BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
siswa yang tidak mampu menghadapi tuntutan pendidikan akan menunjukkan
ketidaksenangannya dengan berperilaku negatif, menjadi orang yang berprestasi rendah, bekerja
di bawah kemampuan dalam setiap mata pelajaran atau dalam mata pelajaran yang tidak disukai.
Ketidakmampuan mereka dalam menuntaskan masalah internal dalam dirinya itu akan berpotensi
menjadi sumber kegagalan dalam berprestasi (Papalia, dkk., 2008)
Tekanan dan hambatan pada diri siswa, menurut Misra dan Mc Kean (2000) banyak dipengaruhi
oleh keinginan-keinginan pribadi yang tidak sejalan dengan kondisi lingkungan belajarnya,
seperti: kurikulum di sekolah yang padat, mengambil keputusan, kelanjutan studi, penjurusan,
guru dan teman yang memiliki ragam karakter, ekspektasi orang tua yang menuntut pencapaian
prestasi yang maksimal, dan sebagainya. Beratnya tuntutan akademik di sekolah dan di luar
sekolah membuat siswa menjadi jenuh, bosan, malas, tidak percaya diri, dan mengalami
penurunan pada kualitas belajarnya
Situasi dilematis antara tuntutan dari luar yang tidak seimbang dengan keinginan dan
kemampuan yang dimiliki sering kali membuat siswa tertekan secara psikologis. Tekanan-
tekanan itu oleh Lazarus & Folkman (1984, dalam Nurmaliyah, 2014 ) disebut dengan dengan
stres, yaitu kondisi yang muncul akibat perbedaan antara keinginan dengan kenyataan. Menurut
Selye, (1983 dalam Nurmaliyah, 2014) mendefinisikan stres sebagai reaksi spesifik antara individu
dengan lingkungannya, yang dinilai membebani atau melebihi kapasitas individu dan membahayakan
kesejahteraannya.
Stres yang dialami siswa disebut dengan stres akademik. Carveth (Misra & McKean, 2000)
mengemukakan stres akademik merupakan persepsi siswa terhadap banyaknya pengetahuan harus
dikuasai dan persepsi terhadap ketidakcukupan waktu untuk mengembangkannya. Stres akademik
adalah stres yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa di sekolah, berupa ketegangan-ketegangan
yang bersumber dari faktor akademik yang dialami siswa, sehingga mengakibatkan terjadinya distorsi
pada pikiran siswa dan mempengaruhi fisik, emosi, dan tingkah laku.
Heiman, & Kariv (2005) juga menjelaskan, bahwa stres akademik merupakan stres yang disebabkan oleh
academic stressor dalam proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan
belajar, misalnya: menghadai ujian akhir, tekanan untuk naik kelas, lama belajar, kecemasan menghadapi
ujian, banyaknya tugas yang harus diselesaikan, mendapat nilai ulangan yang jelek, birokrasi yang rumit,
keputusan menentukan jurusan dan karir, dan manajemen waktu.
Ujian akhir semester merupakan beban yang berat dirasakan siswa dan dianggap sangat menakutkan.
Beban yang dialami siswa disebabkan karena minimnya pengetahuan siswa. Hal tersebut sesuai
pendapat Stallard, (2004) yang mengatakan bahwa minimnya pengetahuan, pengalaman, dan daya
dukung lingkungan terhadap kebutuhan psikologis siswa sering membuat siswa kehilangan kemampuan
dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
mereka membuat penilaian subjektif yang mereka buat menjadi negatif. Ketidakmampuan menghadapi
tuntutan-tuntutan itu dapat terjadi pada siswa dimanapun berada, tidak terkecuali siswa di TK, SD, SMP,
SMA, bahkan di perguruan tinggi,
Stres yang tidak dapat dikendalikan atau diatasi siswa akan mempengaruhi pikiran, perasaan, reak si fisik,
dan tingkah lakunya. Ketika seseorang mengalami situasi atau kondisi yang menimbulkan stres, secara
alamiah mereka akan berusaha untuk mengatasinya dengan menggunakan sejumlah perilaku tertentu
baik secara positif maupun negative. Usaha yang dipilih untuk mengendalikan stres disebut dengan
Coping merupakan usaha untuk mengelola situasi yang menekan atau intensitas kejadian yang
ditanggapi sebagai situasi yang menekan (Lazarus & Folkman, 1984, dalam Nurmaliyah, 2014).
Banyak cara yang dapat dilakukan guru untuk mengurangi stress siswa, salah satunya dengan
mengembangkan pembelajaran melalui media audio visual berupa pemutaran film pendidikan. Hal
tersebut sesuai pendapat A’yun (2008)yang mengatakan bahwa penggunaan media dengan audio visual
sangat menjanjikan untuk dalam bidang pendidikan.
Pembelajaran dengan media dengan audio visual dimaksudkan supaya pembelajaran berlangsung
dengan baik, maka seorang siswa harus dapat menginternalisasi informasi. Oleh karena belajar
memerlukan kegiatan, maka pada pembelajaran dengan audio visual, partisipasi siswa dapat
dimunculkan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab siswa disela-sela
penyajian materi pembelajaran
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut “Bagaimanakah pengaruh pemberian film pendidikan terhadap tingkat strees pada
siswa yang akan menghadapi ujian akhir semester?”
