Anda di halaman 1dari 37

SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA Tn. K DENGAN DIAGNOSA MEDIS “BPH”

DI RUANGAN MEKAH III RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH AHMAD DAHLAN

KOTA KEDIRI

DI SUSUN

OLEH :

SUPRIYANTO U. ABDULLAH NIM 1912B1022

RASNI KUTANGA NIM 1912B1016

RATNA NIM 1912B1017

RISKA NIM 1912B1018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN INSTITUT ILMU KESEHATAN


SURYA MITRA HUSADA INDONESIA
KEDIRI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
BENIGNA PROSTATE HYPERPLASIA (BPH)

A. Pendahuluan
Proses penuaan mempengaruhi berbagai sistem tubuh pada lansia. Seiring masa
penuaan, berbagai fungsi sistem tubuh mengalami degenerasi, baik dari struktur anatomis,
maupun fungsi fisiologis. Salah satu sistem tubuh yang terganggu akibat proses penuaan
adalah sistem genitourinari. Pada sistem genitourinari lansia pria, masalah yang sering
terjadi akibat penuaan, yakni pembesaran kelenjar prostat Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) (DeLaune & Ladner, 2002).
Pembesaran kelenjar prostat, atau disebut dengan BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
merupakan salah satu masalah genitouriari yang prevalensi dan insidennya meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Parsons (2010) menjelaskan bahwa BPH terjadi pada 70
persen pria berusia 60-69 tahun di Amerika Serikat, dan 80 persen pada pria berusia 70
tahun ke atas. Diperkirakan, pada tahun 2030 insiden BPH akan meningkat mencapai 20
persen pada pria berusia 65 tahun ke atas, atau mencapai 20 juta pria (Parsons, 2010).
Di Indonesia sendiri, data Badan POM (2011) menyebutkan bahwa BPH merupakan
penyakit kelenjar prostat tersering kedua, di klinik urologi di Indonesia.
Insiden dan prevalensi BPH cukup tinggi, namun hal ini tidak diiringi dengan kesadaran
masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan maupun penanganan dini sebelum terjadi
gangguan eliminasi urin. Nies dan McEwen (2007) menjelaskan bahwa pandangan stereotip
yang mengatakan pria itu kuat, akan mengarahkan pria untuk cenderung lebih mengabaikan
gejala yang timbul di awal penyakit. Pria akan menguatkan diri dan menghindari penyebutan
“sakit” bagi diri pria itu sendiri. Sementara, ketika wanita sakit, wanita akan cenderung
membatasi kegiatan dan berusaha mencari perawatan kesehatan. Oleh karena itu, kasus BPH
yang terjadi lebih banyak kasus yang sudah mengalami gangguan eliminasi urin, dan hanya
bisa ditangani dengan prosedur pembedahan.
TURP (Transurethral Resection of the Prostate) merupakan salah satu prosedur
pembedahan untuk mengatasi masalah BPH yang paling sering dilakukan. Rassweiler
(2005) menjelaskan bahwa TURP merupakan representasi gold standard manajemen
operatif pada BPH. TURP memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan prosedur
bedah untuk BPH lainnya. Beberapa kelebihan TURP antara lain prosedur ini tidak
dibutuhkan insisi dan dapat digunakan untuk prostat dengan ukuran beragam, dan lebih
aman bagi pasien yang mempunyai risiko bedah yang buruk (Smeltzer & Bare, 2003). Oleh
karena itulah, prosedur TURP lebih umum digunakan mengatasi masalah pembesaran
kelenjar prostat.
B. Anatomi fisiologi
1. Anatomi
Kelenjar prostat merupakan bangunan yang pipih, kerucut dan berorientasi di
bidang koronal. Apeksnya menuju ke bawah dan terletak tepat diatas fasia profunda dari
diafragma urogenital. Permukaan anteriior mengarah pada simfisis dan dipisahkan
jaringan lemak serta vena periprostatika. Pita fibromuskuler anterior memisahkan
jaringan prostat dari ruang preprostatika dan permukaan posteriornya dipisahkan dari
rektum oleh lapisan ganda fasia denonvilliers.
Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20-25 gram dengan ukuran
rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari 5
lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah, lobus
lateral 2 buah. Prostat dikelilingi kapsul yang kurang lebih berdiameter 1 mm terdiri dan
serabut fibromuskular yang merupakan tempat perlekatan ligamentum pubovesikalis.
Beberapa ahli membagi prostat menjadi 5 lobus : lobus anterior, medial, posterior, dan 2
lobus lateral yang mengelilingi uretra.
Kelenjar prostat merupakan organ yang kompleks yang terdiri dari jaringan
glandular dan non glandular, glandular terbagi menjaadi 3 zona besar: sentral
(menempati 25 %), perifeal (menempati 70 %), dan transisional (menempati 5%).
Perbedaan zona-zona ini penting secara klinis karena zona perifeal sangat sering sebagai
tempat asal keganasan, dan zona transisional sebagai tempat asal benigna prostat
hiperplasia.

Gambar: Pembesaran Prostat


Uretra dan verumontanium dapat dipakai sebagai patokan untuk prostat. Bagian
proksimal uretra membentang melalui 1/3 bagian depan prostat dan bersinggungan
dengan kelenjar periutheral dan sfingter preprostatik. Pada tingkat veromontanium,
urethra membentuk sudut anterior 350 dan urethra pars prostatika distal bersinggung
dengan zona perifal. Volume zona sentral adalah yang terbesar pada individu muda, tapi
dengan bertambahnya usia zona ini atrofi secara progresif. Sebaliknya zona transisional
membesar dengan membentuk benigna prostat hiperplasia.
Mc. Neal Melakukan analisa komparatif tentang zona prostat melalui potongan
sagital, koronal dan koronal obliq yaitu :
a. Stroma fibromuskular anterior
Merupakan lembaran tebal yang menutupi seluruh permukaan anterior prostat.
Lembaran ini merupakan kelanjutan dari lembaran otot polos disekitar urethra
proksial pada leher buli, dimana lembaran ini bergabung dengan spinkter interna dan
otot detrusor dari tempat dimana dia berasal. Dekat apeks otot polos ini bergabung
dengan striata yang mempunyai peranan sebagai spinkter eksterna.
b. Zona perifer
Merupakan bagian terbesar dari prostat. Zona ini terdiri atas 65-67 % dari
seluruh jaringan prostat. Hampir semua karsinoma berasal dari zona ini.
c. Zona Sentral
Zona sentral mengelingi ductus ejakularis secra penuh diatas dan dibelakang
verumontanium. Mc. Neal membedakan zona ini sentral dan zona perifer
berdasarkan arsitektur sel dan sitologinya.
d. Zona transisional
Merupakan sekelompok kecil ductus yang berasal dari suatu titik pertemuan
urethra proksimal dan distal. Besarnya 5 % dari seluruh massa prostat. Pada zona ini
asiner banyak mengalami proliferasi dibandingkan ductus periurethra lainnya.

