Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MATA KULIAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“APPENDIKS”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

DEBY DWIVAYANA (1710142010045)

FELMI DWI ANNUR (1710142010007)

LIZA ANGGRAINI (1710142010013)

MESI KARTIKA SARI (1710142010017)

NESTI KURNIA (1710142010021)

RAHMAT BESLY PERMATA (1710142010026)

RANI NADYA ALIYYAN (1710142010030)

RIRIN SOVIA (1710142010034)

SINDY EKA PUTRI (1710142010038)

WELLY UTAMA (1710142010043)

Prodi S1 Keperawatan

Dosen pembimbing : Ns. Aulia Putri, M.Kep

STIKES YARSI SUMBAR BUKITTINGGI

T.A 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
Keperawatan Medikal Bedah II ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Appendiks” . Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun dari anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan
datang.

Bukittinggi,Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 2
1.3 Tujuan Masalah ......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Appendicitis................................................................. 3

2.2 Klasifikasi .................................................................................. 4

2.3 Etiologi Appendicitis ................................................................. 6

2.4 Manifestasi Klinis Appendicitis ................................................. 6

2.5 Patofisiologi Appendicitis .......................................................... 7

2.6 Pemeriksaan Penunjang ............................................................. 8

2.7 Penatalaksanaan ......................................................................... 8

2.8 Asuhan Keperawatan ................................................................. 9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................ 17

3.2 Saran .......................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat
pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Karena apendiks mengosongkan
diri dengan tidak efisien dan lumennya kecil, maka apendiks mudah
mengalami obstruksi dan rentan terjadi infeksi atau yang biasa disebut
appendicitis. Appendicitis merupakan penyebab yang paling umum dari
inflamasi akut, kuadran kanan rongga abdomen dan penyebab yang paling
umum dari pembedahan abdomen darurat. Pria lebih banyak terkena daripada
wanita, remaja lebih banyak dari orang dewasa. Kejadian kasus appendicitis
tertinggi adalah yang pada pria berusia 10 sampai 30 tahun (Brunner &
Suddarth, 2000).
Angka kejadian apendisitis di dunia mencapai 321juta kasus tiap tahun
(Handwashing, 2006). Statistic di AS mencatat setiap tahun terdapat 20 – 35
juta kasus apendisitis (Departemen Republik Indonesia, 2008). Tujuh persen
penduduk di AS menjalani apendiktomy (pembedahan untuk mengangkat
apendiks) dengan insiden 1,1/1000 penduduk pertahun, sedangkan di negara
barat sekitar 16%. Di Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi
cenderung meningkat oleh karena pola diet yang mengikuti orang barat.
Semua kasus appendictis memerlukan tindakan pengangkatan dari
appendic yang terinflamasi, baik dengan lapalotomy maupun laparoscopy.
Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, angka kematian akan tinggi
terutama disebabkan oleh peritonitis dan shock. Reginald Fitz pada tahun
1886 adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa appendik acuta
merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh
dunia.

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa defenisi appendictis?
b. Apa etiologi dari appendictis?
c. Bagaimana manifestasi klinis dari appendictis?
d. Bagaimana patofisiologi dari appendictis?
e. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari appendictis?
f. Bagaimana penatalaksanaan dari appendicitis?
g. Bagaimana asuhan keperawatan dari appendictis?

1.3 Tujuan masalah


a. Untuk mengetahui defenisi appendictis
b. Untuk megetahui etiologi dari appendik
c. Untuk memahami manifestasi klinis dari appendik
d. Untuk memahami patofisiologi dari appendik
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari appendik
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari appendisitis
g. Untuk memahami asuhan keperawatan dari appendiks

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Appendicitis

Appendistis adalah inflamasi akut pada apendiks yang terletak pada


kuadran bawah kanan dari rongga abdomen (Smeltzer & Bare, 2002).
Appendik meradang akibat invasi bakteri pada dindingnya, biasanya didistal
dari obstruksi lumennya. Obtruksi dapat disebabkan oleh fekolit, biji-bijian
atau cacing dalam lumen (Cook et al,1195.

