Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERKEMBANGAN PERKERETAAPIAN DI BANDUNG – CIANJUR


SUKABUMI

Disusun Oleh:

Dita Nurmelani 22-2014-099

Dosen:

Herman, Ir., MT.

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL

BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT beserta Rasul-Nya yang telah
memberikan segala rahmat, nikmat, dan karunia sehingga tugas pembuatan
makalah tentang Harapan untuk Kereta Api di Masa Mendatang ini bisa
diselesaikan. Penyususan makalah ini masih perlu penyempurnaan sehingga
memerlukan saran dan masukan serta kritik yang akan menyempurnakan makalah
ini sehingga dapat lebih mudah digunakan dan bermanfaat.

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Rekayasa Jalan Rel
dan diharapkan mampu menjadi sebuah sarana pembelajaran. Demikian harapan
penyusun sebagai mahasiswa, sangat berharap mampu menyusun makalah dengan
sebaik-baiknya.

Bandung, Oktober 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. i


DAFTAR ISI ………………………………………………………………….... ii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………... iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………… 2
1.3 Tujuan Penulisan ...……………………………………………... 2
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………............. 3
2.1 Sejarah Kota Sukabumi ……………………………………….... 3
2.2 Profil Kota Sukabumi ……………...…………….....…………... 4
2.2.1 Kondisi Fisik ....………………………………………..... 4
2.2.2 Kondisi Perekonomian ………………………………...... 4
2.3 Sejarah Perkeretaapian Bandung - Cianjur - Sukabumi ………… 5
2.4 Perkembangan Perkeretaapian Bandung - Cianjur - Sukabumi
Saat Ini dan Masa Mendatang ....................................................... 9
2.4.1 Perkembangan Perkeretaapian Saat Ini ...………….......... 9
2.4.2 Perkembangan Perkeretaapian Masa Mendatang ….......... 10

BAB III KESIMPULAN……………………………………………………….... 11


3.1 Kesimpulan …………………………………………………............... 11
3.2 Saran …………………………………………………......................... 11

ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Stasiun Lampegan ................................................................... 7
Gambar 2.2 Kereta Api Bandung - Cianjur - Sukabumi ……………............. 9
Gambar 2.3 Terowongan Lampegan ……………........................................... 9
Gambar 2.4 Tarif Karcis Kereta Api Tahun 1890-an ............................. 9

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kereta api didefinisikan sebagai sarana transportasi berupa kendaraan dengan


tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya,
yang bergerak di rel. Kereta api hanya dapat bergerak atau berjalan pada lintasan
dan atau jaringan rel yang sesuai dengan peruntukannya, hal ini menjadi
keunggulannya karena tidak terganggu dengan lalu lintas lainnya, tetapi dilain
pihak kereta api menjadi angkutan yang tidak fleksibel karena jaringannya terbatas.

Kereta api telah menjadi salah satu alternative moda transportasi darat yang
aman, nyaman dan ekonomis. Dalam pengoprasiannya, hal tersebut tergantung
kepada kesempurnaan kondisi sarana dan prasarananya. Jalan rel sebagai prasarana
transportasi memerlukan sistem pemeliharaan yang baik demi kelancaran kegiatan
operasional.

Sistem kereta api yang semakin berkembang membuat penumpang lebih


antusias memilih transportasi ini, dibandingkan dengan transportasi lainnya.
Suasana didalam gerbong saat ini lebih nyaman, tanpa desak-desakan dan tenang
tanpa pedagang asongan yang ramai.

Di Pulau Jawa perkembangan alat transportasi darat dengan menggunakan


tenaga mekanik tidak lepas dari peran Pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah pada
waktu itu berupaya memajukan sarana transportasi yang lebih baik guna
memudahkan pengangkutan hasil produksi perkebunan dari daerah-daerah di Jawa.
Khusus di Priangan yang pada saat itu merupakan salah satu wilayah unggulan
karena hasil perkebunannya selalu menguntungkan, Pemerintah Hindia Belanda
menyediakan layanan transportasi bagi kelangsungan pengusaha-pengusaha
swasta.

