Anda di halaman 1dari 22

1.

Prinsip-Prinsip Penatalaksanaan Vertilasi Mekanik


a. Setting
 Frekuensi pernafasan permenit
Frekuensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator dalam
satu menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20 x/mnt.
Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah nilai RR yang diset.
Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm sebaliknya diatas
12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya
hiperventilasi atau hipoventilasi.
 Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke
pasien setiap kali bernapas. Umumnya disetting antara 8 - 10 cc/kgBB,
tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien
dengan paru normal mampu mentolerir volume tidal 10-15 cc/kgBB,
sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Parameter
alarm tidal volume diseting diatas dan dibawah nilai yang kita seting.
Monitoring volume tidal sangat perlu jika pasien menggunakan time
cycled.
 Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang
diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%.
Settingan FiO2 pada awal pemasangan ventilator direkomendasikan sebesar
100%. Untuk memenuhi kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15 menit
pertama setelah pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan analisa gas
darah. Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut maka dapat dilakukan
penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.
 Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
Waktu inspirasi + waktu istirahat
Waktu ekspirasi
Keterangan :
1) Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan
volume tidal atau mempertahankan tekanan.
2) Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan ekspirasi
3) Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan
udara pernapasan
4) Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan nilai
normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang diperlukan
fase inspirasi yang sama atau lebih lama dibandingkan ekspirasi untuk
menaikan PaO2.
 Limit pressure / inspiration pressure
Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator
volume cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma.
 Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume tidal
pernapasan yang telah disetting permenitnya.
 Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang
diperlukan pasien dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure
sensitivity memiliki nilai sensivitas antara 2 sampai -20 cmH2O, sedangkan
untuk flow sensitivity adalah antara 2-20 L/menit. Semakin tinggi nilai
pressure sentivity maka semakin mudah seseorang melakukan pernapasan.
Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien yang diharapkan untuk
memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas ventilator disetting -2
cmH2O. Sebaliknya semakin rendah pressure sensitivity maka semakin
susah atau berat pasien untuk bernapas spontan. Settingan ini biasanya
diterapkan pada pasien yang tidak diharapkan untuk bernaps spontan.
 Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah
menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien),
sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan,
misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain.
Alarm volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah
diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap.
 Positive end respiratory pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli
diakhir ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu fungsional
paru dan sangat penting untuk meningkatkan penyerapan O2 oleh kapiler
paru (Jalang, 2017).
b. Weaning
Pasien yang mendapatkan ventilasi mekanik dalam waktu singkat misalnya setelah operasi
besar sering kali dapat disapih dengan cepat seperti yang dilakukan diruangan operasi yaitu
mengakhiri sedasi, kemudian dengan cepat memakai T-piece lalu diekstubasi. Kondisi ini
berbeda sekali dengan pasen sakit kritis yang kadang dalam proses penyapihan ventilator
mengalami hambatan. Perubahan kondisi pasen dari hari kehari pada masa pemulihan
fungsi organ pernafasan sering kali secara temporer membutuhkan bantuan ventilasi
mekanik kembali.
Pengukuran fungsi sistem pernafasan sehubungan dengan keberhasilan proses penyapihan
dari ventilasi mekanik adalah:

 Volume tidal > 5 ml/kg

 Kapasitas vital > 10-15 ml/ kg

 Fungsional Residual Capacity >50 % nilai prediksi

 Kekuatan inspirasi maksimal > -25 cmH2O

 Laju nafas < 30x/ menit

 Minute Volume < 10 L/ menit

 PH > 7,3

 Peningkatan PaCO2 pada respirasi spontan < 1,5 kPa

 PaO2 > 8 kPa pada kadar oksigen < = 40 %. (Pranggono:2011)

