Anda di halaman 1dari 2

“Be Smart, and Stop Cyberbullying!

Tak dapat terelakkan, kemajuan teknologi internet dewasa ini makin kental terasa. Internet
dapat dikatakan telah menjadi kebutuhan hidup manusia. Bagaimana tidak? Dengan internet,
manusia dapat dengan mudah mengerjakan aktivitas-aktivitas kesehariannya. Media sosial
contohnya, dengan kehadiran platform berbasis online ini, sangat memungkinkan kita
berkomunikasi dengan cepat dan hemat. Kita dapat terkoneksi dengan kerabat atau teman
dekat tanpa perlu menghawatirkan segala hal terkait jarak dan waktu.

Fenomena ini terus terjadi, sehingga menyebabkan adanya kelompok-kelompok yang saling
bersosialisasi secara maya dengan nilai efisiensi yang tinggi. Inilah yang disebut dengan
cyber community. Kehadiran internet tentu membawa suatu budaya baru dalam masyarakat.
Budaya tersebut, lahir dan berkembang akibat terartikulasikan secara terus-menerus dan
terkadang dibenarkan oleh masyarakat. Cyber community merupakan satu dari sekian contoh
budaya yang dihasilkan oleh kemajuan internet. Cyber community merupakan sebuah
komunitas yang berinteraksi dengan bertukar pesan secara online. Pesertanya bisa saja terdiri
dari seluruh bagian di belahan planet ini, sehingga memungkinkan untuk tidak saling
mengenal secara nyata.

Interaksi selalu akan menghadirkan budaya baru. Cyber community, juga menghasilkan suatu
budaya yang terbentuk akibat interaksi di media sosial. Hal ini didukung dengan adanya
kebiasaan partisipan dari cyber community untuk melakukan like, share, dan comment.
Kegiatan tersebut ialah sebagai bentuk kontribusi anggota terhadap sesuatu yang sedang
dibahas oleh kerabat online lainnya. Ini lah yang menyebabkan sebuah berita akan mudah ter-
blow up dan menjadi perbincangan masyarakat, baik di dunia maya (cyber world) ataupun di
kehidupan yang sebenarnya.

Cyberbullying adalah budaya yang merupakan hasil dari cybercommunity. Cyberbullying


merupakan aktivitas mengejek, menghina dan memojokkan orang lain di media sosial atas isu
tertentu. Baru-baru ini, terjadi cyberbullying terhadap seorang siswi SMA Asal Medan. Siapa
yang tak kenal Sonya Depari? Gadis ini menjadi terkenal hanya dalam hitungan jam,
dikarenakan aktivitas yang dilakukan oleh cyber community. Berawal dari sebuah video yang
menceritakan aksi Sonya yang bersikap tidak sopan terhadap seorang Polwan yang
menilangnya. Di dalam video tersebut, Sonya bersifat arogan dengan mengancam Polwan
dan mengaku sebagai anak dari Arman Depari, Deputi Penindakan BNN. Sontak, Sonya
langsung menjadi bahan bully-an netizen. Belum tepat 24 jam, diberitakan bahwa ayah Sonya
meninggal dunia akibat shock mendengar berita tentang putrinya.

Sangat disayangkan, ketika cyberbullying dapat memakan korban jiwa. Sebagai seorang
anak, saya turut prihatin atas sikap yang dilontarkan Sonya terhadap Polwan Ipda Perida
Padjaitan. Lahir dan dibesarkan oleh orang tua yang selalu mengajarkan tata karma dan sopan
santun, membuat saya merasa apa yang dilakukan Sonya memang tidak baik. Namun, perlu
dimaklumi bahwa Sonya adalah anak remaja yang bisa berubah-ubah emosinya. Saya
sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Arman Depari, yang belakangan diketahui adalah
pamannya. Di video tersebut, Sonya tampak terlihat ingin melindungi teman-temannya.
Keprihatinan saya memuncak, ketika mendengar berita kematian ayah Sonya.

Sebagai seseorang yang aktif dalam menggunakan media sosial, saya cukup tertarik untuk
mencari tahu tentang apa yang terjadi pada Sonya. Saya mengetahui informasi ini melalui
Instagram. Saat itu, saya melihat meme bertuliskan “Kutandai Kau, Sonya Depari Aku Anak
Jendral” dengan foto seorang anak SMA yang sedang menunjuk seorang Polisi Wanita. Saya
pun penasaran dan mencoba mencari tahu mengenai informasi tersebut. Pemberitaan
mengenai Sonya Depari, banyak saya temukan di portal berita online, Youtube, Twitter, dan
Facebook. Bahkan ketika mengetahui kabar mengenai kematian ayah Sonya, saya berulang
kali mencari fakta tersebut di internet. Saya terbiasa mencari hiburan di internet lalu
membagikan tautan berisi link video, gambar-gambar, ataupun info menarik yang saya
temukan ke teman-teman sebagai bahan obrolan. Namun, setelah berkaca melalui uraian di
atas ditambah dengan pertemuan ke-enam materi kuliah ICT and Cyber Communications
mengenai Penyalahgunaan Media Sosial, membuat saya kini menjadi lebih hati-hati untuk
beraktivitas di media sosial. Sehingga, apa yang kita lakukan tidak berujung pada penderitaan
seseorang.

Saya pribadi mengakui, lebih tertarik untuk membagikan tautan berita negatif dibandingkan
dengan berita positif. Padahal, ini bisa memicu terjadinya cyberbullying. Saya tidak bisa
membayangkan jika saya berada di posisi Sonya. Menjadi bahan bully dan kehilangan ayah
dalam satu waktu, tentunya pasti akan membuat saya merasa sangat terpukul. Dan bisa jadi,
saya tidak akan pernah bisa memafkan diri saya sendiri.

Kasus Sonya harus dapat kita jadikan pembelajaran. Pelajaran terbesar yang harus saya garis
bawahi disini ialah kita harus menjadi smart user, baik dalam posisi pengirim pesan ataupun
penerima pesan. Kita tidak boleh asal-asalan dalam berpartisipasi di media sosial.
Berusahalah untuk mencari bahan hiburan yang semestinya. Selain itu, kita juga harus
selektif dalam berpartisipasi di dalamnya. Like, share and comment yang kita berikan adalah
bentuk dari partisipasinya. Biasakan membaca dan memahami kontennya terlebih dahulu.
Pikirkan juga dampak-dampak yang mungkin akan timbul di kemudian hari, jika kita turut
berpartisipasi di dalamnya. Sehingga kita dapat dengan bijak memanfaatkan kemudahan yang
ditawarkan oleh teknologi, tanpa harus merugikan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai