Anda di halaman 1dari 13

PEMANFAATAN SENYAWA PADA TANAMAN KROKOT (Portulaca

oleraceae) SEBAGAI ANTIBAKTERI ALAMI


PROPOSAL

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Botani Ekonomi


Yang Dibimbing Oleh Dr. Murni Sapta Sari, M.Si dan Yunita Rakhmawati, S. Gz., M. Kes

Disusun Oleh :
Balqis Hanun Hanifah (170342615566)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
November 2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tanaman krokot (Portulaca oleraceae) merupakan tanaman yang tumbuh liar, biasanya
terdapat di pinggir jalan dan jarang diperhatikan oleh masyarakat sekitar. Di Indonesia,
Portulaca oleraceae memiliki nama sebutan lain di berbagai daerah, yaitu di daerah Sunda
tumbuhan krokot disebut gelang, di Madura disebut resereyan, di Maluku disebut jalu-jalu
kiki, dan masyarakat Jawa menyebutnya krokot (Irmawati, dkk., 2017). Banyak yang tidak
menyadari bahwa tanaman krokot memiliki kandungan senyawa dengan banyak manfaat,
terutama di bidang kesehatan.
Krokot (Portulaca oleracea) merupakan tanaman yang dapat dikonsumsi sebagai
masakan, beberapa orang mengkonsumsi krokot sebagai obat herbal dan beberapa jenis
karena keindahan bunganya digunakan sebagai elemen taman. Batang krokot berbentuk
bulat berwarna coklat keunguan, tumbuh tegak; berdaun tunggal, tebal berdaging berbentuk
bulat telur dengan warna permukaan atas daun hijau tua dan permukaan bawahnya merah
tua, tangkainya pendek, dan bagian ujung daun bulat melekuk ke dalam (Dalimartha, 2009).
Tanaman krokot mengandung garam kalium (KCl, KSO4, KNO3), 1-noradrenalin
noradrenalin, dopamine, dopa, nicotin acid, tanin, saponin, vitamin (A, B dan C) (Hariana,
2005)
Salah satu cara pengendalian terhadap bakteri S. aureus dan E. coli dapat menggunakan
tanaman yang memiliki kandungan kimia alami antimikrobia sehingga diharapkan dapat
menekan pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli. Penggunaan bakteri S. aureus dan E.
coli dikarenakan kedua bakteri tersebut merupakan bakteri yang bersifat patogen atau dapat
menyebabkan penyakit pada hewan dan manusia. Alasan penggunaan tanaman yang
mengandung zat antimikrobia ini dikarenakan bahan alami tidak menimbukan efek samping
yang berbahaya, tidak membutuhkan biaya yang mahal untuk mendapatkannya, dan
tanaman tersebut lebih mudah ditemukan di lingkungan sekitar (Karlina, dkk., 2013)
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana cara pemanfaatan tanaman krokot (Portulaca oleraceae)sehingga dapat
memiliki nilai ekonomi?
b. Bagaimana cara menguji kandungan tanaman krokot (Portulaca oleraceae)?
c. Bagaimana cara pembuatan produk untuk meningkatkan nilai ekonomi tanaman
krokot?
1.3 TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu
a. Untuk mengetahui cara pemanfaatan tanaman krokot (Portulaca oleraceae)sehingga
dapat memiliki nilai ekonomi.
b. Untuk mengetahui cara menguji kandungan tanaman krokot (Portulaca oleraceae).
c. Untuk mengetahui cara pembuatan produk untuk meningkatkan nilai ekonomi tanaman
krokot.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 MORFOLOGI
Tanaman krokot termasuk dalam tanaman terna dengan batang berbetuk bulat, berwarna
coklat kemerahan hingga ungu. Daun tanaman krokot merupakan daun tebal berdaging
dengan permukaan atas berwarna hijau dan permukaan bawah daun berwarna sedikit
kemerahan.