Jenis penyapihan berdasarkan lamanya waktu pelaksanaannya, penyapihan dapat


dibedakan menjadi dua, yaitu penyapihan jangka pendek dan penyapihan jangka
panjang.
 Penyapihan Jangka Panjang Penyapihan jenis pertama hanya membutuhkan
waktu percobaan singkat, yaitu sekitar 20 menit sebelum ektubasi. Langkah-
langkah standar proses penyapihan adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan prosedur penyapihan kepada pasien
2. Lakukan penghisapan
3. Mendapatkan parameter spontan
4. Berikan bronkodilator jika perlu
5. Istirahatkan pasien selama 15-20 menit
6. Tinggikan kepala tempat tidur
 Metode yang digunakan dalam proses penyapihan jangka pendek adalah T-
Piece dan Intermitten Mandatory Ventilation.
1. Metode T-Piece
Prosedur yang dilakukan melalui metode ini antara lain:
 Mengumpulkan data fisiologis yang mendukung pelaksanaan
penyapihan
 Menghubungkan set T-Piece dengan FiO2 yang dibutuhkan pasien
(tunggu selama 20-30 menit untuk evaluasi potensial ektubasi.
Lakukan pengawasan data fisiologis tiap 5-10 menit jika perlu)
 Pada akhir menit ke-30, periksa AGD pasien dan evaluasi pasien dari
tanda kelemahan.
 Bila kriteria penyapihan terpenuhi, maka ektubasi dapat dilakukan.4,5
2. Metode Intermitten Mandatory Ventilation
Meskipun metode ini sama efektifnya dengan metode T-Piece, namun
membutuhkan waktu yang lebih panjang karena tiap tambahan frekuensi
pernapasan harus disertai dengan AGD.4,5,7 Sedangkan langkah-
langkahnya sama dengan prosedur pada metode T-Piece. Kecepatan
pernafasan pada VMI diturunkan dua pernafasan hingga mencapai 2 atau
0. Pada titik ini, pasien dapat dievaluasi dengan kriteria penyapihan untuk
menentukan potensial ekstubasi (Kusuma)
c. Mode
 Controlled Minute Ventilation (CMV)
Mode ventilasi ini sangat mirip dengan mode yang dipakai diruang
operasi dimana laju nafas dan volume tidal ditentukan oleh klinisi.
CMV digunakan bila nafas spontan tidak ada atau minimal, misalnya
pada penderita dengan hipoksia yang berat.
 Pressure Controlled Ventilasion (PCV)
Klinisi mengatur laju nafas dan rasio inspirasi dan ekspirasi. PCV
digunakan untuk melimitasi tekanan pada jalan nafas pada paru-paru
dengan komplians yang rendah atau resistensi yang tinggi untuk
mencegah risiko barotrauma. Dengan demikian akan diperoleh volume
tidal dan minute volume yang bervariasi sesuai dengan perubahan
komplians dan resistensi.
 Assist-control ventilation (ACV)
Bila penderita sudah mempunyai nafas spontan maka CMV atau PCV
akan menjadl ACV. Pada saat ini berisiko untuk terjadinya
hiperventilasi.
 Synchronised intermittent mandatory ventilation (SIMV)
Bila ada upaya nafas, maka mesin ventilator akan memberikan volume
tidal, atau jika tak ada upaya nafas maka mesin ventilator akan
memberikan laju nafas. Dengan demikian minute volume akan selalu
terjamin keberadaannya. Selanjutnya setiap nafas spontan tidak dibantu
lagi, akan tetapi sirkuit akan mengalirkan oksigen.
 SIMV
Pada SIMV, pengaturan volume tidal disesuaikan dengan usaha nafas
spontan penderita atau jika tidak ada nafas spontan volume tidal yg
dikeluarkan oleh ventilator akan disesuaikan dengan nengaturan
frekwensi nafas (preset rate).sehingga volume minimal terpenuhi. Bila
pasien bernafas spontan maka bantuan ventilator untuk memberikan
volume tidal tidak ada, akan tetapi mesin akan tetap mengalirkan
oksigen. Dengan demikian dapat dihasilkan volume semenit yang lebih
tinggi. SIMV digunakan untuk menyapih pasien dari CMV dengan
mengurangi secara bertahap frekuensi nafas sehingga merangsang
ventilasi spontan. Pressure support dapat ditambahkan pada penderita
yang sudah bernafas spontan (Pranggono:2011)
d. Monitoring
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi
 Monitor respirasi dan status O2
 Monitor suara nafas, seperti dengkur
 Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,kussmaul, hiperventilasi, cheyne
stokes,biot
 Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus Mental
Pola nafas tidak efektif dengan depresi pusat pernafasan
 Monitor respirasi dan status O2
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
 Monitor vital sign
 Monitor pola nafas
2) Tidak efektif bersihan jalan napas dengan benda asing pada trakea
 Monitor status hemodinamik
 Monitor respirasi dan status O2
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan peningkatan
kebutuhan metabolic
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan beratbadan
 Monitor tipe danjumlah aktivitas yang biasa digunakan
 Monitor interaksi anak atau orangtuaselama makan
 Monitor lingkungan selamamakan
 Monitor kulit kering dan perubahanpigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor mual danmuntah
 Monitor kadar albumin, total protein, dan Hb
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor kalori danintake nutrisi

