KOTA KEDIRI
DI SUSUN
OLEH :
A. Pendahuluan
Proses penuaan mempengaruhi berbagai sistem tubuh pada lansia. Seiring masa
penuaan, berbagai fungsi sistem tubuh mengalami degenerasi, baik dari struktur anatomis,
maupun fungsi fisiologis. Salah satu sistem tubuh yang terganggu akibat proses penuaan
adalah sistem genitourinari. Pada sistem genitourinari lansia pria, masalah yang sering
terjadi akibat penuaan, yakni pembesaran kelenjar prostat Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) (DeLaune & Ladner, 2002).
Pembesaran kelenjar prostat, atau disebut dengan BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
merupakan salah satu masalah genitouriari yang prevalensi dan insidennya meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Parsons (2010) menjelaskan bahwa BPH terjadi pada 70
persen pria berusia 60-69 tahun di Amerika Serikat, dan 80 persen pada pria berusia 70
tahun ke atas. Diperkirakan, pada tahun 2030 insiden BPH akan meningkat mencapai 20
persen pada pria berusia 65 tahun ke atas, atau mencapai 20 juta pria (Parsons, 2010).
Di Indonesia sendiri, data Badan POM (2011) menyebutkan bahwa BPH merupakan
penyakit kelenjar prostat tersering kedua, di klinik urologi di Indonesia.
Insiden dan prevalensi BPH cukup tinggi, namun hal ini tidak diiringi dengan kesadaran
masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan maupun penanganan dini sebelum terjadi
gangguan eliminasi urin. Nies dan McEwen (2007) menjelaskan bahwa pandangan stereotip
yang mengatakan pria itu kuat, akan mengarahkan pria untuk cenderung lebih mengabaikan
gejala yang timbul di awal penyakit. Pria akan menguatkan diri dan menghindari penyebutan
“sakit” bagi diri pria itu sendiri. Sementara, ketika wanita sakit, wanita akan cenderung
membatasi kegiatan dan berusaha mencari perawatan kesehatan. Oleh karena itu, kasus BPH
yang terjadi lebih banyak kasus yang sudah mengalami gangguan eliminasi urin, dan hanya
bisa ditangani dengan prosedur pembedahan.
TURP (Transurethral Resection of the Prostate) merupakan salah satu prosedur
pembedahan untuk mengatasi masalah BPH yang paling sering dilakukan. Rassweiler
(2005) menjelaskan bahwa TURP merupakan representasi gold standard manajemen
operatif pada BPH. TURP memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan prosedur
bedah untuk BPH lainnya. Beberapa kelebihan TURP antara lain prosedur ini tidak
dibutuhkan insisi dan dapat digunakan untuk prostat dengan ukuran beragam, dan lebih
aman bagi pasien yang mempunyai risiko bedah yang buruk (Smeltzer & Bare, 2003). Oleh
karena itulah, prosedur TURP lebih umum digunakan mengatasi masalah pembesaran
kelenjar prostat.
B. Anatomi fisiologi
1. Anatomi
Kelenjar prostat merupakan bangunan yang pipih, kerucut dan berorientasi di
bidang koronal. Apeksnya menuju ke bawah dan terletak tepat diatas fasia profunda dari
diafragma urogenital. Permukaan anteriior mengarah pada simfisis dan dipisahkan
jaringan lemak serta vena periprostatika. Pita fibromuskuler anterior memisahkan
jaringan prostat dari ruang preprostatika dan permukaan posteriornya dipisahkan dari
rektum oleh lapisan ganda fasia denonvilliers.
Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20-25 gram dengan ukuran
rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari 5
lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah, lobus
lateral 2 buah. Prostat dikelilingi kapsul yang kurang lebih berdiameter 1 mm terdiri dan
serabut fibromuskular yang merupakan tempat perlekatan ligamentum pubovesikalis.
Beberapa ahli membagi prostat menjadi 5 lobus : lobus anterior, medial, posterior, dan 2
lobus lateral yang mengelilingi uretra.
Kelenjar prostat merupakan organ yang kompleks yang terdiri dari jaringan
glandular dan non glandular, glandular terbagi menjaadi 3 zona besar: sentral
(menempati 25 %), perifeal (menempati 70 %), dan transisional (menempati 5%).
Perbedaan zona-zona ini penting secara klinis karena zona perifeal sangat sering sebagai
tempat asal keganasan, dan zona transisional sebagai tempat asal benigna prostat
hiperplasia.