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun (Mansjoer, 2010). Apendisitis
adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2005). Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai
semua lapisan dinding organ tersebut (Price, 2005).

3
2.2 Klasifikasi Appendicitis

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan


apendisitis kronik (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala
apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat. Apendisitis akut dibagi menjadi :
a. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan
kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus,
mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan (Rukmono,
2011).
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan
edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan
peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney,

4
defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan
defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan
tanda-tanda peritonitis umum (Rukmono, 2011).
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri
mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain
didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada
bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijaukeabuan atau
merahkehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat
mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen
(Rukmono, 2011).
d. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum,
kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon
yang melekat erat satu dengan yang lainnya (Rukmono, 2011).
e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi
nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum,
retrosekal, subsekal dan pelvikal (Rukmono, 2011).
f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah
gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut
sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak
daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik (Rukmono, 2011).

2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria
mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan

5
parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden
apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang dapat menjadi
akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang
tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat (Rukmono, 2011).

2.3 Etiologi Appendicitis


Apendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal
berperan sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang
terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena
adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid,
tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat
pula menyebabkan terjadinya sumbatan.
Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di
atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi
yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan
apendicitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit
apendisitis. Tinja yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi.
Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah
timbulnya apendicitis.

2.4 Manifestasi Klinis Appendicitis

Nyeri perut adalah gejala utama dari apendisitis. Perlu diingat bahwa
nyeri perut bisa terjadi akibat penyakit – penyakit dari hampir semua organ
tubuh. Tidak ada yang sederhana maupun begitu sulit untuk mendiagnosis
apendistis. Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul
yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium sekitar umbilikus. Nyeri
perut ini sering disertai mual serta satu atau lebih episode muntah dengan rasa
sakit, dan setelah beberapa jam, nyeri akan beralih ke perut kanan bawah

6
pada titik McBurney. Umumnya nafsu makan akan menurun. Rasa sakit
menjadi terus menerus dan lebih tajam serta lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat, akibatnya pasien menemukan gerakan
tidak nyaman dan ingin berbaring diam, dan sering dengan kaki tertekuk.
Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga
penderita merasa memerlukan 13 obat pencahar. Hal ini sangat berbahaya
karena dapat mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat rangsangan
peritoneum, biasanya penderita mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

2.5 Patofisiologi Appendicitis

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks


oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin
lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendistis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium
(Price, 2005). Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat, hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah,
dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian
aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi
(Mansjoer, 2010).

7
2.6 Pemeriksaan Penunjang Appendicitis

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.

b. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat


leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang
menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat
sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi
akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin)
nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
apendisitis infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat apakah terdapat
infeksi pada ginjal.

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Apendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04 serbuk
halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan
diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak
atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram dibaca oleh dokter
spesialis radiologi.
b. Ultrasonografi (USG)
USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses
subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal,
atau efusi pleura (Penfold, 2008).

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis


meliputi penanggulangan konservatif dan operatif,yaitu :

1. Penanggulangan konservatif

8
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik (Oswari, 2000).
2. Operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks. Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses
dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainase (Oswari, 2000).

2.8 Asuhan Keperawatan Appendictis


Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik
maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang
peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan
fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam
periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas
atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.
Untuk melengkapi hal tersebut, maka perawat di dalam melakukan asuhan
keperawatan harus menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengkajian
Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register, identitas
penanggung.
Riwayat kesehatan sekarang.
Keluhan utama, klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah
mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri, dirasakan
terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.