4) Resiko tinggi infeksi dengan tidak adekuatan pertahanan utama


 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemikdan local
 Monitor adanya luka (Heather, 2012).
2. Indikasi dan Efek Samping Penggunaan Ventilator Mekanik
a. Indikasi
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO2), peningkatan kadar
karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persistem (penurunan pH), maka ventilasi
mekanis kemungkinan diperlukan. Selain itu pada kondisi kondisi di bawah ini
diindikasikan menggunakan ventilator mekanis.
1. Gagal Napas
Pasien dengan distres pernapasan gagal napas (apnue) maupun hipoksemia
yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilator
mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilator
mekanik sebelum terjadi gagal napas yang sebenarnya. Distress pernapasan
disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenisasi. Prosesnya dapat
berupa kerusakan (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot
pernapasan dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).
Penyebab Gagal Napas:
1) Penyebab sentral:
a) Trauma kepala : Contusio cerebri
b) Radang otak : Encepalitis.
c) Gangguan vaskuler : Perdarahan otak, infark otak.
d) Obat-obatan : Narkotika, Obat anestesi.
2) Penyebab perifer:
a) Kelainan Neuromuskuler:
b) Guillian Bare syndrom
c) Tetanus
d) Trauma servikal.
e) Obat pelemas otot.
f) Kelainan jalan napas.
g) Obstruksi jalan napas.
h) Asma broncheal.
i) Kelainan di paru.
j) Edema paru, atelektasis, ARDS
k) Kelainan tulang iga / thorak.
l) Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.
m) Kelainan jantung.
n) Kegagalan jantung kiri.
2. Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan pernapasan
primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan
aliran darah pada system pernapasan (system pernapasan sebagai akibat
peningkatana kerja napas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan kolaps.
Pemberian ventilator untuk mengurangi beban kerja system pernapasan sehingga
beban kerja jantung juga berkurang
3. Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnoe berulang juga
mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator mekanik berfungsi untuk
menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan pemberian
hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.
4. Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative sangat
terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi
akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilator
mekanik.
5. KegagalanVentilasi
1) Neuromuscular Disease
2) Central Nervous System disease
3) Depresi system saraf pusat
4) Musculosceletal disease
5) Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi
6. Kegagalan pertukaran gas
1) Gagal napas / Respiratory failure akut maupun kronik
2) Penyakit paru-gangguan difusi
3) Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch (Jalang, 2017).
b. Efek Samping
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, Pasien dengan ventilator
mekanis memerlukan observasi, keterampilan dan asuhan keperawatan berulangtapi bila
perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
1. Komplikasi pada jalan nafas
Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi. Kita dapat
meminimalkan resiko aspirasi setelah intubasi dengan mengamankan selang,
mempertahankan manset mengembang, dan melakukan penghisapan oral dan
selang kontinu secara adekuat. Bila resusitasi diperpanjang dan distensi gastrik
terjadi, jalan nafas harus diamankan sebelum memasang selang nasogastrik untuk
dekompresi lambung. Bila aspirasi terjadi potensial untuk terjadinya SDPA
meningkat.
Kebanyakan pasien dengan ventilator perlu dilakukan restrein pada kedua
tangan, karena ekstubasi tanpa disengaja oleh pasien sendiri dengan aspirasi adalah
komplikasi yang pernah terjadi. Selain itu self-extubation dengan manset masih
mengembang dapat menimbulkan kerusakan pita suara.
Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi. Contoh komplikasi
intubasi meliputi:
1. Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea.
2. Intubasi batang utama (biasanya kanan) ventilasi tak seimbang,
meningkatkan laju mortalitas.
3. Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal.
Pnemonia Pseudomonas sering terjadi pada kasus intubasi lama dan selalu
kemungkinan potensial dari alat terkontaminasi.