2. Fisiologi
Kelenjar prostat secara relatif tetap kecil sepanjang kanak-kanak dan mulai tumbuh
pada masa pubertas dibawah stimulus testesteron. Kelenjar ini mencapai ukuran
makasimal pada usia 20 tahun dan tetap dalam kuran ini sampai usia mendekati 50
tahun. Pada waktu tersebut pada beberapa pria kelenjar tersebut mulai berdegenerasi
bersamaan dengan penurunan pembentukan testosteron oleh testis.
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan bersifat
alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan koagulasi serta
fibrinolin. Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi
bersama dengan vas deferens dan cairan dari prostat keluar bercampur dengan segmen
yang lainnya.
C. Pengertian
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan sebagai pembesaran kelenjar
prostat yang memanjang ke atas, ke dalam kandung kemih, yang menghambat aliran urin,
serta menutupi orifisium uretra (Smeltzer & Bare, 2003). Secara patologis, BPH
dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah sel stroma dan epitelia pada bagian
periuretra prostat. Peningkatan jumlah sel stroma dan epitelia ini disebabkan adanya
proliferasi atau gangguan pemrograman kematian sel yang menyebabkan terjadinya
akumulasi sel (Roehrborn, 2011).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Price&Wilson (2005).
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.
D. Klasifikasi
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De jong (2005) secara
klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :
1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang dari 50 ml
2. Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas atas
dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50- 100 ml.
3. Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak dapat
diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total
E. Etiologi
Penyebab pasti BPH belum diketahui. Namun, IAUI (2003) menjelakan bahwa
terdapat banyak faktor yang berperan dalam hiperplasia prostat, seperti usia, adanya
peradangan, diet, serta pengaruh hormonal. Faktor tersebut selanjutnya mempengaruhi
prostat untuk mensintesis protein growth factor, yang kemudian memicu proliferasi sel
prostat. Selain itu, pembesaran prostat juga dapat disebabkan karena berkurangnya proses
apoptosis. Roehrborn (2011) menjelaskan bahwa suatu organ dapat membesar bukan hanya
karena meningkatnya proliferasi sel, tetapi juga karena berkurangnya kematian sel.
BPH jarang mengancam jiwa. Namun, keluhan yang disebabkan BPH dapat
menimbulkan ketidaknyamanan. BPH dapat menyebabkan timbulnya gejala LUTS (lower
urinary tract symptoms) pada lansia pria. LUTS terdiri atas gejala obstruksi (voiding
symptoms) maupun iritasi (storage symptom) yang meliputi: frekuensi berkemih meningkat,
urgensi, nokturia, pancaran berkemih lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan
merasa tidak puas sehabis berkemih, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin (IAUI, 2003).
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab
prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan
F. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat
normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya
Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000).
Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan
keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi
tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan
bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam
sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan
bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-
RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada
traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan
pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat,
tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar,
detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh
sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi
resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan
mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih
tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat
seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar
diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar
disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding
kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala
obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga
kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir
miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena
pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung
kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai
hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi
menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan
obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik
menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak
dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan
hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
2. Keperawatan
a. Pre operasi
Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT,
AL)
Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum
pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa
minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya
udara
b. Post operasi
1. Irigasi/Spoling dengan Nacl
Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
Hari ke 4 post operasi diklem
Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah
(urin dalam kateter bening)
2. Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis < 50cc)
3. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2
hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi
bisa diganti dengan obat oral.
4. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post
operasi
5. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan
betadin
6. Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
7. DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
8. Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
9. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
10. Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan
untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan
perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan
otot polos dapat membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada
pubis dapat membantu menghilangkan spasme.
11. Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi
tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen,
perdarahan
12. Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol
berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai
kontrol berkemih.
13. Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian
jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.
14. Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah
bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih
gelap dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi
pada kateter sehingga balon yang menahan kateter pada tempatnya
memberikan tekannan pada fossa prostatik.
J. Pengkajian keperawatan
Pengkajian pada pasien BPH dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan.
Menurut Doenges (1999) fokus pengkajian pasien dengan BPH adalah sebagai berikut :
1. Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada kasus preoperasi
dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh karena efek
pembesaran ginjal. Penurunan tekanan darah; peningkatan nadi sering dijumpai pada.
kasus postoperasi BPH yang terjadi karena kekurangan volume cairan.
2. Integritas Ego
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas egonya karena
memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang dapat dilihat dari tanda-
tanda seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku.
3. Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami oleh pasien
dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai aliran urin, aliran urin
berkurang, pengosongan kandung kemih inkomplit, frekuensi berkemih, nokturia,
disuria dan hematuria. Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi karena tindakan
invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase kateter
untuk mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna
urin, contoh : merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan tidak ada bekuan,
peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan
eliminasi urin, juga ada kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada preoperasi BPH hal
tersebut terjadi karena protrusi prostat ke dalam rektum, sedangkan pada postoperasi
BPH, karena perubahan pola makan dan makanan.
4. Makanan dan cairan
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek
penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari anastesi pada
postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan berat
badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi masukan dan pengeluaran baik cairan
maupun nutrisinya.
5. Nyeri dan kenyamanan
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan dasar yang
utama. Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada
pasien postoperasi biasanya ditemukan adanya nyeri suprapubik, pinggul tajam dan
kuat, nyeri punggung bawah.
6. Keselamatan/ keamanan
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor keselamatan tidak
luput dari pengkajian perawat karena hal ini sangat penting untuk menghindari segala
jenis tuntutan akibat kelalaian paramedik, tindakan yang perlu dilakukan adalah kaji
adanya tanda-tanda infeksi saluran perkemihan seperti adanya demam (pada
preoperasi), sedang pada postoperasi perlu adanya inspeksi balutan dan juga adanya
tanda-tanda infeksi baik pada luka bedah maupun pada saluran perkemihannya.
7. Seksualitas
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami
masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya, takut
inkontinensia/menetes selama hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi saat
ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri tekan pada prostat.
8. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi maupun postoperasi
BPH. Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin analisa, kultur urin, urologi., urin,
BUN/kreatinin, asam fosfat serum, SDP/sel darah putih. Sedangkan pada
postoperasinya perlu dikaji kadar hemoglobin dan hematokrit karena imbas dari
perdarahan. Dan kadar leukosit untuk mengetahui ada tidaknya infeksi.
K. Penyimpangan KDM
L. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kasus Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) adalah sebagai berikut :
1. Pre operasi
Nyeri akut
Cemas
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Kerusakan eleminasi urin
2. Post operasi
Nyeri akut
Resiko infeksi
Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan
Defisit perawatan diri
M. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ….x 1. Manajemen Nyeri
Definisi : Sensori dan pengalaman 24 jam, klien dapat: Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat kenyamanan yang dapat
emosional yang tidak menyenangkan diterima pasien
yang timbul dari kerusakan jaringan 1. Menunjukkan tingkat nyeri Intervensi:
aktual atau potensial, muncul tiba-tiba Definisi : tingkat keparahan dari nyeri yang 1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik, waktu
atau lambat dengan intensitas ringan dilaporkan atau ditunjukan kejadian, lama, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-
sampai berat dengan akhir yang bisa Indikator: faktor pencetus
diantisipasi atau diduga dan berlangsung Melaporkan nyeri 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya
kurang dari 6 bulan. Frekuensi nyeri dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
Lamanya episode nyeri 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
Faktor yang berhubungan : Agen Ekspresi nyeri: wajah 4. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri
injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis) Posisi melindungi tubuh 5. Kaji latar belakang budaya klien
Kegelisahan 6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola tidur,
nafsu makan, aktifitas mood, hubungan, pekerjaan, tanggungjawab peran
Perubahan Respirasirate
7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri kronis
Perubahan Heart Rate
8. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah
Perubahan tekanan Darah
digunakan
Perubahan ukuran Pupil
9. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
Perspirasi
10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan
Kehilangan nafsu makan
tindakan pencegahan
Keterangan:
11. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien
1 : berat terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur ruangan, penyinaran, dll)
2 : agak berat 12. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
3 : sedang 13. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi, (ex: relaksasi, guided
4 : sedikit imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase)
5 : tidak ada 14. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
15. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon klien
16. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
17. Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat
18. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
19. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota keluarga saat tindakan
nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan preventif
20. monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri
Mempertrahankan hubungan sosial 13. Berikan obat obat yang mengurangi cemas
Mempertahankan konsentrasi
Melaporkan kepada perawat tidur cukup
Melaporkan kepada perawat bahwa cemas tidak
mempengatruhi keadaan fisik
Tidak adanya tingkahlaku yang menunjukan
cemas
Keterangan
1 :Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
3 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …. 1. Manajemen Nutrisi
dari kebutuhan tubuh X 24 jam klien dapat menunjukkan Definisi : membantu dengan atau menyediakan masukan diet seimbang dari
makanan dan cairan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup 1. status nutrisi yang baik Intervensi :
untuk keperluan metabolisme tubuh Definisi : Nutrisi cukup untuk memenuhi 1. Catat jika klien memiliki alergi makanan
kebutuhan metabolisme tubuh 2. Catat makanan kesukaan klien
Indikator : 3. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrien yang dibutuhkan
Masukan nutrisi 4. Dorong asupan kalori sesuai tipe tubuh dan gaya hidup
- Masukan makanan dan cairan 5. Dorong asupan zat besi
Tingkat energi cukup 6. Tawarkan makanan ringan
Keterangan: dikonsumsi
Post Operasi
1.
