Disusun Oleh:
Dosen:
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT beserta Rasul-Nya yang telah
memberikan segala rahmat, nikmat, dan karunia sehingga tugas pembuatan
makalah tentang Harapan untuk Kereta Api di Masa Mendatang ini bisa
diselesaikan. Penyususan makalah ini masih perlu penyempurnaan sehingga
memerlukan saran dan masukan serta kritik yang akan menyempurnakan makalah
ini sehingga dapat lebih mudah digunakan dan bermanfaat.
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Rekayasa Jalan Rel
dan diharapkan mampu menjadi sebuah sarana pembelajaran. Demikian harapan
penyusun sebagai mahasiswa, sangat berharap mampu menyusun makalah dengan
sebaik-baiknya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Stasiun Lampegan ................................................................... 7
Gambar 2.2 Kereta Api Bandung - Cianjur - Sukabumi ……………............. 9
Gambar 2.3 Terowongan Lampegan ……………........................................... 9
Gambar 2.4 Tarif Karcis Kereta Api Tahun 1890-an ............................. 9
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Kereta api telah menjadi salah satu alternative moda transportasi darat yang
aman, nyaman dan ekonomis. Dalam pengoprasiannya, hal tersebut tergantung
kepada kesempurnaan kondisi sarana dan prasarananya. Jalan rel sebagai prasarana
transportasi memerlukan sistem pemeliharaan yang baik demi kelancaran kegiatan
operasional.
1
Perekebunan-perkebunan di Kabupaten Cianjur tersebar di dua afdeling, yaitu
Afdeling Cianjur dan Afdeling Sukabumi (Dienaputra, 2004: 92). Di Afdeling
Sukabumi pada akhir abad ke-19 telah dibangun jalur transportasi kereta api.
Pembangunan rel kereta api dilakukan secara bertahap, meneruskan jalur yang
sebelumnya telah ada yaitu dari Batavia ke Buitenzorg. Tahap awal pembangunan
kereta api di Sukabumi sepanjang 27 kilometer menghubungkan Buitenzorg dengan
Distrik Cicurug. Tahap pembangunan selanjutnya menghubungkan jalur Cicurug
dengan Sukabumi melalui Distrik Ciheulang sepanjang 30 kilometer, dan
Pembangunan terakhir menghubungkan Sukabumi dengan Cianjur dengan panjang
39 kilometer (Hardjasaputra, 2002: 207). Keberadaan transportasi kereta api
diperlukan untuk mendukung perkembangan perkebunan-perkebunan teh swasta di
Afdeling Sukabumi, terutama sebagai alat angkut hasil produksi. Dalam
perkembangannya alat tranportasi ini telah mendorong terjadinya heterogenitas
penduduk di Afdeling Sukabumi, karena mobilitas penduduk dari dan ke wilayah
semakin mudah (Dienaputra, 2004: 94).
2
BAB II
PEMBAHASAN
Terdapat dua pendapat mengenai asal nama Sukabumi yang digunakan oleh
De Wilde. Pendapat pertama mengatakan bahwa nama Sukabumi berasal dari
kata Bahasa Sunda, yaitu Suka dan Bumen (Menetap) yang bermakna suatu
kawasan yang disukai untuk menetap, dikarenakan iklim Sukabumi yang sejuk.
Pendapat kedua mengatakan bahwa nama Sukabumi berasal dari kata Bahasa
Sanskerta, yaitu Suka (kesenangan, kebahagiaan, kesukaan) dan Bhumi (Bumi,
Tanah) sehingga nama Sukabumi memiliki arti "Bumi yang disenangi" atau "Bumi
yang disukai".
3
2.2 Profil Kota Sukabumi
Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat serta bagian
barat daya dari wilayah Priangan pada koordinat 106° 45’ 50’’ Bujur Timur dan
106° 45’ 10’’ Bujur Timur, 6° 49’ 29’’ Lintang Selatan dan 6° 50’ 44’’ Lintang
Selatan, terletak di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang ketinggiannya
584 m di atas permukaan laut, dengan suhu maksimum 29 °C.