2. Masalah Selang Endotrakeal

Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi.
Alternatifnya, karena posisi selang pada faring, orifisium ke telinga tengah dapat
tersumbat, menyebabkan otitis media berat, kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus
atau telinga atau terjadi demam dengan etiologi yang tidak diketahui, sinus dan
telinga harus diperiksa untuk kemungkinan sumber infeksi.
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis
trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan.
Sirkulasi arteri dihambat oleh tekanan manset kurang lebih 30 mm/Hg. Penurunan
insiden stenosis dan malasia telah dilaporkan dimana tekanan manset
dipertahankan kurang lebih 20 mm/Hg. Bila edema laring terjadi, maka ancaman
kehidupan paskaekstubasi dapat terjadi.
3. Masalah Mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2-4 jam ventilator
diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak adekuat disebabkan oleh
kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang atau ventilator terlepas, atau obstruksi
aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang, tahanan sekresi,
bronkospasme berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang endotrakeal.
Secara latrogenik menimbulkan komplikasi melampaui kelebihan ventilasi
mekanis yang menyebabkan alkalosis respiratori dan karena ventilasi mekanis
menyebabkan asidosis respiratori atau hipoksemia. Penilaian GDA menentukan
efektivitas ventilasi mekanis. Perhatikan, bahwa pasien PPOM diventilasi pada
nilai GDA normal mereka, yang dapat melibatkan kadar karbondioksida tinggi.
4. Barotrauma
Ventilasi mekanis melibatkan “pemompaan” udara kedalam dada,
menciptakan tekanan positif selama inspirasi. Bila TEAP ditambahkan, tekanan
ditingkatkan dan dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini dapat
menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area
pleural, menimbulkan tekanan pneumotorak-situasi darurat. Pasien dapat
mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit.
Tekanan ventilator menggambarkan peningkatan tajam pada ukuran, dengan
terdengarnya bunyi alarm tekanan. Pada auskultasi, bunyi nafas pada area yang
sakit menurun atau tidak ada. Observasi pasien dapat menunjukkan penyimpangan
trakeal. Kemungkinan paling menonjol menyebabkan hipotensi dan bradikardi
yang menimbulkan henti jantung tanpa intervensi medis. Sampai dokter datang
untuk dekompresi dada dengan jarum, intervensi keperawatannya adalah
memindahkan pasien dari sumber tekanan positif dan memberi ventilasi dengan
resusitator manual, memberikan pasien pernafasan cepat.
5. Penurunan Curah Jantung.
Penurunan curah jantung ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain itu hipotensi adalah tanda lain dan gejala
dapat meliputi gelisah yang tidak dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran,
penurunan haluarana urine, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat,
lemah, dan nyeri dada. Hipotensi biasanya diperbaiki dengan meningkatkan cairan
untuk memperbaiki hipovolemia.
6. Keseimbangan air positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor
vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran
hormon antidiuretik dari hipofise posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan
penurunan haluaran urine melengkapi masalah dengan merangsang respons
aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis, hemodinamik
tidak stabil, dan yang memerlukan jumlah besar resusitasi cairan dapat mengalami
edema luas, meliputi edema sakral dan fasial (Jalang, 2017).
3. Pengenalan Penggunaan Ventilator Pada Kasus Gangguan Ventilasi Paru Pada
Anak dan Dewasa