Salah satu kabupaten di Priangan yang wilayahnya banyak dijadikan tempat


berdirinya perkebunan-perkebunan swasta adalah Kabupaten Cianjur.

1
Perekebunan-perkebunan di Kabupaten Cianjur tersebar di dua afdeling, yaitu
Afdeling Cianjur dan Afdeling Sukabumi (Dienaputra, 2004: 92). Di Afdeling
Sukabumi pada akhir abad ke-19 telah dibangun jalur transportasi kereta api.
Pembangunan rel kereta api dilakukan secara bertahap, meneruskan jalur yang
sebelumnya telah ada yaitu dari Batavia ke Buitenzorg. Tahap awal pembangunan
kereta api di Sukabumi sepanjang 27 kilometer menghubungkan Buitenzorg dengan
Distrik Cicurug. Tahap pembangunan selanjutnya menghubungkan jalur Cicurug
dengan Sukabumi melalui Distrik Ciheulang sepanjang 30 kilometer, dan
Pembangunan terakhir menghubungkan Sukabumi dengan Cianjur dengan panjang
39 kilometer (Hardjasaputra, 2002: 207). Keberadaan transportasi kereta api
diperlukan untuk mendukung perkembangan perkebunan-perkebunan teh swasta di
Afdeling Sukabumi, terutama sebagai alat angkut hasil produksi. Dalam
perkembangannya alat tranportasi ini telah mendorong terjadinya heterogenitas
penduduk di Afdeling Sukabumi, karena mobilitas penduduk dari dan ke wilayah
semakin mudah (Dienaputra, 2004: 94).

Ada beberapa keuntungan ketika memilih transportasi ini yaitu:

1. Jadwal pemberangkatan dan kedatangan yang tepat waktu.


2. Fasilitas terminal listrik untuk mengisi daya smartphone, dll.
3. AC ruangan yang semakin dingin dan sejuk,
4. Pemesanan tiket bisa secara online dan tanpa antri.
5. Keamanan menjadi prioritas.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah perkeretaapian perjalanan Bandung - Cianjur - Sukabumi?


2. Sejauh mana perkembangan perkeretaapian Bandung - Cianjur - Sukabumi?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka makalah ini bertujuan untuk


mengetahui bagaimana perkeretaapian, sejarah perkeretaapian, serta perkembangan
perkeretaapian Bandung - Cianjur - Sukabumi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Kota Sukabumi

Nama "Soekaboemi" pertama kali digunakan di tanggal 13 Januari 1815


dalam catatan arsip Hindia Belanda oleh Andries Christoffel Johannes de Wilde,
seorang ahli bedah dan administratur perkebunan kopi dan teh berkebangsaan
Belanda (Preanger Planter) yang membuka lahan perkebunan di Kepatihan
Tjikole. Dalam laporan surveynya, De Wilde mencantumkan nama Soeka Boemi
sebagai tempat ia menginap di Kepatihan Tjikole. De Wilde lalu mengirim surat
kepada temannya Nicolaus Engelhard yang menjabat sebagai administrator Hindia
Belanda, dimana ia meminta Engelhard untuk mengajukan penggantian nama
Kepatihan Tjikole menjadi Kepatihan Soekaboemi kepada Thomas Stamford
Raffles, Gubernur Hindia Belanda saat itu.

Terdapat dua pendapat mengenai asal nama Sukabumi yang digunakan oleh
De Wilde. Pendapat pertama mengatakan bahwa nama Sukabumi berasal dari
kata Bahasa Sunda, yaitu Suka dan Bumen (Menetap) yang bermakna suatu
kawasan yang disukai untuk menetap, dikarenakan iklim Sukabumi yang sejuk.
Pendapat kedua mengatakan bahwa nama Sukabumi berasal dari kata Bahasa
Sanskerta, yaitu Suka (kesenangan, kebahagiaan, kesukaan) dan Bhumi (Bumi,
Tanah) sehingga nama Sukabumi memiliki arti "Bumi yang disenangi" atau "Bumi
yang disukai".