Gambar 1. Morfologi tanaman Krokot


Tabel 1. Morfologi Tanaman Krokot
No. Bagian-bagian Tumbuhan Keterangan
1. Batang - Berbentuk bulat
- Beruas
- Berwarna hijau kecoklatan
2. Daun - Daun tunggal
- Berbentuk bulat telur
- Ujung tumpul
- Pangkal tumpul
- Tepi daun rata
- Panjang 1-3 cm
- Lebar 1-2 cm
- Berwarna hijau

2.2. ZAT AKTIF / SENYAWA


Beberapa penelitian melaporkan bahwa krokot mengandung banyak komponen
senyawa aktif. Beberapa senyawa yang telah dilaporkan mencakup asam organik (asam
oksalat, asam kafein, asam malat, dan asam sitrat), alkaloids, komarin, flavonoid, cardiac
glycosides, anthraquinone glycosides, alanin, katekolamin, saponin, dan tannin
(Mohammad et al di dalam Maulida, 2010).
Kandungan yang ada di dalam tanaman krokot yaitu seperti KCl, KSO4, KNO3,
Kalsium, Magnesium, Glikosida, Glikoretin, Nicotinic acid, Tannin, Saponin, vitamin A,
B, C,, I-noradrenalin, noradrenalin, dopamine, dan senyawa steroid berupa ecdysteron
(Suryati, 2013).
Kandungan Gizi Krokot (Portulaca oleracea L.) per 100 gram
Sumber Kardinan (2007) di dalam Rahmatika, 2014
No. Keterangan Jumlah Satuan
1. Satuan Bagian Dapat 80 %
Dimakan (BDD)
2. Protein 1,7 gram
3. Karbohidrat 3,8 gram
4. Lemak 0,4 gram
4. Kalsium 103 mg
5. Fosfor 39 mg
6. Kalori 21 kkal
7. Vitamin C 25 mg
8. Vitamin B1 0,03 mg
9. Vitamin A 2550 IU
10. Zat besi 4 mg