4. Perawatan Pasien Yang Terpasang Ventilator Mekanik


Pengkajian
a) Anamnesa
Tanggal MRS :
Tanggal Pengkajian :
No. Registrasi :
Diagnosa Medis :
b) Pengumpulan Data
Identitas:
Nama Pasien :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Agama :
Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien dan fungsi ventilator. Dalam
mengkaji klien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut :
1) Survey Primery
Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control, breathing, circulation
and hemorrhage control, disability, exposure/environment). Jalan nafas merupakan
prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan kritis
seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan
kesadaran.
Pada survei primer, hal yang perlu dikaji adalah:
a) Dangers
Kaji kesan umum : observasi keadaan umum klien:
 Bagaimana kondisi saat itu
 Kemungkinan apa saja yang akan terjadi
 Bagaimana mengatasinya
 Pastikan penolong selamat dari bahaya
 Hindarkan bahaya susulan menimpa orang-orang disekitar
 Segera pindahkan korban’jangan lupa pakai alat pelindung diri
b) Respons
Kaji respon / kesadaran dengan metode AVPU, meliputi :
 Alert (A) : berespon terhadap lingkungan sekitar/sadar terhadap kejadian
yang dialaminya
 Verbal (V) : berespon terhadap pertanyaan perawat
 Paintfull (P) : berespon terhadap rangsangan nyeri
 Unrespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri
Cara pengkajian :
 Observasi kondisi klien saat datang
 Tanyakan nama klien
 Lakukan penepukan pundak / penekanan daerah sternum
 Lakukan rangsang nyeri misalnya dengan mencubit
c) Airway (Jalan Napas)
 Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel)
 Buka jalan nafas, yakinkan adekuat
 Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan menggunakan
teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati pada korban trauma
 Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut
 Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut
 Suctioning bila perlu
d) Breathing (Pernapasan)
Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut, apakah ada
pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas nafas, keteraturan
nafas atau tidak
e) Circulation (Pendarahan)
 Lihat adanya perdarahan eksterna/interna
 Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice, Compress,
Elevation (istirahatkan lokasi luka, kompres es, tekan/bebat, tinggikan)
 Perhatikan tan da-tanda syok/ gangguan sirkulasi : capillary refill time,
nadi, sianosis, pulsus arteri distal
2) Survey Sekundary
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan
mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai
kaki (head to toe) Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah
memulai fase resusitasi. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara
cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui perburukan.
Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.
Pada survei sekunder, hal yang perlu dikaji, meliputi :
a) Disability
Ditujukan untuk mengkaji kondisi neurimuscular klien :
 Keadaan status kesadaran lebih dalam (GCS)
 Keadaan ekstremitas (kemampuan motorik dan sensorik)
b) Eksposure
Melakukan pengkajian head to toe pada klien, meliputi :
1) Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh (Posisi saat ditemukan,
Tingkat kesadaran, Sikap umum, keluhan, Trauma, kelainan, Keadaan kulit).
2) Pemeriksaan Kepala dan Leher:
a. Raut Muka
 Bentuk muka : bulat, lonjong, dan lain-lain
 Ekspresi muka : tampak sesak, gelisah, kesakitan
 Tes syaraf : menyeringai, mengerutkan dahi, untuk memeriksa
nervus V, VII.
b. Bibir
 Biru ( sianosis )
 Pucat ( anemia )
c. Mata
 Konjungtiva : Pucat (anemia), Ptechiae (perdarahan bawah kulit/
selaput lendir) pada endokarditis bacterial
 Skela: Kuning ( ikterus ) pada gagal jantung kanan, penyakit hati, dan
lain-lain
 Kornea: Arkus senilis ( garis melingkar putih/abu-abu di tepi kornea )
berhubungan dengan peningkatan kolesterol/ penyakit jantung
koroner.
 Eksopthalmus: Berhubungan dengan tirotoksikosis
d. Pemeriksaandada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri
tekan, perlukaan (luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi,
suara nafas