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ….x 1. Manajemen Nyeri
24 jam, klien dapat: Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat kenyamanan yang dapat
Definisi : Sensori dan pengalaman diterima pasien
emosional yang tidak menyenangkan 1. Mengontol nyeri
yang timbul dari kerusakan jaringan Definisi : tindakan seseorang untuk mengontrol Intervensi:
aktual atau potensial, muncul tiba-tiba nyeri. 1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik,waktu
atau lambat dengan intensitas ringan Indikator: kejadian, lama, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor
sampai berat dengan akhir yang bisa Mengenal faktor-faktor penyebab pencetus
diantisipasi atau diduga dan berlangsung Mengenal onset/waktu kejadian nyeri 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam
kurang dari 6 bulan. Tindakan pertolongan non-analgetik ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
Menggunakan analgetik 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
Melaporkan gejala-gejala kepada tim kesehatan 4. Gunakan komunkasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri
Nyeri terkontrol 6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola tidur, nafsu
makan, aktifitas mood, hubungan, pekerjaan, tanggungjawab peran
Keterangan: 7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri kronis
1 = tidak pernah dilakukan 8. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah
4 = sering dilakukan 10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan
resistensi terhadap infeksi 8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien
9. Lakukan universal precautions
10. Gunakan sarung tangan steril
11. Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV
Keterangan: 12. Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
1 : Tidak pernah menunjukkan 13. Tingkatkan asupan nutrisi
2 : Jarang menunjukkan 14. Anjurkan asupan cairan
3 : Kadang-kadang menunjukkan 15. Anjurkan istirahat
4 : Sering menunjukkan 16. Berikan terapi antibiotik
5 : Selalu menunjukkan 17. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala dari infeksi
18. Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana mencegah infeksi
3 Kurang pengetahuan tentang : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 1. Pendidikan kesehatan: Proses penyakit
penyakit, diet, pengobatan 24 jam pengetahuan klien dan keluarga meningkat Intervensi :
tentang: 1. Gali pengetahuan tentang proses penyakit
Definisi : tidak adanya atau kurangnya 1. Proses penyakit dengan 2. Jelaskan patofisiologi penyakit
informasi kognitif sehubungan dengan Indikator: 3. Jelaskan tanda dan gejala penyakit
topik spesifik Mengenal nama penyakit 4. Terangkan proses penyakit
Menjelaskan proses penyakit 5. Identifikasi proses kemungkinan penyebab
Menjelaskan penyebab/fakor yang 6. Berikan informasi tentang kondisi pasien
berkontribusi 7. Hindari memberi harapan palsu
Menjelaskan efek dari penyakit 9. Diskusikan perubahan gaya hidup untuk mencegah komplikasi di masa
berhias 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-
hygiene care.
4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
oral hygiene
kemampuan yang dimiliki.
ambulasi: berjalan
5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak
ambulasi: wheelchair
mampu melakukannya.
transfer performance
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan
bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
Keterangan:
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
1: bergantung total
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
2 : dibantu orang dan alat
3 ; dibantu orang
4 : dibantu alat
5: mandiri
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J., (2000), Buku saku diagnosa keperawatan, Edisi 8. EGC : Jakarta.
Corwin, E. J., (2009), Buku saku pathofisiologi. Edisi 3. EGC: Jakarta.
DeLaune & Ladner. (2002). Fundamental of nursing: Standards and practice. New York: Delmar.
IAUI (Ikatan Ahli Urologi Indonesia). (2003). Pedoman penatalaksanaan BPH di Indonesia. Style
sheet: www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf. (Diunduh pada 17 Februari 2015).
Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2010). Profil penduduk lansia 2009. Komnas
Lansia: Jakarta
Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2009). Lampu kuning ledakan kaum renta. Style
sheet: http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?name=News&file=article&sid =26.
(Diunduh 16 Februari 2015)
Mansjoer, A., dkk, (2000), Kapita selekta kedokteran, Edisi Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta.
Nies, M.A. & McEwen, M. (2007). Community / publuc helath nursing: Promoting the health of
populations. (4th edition). St Lois: Saunders Elsevier
Parsons, J.K. (2010). Benign prostatic hyperplasia and male lower urinary tract symptoms:
Epidemiology and risk factors. Springer Journal, Curr Bladder Dysfunct Rep, 5:212–218.
Purnomo, B. B., (2000), Dasar-dasar urologi. CV Info Medika: Jakarta.
Putra, R.A. (2012). 2020, Lansia Indonesia lebih banyak hidup di kota. Style sheet:
http://mizan.com/news_det/2020-lansia-indonesia-lebih-banyakhidup-di-kota.html. (Diunduh
16 Februari 2015).
Roehrborn, C. G., & McConnell, J. D. (2011). Benign prostatic hyperplasia: etiology,
pathophysiology, epidemiology, and natural history. CampbellWalsh Urology. (10th ed).
Philadelphia: Saunders Elsevier.
Sjamsuhidajat, R., & Jong, de.W. (2005). Buku ajar ilmu bedah (Edisi 2). EGC. (Hal 782–786):
Jakarta
Smeltzer S.C., & Bare, B.G. (2003). Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical nursing.
(10th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community and public health nursing. Missouri: Mosby
Wilkinson M. Judith & Ahern R. Nancy. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan. Edisi 9. EGC :
Jakarta
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
IIK SURYA MITRA HUSADA INDONESIA
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
ALAMAT : JLN. Manila No. 37 Sumberece Kota Kediri Telp. (0354) 7009713 Fax. (0354) 695130
IDENTITAS
1. Nama Pasien : Tn. K
2. Umur : 69 Tahun
3. Suku/ Bangsa : Jawa
4. Agama : Islam
5. Pendidikan :-
6. Pekerjaan : Petani
7. Alamat : Ds. Sugih Waras, Kec. Prambon, Nganjuk
8. Sumber Biaya : Bpjs
KELUHAN UTAMA
1. Keluhan utama: Perdarahan
5. Lain-lain:
...........................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................... .................................................
...........................................................................................................................................................................................
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Ya tidak
- Jenis :…………………...................................................................................................................... ...............
- Genogram :
X Keterangan :
x
= Laki-laki
= Perempuan
= Pasien
= Tinggal Serumah
Merokok ya tidak
keterangan…………………….........................................................
Obat ya tidak
keterangan…..............................................................………………
Olah raga ya tidak
keterangan…..........................................................…………………
j. Penggunaan WSD:
- Jenis : ...................................................................................................................... ...........................................
- Jumlah cairan : ...................................................................................................................... ............................
- Undulasi :...................................................................................................................................................
- Tekanan : ..................................................................................................................................................
k. Tracheostomy: ya tidak
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
3. Sistem Kardio vaskuler (B2)
a. TD : 130/80 mmHg Masalah Keperawatan :
b. N : 80x/Menit
c. Keluhan nyeri dada: ya tidak
P :................................................................... Tidak Ada
Q :...................................................................
R :...................................................................
S :...................................................................
T :...................................................................
d. Irama jantung: reguler ireguler
e.
f. Suara jantung: normal (S1/S2 tunggal) murmur
gallop lain-lain.....
g. Ictus Cordis: Tidak Nampak
h. CRT : <2 detik
i. Akral: hangat kering merah basah pucat
panas dingin
j. Sikulasi perifer: normal menurun
k. JVP :.................................
l. CVP :.................................
m. CTR :.................................
f. Kemampuan berkemih:
Spontan Alat bantu, sebutkan: Terpasang Kateter
g. Produksi urine : - ml/jam
Warna : Kemerahan Bercampur Darah
Bau : Khas
h. Kandung kemih : Membesar ya tidak
i. Nyeri tekan ya tidak
j. Intake cairan oral : 600 cc/hari parenteral : 1500 cc/hari
k. Balance cairan: -
l. Lain-lain :
-klien terpasang Spuling NACL
8. Sistem pendengaran
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior
Masalah Keperawatan :
OD OS
Simetris Aurcicula Simetris Tidak Ada
Tidak ada pengeluaran MAE Tidak ada pengeluaran
cairan cairan
Utuh Membran Utuh
Tymphani
Simetris Rinne simetris
Simetris Weber simetris
Simetris Swabach simetris
b. Tes Audiometri
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
c. Keluhan nyeri ya tidak
P :...................................................................
Q :...................................................................
R :...................................................................
S :...................................................................
T :...................................................................
d. Luka operasi: ada tidak
Tanggal operasi :................
Jenis operasi :................
Lokasi :................
Keadaan :................
e. Alat bantu dengar: Tidak Ada
f. Lain-lain :
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
8. Sistem muskuloskeletal (B6)
a. Pergerakan sendi: bebas terbatas
b. Kekuatan otot: 5 5 Masalah Keperawatan :
5 5
f. Pruritus: ya tidak
g. Urtikaria: ya tidak
h. Lain-lain:
..................................................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................... ...................
..................................................................................................................................................................................
c. Hipoglikemia: ya tidak
d. Hiperglikemia: ya tidak
e. Kondisi kaki DM
- Luka gangren ya tidak
Jenis ................................................................................................................
- Lama luka ...............................................................................................
- Warna ...............................................................................................
- Luas luka ...............................................................................................
- Kedalaman ...............................................................................................
- Kulit kaki ...............................................................................................
- Kuku kaki ...............................................................................................
- Telapak kaki ...............................................................................................
- Jari kaki ...............................................................................................
- Infeksi ya tidak
-
- Riwayat luka sebelumya ya tidak
Jika ya:
- Tahun :
Jenis Luka :
- Lokasi :
- Riwayat amputasi sebelumya ya tidak
Jika ya:
- Tahun :
- Lokasi :
f. ABI : ....................................................
g. Lain-lain:
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL Masalah Keperawatan :
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya:
Pasien mengatakan takut karena ada darah yang keluar melalui selang kateter
1. Kecemasan
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya
Murung/diam gelisah tegang marah/menangis
c. Reaksi saat interaksi kooperatif tidak kooperatif curiga
d. Gangguan konsep diri:
...........................................................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................................................
e. Lain-lain:
...........................................................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................................................
PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN
Masalah Keperawatan :
Jelaskan : Klien nampak bersih dan rapi
...............................................................................................................................
............................................................................................................................... Tidak Ada
...............................................................................................................................
PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah Masalah Keperawatan :
- Sebelum sakit sering kadang- kadang tidak pernah
- Selama sakit sering kadang- kadang tidak pernah
Tidak Ada
b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah:
...............................................................................................................................
.........................................................................................................................................................................................
............................................................................................................................... ..........................................................
TERAPI
Kediri, 23/1/2020
(KELOMPOK C)
A. ANALISA DATA
MASALAH
NO DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
1 DS : -
BPH Resiko Perdarahan
DO :
- Nampak perdarahan pada selang
kateter Post op Turp
- Urine berwarnah merah
bercampur darah
- TTV : Kerusakan jaringan periuretral
S : 37 OC
N : 80 x/Menit
TD : 130/80 mmHg Kerusakan integritas jaringan
RR : 20x/Menit
Resiko Perdarahan
DS :
- Pasien mengatakan takut karena BPH Cemas
ada darah yang keluar dari
saluran kencing melalui selang
kateter Post op Turp
DO :
- Eksptresi wajah Nampak tegang
Perdarahan
Kurang Informasi
Cemas
1 Resiko Perdarahan
2 Cemas
C. RENCANA KEPERAWATAN
Hari / No
Jam IMPLEMENTASI EVALUASI
Tanggal Dx
Selasa 1 09.20 1. Memantau tanda-tanda Jam : 10:10
21-01- perdarahan S:-
2020 09:35 2. Mencatat nilai HB sebelum
O:
dan masih terjadinya
Urin berwarna kuning
perdarahan.
Tidak nampak darah
09:40 3. Mempertahankan bedrest
merembes melalui selang
selama perdarahan aktif
kateter
09:45 4. Menganjutkan pasien untuk
TTV :
meningkatkan asupan
T : 130/80 mmhg
makanan yang banyak
N : 80 x/Menit
mengandung vitamin K
RR : 20 x/ MEnit
misalnya sayuran dan susu.
S : 36 oC
09:50 5. Memonitor ttv
HB : 16,0
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi
A:
Masalah Keperawatan
Kecemasan teratasi
P:
Hentikan intervensi