2. Fisiologi
Kelenjar prostat secara relatif tetap kecil sepanjang kanak-kanak dan mulai tumbuh
pada masa pubertas dibawah stimulus testesteron. Kelenjar ini mencapai ukuran
makasimal pada usia 20 tahun dan tetap dalam kuran ini sampai usia mendekati 50
tahun. Pada waktu tersebut pada beberapa pria kelenjar tersebut mulai berdegenerasi
bersamaan dengan penurunan pembentukan testosteron oleh testis.
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan bersifat
alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan koagulasi serta
fibrinolin. Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi
bersama dengan vas deferens dan cairan dari prostat keluar bercampur dengan segmen
yang lainnya.
C. Pengertian
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan sebagai pembesaran kelenjar
prostat yang memanjang ke atas, ke dalam kandung kemih, yang menghambat aliran urin,
serta menutupi orifisium uretra (Smeltzer & Bare, 2003). Secara patologis, BPH
dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah sel stroma dan epitelia pada bagian
periuretra prostat. Peningkatan jumlah sel stroma dan epitelia ini disebabkan adanya
proliferasi atau gangguan pemrograman kematian sel yang menyebabkan terjadinya
akumulasi sel (Roehrborn, 2011).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Price&Wilson (2005).
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.

D. Klasifikasi
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De jong (2005) secara
klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :
1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang dari 50 ml
2. Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas atas
dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50- 100 ml.
3. Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak dapat
diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total

E. Etiologi
Penyebab pasti BPH belum diketahui. Namun, IAUI (2003) menjelakan bahwa
terdapat banyak faktor yang berperan dalam hiperplasia prostat, seperti usia, adanya
peradangan, diet, serta pengaruh hormonal. Faktor tersebut selanjutnya mempengaruhi
prostat untuk mensintesis protein growth factor, yang kemudian memicu proliferasi sel
prostat. Selain itu, pembesaran prostat juga dapat disebabkan karena berkurangnya proses
apoptosis. Roehrborn (2011) menjelaskan bahwa suatu organ dapat membesar bukan hanya
karena meningkatnya proliferasi sel, tetapi juga karena berkurangnya kematian sel.
BPH jarang mengancam jiwa. Namun, keluhan yang disebabkan BPH dapat
menimbulkan ketidaknyamanan. BPH dapat menyebabkan timbulnya gejala LUTS (lower
urinary tract symptoms) pada lansia pria. LUTS terdiri atas gejala obstruksi (voiding
symptoms) maupun iritasi (storage symptom) yang meliputi: frekuensi berkemih meningkat,
urgensi, nokturia, pancaran berkemih lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan
merasa tidak puas sehabis berkemih, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin (IAUI, 2003).
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab
prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan

F. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat
normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya
Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000).
Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan
keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi
tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan
bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam
sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan
bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-
RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada
traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan
pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat,
tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar,
detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh
sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi
resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan
mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih
tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat
seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar
diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar
disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding
kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala
obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga
kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir
miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena
pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung
kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai
hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi
menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan
obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik
menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak
dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan
hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)

G. Tanda dan gejala


Gambaran tanda dan gejala secara klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda
gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak
puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan
(straining) kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang
akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran
prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum
penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara
lain: sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan
ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000)
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium :
a) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
b) Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun
tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK
atau disuria dan menjadi nocturia.
c) Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara
periodik (over flow inkontinen).
Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa Tanda dan gejala dari
BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-
anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan saat berkemih,
aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut.
Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :
a) Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
 Grade 0 : Penonjolan prosrar 0-1 cm ke dalam rectum.
 Grade 1 : Penonjolan prosrar 1-2 cm ke dalam rectum.
 Grade 2 : Penonjolan prosrar 2-3 cm ke dalam rectum.
 Grade 3 : Penonjolan prosrar 3-4 cm ke dalam rectum.
 Grade 4 : Penonjolan prosrar 4-5 cm ke dalam rectum.
b) Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh kencing
dahulu kemudian dipasang kateter.
 Normal : Tidak ada sisa
 Grade I : sisa 0-50 cc
 Grade II : sisa 50-150 cc
 Grade III : sisa > 150 cc
 Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.
H. Pemeriksaan diagnostik
1. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,
sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan
adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih,
walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi
ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu
biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen density
(PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya
dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml
2. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua defek
pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya menyertai
penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan
harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT,
golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan sitoskopi.
Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi buli, dan volume
residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran
ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari
keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena
dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran
ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan
besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat
bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi
ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara
dan sesudah isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor,
divertikel. Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin.
Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.
I. Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung
pada stadium-stadium dari gambaran klinis
a) Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin
dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan,
tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya
adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
b) Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
c) Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam.
Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan
melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
d) Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari
retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive
dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan
pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat
penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan
memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat
dilakukan dengan:
a) Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi,
hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.
b) Medikamentosa
 Mengharnbat adrenoreseptor α
 Obat anti androgen
 Penghambat enzim α -2 reduktase
 Fisioterapi
c) Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi
ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter,
hidronefrosis jenis pembedahan:
 TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui
sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.
 Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada
kandung kemih.
 Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian
bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
 Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi
diantara skrotum dan rektum.
 Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis
dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian
bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.
d) Terapi Invasif Minimal
 Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke
kelenjar prostat melalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.
 Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
 Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

2. Keperawatan
a. Pre operasi
 Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT,
AL)
 Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
 Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
 Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum
pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa
minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya
udara
b. Post operasi
1. Irigasi/Spoling dengan Nacl
 Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
 Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
 Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
 Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
 Hari ke 4 post operasi diklem
 Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah
(urin dalam kateter bening)
2. Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis < 50cc)
3. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2
hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi
bisa diganti dengan obat oral.
4. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post
operasi
5. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan
betadin
6. Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
7. DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
8. Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
9. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
10. Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan
untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan
perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan
otot polos dapat membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada
pubis dapat membantu menghilangkan spasme.
11. Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi
tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen,
perdarahan
12. Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol
berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai
kontrol berkemih.
13. Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian
jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.
14. Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah
bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih
gelap dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi
pada kateter sehingga balon yang menahan kateter pada tempatnya
memberikan tekannan pada fossa prostatik.