e. Pemeriksaanperut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi
f. Pemeriksaantulang belakang
Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot
g. Pemeriksaan pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia
h. Pemeriksaanekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa, bengkak,
denyut nadi, warna luka
Pengkajian Peralatan:
Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator berfungsi dengan tepat dan
bahwa pengesetannya telah dibuat dengan tepat. Meski perawat tidak benar-benar
bertanggung jawab terhadap penyesuaian pengesetan pada ventilator atau pengukuran
parameter ventilator (biasanya ini merupakan tanggung jawab dari ahli terapi pernapasan).
Perawat bertanggung jawab terhadap pasien dan karenanya harus mengevaluasi bagaimana
ventilator mempengaruhi status pasien secara keseluruhan.
Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
c. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan benda asing pada trakea
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler
e. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolic
g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatan pertahanan utama.
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi
1. Gangguan NOC NIC
 Respiratory status: gas Airway management
pertukaran gas
exchange (1-5)  Posisikan pasien untuk
b.d  Respiratory status: memaksimalkan Ventilasi
ventilation (1-5)  Pasang mayo bila perlu
ketidakseimbang
 Vital sign status (1-5)  Lakukan fisioterapi
an ventilasi Kriteria Hasil: dada jika perlu
 Mendemonstrasika  Keluarkan sekret
perfusi
n peningkatan ventilasi dengan batuk atauSuction
dan oksigenasi yang  Auskultasi suara nafas,
adekuat catat adanyasuara
 Memelihara tambahan
kebersihan paru paru  Berikan bronkodilator ;
dan bebas dari tanda-  Berikan pelembab
tanda distress udara
pernafasan  Atur intake untuk cairan
 Mendemonstrasika  mengoptimalkankeseim
n batuk efektif dan suara bangan.
nafas yang bersih, tidak  Monitor respirasi dan
ada sianosis dan dyspneu status O2
(mampu mengeluarkan  Catat pergerakan
sputum, mampu dada,amati kesimetrisan,
bernafas dengan mudah, penggunaan otot
tidak ada pursed lips) tambahan,retraksi otot
 Tanda tanda vital supraclavicular dan
dalam rentang normal Intercostals
 AGD dalam batas Respiratory monitoring
normal  Monitor suara nafas,
 Status neurologis seperti dengkur
dalam batas normal  Monitor pola nafas :
bradipena,
takipenia,kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes,biot
 Auskultasi suara nafas,
catat areapenurunan / tidak
adanya ventilasi dansuara
tambahan
 Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan ststus Mental
 Observasi sianosis
khususnya membrane
Mukosa
 Jelaskan pada pasien
dan keluargatentang
persiapan tindakan dan
tujuanpenggunaan alat
tambahan (O2,
Suction,Inhalasi)
 Auskultasi bunyi
jantung, jumlah, iramadan
denyut jantung
2. Pola nafas tidak NOC: NIC:
 Respiratory status: Airway management:
efektif b.d
Ventilation (1-5)  Posisikan pasien untuk
depresi pusat  Respiratory status memaksimalkan ventilasi
:Airway patency (1-5)  Pasang mayo bila perlu
pernafasan
 Vital sign Status (1-5)  Lakukan fisioterapi
 Kriteria dada jika perlu
hasil:Mendemonstrasika  Keluarkan sekret
nbatuk efektif dan dengan batuk atau suction
suaranafas yang bersih,  Auskultasi suara nafas,
tidakada sianosis catat adanyasuara tambahan
dandyspneu  Berikan bronkodilator
(mampumengeluarkan  Berikan pelembab
sputum, mampu udara Kassa basahNaCl
bernafas dengan mudah, Lembab
tidakada pursedlips)  Atur intake untuk cairan
 Menunjukkan jalan mengoptimalkankeseimbang
nafas yang paten (klien an.
tidakmerasa tercekik, Oxygen therapy:
iramanafas,  Monitor respirasi dan
frekuensipernafasan status O2
dalam rentang normal,  Bersihkan mulut,
tidakada suara hidung dan secret Trakea
nafasabnormal)  Pertahankan jalan nafas
 Tanda Tanda vital yang paten
dalamrentang normal  Observasi adanya tanda
(tekanandarah, nadi, tandaHipoventilasi
pernafasan)  Monitor adanya
kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
 Monitor vital sign
 Informasikan padapasie
n dan keluarga entang tehnik
relaksasi untuk memperbaiki
pola nafas.
 Ajarkanbagaimana batu
k efekti
 Monitor pola nafas