9
Keluhan yang menyertai, biasanya klien mengeluh rasa mual, muntah, dan
panas.
Riwayat kesehatan masa lalu
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum : klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
 Berat badan : sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
 Sirkulasi : klien mungkin takikardia.
 Respirasi : takipnea, pernapasan dangkal.
 Aktivitas/istirahat : malaise.
 Eliminasi : konstipasi, diare kadang-kadang.
 Distensi abdomen : nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus.
 Nyeri/kenyamanan : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney,
meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada
kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk
tegak.
 Keamanan demam : biasanya rendah.
 Data psikologis : klien nampak gelisah, ada perubahan denyut nadi dan
pernapasan, ada perasaan takut., serta penampilan yang tidak tenang.

Contoh Kasus
Seorang pasien berusia 17 tahun datang ke rumah sakit dengan
keluhan nyeri disekitar epigastrium dan menjalar ke perut kanan bawah sejak
3 hari yang lalu. Sifat nyeri yang dirasakan terus menerus pada saat bergerak
dan batuk, dan pasien mengeluhkan mual-muntah, tidak nafsu makan, serta
demam. Pada pemeriksaan fisik terdapat suhu 38,6 ͦC disebabkan karena
terjadi peradangan pada apendiks, TD 120/90, N 120x/mnt, R 28x/mnt. Hasil
pemeriksaan labor ditemukan jumlah leukosit 11.000/ml.

10
Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi

b. Resiko kekurangan volume cairan b.d mual-muntah.

c. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake menurun

d. Resiko terjadinya infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan tubuh


ditandai dengan suhu (T) diatas normal, dan frekuensi pernafasan
meningkat.

ASKEP

1. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi.

Diagnosa Tujuan & Intervensi


keperawatan kriteria hasil
Nyeri b.d distensi Rasa nyeri hilang  Kaji tingkat nyeri, lokasi, dan
jaringan usus oleh karakteristik nyeri.
inflamasi Rasionalnya :
Untuk mengetahui sejauh
Batas karakteristik: mana tingkat nyeri dan
 Pernafasan indikator secara dini untuk
normal dapat memberikan tindakan
 Sirkulasi selanjutnya.
normal  Anjurkan pernafasan dalam.
Rasionalnya :
Pernafasan yang dalam dapat
menghirup O2 secara
adekuat.

11
2. Resiko kekurangan volume cairan b.d mual-muntah.

Diagnosa Tujuan & Intervensi


keperawatan kriteria hasil
Resiko kekurangan Mempertahankan  Monitor intake dan output,
volume cairan b.d keseimbangan dan konsentrasi urin.
mual-muntah. volume cairan. Rasionalnya :
Menurunnya output dan
konsentrasi urin, akan
Batas karakteristik: meningkatkan kepekatan atau
 Nafsu makan endapan sebagai salah satu
baik adanya dehidrasi dan
 Pasien tidal membutuhkan peningkatan
mual muntah cairan.
 Pasien tidak  Beri cairan sedikit demi
mengalami sedikit tapi sering.
dehidrasi. Rasionalnya :
Untuk meminimalkan
kurangnya cairan.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake menurun

Diagnosa Tujuan & Intervensi


keperawatan kriteria hasil
Nutrisi kurang Mempertahankan  Kaji sejauh mana
dari kebutuhan keseimbangan ketidakadekuatan nutrisi pasien.
b.d intake nutrisi yang Rasionalnya :
menurun adekuat. Menganalisa penyebab
melaksanakan intervensi.
Batas  Perkirakan atau hitung
karakteristik: pemasukan kalori.

12
 Nafsu Rasionalnya :
makan Mengidentifikasi kekurangan
baik atau kebutuhan nutrisi berfokus
 Pasien pada masalah pemasukan nutrisi.
tidal  Beri makan sedikit tapi sering.
mual Rasionalnya :
muntah Tidak memberikan rasa bosan
dan pemasukan nutrisi dapat
ditingkatkan.

4. Resiko terjadinya infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan tubuh ditandai


dengan suhu (T) diatas normal, dan frekuensi pernafasan meningkat.