J. Pengkajian keperawatan
Pengkajian pada pasien BPH dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan.
Menurut Doenges (1999) fokus pengkajian pasien dengan BPH adalah sebagai berikut :
1. Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada kasus preoperasi
dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh karena efek
pembesaran ginjal. Penurunan tekanan darah; peningkatan nadi sering dijumpai pada.
kasus postoperasi BPH yang terjadi karena kekurangan volume cairan.
2. Integritas Ego
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas egonya karena
memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang dapat dilihat dari tanda-
tanda seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku.
3. Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami oleh pasien
dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai aliran urin, aliran urin
berkurang, pengosongan kandung kemih inkomplit, frekuensi berkemih, nokturia,
disuria dan hematuria. Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi karena tindakan
invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase kateter
untuk mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna
urin, contoh : merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan tidak ada bekuan,
peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan
eliminasi urin, juga ada kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada preoperasi BPH hal
tersebut terjadi karena protrusi prostat ke dalam rektum, sedangkan pada postoperasi
BPH, karena perubahan pola makan dan makanan.
4. Makanan dan cairan
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek
penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari anastesi pada
postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan berat
badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi masukan dan pengeluaran baik cairan
maupun nutrisinya.
5. Nyeri dan kenyamanan
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan dasar yang
utama. Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada
pasien postoperasi biasanya ditemukan adanya nyeri suprapubik, pinggul tajam dan
kuat, nyeri punggung bawah.
6. Keselamatan/ keamanan
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor keselamatan tidak
luput dari pengkajian perawat karena hal ini sangat penting untuk menghindari segala
jenis tuntutan akibat kelalaian paramedik, tindakan yang perlu dilakukan adalah kaji
adanya tanda-tanda infeksi saluran perkemihan seperti adanya demam (pada
preoperasi), sedang pada postoperasi perlu adanya inspeksi balutan dan juga adanya
tanda-tanda infeksi baik pada luka bedah maupun pada saluran perkemihannya.
7. Seksualitas
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami
masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya, takut
inkontinensia/menetes selama hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi saat
ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri tekan pada prostat.
8. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi maupun postoperasi
BPH. Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin analisa, kultur urin, urologi., urin,
BUN/kreatinin, asam fosfat serum, SDP/sel darah putih. Sedangkan pada
postoperasinya perlu dikaji kadar hemoglobin dan hematokrit karena imbas dari
perdarahan. Dan kadar leukosit untuk mengetahui ada tidaknya infeksi.
K. Penyimpangan KDM
L. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kasus Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) adalah sebagai berikut :
1. Pre operasi
 Nyeri akut
 Cemas
 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
 Kerusakan eleminasi urin
2. Post operasi
 Nyeri akut
 Resiko infeksi
 Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan
 Defisit perawatan diri
M. Intervensi Keperawatan

Pre Operasi
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan

1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ….x 1. Manajemen Nyeri
Definisi : Sensori dan pengalaman 24 jam, klien dapat: Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat kenyamanan yang dapat
emosional yang tidak menyenangkan diterima pasien
yang timbul dari kerusakan jaringan 1. Menunjukkan tingkat nyeri Intervensi:
aktual atau potensial, muncul tiba-tiba Definisi : tingkat keparahan dari nyeri yang 1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik, waktu
atau lambat dengan intensitas ringan dilaporkan atau ditunjukan kejadian, lama, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-
sampai berat dengan akhir yang bisa Indikator: faktor pencetus
diantisipasi atau diduga dan berlangsung  Melaporkan nyeri 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya
kurang dari 6 bulan.  Frekuensi nyeri dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
 Lamanya episode nyeri 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
Faktor yang berhubungan : Agen  Ekspresi nyeri: wajah 4. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri
injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)  Posisi melindungi tubuh 5. Kaji latar belakang budaya klien

 Kegelisahan 6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola tidur,
nafsu makan, aktifitas mood, hubungan, pekerjaan, tanggungjawab peran
 Perubahan Respirasirate
7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri kronis
 Perubahan Heart Rate
8. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah
 Perubahan tekanan Darah
digunakan
 Perubahan ukuran Pupil
9. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
 Perspirasi
10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan
 Kehilangan nafsu makan
tindakan pencegahan
Keterangan:
11. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien
1 : berat terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur ruangan, penyinaran, dll)
2 : agak berat 12. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
3 : sedang 13. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi, (ex: relaksasi, guided
4 : sedikit imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase)
5 : tidak ada 14. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
15. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon klien
16. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
17. Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat
18. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
19. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota keluarga saat tindakan
nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan preventif
20. monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri

2 Cemas Setelah dilakukan asuhan keperawatan  Menurunkan cemas


Definisi : Perasaan gelisah yang tak selama......x24 jam pasien menunjukan dapat : Definisi : meminimalkan rasa takut, cemas, merasa dalam bahaya atau
jelas dari ketidaknyamanan atau ketidaknyamanan terhadap sumber yang tidak diketahui
ketakutan yang disertai respon autonom 1. Mengontrol cemas: Intervernsi:
(sumner tidak spesifik atau tidak Definisi : Tindakan seseorang untuk mengurangi 1. Tenangkan pasien
diketahui oleh individu); perasaan perasaan tertekan/terbebani dan ketegangan dari 2. Jelaskan seluruh prosedurt tindakan kepada pasien dan perasaan yamng
keprihatinan disebabkan dari antisipasi sumber yang tidak dapat diidentifikasi mungkin muncul pada saat melakukan tindakan
terhadap bahaya. Sinyal ini merupakan Indikator : 3. Berusaha memahami keadaan pasien
peringatan adanya ancaman yang akan  Monitor intensitas cemas 4. Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan
datang dan memungkinkan individu  Meghilangkan penyebab cemas 5. Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan
untuk mengambil langkah untuk  Menurunkan stimulus lingkungan ketika cemas kenyamanan
menyetujui terhadap tindakan.  Mencari informasi untuk menurunkan cemas 6. Dorong pasien untuk menyampaikan tentang isi perasaannya
7. Kaji tingkat kecemasan
 Gunakan strategi koping efektif 8. Dengarkan dengan penuh perhatian
 Melaporkan kepada perawat penurunan lama 9. Ciptakan hubungan saling percaya
cemas 10. Bantu pasien menjelaskan keadaan yang bisa menimbulkan kecemasan
 Menggunakan teknik relaksasi untuk 11. Bantu pasien untuk mengungkapkan hal hal yang membuat cemas
menurunkan cemas 12. Ajarkan pasien teknik relaksasi

 Mempertrahankan hubungan sosial 13. Berikan obat obat yang mengurangi cemas

 Mempertahankan konsentrasi
 Melaporkan kepada perawat tidur cukup
 Melaporkan kepada perawat bahwa cemas tidak
mempengatruhi keadaan fisik
 Tidak adanya tingkahlaku yang menunjukan
cemas

Keterangan
1 :Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan

3 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …. 1. Manajemen Nutrisi
dari kebutuhan tubuh X 24 jam klien dapat menunjukkan Definisi : membantu dengan atau menyediakan masukan diet seimbang dari
makanan dan cairan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup 1. status nutrisi yang baik Intervensi :
untuk keperluan metabolisme tubuh Definisi : Nutrisi cukup untuk memenuhi 1. Catat jika klien memiliki alergi makanan
kebutuhan metabolisme tubuh 2. Catat makanan kesukaan klien
Indikator : 3. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrien yang dibutuhkan
 Masukan nutrisi 4. Dorong asupan kalori sesuai tipe tubuh dan gaya hidup
 - Masukan makanan dan cairan 5. Dorong asupan zat besi
 Tingkat energi cukup 6. Tawarkan makanan ringan

 Berat badan stabil 7. Berikan gula tambahan k/p

 Nilai laboratorium 8. Tawarkan bumbu sebagai pengganti garam


9. Berikan makanan tinggi kalori, protein dan minuman yang mudah

Keterangan: dikonsumsi

1 : Sangat bermasalah 10. Berikan pilihan makanan

2 : Cukup bermasalah 11. Sesuaikan diet dengan gaya hidup klien

3 : Masalah sedang 12. Ajarkan klien cara membuat catatan makanan

4 : Sedikit bermasalah 13. Monitor asupan nutrisi dan kalori

5 : Tidak ada masalah 14. Timbang berat badan secara teratur


15. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
16. Ajarkan teknik penyiapan dan penyimpanan makanan
17. Tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya

Post Operasi

1.
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ….x 1. Manajemen Nyeri
24 jam, klien dapat: Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat kenyamanan yang dapat
Definisi : Sensori dan pengalaman diterima pasien
emosional yang tidak menyenangkan 1. Mengontol nyeri
yang timbul dari kerusakan jaringan Definisi : tindakan seseorang untuk mengontrol Intervensi:
aktual atau potensial, muncul tiba-tiba nyeri. 1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik,waktu
atau lambat dengan intensitas ringan Indikator: kejadian, lama, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor
sampai berat dengan akhir yang bisa  Mengenal faktor-faktor penyebab pencetus
diantisipasi atau diduga dan berlangsung  Mengenal onset/waktu kejadian nyeri 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam
kurang dari 6 bulan.  Tindakan pertolongan non-analgetik ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
  Menggunakan analgetik 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran

 Melaporkan gejala-gejala kepada tim kesehatan 4. Gunakan komunkasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri

(dokter, perawat) 5. Kaji latar belakang budaya klien

 Nyeri terkontrol 6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola tidur, nafsu
makan, aktifitas mood, hubungan, pekerjaan, tanggungjawab peran

Keterangan: 7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri kronis

1 = tidak pernah dilakukan 8. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah

2 = jarang dilakukan digunakan

3 = kadang-kadang dilakukan 9. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga

4 = sering dilakukan 10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan

5 = selalu dilakukan tindakan pencegahan


11. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien
terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur ruangan, penyinaran, dll)
12. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
13. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (ex: relaksasi, guided imagery,
terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase)
14. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan
15. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
16. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan
tindakan pencegahan
17. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien
terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur ruangan, penyinaran, dll)
18. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
19. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (ex: relaksasi, guided imagery,
terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase)
20. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
21. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon klien
22. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
23. Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat
24. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
25. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota keluarga saat tindakan
nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan preventif
26. monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri

Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 1. Kontrol Infeksi


2 24 jam, klien menunjukan Definisi : Meminimalkan mendapatkan infeksi dan trasmisi agen infeksi
Definisi : Peningkatan resiko masuknya 1. Pengetahuan klien tentang kontrol infeksi
organisme patogen meningkat Intervensi :
Definisi : Tindakan untuk mengurangi ancaman 1. Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh klien
kesehatan secara aktual dan potensial 2. Ganti peralatan klien setiap selesai tindakan
Indikator: 3. Batasi jumlah pengunjung
 Menerangkan cara-cara penyebaran 4. Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
 Menerangkan factor-faktor yang berkontribusi 5. Anjurkan klien untuk cuci tangan dengan tepat
dengan penyebaran 6. Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
 Menjelaskan tanda-tanda dan gejala 7. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan setelah meninggalkan