4
Tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Sukabumi yang diwujudkan dalam laju
pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menunjukkan kemajuan
yang relatif lambat.
Stasiun Lampegan (LP) adalah stasiun kereta api kelas III/kecil yang terletak
di Cimenteng, Campaka, Ciajur. Stasiun yang terletak pada ketinggian +439 mete
(sebelumnya +652 meter) ini termasuk dalam Daerah Operasi II Bandung dan
merupakan stasiun yang lokasinya paling barat di Kabupaten Cianjur. Stasiun ini
sejak akhir tahun 2017 telah dilengkapi papan petunjuk kedatangan dan
keberangkatan seperti layaknya bandara.
Stasiun ini dibangun pada tahun 1879-1882 dan digunakan untuk merawat
dan mengawasi Terowongan Lampegan yang berada didekatnya. Awalnya stasiun
ini memiliki dua jalur dengan 2 jalur sebagai sepur lurus ditambah satu sepur badug
di sebelah barat, namun kini jalur 1 dan weselnya sudah dibongkar karena peristiwa
anjloknya KA Siliwangi di wesel dekat mulut terowongan dan saat ini hampir tidak
pernah terjadi persilangan dan persusulan antar kereta api di stasiun ini.
5
Nama Lampegan yang disandang oleh stasiun dan terowongan ini berasal dari
kejadian saat Terowongan Lampegan dibangun. Yaitu pada saat terjadi dialog
antara para pekerja terowongan. Pada tahun 2001, Terowongan Lampegan tertutup
mulutnya oleh tanah longsor. Setelah kejadian itu, stasiun ini sempat diperbaiki
kembali, namun belum sempat dilintasi kembali, longsor kembali terjadi pada tahun
2006 di petak Cibeber - Lampegan sehingga perjalanan kereta api dari arah Stasiun
Padalarang hanya sampai Stasiun Cianjur. Renovasi stasiun dan terowongan
dilakukan setelah kejadian ini dan stasiun berfungsi kembali pada tahun 2010.
Stasiun ini melayani perjalanan kereta api jalur Bandung - Sukabumi dengan Kereta
Api Cianjuran jurusan Sukabumi - Ciroyom (sebelumnya dari Stasiun Bandung).
6
Gambar 2.3 Terowongan Lampegan
7
Pembangunan perkeretaapian di Sukabumi dikerjakan oleh Perusahan
Pemerintah (SS). Pelaksanaan pembanguan ini dikerjakan dengan sangat teliti.
Mereka tidak mau ambil risiko seperti yang pernah dirasakan NISIM sebelumnya.
Pada tahapan pembangunan kereta api jalur Sukabumi, daerah Bogor menjadi pusat
bahan-bahan bangunan kereta api, semua keperluan perlengkapan dihimpun dan
disimpan di Bogor. Waktu itu ditunjuk sebagai inspektur adalah jenderal David
Maarschalk, ia berkedudukan di Bogor sebagai penanggung jawab pembangunan
kereta api di jalur Sukabumi. Pembangunan lajur kereta api di Sukabumi terbagi ke
dalam tiga tahap, yaitu tahap pertama pada tanggal 5 Oktober 1881 dari
BogorCicurug sepanjang 27 kilometer, tahap kedua 21 Maret 1882, meneruskan
dari Cicurug-Sukabumi sepanjang 31, kilometer dan tahap ketiga pada tanggal 10
Mei 1883 dari Sukabumi-Cianjur sepanjang 39 kilometer (Santoso, 1988: 29 dan
Supratman, 2008: 34-35). Pembangunan kereta api jalur Sukabumi membutuhkan
banyak sekali tenaga kerja. Biasanya pemerintah atau SS menempatkan insinyur
yang ahli di bidang perkeretaapian. Adapun tenaga kerja tersebut terdiri dari
pelaksana, mandor, pengawas dan kuli. Untuk pekerja pelaksana, mandor, dan
pengawas mereka adalah orang-orang Eropa yang paham betul tentang teknologi
kereta api. Untuk kuli atau pekerja kasar dikerjakan oleh orang Cina dan Pribumi.