3. Tidak efektif NOC NIC:
 Respiratory status:  Pastikankebutuhan oral
bersihan jalan
Ventilation (1-5) / tracheal suctioning.
napas b.d benda  Respiratory status :  Berikan O2, l/mnt,
Airway patency (1-5)  Anjurkan pasien untuk
asing pada trakea
 Aspiration Control (1-5) istirahat dan napas dalam
Kriteria hasil :  Posisikan pasien
 Mendemonstrasika untukmemaksimalkanventila
n batuk efektif dan suara si
nafas yang bersih, tidak  Lakukan fisioterapi
ada sianosis dan dyspneu dada jika perlu
(mampu mengeluarkan  Keluarkan
sputum, bernafas dengan sekretdengan batuk atau
mudah, tidak ada pursed suction
lips)  Auskultasi suaranafas,
 Menunjukkan jalan catat adanya suara
nafas yang paten (klien tambahan
tidak merasa tercekik,  Berikanbronkodilator :
irama nafas, frekuensi  Monitor status
pernafasan dalam hemodinamik
rentang normal, tidak  Berikan pelembab
ada suara nafas udara Kassa basah
abnormal) NaClLembab
 Mampu  Berikan antibiotik :
mengidentifikasikan dan  Atur intake
mencegah faktor yang untukcairanmengoptimalkan
penyebab. keseimbangan.
 Saturasi O2 dalam  Monitor respirasi dan
batas normal status O2
 Foto thorak dalam  Pertahankanhidrasi yan
batas normal g adekuat
untukmengencerkan secret
 Jelaskan pada pasien
dan keluarga
tentangpenggunaanperalata
n : O2, Suction, inhalasi
4. Kerusakan NOC NIC
komunikasi  Anxiety self control Comunication enhancement :
verbal b.d (1-5) speech deficit:
kelemahan  Coping (1-5)  Gunakan
neuromuskuler  Sensory function : penerjemah:jika diperlukan
hearing & vision (1-5)  Beri kalimat simple
 Fear self control (1- setiap kali bertemu, jika
5) diperlukan
Kriteria hasil :  Konsultasikan dengan
 Komunikasi: dokter kebutuhan terapi
penerimaan, interpretasi, wicara
dan ekspresi pesan lisan  Dorong pasien untuk
tulisan, dan non verbal komunikasi secara perlahan
meningkat dan untuk mengulangi
 Komunikasi permintaan
ekspresif (kesulitan  Dengarkan dengan
berbicara): ekspresi penuh perhatian
pesan verbal atau atau  Berdiri didepan pasien
non verbal yang ketika berbicara
bermakna  Ajarkan pasien bicara
 Komunikasi resertif esophagus jika diberlukan
(kesulitan mendengar):  Beri anjuran kepada
penerimaan komunikasi pasien dan keluarga tentang
verbal dan non verbal menggunakan alat bantu
yang bermakna bicara
 Perolehan  Berikan pujian prositive,
informasi: klien mampu jika diperlukan
memperoleh informasi  Anjurkan pada
dan mengatur serta pertemuan kelompok
menggunakan informasi  Anjurkan kunjungan
 Mampu mengontrol keluarga secara teratur
respon ketakutan dan untuk memberi stimulus
kecemasan terhadap komunikasi
ketidakmampuan  Anjurkan ekspresi diri
berbicara dengan cara lain dalam
 Mampu menyampaikan informasi
memanajemen
kemampuan fisik yang
dimiliki
 Mampu
mengkomunikasikan
kebutuhan dengan
lingkungan sosial
5. Ansietas b.d NOC : NIC
 Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan
ancaman
(1-5) kecemasan)
kematian  Koping (1-5)  Gunakan pendekatan
kriteria hasil: yang menenangkan
 Klien mampu  Nyatakan dengan jelas
mengidentifikasi dan harapan terhadap pelaku
mengungkapkan gejala pasien
cemas  Jelaskan semua
 Mengidentifikasi, prosedur dan apa yang
mengungkapkan dan dirasakan selama prosedur
menunjukkan tehnik  Temani pasien untuk
untuk mengontrol cemas memberikan keamanan dan
 Vital sign dalam mengurangi takut
batas normal  Berikan informasi
 Postur tubuh, faktual mengenai diagnosis,
ekspresiwajah, bahasa tindakan prognosis
tubuh dan tingkat  Libatkan keluarga untuk
aktivitas menunjukkan mendampingi klien
berkurangnya kecemasan  Instruksikan pada
pasien untuk menggunakan
tehnik relaksasi
 Dengarkan dengan
penuh perhatian
 Identifikasi tingkat
kecemasan
 Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Kelola pemberian obat
anti cemas.
6. Ketidakseimbang NOC NIC:
an nutrisi kurang  Nutrional status (1- Nutrition Management
dari kebutuhan 5)  Kaji adanya alergi
tubuh b.d  Nutrional status: makanan
peningkatan food and fluid  Kolaborasi dengan ahli
kebutuhan intake (1-5) gizi untuk menentukan
metabolic  Nutrional status: jumlah kalori dan nutrisi
nutrient intake (1-5) yang dibutuhkan
 Weight control (1-5)  Anjurkan
Kriteria Hasil: pasienuntukmeningkatkan
 Adanya peningkatan intake Fe