2.3 MANFAAT
Salah satu tumbuhan yang mengandung antioksidan alami adalah krokot (Portulaca
oleracea L). Di antara jenis gulma, krokot (Portulaca oleracea L) mempunyai konsentrasi
asam lemak omega-3 tertinggi. Menurut Kardinan (2007) di dalam Rahmatika (2014),
tanaman krokot (Portulaca oleracea L.) berkhasiat sebagai penurun panas, menghilangkan
rasa sakit, peluruh air seni, anti toksi, penenang, menurunkan gula darah, anti skorbut (bibir
retak akibat kekurangan vitamin C), menguatkan jantung, menghilangkan bengkak,
melancarkan darah, dan sebagai antioksidan pencegah pertumbuhan sel kanker di tubuh.
Selain itu daun tanaman krokot juga dapat dibuat tepung sebagai bahan dasar pembuatan
pangan.
Secara tradisional, tanaman krokot digunakan sebagai obat alternatif untuk
mengobati penyakit kulit (borok, bisul, radang kulit dan kudis) (Dalimartha, 2009) dan
diare yang diakibatkan bakteri E. Coli (Suwito, 2010).
2.4 HABITAT DAN PERSEBARAN
Tanaman krokot (Portulaca oleraceae) merupakan tanaman terna yang tergolong
tanaman liar, dapat dengan mudah ditemui di pinggir jalan, dan dapat tumbuh pada daerah
dengan ketinggian 1800 mdpl. Tumbuhan krokot dapat dijumpai dengan mudah di sekitar
lingkungan. Akan tetapi, masyarakat masih menganggapnya sebagai tumbuhan liar yang
masih kurang bermanfaat. Bahkan sebagian besar masyarakat mengganggapnya sebagai
tumbuhan gulma dan dijadikan sebagai makanan jangkrik (Irmawati, dkk., 2017). Tanaman
krokot ini dapat tumbuh meski kekurangan air dan memiliki sifat adaptasi yang baik
terhadap lingkungan (Dalimartha, 2009). Krokot dapat tumbuh baik di dataran rendah dan
tinggi, di tanah yang gembur dan subur dengan pH tanah 5,5 - 6, curah hujan 200 mm/bulan
dengan bulan kering 2 sampai 4 bulan pertahun. Namun, tanaman ini dapat tumbuh pada
jenis tanah apapun, bahkan di lahan-lahan marginal sekalipun. Krokot dapat tumbuh di
tempat terbuka maupun di sela-sela tanaman lain. Tanaman ini lebih menyukai tanah-tanah
yang cenderung basah (Rahardjo, 2007). Persebaran tanaman krokot (Portulaca oleraceae)
yaitu dapat ditemukan di Kelurahan Lowokwaru, khusunya di Jl. Ambarawa dan Jl.
Sumbersari, Kota Malang. Tanaman krokot juga dapat dijumpai di sekitar daerah Fakultas
MIPA Universitas Negeri Malang.
2.5 UJI ZAT AKTIF
Uji zat aktif yang digunakan pada tanaman krokot adalah uji kualitatif profil fitokimia.
Tujuan penggunaan uji fitokimia yaitu untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit
sekunder yang terkandung di ekstrak herba krokot. Uji profil fitokimia ini dimulai dengan
uji saponin kemudian uji flavonoid, yaitu:
 Uji Saponin
Sebanyak0,5 gram ekstrak sampel herba krokot dari hasil ekstraksi ditambah
dengan 0,5 ml air panas, dikocok selama 1 menit. Larutan diamati apabila
menimbulkan busa, maka ditambahkan HCl 1% dan ditunggu selama 10 menit,
apabila busa tetap ada maka ekstrak positif mengandung saponin.
 Uji flavonoid
Sebanyak0,5 gram ekstrak sampel herba krokot dari hasil ekstraksi ditambah
dengan 1-2 ml air panas dan sedikit serbuk magnesium (Mg), dan dikocok
sampai tercampur, selanjutnya ditambah 4-5 tetes HCl 37% dan 4-5 tetes etanol
95% dan kocok sampai tercampur. Perubahan warna pada larutan ekstrak
diamati apabila timbul warna merah, kuning atau jingga, maka ekstrak positif
flavonoid.
2.6 RENCANA PRODUK
Kandungan senyawa berupa saponindan flavonoid yang terdapat dalam tanaman krokot
dapat digunakan sebagai anti bakteri. Menurut (Hariana, 2005) tanaman krokot
mengandung garam kalium (KCl, KSO4, KNO3), 1-noradrenalin noradrenalin, dopamine,
dopa, nicotin acid, tanin, saponin, vitamin (A, B dan C).Menurut(Dalimartha, 2009) secara
tradisional tanaman krokot digunakan sebagai obat alternative untuk mengobati penyakit
kulit (borok, bisul, radang kulit, dan kudis), radang akut usus buntu, disentri, diare akut,
demam, gangguan perempuan, sakit perut dan wasir yang diakibatkan bakteri E. coli
(Suwito, 2010). Dari kandungan senyawa metabolit sekunder dan manfaat daun tanaman
krokot tersebut, dapat dibuat suatu produk berupa salep kulit lotion, dan antiseptic
(handsanitizer).
Salep merupakan sediaan setengah padat yang ditujukan untuk pemakaian topikal pada
kulit atau selaput lendir. Formulasi salep dibutuhkan adanya suatu basis. Basis merupakan
zat pembawa yang bersifat inaktif dri sediaan topikal dapat berupa zat cair, padar, yang
memiliki bahan aktif untuk berkontak dengan kulit. Basis salep terbagi menjadi empat
golongan yakni basis hidrokarbon, basis absorbsi, basis yang larut dalam air, dan basis yang
dapat dicuci dengan air (Faradiba, 2011)
BAB III
METODE
3.1 ALAT DAN BAHAN
Alat:
a. Pipet kaca
b. Tabung reaksi
c. Timbangan digital
d. Kain saring
e. Gelas beker
f. Kasa kaki tiga
g. Spiritus
h. Batang pengaduk
i. Corong kaca
j. Gelas ukur
k. Labu ukur
Bahan:
a. 0,5 g sampel herba tanaman krokot pada masing-masing uji (saponin, flavonoid,
dantanin)
b. 0,5 ml air panas
c. 1-2 ml air
d. HCl 1%
e. Bubuk magnesium (Mg)
f. HCl 37% (4-5 tetes)
g. Etanol 95% (4-5 tetes)
h. FeCl 1% (2 tetes)
3.2 PROSEDUR PENELITIAN
1. Pembuatan Simplisia
Batang tanaman krokot diambil dan dicuci bersih. Seteah itu batang tanaman
dipotong kecil-kecil dan dikering anginkan tanpa terkena sinar matahari dan berada di
suhu ruang. Simplisia ditempatkan di tempat kering
2. Uji Zat Aktif
 Uji Saponin
1. Sebanyak0,5 gram ekstrak sampel herba krokot dari hasil ekstraksi ditambah
dengan 0,5 ml air panas,
2. Dikocok selama 1 menit.
3. Larutan diamati apabila menimbulkan busa, maka ditambahkan HCl 1% dan
ditunggu selama 10 menit, apabila busa tetap ada maka ekstrak positif
mengandung saponin.
 Uji flavonoid
1. Sebanyak 0,5 gram ekstrak sampel herba krokot dari hasil ekstraksi
2. Ditambah dengan 1-2 ml air panas dan sedikit serbuk magnesium (Mg), dan
dikocok sampai tercampur
3. Ditambah 4-5 tetes HCl 37% dan 4-5 tetes etanol 95% dan kocok sampai
tercampur. Perubahan warna pada larutan ekstrak diamati apabila timbul
warna merah, kuning atau jingga, maka ekstrak positif flavonoid.
3 Pembuatan Salep
Pembuatan salep diawali dengan meleburkan vaselin di waterbath dengan
menggunakan cawan porselin. Kemudian ditambahkan ekstrak tanaman krokot dan
diaduh hingga homogen. Selanjutnya campuran tersebut dipindakan ke mortir panas
dan diaduk perlahan hingga membentuk sediaan massa salep. Kemudian dimasukkan
ke dalam pot salep dan ditunggu hingga dingin.
BAB IV
Hasil Dan Pembahasan
Hasil uji profil fitokimia kandungan ekstrak herba krokot secara kualitatif,
menunjukkan bahwa ekstrak herba krokot tidak mengandung saponin dan flavonoid (Tabel 1).
Tabel 1. Profil fitokimia ekstrak herba krokot secara kualitatif
Kandungan kimia Ciri yang teramati Gambar Hasil
Saponin Tidak terbentuk buih