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk menhgetahui pengaruh pemberian film pendidikan terhadap tingkat strees pada siswa
yang akan menghadapi ujian akhir semester
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat stress siswa SMP saat menghadai ujian akhir semester
sebelum di berikan perlakuan pemutaran film pendidikan
b. Untuk mengetahui tingkat stress siswa SMP saat menghadai ujian akhir semester
sebelum di berikan perlakuan pemutaran film pendidikan
c. Untuk mengetahui pengaruh pemberian film pendidikan terhadap tingkat strees pada
siswa yang akan menghadapi ujian akhir semester
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Teori
1. Pengertian Stress
Berbagai definisi mengenai stres telah dikemukakan oleh para ahli dalam setiap disiplin
ilmu dengan versinya masing- masing mulai dari ilmu biologi, psikologis hingga ilmu-ilmu
sosial seperti antropologi dan sosiologi. Namun dalam berbagai definisi stress tersebut pada
dasarnya antara satu definisi dengan definisi lainnya terdapat inti persamaannya, (Aldwin,
2007). Bila seseorang mengalami stres dia akan mengalami gangguan pada satu atau lebih
organ tubuhsehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya
dengan baik (Aldwin, 2007).
Seyle (dalam Cooper, 2004) membagi stres menjadi dua tipe area yaitu eustres dan distres.
Eustres adalah pengalaman stres yang menyenangkan, yang biasanya muncul ketika
seseorang mendapatkan kesuksesan dankemenangan. Eustress dapat meningkatkan
kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi, dan performansi individu.Eustress juga dapat
meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya
seni.Distres adalah pengalaman stres yang menyakitkan atau tidak menyenangkan yang
sifatnya mengancam. Dalam halini stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu
mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah,sehingga individu mengalami
keadaaan psikologis yang negatif, menyakitkan, dan timbul keinginan untuk
menghindarinya. Stres merupakan hal yang penting bagi kehidupan. Oleh karena itu, stress
perlu dikelola dengan baikagar stres yang dirasakan bisa membawa dampak positif bagi
perkembangan individu dalam kehidupannya.
Menurut Lazarus dan Folkman, 1984 menyatakan, stres psikologis adalahsebuah hubungan
antara individu dengan lingkungan yang dinilai olehindividu tersebut sebagai hal
yangmembebani atau sangat melampauikemampuan seseorang dan membahayakan
kesejahteraannya. Stres juga bisa berarti ketegangan, tekanan batin, tegangan, dan konflik
yang berarti:
a. Satu stimulus yang menegangkan kapasitas-kapasitas (daya) psikologis atau
fisiologisdari suatu organisme.
b. Sejenis frustasi, di mana aktifitas yang terarah pada pencapaian tujuan telah diganggu
oleh atau dipersukar, tetapi terhalang-halangi; peristiwa ini biasanya disertai oleh
perasaanwas-was kuatir dalam percapaian tujuan.
c. Kekuatan yang diterapkan pada suatu sistem, tekanan-tekanan fisik dan psikologis yang
dikenakan pada tubuh dan pada pribadi.
d. Satu kondisi ketegangan fisik atau psikologis disebabkan oleh adanya persepsi
ketakutan dan kecemasan
Alvin (2007) mengemukakan bahwa stres akademik ini diakibatkan oleh dua faktor
yaitu internal dan eksternal.
1) Pola pikir
Individu yang berfikir mereka tidak dapat mengendalikan situasi mereka
cenderung mengalami stres lebih besar. Semakin besar kendali yang siswa
pikir dapat ia lakukan, semakin kecil kemungkinan stres yang akan siswa
alami.
2) Kepribadian
Kepribadian seorang siswa dapat menentukan tingkat toleransinya terhadap stres.
Tingkat stres siswa yang optimis biasanya lebih kecil dibandingkan siswa yang
sifatnya pesimis.