 Menjelaskan aktivitas yang dapat meningkatkan ruangan klien

resistensi terhadap infeksi 8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien
9. Lakukan universal precautions
10. Gunakan sarung tangan steril
11. Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV
Keterangan: 12. Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
1 : Tidak pernah menunjukkan 13. Tingkatkan asupan nutrisi
2 : Jarang menunjukkan 14. Anjurkan asupan cairan
3 : Kadang-kadang menunjukkan 15. Anjurkan istirahat
4 : Sering menunjukkan 16. Berikan terapi antibiotik
5 : Selalu menunjukkan 17. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala dari infeksi
18. Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana mencegah infeksi

3 Kurang pengetahuan tentang : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 1. Pendidikan kesehatan: Proses penyakit
penyakit, diet, pengobatan 24 jam pengetahuan klien dan keluarga meningkat Intervensi :
tentang: 1. Gali pengetahuan tentang proses penyakit
Definisi : tidak adanya atau kurangnya 1. Proses penyakit dengan 2. Jelaskan patofisiologi penyakit
informasi kognitif sehubungan dengan Indikator: 3. Jelaskan tanda dan gejala penyakit
topik spesifik  Mengenal nama penyakit 4. Terangkan proses penyakit
 Menjelaskan proses penyakit 5. Identifikasi proses kemungkinan penyebab
 Menjelaskan penyebab/fakor yang 6. Berikan informasi tentang kondisi pasien
berkontribusi 7. Hindari memberi harapan palsu

 Menjelaskan factor-faktor resiko 8. Berikan informasi kondisi pasien pada keluarga

 Menjelaskan efek dari penyakit 9. Diskusikan perubahan gaya hidup untuk mencegah komplikasi di masa

 Menjelaskan tanda-tanda dan gejala depan


10. Diskusikan pilihan terapi
 Menjelaskan tentang komplikasi dan tanda
11. Terangkan rasional tindakan
gejalanya
12. Terangkan komplikasi kronik
 Menjelaskan tentang perawatan dirumah
13. Terangkan tanda dan gejala yang harus dilaporkan
14. Jelaskan cara mencegah atau meminimalkan efek samping penyakit.
1. l
4 Defisit Perawatan Diri (kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 1. Bantu dalam perawatan diri (mandi, berpakaian, berhias, makan,
perawatan diri : mandi, berpakaian, 24 jam, klien mampu melakukan perawatan diri: toileting)
makan, dan toileting) Activities of Daily Living (ADL), dengan Definisi : membantu pasien untuk memenuhi ADL
Definisi : Gangguan kemampuan untuk indikator:
melakukan ADL pada diri  makan Intervensi :
 berpakaian 1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
 toileting 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,

 mandi berpakaian, berhias, toileting dan makan.

 berhias 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-

 hygiene care.
4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
 oral hygiene
kemampuan yang dimiliki.
 ambulasi: berjalan
5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak
 ambulasi: wheelchair
mampu melakukannya.
 transfer performance
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan
bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
Keterangan:
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
1: bergantung total
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
2 : dibantu orang dan alat
3 ; dibantu orang
4 : dibantu alat
5: mandiri
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J., (2000), Buku saku diagnosa keperawatan, Edisi 8. EGC : Jakarta.
Corwin, E. J., (2009), Buku saku pathofisiologi. Edisi 3. EGC: Jakarta.
DeLaune & Ladner. (2002). Fundamental of nursing: Standards and practice. New York: Delmar.
IAUI (Ikatan Ahli Urologi Indonesia). (2003). Pedoman penatalaksanaan BPH di Indonesia. Style
sheet: www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf. (Diunduh pada 17 Februari 2015).
Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2010). Profil penduduk lansia 2009. Komnas
Lansia: Jakarta
Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2009). Lampu kuning ledakan kaum renta. Style
sheet: http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?name=News&file=article&sid =26.
(Diunduh 16 Februari 2015)
Mansjoer, A., dkk, (2000), Kapita selekta kedokteran, Edisi Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta.
Nies, M.A. & McEwen, M. (2007). Community / publuc helath nursing: Promoting the health of
populations. (4th edition). St Lois: Saunders Elsevier
Parsons, J.K. (2010). Benign prostatic hyperplasia and male lower urinary tract symptoms:
Epidemiology and risk factors. Springer Journal, Curr Bladder Dysfunct Rep, 5:212–218.
Purnomo, B. B., (2000), Dasar-dasar urologi. CV Info Medika: Jakarta.
Putra, R.A. (2012). 2020, Lansia Indonesia lebih banyak hidup di kota. Style sheet:
http://mizan.com/news_det/2020-lansia-indonesia-lebih-banyakhidup-di-kota.html. (Diunduh
16 Februari 2015).
Roehrborn, C. G., & McConnell, J. D. (2011). Benign prostatic hyperplasia: etiology,
pathophysiology, epidemiology, and natural history. CampbellWalsh Urology. (10th ed).
Philadelphia: Saunders Elsevier.
Sjamsuhidajat, R., & Jong, de.W. (2005). Buku ajar ilmu bedah (Edisi 2). EGC. (Hal 782–786):
Jakarta
Smeltzer S.C., & Bare, B.G. (2003). Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical nursing.
(10th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community and public health nursing. Missouri: Mosby
Wilkinson M. Judith & Ahern R. Nancy. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan. Edisi 9. EGC :
Jakarta
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
IIK SURYA MITRA HUSADA INDONESIA
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
ALAMAT : JLN. Manila No. 37 Sumberece Kota Kediri Telp. (0354) 7009713 Fax. (0354) 695130

Nama Kelompok : Kelompok C

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


Tanggal MRS : 20/1/2020 Jam Masuk : 07.30
Tanggal Pengkajian : 21/1/2020 No. RM : 139158
Jam Pengkajian : 09.00 Diagnosa Masuk : BPH
Hari rawat ke : Satu

IDENTITAS
1. Nama Pasien : Tn. K
2. Umur : 69 Tahun
3. Suku/ Bangsa : Jawa
4. Agama : Islam
5. Pendidikan :-
6. Pekerjaan : Petani
7. Alamat : Ds. Sugih Waras, Kec. Prambon, Nganjuk
8. Sumber Biaya : Bpjs

KELUHAN UTAMA
1. Keluhan utama: Perdarahan

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pada tanggal 20/1/2020 pasien masuk ke poli untuk melakukan pemeriksaan, dari hasil pemeriksaan pasien
dianjurkan untuk segera dilakukan operasi, pasien masuk ruangan mekah 3 ruangan E2. Pada pukul 07.30, pada saat
pengkajian pasien mengatakan takut karena ada darah yang merembes dari selang kateter bagian luar, warna urin
kemerahan bercampur dengan darah, terpasang Spuling NACL

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Pernah dirawat : ya tidak  kapan : diagnosa :
2. Riwayat penyakit kronik dan menular ya tidak  jenis
Riwayat kontrol :
Riwayat penggunaan obat :
3. Riwayat alergi:
Obat ya tidak  jenis

Makanan ya tidak  jenis

Lain-lain ya tidak  jenis……………………

4. Riwayat operasi: ya  tidak


- Kapan : ± 1 Tahun yang lalu
- Jenis operasi : Katarak

5. Lain-lain:
...........................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................... .................................................
...........................................................................................................................................................................................
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Ya  tidak
- Jenis :…………………...................................................................................................................... ...............
- Genogram :

X Keterangan :
x
= Laki-laki

= Perempuan

= Pasien

= Tinggal Serumah

PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN


Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan:
Alkohol ya tidak  keterangan……….....................

Merokok ya tidak 
keterangan…………………….........................................................
Obat ya tidak 
keterangan…..............................................................………………
Olah raga ya tidak 
keterangan…..........................................................…………………

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda tanda vital
S : 37 OC N : 80x/Menit T : 130/80 mmHg RR : 20x/Menit
Kesadaran Compos Mentis  Apatis Somnolen Sopor Koma

2. Sistem Pernafasan (B1)


a. RR: 20x/Menit
b. Keluhan: sesak nyeri waktu nafas orthopnea
Batuk produktif tidak produktif
Sekret:…….. Konsistensi :...................... Masalah Keperawatan :
Warna:.......... Bau :..................................
c. Penggunaan otot bantu nafas: Tidak Ada
d. PCH ya tidak Tidak Ada
e. Irama nafas  teratur tidak teratur
f. Pleural Friction rub:.....................................................................................................................
g. Pola nafas Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes Biot
h. Suara nafas Cracles Ronki Wheezing
i. Alat bantu napas ya  tidak
Jenis................................................ Flow..............lpm

j. Penggunaan WSD:
- Jenis : ...................................................................................................................... ...........................................
- Jumlah cairan : ...................................................................................................................... ............................
- Undulasi :...................................................................................................................................................
- Tekanan : ..................................................................................................................................................

k. Tracheostomy: ya tidak 
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
3. Sistem Kardio vaskuler (B2)
a. TD : 130/80 mmHg Masalah Keperawatan :
b. N : 80x/Menit
c. Keluhan nyeri dada: ya  tidak
P :................................................................... Tidak Ada
Q :...................................................................
R :...................................................................
S :...................................................................
T :...................................................................
d. Irama jantung:  reguler ireguler
e.
f. Suara jantung:  normal (S1/S2 tunggal) murmur
gallop lain-lain.....
g. Ictus Cordis: Tidak Nampak
h. CRT : <2 detik
i. Akral:  hangat kering merah basah pucat
panas dingin
j. Sikulasi perifer:  normal menurun
k. JVP :.................................
l. CVP :.................................
m. CTR :.................................

4. Sistem Persyarafan (B3)


a. GCS : E = 4, V=5, M=6 Masalah Keperawatan :
b. Refleks fisiologis patella triceps biceps
c. Refleks patologis babinsky brudzinsky kernig
Lain-lain Tidak Ada
d. Keluhan pusing ya tidak
P :...................................................................
Q :...................................................................
R :...................................................................
S :...................................................................
T :...................................................................

e. Pemeriksaan saraf kranial:


N1 :  normal tidak Ket.: Olfaktorius

N2 :  normal tidak Ket.: Optikus

N3 :  normal tidak Ket.: Okulomotorius

N4 :  normal tidak Ket.: Troklearis

N5 :  normal tidak Ket.: Trigeminus

N6 :  normal tidak Ket.: Abdusen

N7 :  normal tidak Ket.: Facialis

N8 :  normal tidak Ket.: vestibulokoklearis

N9 :  normal tidak Ket.: Glosofaringeus

N10 :  normal tidak Ket.: vagus

N11 :  normal tidak Ket.: Aksesorius

N12 :  normal tidak Ket.: Hipoglosus

f. Pupil anisokor  isokor Diameter: 3 mm / 3 mm

g. Sclera  anikterus ikterus

h. Konjunctiva  ananemis anemis


i. Isitrahat/Tidur : 7-8 Jam/Hari Gangguan tidur : Tidak Ada
5. Sistem perkemihan (B4)
Masalah Keperawatan
a. Kebersihan genetalia:  Bersih Kotor
b. Sekret: Ada  Tidak 1. Resiko Perdarahan

c. Ulkus: Ada  Tidak


d. Kebersihan meatus uretra: Bersih Kotor
e. Keluhan kencing:  Ada Tidak
Bila ada, jelaskan:
Nampak darah yang merembes dari selang kateter bagian luar, urine berwarna merah bercampur darah.

f. Kemampuan berkemih:
Spontan  Alat bantu, sebutkan: Terpasang Kateter
g. Produksi urine : - ml/jam
Warna : Kemerahan Bercampur Darah
Bau : Khas
h. Kandung kemih : Membesar ya  tidak
i. Nyeri tekan ya  tidak
j. Intake cairan oral : 600 cc/hari parenteral : 1500 cc/hari
k. Balance cairan: -
l. Lain-lain :
-klien terpasang Spuling NACL

6. Sistem pencernaan (B5) Masalah Keperawatan :


a. TB : 165 cm BB : 70 kg
b. IMT : 25,73 Interpretasi : Gemuk
Tidak Ada
c. Mulut:  bersih kotor berbau

d. Membran mukosa:  lembab kering stomatitis


e. Tenggorokan:
sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
f. Abdomen: tegang kembung ascites
g. Nyeri tekan: ya tidak
h. Luka operasi: ada  tidak
Tanggal operasi :................
Jenis operasi :................
Lokasi :................
Keadaan :................
Drain : ada  tidak
- Jumlah :...................
- Warna :...................
- Kondisi area sekitar insersi :...................
i. Peristaltik:.15x/menit
j. BAB: 1-2x/hari Terakhir tanggal : ............................................................................
k. Konsistensi: keras  lunak cair lendir/darah
l. Diet: padat lunak cair
m. Diet Khusus: -
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
n. Nafsu makan:  baik menurun Frekuensi:2-3x/hari

o. Porsi makan:  habis tidak Keterangan:.......................