Terdapat tiga golongan pada pekerja kuli, yaitu kuli wajib, kuli bebas dan kuli
musiman. Kuli wajib biasanya dilakukan oleh orang pribumi, meski ada sebagian
yang jadi kuli bebas atau kuli musiman. Sementara yang memegang kuli bebas atau
kuli musiman pada umumnya dipegang oleh orang Cina. Seperti telah disebutkan
di atas bahwa terdapat orang-orang Cina yang bekerja sebagai pemborong membuat
rumah, maka pada saat di Sukabumi dibangun jalan rel, banyak pemborong Cina
ini yang menawarkan jasanya kepada pengawas pembangunan kereta api. Alasan
utama diadakannya kuli wajib dalam pembangunan di wilayah ini karena daerah ini
merupakan daerah yang cukup sulit, banyak melintasi bukit sehingga medan
berkelok-kelok, serta pembangunan terowongan dan jembatan sering kali memakan
korban.
Pembangunan jalur kereta api di Sukabumi yang menghubungkan
BuitenzorgSukabumi-Cianjur selesai pada tahun 1883. Pada tahun 1884, kereta ini
mulai dioperasikan dengan menggunakan lokomotif Seri B 50 pabrikan Manchester
8
tahun 1880-1881. Kecepatan maksimal lokomotif tersebut 60 kilometer per jam,
330 PK dan tekanan gandar 7,50 ton. Lebar rel menggunakan jarak normal (normal-
spoor) yaitu 1,067 meter. Pada jalur kereta api di Sukabumi terdapat satu stasiun,
yaitu Stasiun Sukabumi dan lima halte, yaitu Halte Cicurug, Halte Parung Kuda,
Halte Cibadak, Halte Karang Tengah, dan Halte Cisaat. Dibukanya jalur kereta api
ini telah mempercepat angkutan manusia serta hasil perkebunan yang dibawa ke
Pelabuhan Tanjung Priuk serta memperlancar akses Jakarta-Bandung (Santoso,
1988: 17).
Jalur Kereta Api (KA) Bandung – Sukabumi ditutup sejak tahun 1980-an.
Saat ini, proyek tersebut sedang ditangani satuan kerja Departemen Perhubungan
yang melakukan proses revitalisasi dan aktivitas jalur tersebut. Pasalnya, sampai
tahun 2002 layanan KA dari Bandung ke arah Sukabumi sebenarnya masih ada,
tetapi hanya sampai Stasiun Lampegan (antara Cianjur dan Sukabumi). Itu pun
terhenti karena banyaknya rembesan air yang masuk ke terowongan Lampegan.
9
2.4.2 Perkembangan Perkeretaapian di Masa Mendatang
Kereta Api Indonesia saat ini sangat berkembang dengan pesat, terutama di
daerah perkotaan yang ramai. Dengan adanya kereta api lebih cepat dalam
mencapai tujuan. Selain tidak macet, dan bisa menikmati perjalanan dengan
melakukan aktifitas yang bermanfaat tanpa mengurangi waktu perjalanan.
PT. KAI sudah mengalami beberapa perubahan yang lebih baik dibandingkan
beberapa tahun ke belakang, namun harus tetap ditingkatkan karena perkembangan
zaman jauh maju. Seharusnya PT. KAI pun memanfaatkan kecanggihan teknologi,
terlebih lagi generasi yang akan meledak di masa yang akan datang adalah generasi
milineal yang menginginkan segalanya serba mudah dan serba cepat.
10
BAB III
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
11