De Wilde sendiri lalu menjual kembali tanahnya di Soekaboemi kepada


pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1823. Lokasi strategis Soekaboemi diantara
Batavia dan Bandoeng dan hasil buminya yang banyak menyumbang pemasukan
bagi pemerintah Hindia Belanda merupakan faktor dibangunnya jalur kereta dari
Boeitenzorg ke Soekaboemi yang terhubung pada tahun 1882. Jalur yang dibangun
oleh perusahaan Staatspoorwagen ini menjadi jantung distribusi dalam
pengangkutan hasil bumi seperti teh, kopi, dan kina ke pelabuhan Tandjoeng Priok
di Batavia.

3
2.2 Profil Kota Sukabumi

2.2.1 Kondisi Fisik

Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat serta bagian
barat daya dari wilayah Priangan pada koordinat 106° 45’ 50’’ Bujur Timur dan
106° 45’ 10’’ Bujur Timur, 6° 49’ 29’’ Lintang Selatan dan 6° 50’ 44’’ Lintang
Selatan, terletak di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang ketinggiannya
584 m di atas permukaan laut, dengan suhu maksimum 29 °C.

Kota ini terletak 120 km sebelah selatan Jakarta dan 96 km sebelah


barat Bandung, dan wilayahnya berada di sekitar timur laut wilayah Kabupaten
Sukabumi serta secara administratif wilayah kota ini seluruhnya berbatasan dengan
wilayah Kabupaten Sukabumi. Kota Sukabumi secara budaya merupakan bagian
dari wilayah Priangan Barat.

Wilayah Kota Sukabumi berdasarkan PP No. 3 Tahun 1995 adalah 48,423


km² yang terbagi dalam 5 kecamatan dan 33 kelurahan. Selanjutnya berdasarkan
Perda Nomor 15 Tahun 2000 tanggal 27 September 2000, wilayah administrasi
Kota Sukabumi mengalami pemekaran menjadi 7 kecamatan dengan 33 kelurahan.
Kecamatan Baros dimekarkan menjadi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Lembursitu,
Kecamatan Baros, dan Kecamatan Cibeureum. Pada tahun 2010 Kota Sukabumi
terdiri dari 7 kecamatan, meliputi 33 kelurahan, 350 RW, dan 1.521 RT.

2.2.2 Kondisi Perekonomian

Kota Sukabumi merupakan wilayah administratif tingkat II di propinsi Jawa


Barat yang terdiri dari 7 kecamatan dan 33 kelurahan. Berdasarkan hasil proyeksi
pertengahan tahun, jumlah penduduk kota Sukabumi tahun 2013 sebesar 311.822
jiwa dengan rincian: 158.175 penduduk laki-laki (50,73%) dan 153,647 penduduk
perempuan (49,27%). Dengan luas wilayah sekitar 48 KM 2 , kepadatan penduduk
di Kota Sukabumi sekitar 6.496 jiwa/km 2 . Kepadatan tertinggi berada di
kecamatan Citamiang yang merupakan wilayah kecamatan tersempit dan berlokasi
dekat dengan pusat perbelanjaan dan kepadatan penduduk terendah berada di
kecamatan Lembursitu.

4
Tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Sukabumi yang diwujudkan dalam laju
pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menunjukkan kemajuan
yang relatif lambat.

Pada awal terjadinya krisis ekonomi pertengahan tahun 1997 tingkat


pertumbuhan ekonomi Kota Sukabumi masih relatif normal yaitu 3,86%, tetapi
pada tahun 1998 sebagai puncak dari krisis ekonomi tingkat pertumbuhannya
merosot tajam sampai minus 17,15%. Dari data tahun 2001, kontribusi yang cukup
signifikan membangun perekonomian Kota Sukabumi yaitu sector perdagangan,
hotel, dan restoran (45,77%) dari total ekgiatan ekonomi kota sebesar Rp 1,2 triliun,
kemudian diikuti oleh sektor jasa-jasa (16,97%), sector pengangkutan dan
komunikasi (14,99%). Sedangkan sektor lainnya (22,27%) meliputi sektor
bangunan, listrik, gas, dan air bersih, industry pengolahan, keuangan, pertanian, dan
pertambangan dan penggalian.