3) Keyakinan
Penyebab internal selanjutnya yang turut menentukan tingkat stres siswa
adalah keyakinan atau pemikiran terhadap diri. Keyakinan terhadap diri
memainkan peranan penting dalam menginterpretasikan situasi-
situasidisekitar individu. Penilaian yang diyakini siswa, dapat mengubah cara
berfikirnya terhadap suatu hal bahkan dalam jangka panjang dapat
membawa stres secara psikologi
Usaha yang dipilih untuk mengendalikan stres disebut dengan Coping (Anshel & Delany, 2001; Lazarus &
Folkman, 1984; Skinner & ZimmerGembeck, 1998). Coping merupakan usaha untuk mengelola situasi
yang menekan atau intensitas kejadian yang ditanggapi sebagai situasi yang menekan (Lazarus &
Folkman, 1984). Jika berhasil secara efektif mengendalikan situasi yang dinilai menekan, maka dampak
negatif dari stres dapat dikurangi secara maksimal. Efektif atau tidaknya usaha untuk mengendalikan dan
mengurangi situasi yang menekan (coping) sangat tergantung bagaimana kualitas penilaian subjektif
yang positif mampu mendominasi pikiran dan perasaan. Jika penilaian subjektif yang positif
mendominasi pikiran dan perasaan, maka coping yang dipilih akan bersifat adaptif. Tetapi, jika penilaian
subjektif yang negatif lebih mendominasi pikiran dan perasaan individu, maka coping yang dipilih akan
bersifat maladapti
Menurut Djamarah (2002), beberapa faktor intern dan ekstern yang mempengaruhi kemampuan belajar
anak antara lain ; 1. Faktor kognitif yaitu kemampuan atau kapasitas intelektual dari anak 2. Faktor afektif
yaitu bagaimana kondisi emosi dan sikap dari anak 3. Faktor psikomotor yaitu kemampuan alat indera
dan fisik dalam proses belajar. 4. Lingkungan keluarga yaitu kondisi kehidupan dan dorongan dari
keluarga dalam proses belajar anak 5. Lingkungan sekolah yaitu sekolah dengan kondisi lingkungan yang
kondusif dari siswa dan guru serta sarana belajar.
5. Belajar
Menurut Cronbach (dalam Djamarah, 2002) mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas
yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Adapun
menurut Djamarah (2002) merangkum dari beberapa pendapat para ahli bahwa belajar
adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur, yaitu jiwa dan raga, di
mana merupakan serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya.
Adapun menurut Suryabrata (2005) mendefinisikan belajar sebagai perubahan tingkah
laku dalam arti perubahan baik secara aktual maupun potensial
6. Film
Film adalah gambar-hidup yang juga sering disebut movie. Film secara kolektif sering
disebut sebagai sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik ataugerak.
Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa dikenal di dunia
parasineas sebagai seluloid. Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah
Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie = grhap
(tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya.
Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan alat khusus,
yang biasa kita sebut dengan kamera. Film adalah sekedar gambar yang bergerak,
adapun pergerakannya disebut sebagai intermitten movement, gerakan yang muncul
hanya karena keterbatasan kemampuan mata dan otak manusia menangkap
sejumlah pergantian gambar dalam sepersekian detik. Film menjadi media yang sangat
berpengaruh, melebihi media-media yang lain, karena secara audio dan visual dia
bekerja sama dengan baik dalam membuat penontonnya tidak bosan dan lebih
mudah mengingat, karena formatnya yang menarik.
C. Hipotesa
Ho : Ada pengaruh pengaruh pemberian film pendidikan terhadap tingkat strees pada siswa
yang akan menghadapi ujian akhir semester
Ha : Tidak ada pengaruh pengaruh pemberian film pendidikan terhadap tingkat strees pada
siswa yang akan menghadapi ujian akhir semester
BAB III
Metologi Penelitian
A. Metodologi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah quasy experiment, dengan pendekatan pre and post test group desain.
Dengan desai penelitian sebagai berikut :
O1 X1 02
03 X2
B. Variabel Penelitian
C. Devinisi Operasional
Yang dimaksud stress siswa adalah stress yang dialami siswa sebelum dan sesudah ujian akhir
semerter. Tingkatan stress dikelompokkan menjadi ......... kategori. Diukur dengan
menggunakan ............................ Skala Pengukuran.
Populasi pada penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 5 Semarang denmgan jumlah ..... anak,
berjumlah 100 orang
2. Sampel
A. DAFTAR PUSTAKA
Kawuryan, F.,Raharjo, T., 2012. Pengaruh Stimulasi Visual Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca
Pada Anak Disleksia. Jurnal. Jurnal Psikologi Pitutur. Volume 1 No.1, Juni 2012
Papalia D.E., Sally Wendkos Old S.W, & Ruth Duskin Feldman. 2008. Human Development. Jakarta:
Kencana
Nurmaliyah, F, 2014. Menurunkan Stres Akademik Siswa dengan Menggunakan Teknik Self-Instruction.
Jurnal. Jurnal Pendidikan Humaniora Vol. 2 No. 3, Hal 273-282, September 2014. ISSN: 2338-8110.
Misra R, McKean M. 2000. College Students’ Academic Stress and its Relation to Their Anxiety, Time
Management, and Leisure Satisfaction, Am. J. Health Stud, 16(1): 41-51.
Heiman & Kariv. 2005. Task-Oriented versus EmotionOriented Coping Strategies: The Case of College
Students. College Student Journal, 39 (1): 72-89
(sumber : http://konselingindonesia.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=379)
(sumber : Arilia Rahma, Coping Stres pad, Wanita Hamil Resiko Tinggi Grnde Multi,
(Skripsi.:Fakultas Psikologi UNAIR Surabaya, 2007) hal: 11 )
(sumber : Kartini Kartono, Dali Gulo, Kamus Psikologi, (Bandung: Pionir Jaya. 2003) Hal: 488-
489 )
(sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34182/4/Chapter%20II.pdf)
(sumber : http://e-journal.uajy.ac.id/821/3/2TA11217.pdf)