p. Lain-lain:
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
7. Sistem Penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior
Masalah Keperawatan :
OD OS
6/6 Visus 6/6 Tidak Ada
Tidak bengkak Palpebra Tidak bengkak
Tidak anemis Conjunctiva Tidak anemis
bening Kornea bening
- BMD -
Pupil
warna coklat Iris warna coklat
- Lensa -
- TIO -

b. Keluhan nyeri ya  tidak


P :...................................................................
Q :...................................................................
R :...................................................................
S :...................................................................
T :...................................................................

c. Luka operasi: ada  tidak


Tanggal operasi :................
Jenis operasi :................
Lokasi :................
Keadaan :................
d. Pemeriksaan penunjang lain : .........................
e. Lain-lain :
..................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................ ..................
..................................................................................................................................................................................

8. Sistem pendengaran
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior
Masalah Keperawatan :
OD OS
Simetris Aurcicula Simetris Tidak Ada
Tidak ada pengeluaran MAE Tidak ada pengeluaran
cairan cairan
Utuh Membran Utuh
Tymphani
Simetris Rinne simetris
Simetris Weber simetris
Simetris Swabach simetris

b. Tes Audiometri
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
c. Keluhan nyeri ya  tidak
P :...................................................................
Q :...................................................................
R :...................................................................
S :...................................................................
T :...................................................................
d. Luka operasi: ada  tidak
Tanggal operasi :................
Jenis operasi :................
Lokasi :................
Keadaan :................
e. Alat bantu dengar: Tidak Ada
f. Lain-lain :
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
8. Sistem muskuloskeletal (B6)
a. Pergerakan sendi: bebas  terbatas
b. Kekuatan otot: 5 5 Masalah Keperawatan :
5 5

c. Kelainan ekstremitas: ya tidak  Tidak Ada

d. Kelainan tulang belakang: ya tidak 


Frankel: ................................................................................
e. Fraktur: ya tidak 
- Jenis :...................
f. Traksi: ya tidak 
- Jenis :...................
- Beban :...................
- Lama pemasangan :...................
g. Penggunaan spalk/gips: ya tidak 
h. Keluhan nyeri: ya tidak 
P :...................................................................
Q :...................................................................
R :...................................................................
S :...................................................................
T :...................................................................
i. Sirkulasi perifer: ..............................................
j. Kompartemen syndrome ya tidak 
k. Kulit: ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi
l. Turgor baik  kurang jelek
m. Luka operasi: ada tidak 
Tanggal operasi :................
Jenis operasi :................
Lokasi :................
Keadaan :................
Drain : ada  tidak
- Jumlah :...................
- Warna :...................
- Kondisi area sekitar insersi :...................
n. ROM : Aktif

o. Cardinal Sign : ................................................


p. Lain-lain:
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
10. Sistem Integumen
a. Penilaian resiko decubitus
Aspek Yang Kriteria Penilaian Nilai
Dinilai 1 2 3 4
Persepsi Sensori Terbatas Sangat Terbatas Keterbatasan Tidak Ada 4
Sepenuhnya Ringan Gangguan
Kelembaban Terus Menerus Sangat Lembab Kadang2 Basah Jarang Basah 4
Basah
Aktifitas Bedfast Chairfast Kadang2 Jalan Lebih Sering 4
jalan
Mobilisasi Immobile Sangat Terbatas Keterbatasan Tidak Ada 4
Sepenuhnya Ringan Keterbatasan
Nutrisi Sangat Buruk Kemungkinan Adekuat Sangat Baik 4
Tidak Adekuat
Gesekan & Bermasalah Potensial Tidak 3
Pergeseran Bermasalah Menimbulkan
Masalah
NOTE: Pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa pasien beresiko Total Nilai 23
mengalami dekubisus (pressure ulcers)
(15 or 16 = low risk, 13 or 14 = moderate risk, 12 or less = high risk)

b. Warna Masalah Keperawatan :


c. Pitting edema: +/- grade: -
d. Ekskoriasis: ya  tidak
Tidak Ada
e. Psoriasis: ya  tidak

f. Pruritus: ya  tidak

g. Urtikaria: ya  tidak
h. Lain-lain:
..................................................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................... ...................
..................................................................................................................................................................................

11. Sistem Endokrin


a. Pembesaran tyroid: ya  tidak Masalah Keperawatan :

b. Pembesaran kelenjar getah bening: ya  tidak Tidak Ada

c. Hipoglikemia: ya  tidak

d. Hiperglikemia: ya  tidak
e. Kondisi kaki DM
- Luka gangren ya  tidak
Jenis ................................................................................................................
- Lama luka ...............................................................................................
- Warna ...............................................................................................
- Luas luka ...............................................................................................
- Kedalaman ...............................................................................................
- Kulit kaki ...............................................................................................
- Kuku kaki ...............................................................................................
- Telapak kaki ...............................................................................................
- Jari kaki ...............................................................................................
- Infeksi ya  tidak
-
- Riwayat luka sebelumya ya  tidak
Jika ya:
- Tahun :
Jenis Luka :
- Lokasi :
- Riwayat amputasi sebelumya ya  tidak
Jika ya:
- Tahun :
- Lokasi :
f. ABI : ....................................................
g. Lain-lain:
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL Masalah Keperawatan :
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya:
Pasien mengatakan takut karena ada darah yang keluar melalui selang kateter
1. Kecemasan
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya
Murung/diam gelisah tegang marah/menangis
c. Reaksi saat interaksi  kooperatif tidak kooperatif curiga
d. Gangguan konsep diri:
...........................................................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................................................
e. Lain-lain:
...........................................................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................................................
PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN
Masalah Keperawatan :
Jelaskan : Klien nampak bersih dan rapi
...............................................................................................................................
............................................................................................................................... Tidak Ada
...............................................................................................................................

PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah Masalah Keperawatan :
- Sebelum sakit  sering kadang- kadang tidak pernah
- Selama sakit sering kadang- kadang  tidak pernah
Tidak Ada
b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah:
...............................................................................................................................
.........................................................................................................................................................................................
............................................................................................................................... ..........................................................

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium,Radiologi, EKG, USG , dll)


Tanggal (20/1/2020)
- HB 16,0 g/dl 11,7- 15,5 g/dl
- LEUCOSIT 9.490 sel/mm3 3000-11000 Sel/mm3
- ERYTROSIT 5.19 juta sel/mm3 3,8- 5,4 Juta sel/mm3
- PCV 40.6 vol % 35-47 Vol%
- TROMBOSIT 279.000 sel/mm3 150,000 – 450,000 Sel/mm3
- MCU 90.6 fl 80,1 -100,0 Fl
- MCH 30.8 pg 25,0- 33,0 Pg
- MCHC 34.0 g/dl 30,5-35,0 g/dl

TERAPI

- CEFOPERAZONE INJ. 3x1 g


- CARBAZOON INJ. 3x2ml
- SANTAGESIC INJ. 3x2ml
-
DATA TAMBAHAN LAIN :
................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................

Kediri, 23/1/2020

(KELOMPOK C)
A. ANALISA DATA

MASALAH
NO DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
1 DS : -
BPH Resiko Perdarahan
DO :
- Nampak perdarahan pada selang
kateter Post op Turp
- Urine berwarnah merah
bercampur darah
- TTV : Kerusakan jaringan periuretral
S : 37 OC
N : 80 x/Menit
TD : 130/80 mmHg Kerusakan integritas jaringan
RR : 20x/Menit

Resiko Perdarahan

DS :
- Pasien mengatakan takut karena BPH Cemas
ada darah yang keluar dari
saluran kencing melalui selang
kateter Post op Turp
DO :
- Eksptresi wajah Nampak tegang
Perdarahan

Kurang Informasi

Cemas

B. DAFTAR PRIORITAS MASALAH

1 Resiko Perdarahan

2 Cemas

C. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Resiko Perdarahan b/d Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau tanda pendarahan
kerusakan integritas jaringan selama 2x 24 jam resiko 2. Catat nilai Hb dan Hematokrit
perdarahan teratasi dgn kriteria 3. Pantau nilai lab (koagulasi)
hasil: 4. Pertahankan bedrest selama perdarahan aktif
 Tidak ada hematuria dan 5. Anjurkan Pasien untuk meningkatkan asupan
hematemesis makanan yang banyak menngandung vitamin K
 Kehilangan darah yang misalnya sayuran dan susu.
terlihat 6. Monitor tanda- tanda vital
 Tekanan darah dalam 7. Pertahankan paten IV line
batas normal
 Tidak ada perdarahan pada
penis
 Tidak ada distensi perut
 Hb dan Hematokrit dalam
batas normal
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kecemasan berhubungan dengan NOC : NIC :
- Kontrol kecemasanAnxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Faktor keturunan, Krisis
- Koping  Gunakan pendekatan yang menenangkan
situasional, Stress, perubahan
Setelah dilakukan asuhan  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
status kesehatan, ancaman
selama 1x24 Jam klien pelaku pasien
kematian, perubahan konsep diri,
kecemasan teratasi dgn kriteria  Jelaskan semua prosedur dan apa yang
kurang pengetahuan dan
hasil: dirasakan selama prosedur
hospitalisasi
 Klien mampu  Temani pasien untuk memberikan keamanan
mengidentifikasi dan dan mengurangi takut
mengungkapkan gejala  Berikan informasi faktual mengenai
DO/DS: cemas diagnosis, tindakan prognosis
- Insomnia  Mengidentifikasi,  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
- Kontak mata kurang mengungkapkan dan
 Instruksikan pada pasien untuk
- Kurang istirahat menunjukkan tehnik untuk
menggunakan tehnik relaksasi
- Berfokus pada diri sendiri mengontol cemas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
- Iritabilitas  Vital sign dalam batas
 Identifikasi tingkat kecemasan
- Takut normal
- Nyeri perut  Postur tubuh, ekspresi  Bantu pasien mengenal situasi yang
wajah, bahasa tubuh dan menimbulkan kecemasan
- Penurunan TD dan denyut nadi
- Diare, mual, kelelahan tingkat aktivitas  Dorong pasien untuk mengungkapkan
- Gangguan tidur menunjukkan perasaan, ketakutan, persepsi
- Gemetar berkurangnya kecemasan  Kelola pemberian obat anti cemas:........
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan TD, denyut nadi,
RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Hari / No
Jam IMPLEMENTASI EVALUASI
Tanggal Dx
Selasa 1 09.20 1. Memantau tanda-tanda Jam : 10:10
21-01- perdarahan S:-
2020 09:35 2. Mencatat nilai HB sebelum
O:
dan masih terjadinya
 Urin berwarna kuning
perdarahan.
 Tidak nampak darah
09:40 3. Mempertahankan bedrest
merembes melalui selang
selama perdarahan aktif
kateter
09:45 4. Menganjutkan pasien untuk
 TTV :
meningkatkan asupan
T : 130/80 mmhg
makanan yang banyak
N : 80 x/Menit
mengandung vitamin K
RR : 20 x/ MEnit
misalnya sayuran dan susu.
S : 36 oC
09:50 5. Memonitor ttv
 HB : 16,0

A : Masalah teratasi

P : Hentikan Intervensi

Selasa 2 10:15 1. Menggunakan pendekatan Jam : 10:40


21-01- yang menenangkan pasien S : Klien mengatakan sudah
2020 10:20 2. Berikan informasi yang tidak cemas
Klien mengatakan sudah paham
aktuak mengenai diagnosis
dengan kondisinya saat ini
10:25 3. Mengintruksikan pada
pasien untuk menggunakan O:
tehnik relaksasi
10:30 4. Mendorong pasien untuk  Wajah klien Nampak
mengungkapkan rasa tenang
takutnya  TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 80x/Menit
SB : 36,5 oC
RR : 20 x /Menit

A:
Masalah Keperawatan
Kecemasan teratasi

P:
Hentikan intervensi

Anda mungkin juga menyukai