Tugas Gadar Individu
Tugas Gadar Individu
Pendahuluan
Anafilaksis berasal dari bahasa Yunani, dari 2 kata, ana yang berarti jauh
dah phylaxis yang berarti perlindungan. Secara harfiah artinya adalah
menghilangkan perlindungan.Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Portier
dan Richet pada tahun 1902 ketika memberikan dosis vaksinasi dari anemone laut
untuk kedua kalinya pada seekor anjing. Hasilnya, anjing tersebut mendadak mati.
Anafilaksis merupakan reaksi alergi sistemik yang berat dan dapat menyebabkan
kematian, terjadi secara tiba-tiba segera setelah terpapar oleh allergen atau
pencetus lainnya. Reaksi anafilaksis termasuk ke dalam reaksi Hipersensivitas
Tipe 1 menurut klasifikasi Gell dan Coombs.
Anafilaksis secara jelas diperkenalkan pada tahun 1901 oleh Charles Richet
dan Paul Portier. Reaksi anafilaksis merupakan reaksi hipersensitifitas tipe cepat
yang melibatkan lebih dari satu sistem organ. Anafilaksis adalah reaksi alergi
yang dapat menyebabkan kematian. Di amerika serikat, setiap tahunnya
diperkirakan terdapat 150 kematian akibat reaksi alergi terhadap makanan.
Sedangkan 400-800 kematian setiap tahunnya karena alergi terhadap antbiotik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eka Imbawan,dkk. di RSUP Sanglah
pada tahun 2007-2010, baik laki-laki maupun perempuan memiliki risiko yang
sama untuk mengalami reaksi anafilaksis, dan reaksi terbanyak disebabkan oleh
obat sebesar 63,9%.
Anafilaksis paling sering disebabkan oleh makanan, obat-obatan, sengatan
serangga dan lateks. Gambaran klinis sangat heterogen dan tidak spesifik. Reaksi
awalnya cenderung ringan membuat masyarakat tidak mewaspadai bahaya yang
akan timbul, seperti syok, gagal nafas, henti jantung, dan kematian mendadak.
Pada awalnya gejala anafilaksis cenderung ringan, akan tetapi pada akhirnya bisa
menyebabkan kematian akibat syok anafilaktik. Syok anafilaktik, merupakan
salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang ditandai oleh adanya hipotensi
yang nyata dan kolaps sirkulasi darah. Walaupun jarang terjadi, syok anafilaktik
dapat berlangsng sangat cepat, tidak terduga, dan dapat terjadi di mana saja yang
potensial berbahaya sampai menyebabkan kematian. Identifikasi awal merupakan
hal yang penting, dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang
untuk menegakkan suatu diagnosis serta penatalaksanaan cepat, tepat, dan adekuat
suatu syok anafilaktik dapat mencegah keadaan yang lebih berbahaya.
Pada pelayanan kesahatan, anafilaksis tidak dipertimbangkan sebagai
penyebab kematian. Kematian akibat anafilaksis sering tidak terdiagnosis karena
tidak adanya riwayat yang mendetail dari saksi mata, pemeriksaan laboratorium
yang sedikit, dan pemeriksaan post mortem yang tidak spesifik. Reaksi anafilaktik
dapat terjadi dimana saja, di tempat praktek, di meja operasi, bahkan di rumah
pasien sendiri sehingga edukasi kepada pasien dan keluarga merupakan salah satu
upaya preventif dalam kasus ini. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
melalui kunjungan ke rumah pasien.
Syok anafilaktik adalah syok yang terjadi secara akut yang disebabkan oleh
reasi alergi. (Prof.Dr. H. Tabrani Rab, Agenda Gawat Darurat (Critical Care).
Syok anafilaktik terjadi setelah pajanan antigen terhadap sistem imun yang
menghasilkan dreganulasi sel mast dan pelepasan mediator. Aktivasi sel mast
dapat terjadi baik oleh jalur yang dimediasi imunoglobulin E (IgE) (anafilaktik)
maupun yang tidak dimediasi IgE (anafilaktoid ). Pencetus syok anafilaktik
meliputi gigitan atau sengatan serangga, obat-obatan dan makanan; anafilaksis
dapat juga bersifat idiopatik. Mediator gadar meliputi histamine, leukotriene,
triptase, dan prostaglandin. Bila dilepaskan, mediator menyebabkan peningkatan
sekresi mucus, peningkatan tonus otot polos bronkus, edema saluran napas,
penurunan tonus vascular, dan kebocoran kapiler. Konstelasi mekanisme tersebut
menyebabkan gangguan pernapasan dan kolaps kardiovaskular. ( Michael I.
