Disusun oleh:
OKTOBER/2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum
Biofarmasetika & Farmakokinetika II. Adapun laporan ini disusun untuk
memenuhi tugas setiap pasca Praktikum Biofarmasetika & Farmakokinetika
II.
Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada para dosen
pembimbing Praktikum Biofarmasetika & Farmakokinetika II, rekan-rekan
kelompok dan pihak lainnya yang turut berpartisipasi dalam terselesaikannya
Laporan Praktikum Biofarmasetika & Farmakokinetika II ini.
PENDAHULUAN
Diantara semua sifat dan reaksi yang penting untuk kita ketahui
bersama yaitu mengenai Disolusi suatu zat. Hal ini merupakan suatu tahapan
yang sangat berperan penting dalam menentukan hasil suatu efek obat dalam
tubuh manusia. Laju disolusi atau kecepatan melarut obat-obat yang relatif
tidak larut dalam air telah lama menjadi masalah pada industri farmasi. Obat-
obat tersebut umumnya mengalami proses disolusi yang lambat demikian pula
laju absorpsinya. Dalam hal ini partikel obat terlarut akan diabsorpsi pada laju
rendah atau bahkan tidak diabsorpsi seluruhnya. Dengan demikian absorpsi
obat tersebut menjadi tidak sempurna.
Pada bidang farmasi, uji disolusi sangat penting dan bermanfaat untuk
mengkarakterisasi kinerja produk suatu obat, misalnya untuk mendeteksi
adanya variasi dari batch ke batch di dalam formulasi suatu sediaan dan juga
variasi antara sediaan dari pabrik yang satu dengan pabrik lainnya (Lachman,
1994). Oleh karena itu pada praktikum kali ini dilakukan uji disolusi tablet
lepas lambat (sustained release) dan tablet lepas cepat (immediate release)
yang bertujuan untuk mengetahui profil pelepasan obat tersebut serta
mengetahui perbedaan disolusi tablet lepas lambat (sustained release) dan
tablet lepas cepat (immediate release).
DASAR TEORI
Tipe 1
Tipe 2
BAB III
METODOLOGI
Tablet Panadol IR 1
Faktor
waktu Kadar %Disolusi
Pengenceran Absorbansi koreksi
(menit) (mg) (%)
(µ𝐠)
400 337.08
270.72
300 199.48
176.49
200
100
0
0 10 20 30 40 50 60 70
waktu
Perhitungan menit ke 5
𝑦 = 0,999
0,6736
𝑥= = 9,80 µg/ml × 900 ml = 8824,45 µg
0,0687
Tablet Panadol IR 2
Faktor
waktu Kadar %Disolusi
Pengenceran Absorbansi koreksi
(menit) (mg) (%)
(µ𝐠)
400
300
200 292.2 322.42
100 197.98
140.26
0
0 10 20 30 40 50 60 70
waktu
Perhitungan menit ke 5
𝑦 = 0,774
0,774−0,0184
𝑥= = 10,99 µg/ml × 900 ml = 9898,67 µg
0,0687
Tablet Panadol SR
Faktor
waktu Kadar %Disolusi
Pengenceran Absorbansi koreksi
(menit) (mg) (%)
(µ𝐠)
0
0 10 20 30 40 50 60 70
waktu (menit)
Perhitungan menit ke 5
𝑦 = 0,416
0,416−0,0184
𝑥= = 5,787 µg/ml × 900 ml = 5208,73 µg
0,0687
Perhitungan menit ke 60
𝑦 = 0,527
0,527−0,0184
𝑥= = 7,40 µg/ml × 900 ml = 6662,88 µg
0,0687
Disolusi mengacu pada proses ketika fase padat (misalnya, tablet atau serbuk)
masuk dalam fase larutan, seperti air. Disolusi adalah proses dimana suatu obat
menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Dalam sistem biologis, disolusi obat di dalam
medium cair merupakan kondisi yang mempengaruhi absorbsi sistemik (Shargel, Wu-
Pong & Yu, 2005).