(Negatif)
Flavonoid Tidak berubah warna

(Negatif)

Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, krokot tidak mengandung saponin dan
flavonoid, hal ini dikarenakan mungkin adanya kesalahan dalam melakukan prosedur
penelitian. Menurut Karlina dkk (2013) ekstrak herba krokot mengandung senyawa metabolit
sekunder seperti saponin, flavonoid, tannin, dan garam (klorida, sulfat, dan nitrat). Senyawa
metabolit sekunder ini diduga berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri.
Perbedaan tingkat sensitivitas antara bakteri S. aureus dan E. Coli dikarenakan bakteri
Staphylococcus aureus memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan pada
bakteri Escherichia coli. Tingkat sensitivitas ini ditandai dengan tingginya tingkat hambatan
yang dihasilkan oleh suatu senyawa antimikrobia tertentu. Perbedaan tingkat sensitivitas ini
menimbulkan zona hambat yang dihasilkan ekstrak herba krokot pada bakteri S. aureus dan E.
coli berbeda, hal ini dikarenakan adanya perbedaan struktur dinding sel yang dimiliki oleh
masing-masing bakteri. Bakteri Escherichia coli memiliki lapisan dinding sel yang dilapisi oleh
membran luar yang terdapat protein, fosfolipid, dan lipopolisakarida dan ruang periplasmik.
Pada bakteri S. aureus yang memiliki lapisan dinding sel yang terdiri dari lapisan peptidoglikan
yang tebal, asam teikoat, sedikit lipid (Ibrahim, 2007) yang dapat dihambat dengan mudah oleh
ekstrak herba krokot. Pada penelitian Karlina dkk (2013) dengan menggunakan ekstrak herba
krokot menunjukkan hasil yang serupa dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hermawan
(2007) dan Lathifah (2008) yang menunjukkan bahwa ekstrak herba krokot lebih menghambat
kuat terhadap bakteri S. aureus dan terbentuk zona hambat sebesar 2,2 cm bila dibandingkan
dengan bakteri E. coli yang terbentuk zona hambat 0,9 cm,
Senyawa metabolit sekunder flavonoid yang terkandung di ekstrak herba krokot bersifat
polar sehingga mudah menembus lapisan peptidoglikan pada bakteri S. aureus yang juga
bersifat polar sehingga bakteri S. aureus lebih sensitif biarpun diujikan dengan konsentrasi yang
kecil. Lapisan bakteri Gram positif berstruktur peptidoglikan, sedikit lipid dan asam teikoat.
Asam teikoat merupakan polimer yang larut dalam air dan bersifat polar. Senyawa flavonoid
merupakan senyawa yang bersifat polar sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan
yang bersifat polar daripada lapisan lipid yang bersifat nonpolar seperti yang ada di E coli
(Dewi, 2010).
Mekanisme penghambatan terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli oleh ekstrak herba krokot diduga karena adanya senyawa metabolit sekunder seperti
saponin, flavonoid, tannin, kloroda, sulfat, dan nitrat. Saponin merupakan metabolit sekunder
yang banyak terdapat dialam. Saponin ini berasa pahit, berbusa dalam air dan bersifat
antimikroba. Dalam menekan pertumbuhan bakteri, saponin dapat menurunkan tegangan
permukaan dinding sel (Widodo, 2005). Senyawa saponin merupakan zat yang apabila
berinteraksi dengan dinding bakteri maka dinding tersebut akan pecah atau lisis (Pratiwi, 2008).
Saponin akan mengganggu tegangan permukaan dinding sel, maka saat tegangan permukaan
terganggu zat antibakteri akan dengan mudah masuk kedalam sel dan akan mengganggu
metabolisme hingga akhirnya terjadilah kematian bakteri.
Flavonoid memiliki ciri yaitu berbau yang tajam dan berpigmen dan larut dalam air.
Flavonoid memiliki peranan sebagai antimikroba dan antivirus (Dinata, 2011). Dinding bakteri
yang terkena flavonoid akan kehilangan permeabilitas sel. Flavonoid merupakan senyawa fenol
(Harbone, 1987). Sehingga krokot dapat digunakan sebagai antibakteri alami karena kandungan
flavonoid dan saponin didalamnya.

DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6. Jakarta: Pustaka Bunda.
Dewi F K, 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia
Linnaeus) Terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar. Surakarta: Fakultas MIPA,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Faradiba. 2011. Formulasi Salep Ekstrak Dietil Eter Daging Buah Pare Dengan Berbagai
Variasi Basis. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Harbone J B, 1987. Metode Fitokimia. Bandung: ITB Press.
Hariana A, 2005. TumbuhanObatdanKhasiatnya Seri 2. Jakarta: Pesebar Swadaya.
Hermawan A, 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Pertumbuhan
Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli Dengan Metode Difusi Disk. Artikel
Ilmiah universitas Airlangga.
Ibrahim M, 2007. Mikrobiologi: Prinsip dan Aplikasi. Surabaya: Unesa University Press.
Irmawati, Aisyah, H. N., Wahidah, A. N. R. Y., Lestari, A., Nurhayati, R. 2017. Kronikus
(Krokot Brownies Kukus): PemanfaatanTumbuhanKrokot (PortulacaOleracea L.)
SebagaiCamilanSumber Omega-3.DinamikaPendidikan Vol. 12 No.2.
Karlina, C. Y., Ibrahim, M., & Trimulyono, G. 2013. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Herba
Krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
LenteraBio Vol. 2 No. 1. Hlm 87-93
Lathifah Q A, 2008. Uji Efektifitas Ekstrak Kasar Senyawa Antibakteri Pada Buah Belimbing
Wuluh (Everrhoa bilimbi L.) Dengan Variasi Pelarut. Malang: Fakultas Sains Dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Malang.
Maulida, F. 2010. Efek Ekstrak Daun Krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap Kadar Alanin
Transaminase (Alt) Tikus Putih (Rattus Norvegicus) yang Diberi Minyak Goreng Deep
Frying. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Pratiwi S I, 2008. Aktivitas Antibakteri Tepung Daun Jarak (Jatropha curcas L.) Pada Berbagai
Bakteri Saluran Pencernaan Ayam Broiler Secara in vitro. Bogor: Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Rahmatika, P. 2014. Ekstraksi dan Uji Stabilitas Antioksidan Krokot (Portulaca oleracea L.)
sebagai Penangkap Radikal Bebas. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.
Rahardjo, M. 2007. Krokot (Portulacaoleracea) gulmaberkhasiatobatmengandung omega
3.Warta PenelitiandanPengembangan. 1:1-4.
Suryati, E., Tenriulo, A. 2013. Pemanfaatan Tanaman Krokot Portulaca oleracea L.) untuk
Menginduksi Molting pada Induk Udang Windu (Penaeus monodon. Fab) di Hatchery.
Konferensi Akuakultur Indonesia. Halaman 207-2013.
Suwito, W. 2010. Bakteri Yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis, Epidemiologi,
Dan Cara Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian. 29 (3).
Widodo W, 2005. Tanaman Beracun Dalam Kehidupan Ternak. Malang: UMM Press.

Anda mungkin juga menyukai