Greenberg, Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan).
Antigen masuk ke dalam tubuh dapat melalui bermacam cara yaitu kontak
langsung melalui kulit, inhalasi, saluran cerna dan melalui tusukan / suntikan.
Pada reaksi anafilaksis, kejadian masuknya antigen yang paling sering adalah
melalui tusukan / suntikan. Begitu memasuki tubuh, antigen akan diikat langsung
oleh protein yang spesifik (seperti albumin). Hasil ikatan ini selanjutnya
menempel pada dinding sel makrofag dan dengan segera akan merangsang
membrane sel makrofag untuk melepaskan sel precursor pembentuk reagen
antibody immunoglobulin E atau reagenic ( IgE) antibody forming precursor cell.
Sel-sel precursor ini lalu mengadakan mitosis dan menghasilkan serta
membebaskan antibody IgE yang spesifik. IgE yang terbebaskan ini akan diikat
oleh reseptor spesifik yang berada pada dinding sel mast dan basofil membentuk
reseptor baru yaitu F ab. Reseptor F ab ini berperan sebagai pengenal dan
pengikat antigen yang sama. Proses yang berlangsung sampai di sini disebut
proses sensitisasi.
Pada suatu saat dimana tubuh kemasukan lagi antigen yang sama, maka
antigen ini akan segera sikenali oleh reseptor F ab yang telah terbentuk dan diikat
membentuk ikatan IgE – Ag. Adanya ikatan ini menyebabkan dinding sel mast
dan basofil mengalami degranulasi dan melepaskan mediator-mediator endogen
seperti histamine, kinin, serotonin, Platelet Activating Factor (PAF). Mediator-
mediator ini selanjutnya menuju dan mempengaruhi sel-sel target yaitu sel otot
polos. Proses merupakan reaksi hipersensitivitas. Pelepasan endogen tersebut bila
berlangsung cepat disebut fase akut dan karena dapat dilepaskan dalam jumlah
yang besar, maka biasanya tidak dapat diatasi dengan hanya memberikan
antihistamin.
Pada saat fase akut ini berlangsung, pada membran sel mast dan basofil
terjadi pula proses yang lain. Fosfolipid yang terdapat di membrane sel mast dan
basofil oleh pengaruh enzim fosfolipase berubah menjadi asam arakidonat dan
kemudian akan menjadi prostaglandin, tromboksan dan leukotrien / SRSA ( Slow
Reacting Substance of Anaphylaxis) yang juga merupakan mediator-mediator
endogen anafilaksis. Karena proses terbentuknya mediator yang terakhir ini lebih
lambat, maka disebut dengan fase lambat anafilaksis.
Melalui mekanisme yang berbeda, bahan yang masuk ke dalam tubuh dapat
lasung mengaktivasi permukaan reseptor sel plasma dan menyebabkan
pembebasan histamine oleh sel mast dan basofil tanpa melalui pembentukan IgE
dan reaksi ikatan IgE-Ag. Proses ini disebut reaksi anafilaktoid, yang memberikan
gejala dan tanda serta akibat yang sama seperti reaksi anafilaksis. Beberapa sistem
yang dapat mengaktivasi komplemen yaitu, obat-obatan, aktivasi kinin, pelepasan
histamine secara langsung, narkotika, obat pelemas otot : d-tubokurarin,
atrakurium, antibiotika : vankomisin, polimiksin B.
Daftar pustaka
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/f216832eb3ad0c53b11569
144fed27cf.pdf
Neugut AI, Ghatak AT, Miller RL, 2001, Anaphylaxis in the United States, An
Investigation Into Its Epidemiology, Arch Intern Med, Page 161:15-21
Ewan, PW, 1998, Anaphylaxis, ABC Allergies, BMJ, Vol 316, Page 1442- 1445
Suryana K, 2003, Diktat Kuliah, Clinical Allergy Immunology, Divisi Allergi
Imunologi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RS Sanglah,
Denpasar
Wijaya IP, 2009, Syok Hipovolemik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Interna
Publishing, Jakarta