berat badan sesuai  Anjurkan pasien untuk
dengan tujuan meningkatkan protein dan
 Berat badan ideal vitamin C
sesuai dengan tinggi  Berikan substansi gula
badan  Yakinkan diet yang
 Mampu dimakanmengandung tinggi
mengidentifikasi serat untukmencegah
kebutuhan nutrisi konstipasi
 Tidak ada tanda-  Berikan makanan yang
tanda malnutrisi terpilih
 Tidak terjadi (sudah dikonsulkandengan
penurunan berat badan ahli gizi)
 Ajarkan
pasienbagaimanamembuat
catatan makanan harian
 Monitor
jumlahnutrisi dan kandungan
kalori
 Berikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien
untukmendapatkanmutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas
normal
 Monitor adanya
penurunan beratbadan
 Monitor tipe
danjumlah aktivitas yang
biasa digunakan
 Monitor interaksi anak
atau orangtuaselama makan
 Monitor
lingkungan selamamakan
 Jadwal pengobatan
dan tindakan tidak selama
jam makan
 Monitor kulit kering
dan perubahanpigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor mual
danmuntah
 Monitor kadar albumin,
total protein, dan Hb
 Monitor makanankesuk
aan
 Monitor kalori
danintake nutrisi
 Catat jika lidah
berwarna magenta, scarlet
7. Resiko tinggi NOC NIC
infeksi b.d tidak  Immune Status (1-5) Infection control (kontrol
adekuatan  Knowledge : infeksi)
pertahanan Infection control (1-5)  Pertahankan teknik
utama  Risk control (1-5) aseptif
Kriteria hasil:  Batasi pengunjung bila
 Klien bebas dari perlu
tanda dan gejala infeksi  Cuci tangan setiap
 Menunjukkan sebelum dan
kemampuan untuk sesudahtindakan
mencegah timbulnya keperawatan
infeksi  Gunakan baju, sarung
 Jumlah leukosit tangan sebagaialat pelindung
dalam batas normal  Ganti letak IV perifer
 Menunjukkan dan dressing sesuaidengan
perilaku hidup sehat petunjuk umum
 Status imun,  Gunakan kateter
gastrointestinal, intermiten
genitourinaria dalam untukmenurunkan infeksi
batas normal kandung kencing
 Tingkatkan intake
nutrisi
 Berikan
terapiantibiotik:
 Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemikdan
local
 Pertahankan teknik
isolasi k/p
 Inspeksi kulit dan
membran mukosaterhadap
kemerahan, panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dangejala
infeksi
 Kaji suhu badan pada
pasien neutropeniasetiap 4
jam
Implementasi Keperawatan
Implementasi ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan untuk
membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan yang telah disusun. Prinsip dalam
memberikan tindakan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan
setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan keperawatan secara
independent, dependent, dan interdependent. Tindakan independent yaitu suatu kegiatan yang
dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
Tindakan dependent ialah tindakan yang berhubungan dengan tindakan medis atau dengan
perintah dokter atau tenaga kesehat lain. Tindakan interdependent ialah tindakan keperawatan
yang memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain seperti ahli gizi, radiologi,fisioterapi
dan lain-lain.
Dalam melakukan tindakan pada pasien dengan gagal napas perlu diperhatikan ialah
penanganan terhadap tidak efektifnya bersihan jalan napas, Kerusakan pertukaran gas, Resiko
tinggi kekurangan volume cairan, Ansietas/ketakutan, dan Kurangnya pengetahuan mengenai
kondisi.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang dapat digunakan sebagai alat
ukur kerberhasilan suatu asuhan keperawatan yang dibuat. Evaluasi berguna untuk menilai
setiap langkah dalam perencanaan, mengukur kemajuan klien dalam mencapai tujuan akhir dan
untuk mengevaluasi reaksi dalam menentukan keefektifan rencana atau perubahan dalam
membantu asuhan keperawatan.
Hasil yang diharapkan:
a. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri pulmonal, dan
tanda-tanda vital adekuat.
b. Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang minimal.
c. Bebas dari cedera atau infeksi seperti yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan
jumlah sel darah putih.
d. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.
e. Berkomunikasi secara efektif melalui pesantertulis, gerak tubuh, alat komunikasi
lainnya.
f. Dapat mengatasi masalah secara efektif.

Anda mungkin juga menyukai