2.3 Sejarah Perkeretaapian Bandung - Cianjur - Sukabumi

Stasiun Lampegan (LP) adalah stasiun kereta api kelas III/kecil yang terletak
di Cimenteng, Campaka, Ciajur. Stasiun yang terletak pada ketinggian +439 mete
(sebelumnya +652 meter) ini termasuk dalam Daerah Operasi II Bandung dan
merupakan stasiun yang lokasinya paling barat di Kabupaten Cianjur. Stasiun ini
sejak akhir tahun 2017 telah dilengkapi papan petunjuk kedatangan dan
keberangkatan seperti layaknya bandara.

Stasiun ini dibangun pada tahun 1879-1882 dan digunakan untuk merawat
dan mengawasi Terowongan Lampegan yang berada didekatnya. Awalnya stasiun
ini memiliki dua jalur dengan 2 jalur sebagai sepur lurus ditambah satu sepur badug
di sebelah barat, namun kini jalur 1 dan weselnya sudah dibongkar karena peristiwa
anjloknya KA Siliwangi di wesel dekat mulut terowongan dan saat ini hampir tidak
pernah terjadi persilangan dan persusulan antar kereta api di stasiun ini.

5
Nama Lampegan yang disandang oleh stasiun dan terowongan ini berasal dari
kejadian saat Terowongan Lampegan dibangun. Yaitu pada saat terjadi dialog
antara para pekerja terowongan. Pada tahun 2001, Terowongan Lampegan tertutup
mulutnya oleh tanah longsor. Setelah kejadian itu, stasiun ini sempat diperbaiki
kembali, namun belum sempat dilintasi kembali, longsor kembali terjadi pada tahun
2006 di petak Cibeber - Lampegan sehingga perjalanan kereta api dari arah Stasiun
Padalarang hanya sampai Stasiun Cianjur. Renovasi stasiun dan terowongan
dilakukan setelah kejadian ini dan stasiun berfungsi kembali pada tahun 2010.
Stasiun ini melayani perjalanan kereta api jalur Bandung - Sukabumi dengan Kereta
Api Cianjuran jurusan Sukabumi - Ciroyom (sebelumnya dari Stasiun Bandung).

Gambar 2.1 Stasiun Lampegan

Gambar 2.2 Kereta Api Bandung – Cianjur - Sukabumi

6
Gambar 2.3 Terowongan Lampegan

Rencana pembangunan kereta api di daerah Sukabumi dikemukakan oleh dua


orang pejabat Belanda, yakni Maarschalk dan Mijners. Mereka menyarankan agar
membangun jalur kereta api yang menghubungkan Bogor dengan Bandung melalui
jalur Sukabumi. Selanjutnya, dari Bandung jalur kereta api akan dilanjutkan ke
sepanjang daerah Jawa bagian Selatan yang menghubungkan Cilacap dan
Yogyakarta. Biaya yang dibutuhkan sekitar f 114.000,00 untuk setiap kilometernya,
jadi bila dihitung secara keseluruhan menghabiskan biaya sekitar f 20.862.000,00
untuk 163 kilometer (Spoorweg -aanleg op Jaa. v Het Wetsonderwerp tot
Bektachtiggi n van Vier Overeenkomstentussen den Staat en de Nederl. Indische
Spoorweg-Maatachapij dalam Susatyo, 2008: 28). Keberadaan transportasi kereta
api di Sukabumi juga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteran rakyat.
Sukabumi yang memiliki potensi tanah yang subur, tidak ada alasan bagi rakyatnya
untuk tidak mengembangkan usahnya baik dalam bidang pertanian, perkebunan,
dan pertambangan yang diperkirakan oleh ahli geologi terdapat beberapa titik atau
lokasi di Sukabumi yang memiliki potensi dalam hasil pertambangan. Dengan
adanya jaringan transportasi yang baik diharapkan mereka dapat memaksimalkan
dengan baik, terutama untuk pengangkutan hasil produksi. Pemasaran hasil bumi
waktu itu tidak hanya di dalam lingkup wilayah Sukabumi saja, melainkan sudah
terjadi perdagangan antar kota seperti Jakarta, Bogor, Cianjur, dan Bandung.

