumi Myanmar.
Perbedaan identitas memunculkan bencana kemanusiaan. Konflik
horizontal memuncak pada tahun 2012 antara Rohingya dan penduduk
Arakan. Sejak saat itu kekerasan terhadap orang-orang Rohingya
berlangsung secara sistematis.
Pengungsi Rohingya di Bangladesh (Foto: File/AP Photo)
Sebanyak 200 orang tewas dan 150 ribu dibawa ke kamp penampungan.
PBB mencatat jumlah etnis Rohingya saat ini mencapai 1,5 juta orang.
Sebanyak 159 ribu orang lari dari Myanmar menyeberang samudera
sebagai “manusia perahu”, hanya 82 ribu yang memiliki perlindungan legal
dari PBB.
Di laut mereka menjadi korban perdagangan manusia atau mati kelaparan.
Di Myanmar mereka teraniaya. Di Bangladesh diusir.
Kehidupan Rohingya serba salah.

Anda mungkin juga menyukai