Uji disolusi merupakan salah satu uji yang paling utama digunakan dalam
karakterisasi obat dan kontrol kualitas pada beberapa bentuk sediaan. Suhu dan
Intensitas pengadukan harus dijaga agar tetap konstan, karena perubahan kecepatan
pengadukan akan berpengaruh pada nilai ‘h’ yaitu tebalnya lapisan difusi atau
stagnant layer juga akan mempengaruhi penyebaran partikel. Pengadukan yang
semakin cepat akan mempertipis stagnant layers yang terbentuk serta akan
memperluas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut sehingga berdampak
pada peningkatan kecepatan pelarutan obat.
Pada uji disolusi ini sampel yang digunakan adalah panadol Sustained Release
665 mg dan panadol Immediate Release 500 mg. Metode yang digunakan adalah
metode dayung dimana kaplet diletakkan dalam labu disolusi yang beralas bulat yang
berisi NaOH 900 mL yang bersuhu konstan, dipertahankan pada 370 C untuk
menyesuaikan dengan suhu didalam tubuh manusia. Media disolusi yang digunakan
adalah NaOH untuk menyesuaikan dengan kurva kalibrasi yang dilakukan pada
praktikum pertama. Sedangkan menurut farmakope IV media disolusi untuk
paracetamol adalah Dapar Fosfat ph 5,8. Kemudian diambil cuplikan sebanyak 5 mL,
pada menit 5, 10, 20, 30, 45, dan 60. Dan dikembalikan lagi sebanyak 5 ml agar
volume di dalam labu disolusi tidak berubah.
0
0 10 20 30 40 50 60 70
waktu (menit)
Berdasarkan kurva diatas, dapat dilihat pada profil disolusi tablet Panadol SR
berbeda dengan literature, dimana profil disolusi Panadol SR menurut literatur
menunjukkan %disolusi yang meningkat kemudian konstan hingga menit ke-60,
sedangkan hasil yang didapatkan menunjukkan ada penurunan pada menit ke 60.
Persen disolusi obat yang didapat terlalu besar yaitu pada menit ke-5 %disolusi
78.33% : menit ke-10 %disolusi 117.93% ; menit ke-20 %disolusi 151,62% ; menit
ke-30 %disolusi 207,89% : menit ke-45 %disolusi 227,44 ; menit ke-60 %disolusi
100,23%. Hasil yang didapat ini sangat berbeda jauh dari literature hal ini bisa terjadi
kemungkinan karena ada kesalahan pada proses penga,bilan cuplikan atau pada
proses pengencaran.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan PCT IR, lebih cepat terdisolusi dan lebih cepat
mencapai waktu puncak dan onset kerjanya.tetapi kadar didalam darah akan lebih
cepat habis sehingga memungkinkan pasien untuk frekuensi piminuman obatnya
akan lebih sering. Sedangkan PCT SR proses terdisolusi lambat,terkontrol dan
kadar dalam darahnya akan lebih lama,sehingga frekuensi peminuman obatnya
akan lebih sedikit.
4.3 Saran
Pada saat melakukan pengenceran, sebaiknya praktikan harus lebih teliti lagi
untuk mengurangi terjadinya kesalahan dalam pembuatan larutan pengenceran,
sehingga bisa menghasilkan data yang lebih relevan. Dan pada saat mengambil
cuplikan diharapkan praktikan lebih teliti.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V. Jr., Popovich, N. G., and Ansel, H.C., 2005, Ansel’s Pharmaceutical
Dosage Form and Drug Delivery System, Eight Edition, Lippincot Williams
and Wilkins, Philadelphia, 154-162, 238-239.
Banakar, U.V., 1992, Pharmaceutical Dissolution Testing, Marcel Dekker Inc., New
York, 192-194.
Ditjen POM, (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Lachman, L., Lieberman, H.A., and Kanig, J.L., 1994, Teori dan Praktik Industri
Farmasi, 643-705, diterjemahkan oleh Suyatmi, S.,Jakarta, UI Press.
Notari, R.E. 1980. Biopharmaceutical Clinical Pharmacokinetics 3rd ed, New York:
Marcel Dekker Inc., 152 -157.
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,
Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya. 167 – 187.
Shargel, Leon., Susanna Wu-Pong, Andrew B. C. Yu. 2012. Biofarmasetika dan
Farmakokinetika Terapan, Edisi V, terjemahan Fasich dan Budi Suprapti,
Airlangga University Press, Surabaya.
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet DasarDasar
Praktis, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
LAMPIRAN