7
Pembangunan perkeretaapian di Sukabumi dikerjakan oleh Perusahan
Pemerintah (SS). Pelaksanaan pembanguan ini dikerjakan dengan sangat teliti.
Mereka tidak mau ambil risiko seperti yang pernah dirasakan NISIM sebelumnya.
Pada tahapan pembangunan kereta api jalur Sukabumi, daerah Bogor menjadi pusat
bahan-bahan bangunan kereta api, semua keperluan perlengkapan dihimpun dan
disimpan di Bogor. Waktu itu ditunjuk sebagai inspektur adalah jenderal David
Maarschalk, ia berkedudukan di Bogor sebagai penanggung jawab pembangunan
kereta api di jalur Sukabumi. Pembangunan lajur kereta api di Sukabumi terbagi ke
dalam tiga tahap, yaitu tahap pertama pada tanggal 5 Oktober 1881 dari
BogorCicurug sepanjang 27 kilometer, tahap kedua 21 Maret 1882, meneruskan
dari Cicurug-Sukabumi sepanjang 31, kilometer dan tahap ketiga pada tanggal 10
Mei 1883 dari Sukabumi-Cianjur sepanjang 39 kilometer (Santoso, 1988: 29 dan
Supratman, 2008: 34-35). Pembangunan kereta api jalur Sukabumi membutuhkan
banyak sekali tenaga kerja. Biasanya pemerintah atau SS menempatkan insinyur
yang ahli di bidang perkeretaapian. Adapun tenaga kerja tersebut terdiri dari
pelaksana, mandor, pengawas dan kuli. Untuk pekerja pelaksana, mandor, dan
pengawas mereka adalah orang-orang Eropa yang paham betul tentang teknologi
kereta api. Untuk kuli atau pekerja kasar dikerjakan oleh orang Cina dan Pribumi.
Terdapat tiga golongan pada pekerja kuli, yaitu kuli wajib, kuli bebas dan kuli
musiman. Kuli wajib biasanya dilakukan oleh orang pribumi, meski ada sebagian
yang jadi kuli bebas atau kuli musiman. Sementara yang memegang kuli bebas atau
kuli musiman pada umumnya dipegang oleh orang Cina. Seperti telah disebutkan
di atas bahwa terdapat orang-orang Cina yang bekerja sebagai pemborong membuat
rumah, maka pada saat di Sukabumi dibangun jalan rel, banyak pemborong Cina
ini yang menawarkan jasanya kepada pengawas pembangunan kereta api. Alasan
utama diadakannya kuli wajib dalam pembangunan di wilayah ini karena daerah ini
merupakan daerah yang cukup sulit, banyak melintasi bukit sehingga medan
berkelok-kelok, serta pembangunan terowongan dan jembatan sering kali memakan
korban.
Pembangunan jalur kereta api di Sukabumi yang menghubungkan
BuitenzorgSukabumi-Cianjur selesai pada tahun 1883. Pada tahun 1884, kereta ini
mulai dioperasikan dengan menggunakan lokomotif Seri B 50 pabrikan Manchester

8
tahun 1880-1881. Kecepatan maksimal lokomotif tersebut 60 kilometer per jam,
330 PK dan tekanan gandar 7,50 ton. Lebar rel menggunakan jarak normal (normal-
spoor) yaitu 1,067 meter. Pada jalur kereta api di Sukabumi terdapat satu stasiun,
yaitu Stasiun Sukabumi dan lima halte, yaitu Halte Cicurug, Halte Parung Kuda,
Halte Cibadak, Halte Karang Tengah, dan Halte Cisaat. Dibukanya jalur kereta api
ini telah mempercepat angkutan manusia serta hasil perkebunan yang dibawa ke
Pelabuhan Tanjung Priuk serta memperlancar akses Jakarta-Bandung (Santoso,
1988: 17).