Diagnosa Tujuan & Intervensi


keperawatan kriteria hasil
Resiko terjadinya Tidak terjadi infeksi.  Bersihkan lapangan
infeksi b.d tidak operasi dari beberapa
adekuatnya organisme yang mungkin
pertahanan tubuh ada melalui prinsip-prinsip
ditandai dengan pencukuran.
suhu (T) diatas Rasional :
normal, dan Pengukuran dengan arah
frekuensi yang berlawanan tumbuh
pernafasan nya rambut akan mencapai
meningkat. ke dasar rambut, sehingga
benar-benar bersih dan
Batas karakteristik: dapat terhindar dari
 Tidak ada pertumbuhan mikro
tanda-tanda organisme.
terjadi  Beri obat pencahar sehari
infeksi. sebelum operasi dan
 Suhu dalam dengan melakukan klisma.

13
batas Rasional :
normal. Obat pencahar dapat
 Pernafasan merangsang peristaltic
dalam batas usus sehingga bab dapat
normal. lancar. Sedangkan klisma
 Leukosit dapat merangsang
dalam batas peristaltic yang lebih
normal. tinggi, sehingga dapat
mengakibatkan ruptura
apendiks.
 Anjurkan klien mandi
dengan sempurna.
Rasional :
Kulit yang bersih
mempunyai arti yang besar
terhadap timbulnya mikro
organisme.
 HE tentang pentingnya
kebersihan diri klien.
Rasional :
Dengan pemahaman klien,
klien dapat bekerja sama
dalam pelaksaan tindakan.

14
Diagnosis Banding
Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis
apendisitis karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang
hampir sama dengan apendisitis, diantaranya :
1. Gastroenteritis
Ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului rasa
sakit. Sakit perut lebih ringan, panas dan leukositosis kurang menonjol
dibandingkan, apendisitis akut.
2. Limfadenitis Mesenterika
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan
nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan perut.
3. Demam dengue
Dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil positif
untuk Rumple Leede, trombositopeni, dan hematokrit yang
meningkat.
4. Infeksi Panggul dan salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan
apendisitis akut.
Suhu biasanya lebih tinggi dari pada apendisitis dan nyeri perut
bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya
disertai keputihan dan infeksi urin.
5. Gangguan alat reproduksi wanita
Folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan
bawah pada pertengahan siklusmenstruasi. Tidak ada tanda radang
dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
6. Kehamilan ektopik
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai
pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvik dan bisa
terjadi syok hipovolemik.
7. Divertikulosis Meckel

15
Gambaran klinisnya hampir sama dengan apendisitis akut dan sering
dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada apendisitis akut
sehingga diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.
8. Ulkus peptikum perforasi
Sangat mirip dengan apendisitis jika isi gastroduodenum mengendap
turun ke daerah usus bagian kanan sekum.
9. Batu ureter
Jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai
apendisitis retrosekal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis,
hematuria dan terjadi demam atau leukositosis.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Appendistis adalah inflamasi akut pada apendiks yang terletak pada


kuadran bawah kanan dari rongga abdomen (Smeltzer & Bare, 2002).
Appendik menjadi meradang akibat invasi bakteri pada dindingnya,biasanya
didistal dari obstruksi lumennya. Obtruksi dapat disebabkan oleh fekolit, biji-
bijian atau cacing dalam lumen (Cook et al,1195).

Apendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal


berperan sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang
terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena
adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid,
tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat
pula menyebabkan terjadinya sumbatan.

3.2 Saran

Saran bagi tenaga kesehatan hendaknya memperluas wawasan agar


dapat memberikan asuhan keperawatan tentang appendisitis secara bijak.

17
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.unila.ac.id/20879/15/BAB%20II.pdf

http://eprints.ung.ac.id/5333/5/2013-1-14201-841409087-bab2
26072013032132.pdf

http://www.academia.edu//

Anda mungkin juga menyukai