Gambar 2.4 Tarif Karcis Kereta Api Tahun 1890-an

2.4 Perkembangan Perkeretaapian Bandung – Cianjur - Sukabumi Saat


Ini dan Masa Mendatang

2.4.1 Perkembangan Perkeretaapian Saat Ini

Jalur Kereta Api (KA) Bandung – Sukabumi ditutup sejak tahun 1980-an.
Saat ini, proyek tersebut sedang ditangani satuan kerja Departemen Perhubungan
yang melakukan proses revitalisasi dan aktivitas jalur tersebut. Pasalnya, sampai
tahun 2002 layanan KA dari Bandung ke arah Sukabumi sebenarnya masih ada,
tetapi hanya sampai Stasiun Lampegan (antara Cianjur dan Sukabumi). Itu pun
terhenti karena banyaknya rembesan air yang masuk ke terowongan Lampegan.

9
2.4.2 Perkembangan Perkeretaapian di Masa Mendatang

Kereta Api Indonesia saat ini sangat berkembang dengan pesat, terutama di
daerah perkotaan yang ramai. Dengan adanya kereta api lebih cepat dalam
mencapai tujuan. Selain tidak macet, dan bisa menikmati perjalanan dengan
melakukan aktifitas yang bermanfaat tanpa mengurangi waktu perjalanan.

Pembukaan kembali jalur Bandung - Cianjur - Sukabumi ini sangat


diharapkan oleh masyarakat, dan dinilai memiliki nilai strategis, karena memiliki
potensi yang besar untuk angkutan penumpang, angkutan barang dan juga
memungkinkan untuk pengembangan kereta api wisata.

Dengan beroperasionalnya kembali jalur Bandung – Cianjur – Sukabumi


akan memudahkan akses transportasi masyarakat dan diharapkan mempunyai
pelayanan atau fasilitas yang memudahkan masyarakat, dan memberikan
kenyamanan serta keamanan bagi penumpang.

PT. KAI sudah mengalami beberapa perubahan yang lebih baik dibandingkan
beberapa tahun ke belakang, namun harus tetap ditingkatkan karena perkembangan
zaman jauh maju. Seharusnya PT. KAI pun memanfaatkan kecanggihan teknologi,
terlebih lagi generasi yang akan meledak di masa yang akan datang adalah generasi
milineal yang menginginkan segalanya serba mudah dan serba cepat.

10
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Adanya jaringan transportasi kereta api telah membawa perubahan yang


cukup besar di Sukabumi. Alasan itu terjadi karena kereta api secara langsung
mendukung terjadinya mobilitas sosial yang begitu tinggi sehingga menyebabkan
peningkatan jumlah penduduk. Pesatnya jumlah penduduk yang terjadi di
Sukabumi akibat lancarnya arus transportasi juga berkaitan erat dengan faktor
perekonomian. Meningkatnya peluang ekonomi di wilayah ini menarik orang-
orang dari luar untuk mengadu peruntungannya datang ke wilayah ini, sehingga
cepatnya perputaran uang pada masyarakat. Setiap kali kota berkembang di situ
pasti muncul berbagai kegiatan ekonomi, seperti warung-warung, pasar, kantor-
kantor, dan lain-lain. Mobilitas sosial maupun mobilitas barang juga semakin
meningkat.

3.2 Saran

Berdasarkan pembahasan, penulis memberikan masukan atau saran terhadap


beberapa hal, yakni:
1. Dengan menerapkan ticketing yang tidak menggunakan kertas cetak, dapat
digantikan dengan menggunakan kartu. Mempermudah proses check-in,
penumpang cukup menempelkan kartu pada mesin dengan proses yang cepat.
2. Membuat kereta cepat sehingga waktu tempuhnya dapat lebih cepat.
3. Stasiun yang nyaman, bersih dan tertata.
4. Perbaikan palang pintu otomatis untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas
akibat palang pintu yang sudah tidak berfungsi lagi.
5. Peremajaan infrastruktur stasiun perlu dilakukan untuk menjamin
keselamatan penumpang yang ada didalam stasiun.

11

Anda mungkin juga menyukai