PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Infeksi saluran urinary (urinary tract infection – UTI) adalah salah satu penyakit
menular yang paling dominan dengan beban finansial yang substansial di tengah
masyarakat. Di AS, UTI bertanggunajwab atas lebih dari 7 juta kunjungan dokter
setiap tahunnya. Kurang lebih 15% dari semua antibiotik yang diresepkan-untuk
masyarakat di AS diberikan untuk UTI dan data dari beberapa negara Eropa
menunjukkan level yang setara dengan ini. Di AS, UTI terhitung mencapai lebih
dari 100,000 admisi rumah sakit setiap tahunnya, paling sering terjadi untuk
pyelonephritis. Data ini tidak mencakup UTI komplikasi yang diasosiasikan
dengan pasien urologi, prevalensi yang masih belum diketahui. Infeksi saluran
urinary mewakili setidaknya 40% dari semua infeksi yang diperoleh ruma h sakit
dan dalam kebanyakan kasus, diasosiasikan dengan kateter. Bakteriuria
berkembang pada mencapai 25% pasien yang membutuhkan kateter urinary untuk
satu minggu atau lebih dengan resiko harian 5-75%. Studi-studi penelitian Global
Prevalence Infection in Urologi (GPIU) terkini telah menunjukkan bahwa 10-12%
pasien yang dimasukkan ke rumah sakit dalam bangsal urologi memiliki healthcare
associated infection (HAI). Strain diperoleh dari pasien -pasien ini bahkan lebih
resisten.
Gejala klinis
Hasil uji tes laboratorium tertentu (darah, urin, atau expressed prostatic
secretion (EPS))
Bukti adanya mikroorganisme dengan mengkulturkan atau melakukan uji
tes spesifik lainnya
Kebanyakan penyelidikan ini saat ini bisa dilakukan di laboratorium.
1.6 Metodologi
Panel panduan EAU Urological Infection terdiri atas sekelompok urolog,
berspesialisasi dalam perawatan UTI. Harus ditekankan bahwa panduan klinis
memberikan bukti terbaik yang tersedia bagi para ahli pada saat paper ini ditulis.
Namun, mengikuti rekomendasi panduan tidak akan selalu memberikan hasil
terbaik. Panduan tidak pernah bisa menggantikan keahlian klinis ketika keputusan
perawatan untuk pasien individual diambil. Panduan membantu untuk
memfokuskan keputusan. Keputusan klinis harus pula turut memperhitungkan nilai
personal pasien dan preferensi mereka serta situasi individual mereka.
Prosedur standar untuk publikasi EAU termasuk sebuah assesment tahunan dari
literatur yang baru dipublikasikan dalam bidang ini, memandu update masa
depan. Sebuah dokumen referensi ultra-pendek dipublikasikan sejalan dengan
publikasi ini. Semua dokumen tersedia dengan akses bebas melalui website
EAU Uroweb (http://www.uroweb.org/guidelines/online-guidelines/).
2. KLASIFIKASI UTI
2.1 Pendahuluan
Panduan berikut ini akan mencakup UTI dan male accessory gland infection
(MAGI), keduanya berasosiasi erat pada pria. Bab 3 -9 mencakup UTI dan Bab 10-
12 mencakup MAGI. Secara tradisional, UTI diklasifikasikan berbasis pada gejala
klinis, data laboratorium dan hasil temuan mikrobiologi. Secara praktis, UTI telah
dibagi dalam UTI uncomplicated dan complicated, serta sepsis. Model klasifikasi
berikut ini adalah sebuah instrumen kerja yang bermanfaat untuk assessment
harian dan untuk riset klinis.
Sebuah tinjauan kritis dari klasifikasi saat ini dilakukan untuk inisiatif
EAU/ICUD Urogenital Infections dalam Lampiran 16.1. Tujuan keseluruhan
adalah untuk menyediakan sebuah alat terstandarisasi dan nomenklatur UTI untuk
para dokter dan peneliti. Panduan saat ini memberikan sebuah ringkasan pendek
sebuah sistem klasifikasi UTI yang diduga lebih baik berbasis pada:
Gejala, tanda-tanda dan hasil temuan laboratirum terfokus pada level anatomis dan
tingkatan keparahan infeksi. Analisa faktor resiko memberikan kontribusi untuk
mendefinisikan langkah terapeutik tambahan apapun yang diperlukan (misal.,
drainage).
Bagan 2.1 mengilustrasikan diagnostik dasar dan strategi perawatan untuk UTI.
Urethritis, masih kurang dipahami, untuk saat ini tidak turut dimasukkan. Selain
itu, MAGI, orchitis, epididymitis dan prostatitis juga tidak dimasukkan.
Asymptomatic bacteriuria (ABU) perlu diperhitungkan sebagai sebuah
entitas khusus karena entitas ini bisa memiliki sumbernya di saluran urinary bawah
dan atas, dan tidak membutuhkan perawatan apapun kecuali pasien menjadi subyek
pembedahan urologi.
Bagan 2.1: Klasifikasi UTI sebagaimana yang diusulkan oleh EAU European
Section of Infection in Urology (ESIU)
Keparahan Gradien keparahan
Gejala Tidak Gejala lokal Gejala umum Respon Kegagalan
ada Dysuria, Demam, flank sistemsik sirkulasi dan
gejala frekuensi, pain, mual, SIRS organ
urgensi, rasa muntah Demam, Disfungsi organ
sakit atau menggigil Kegagalan
kelunakan Kegagalan organ
kandung sirkulasi
kemih
Diagnosis ABU CY-1 PN-2 PN-3 US-4 US-5 US-6
Febrile
UTI
Penyelidika Dipstick (MSU Culture Dipstick Dipstick
n + S seperti yang MSU Culture + MSU Culture+S dan kultur
diperlukan) S darah
Renal US atau Renal US dan/atau Renal dan
IV abdominal CT
Pyelogram/renal
CT
Faktor Assessment faktor resiko menurut ORENUC (Tabel 2.1)
resiko Uncomplicated UTI Complicated UTI
Perawatan NO* Empiris Empiris Empiris+terarah Empiris+terara
medis dan 3-5 hari +terara 7-14 hari h
bedah h Pertimbangkan 10-14 hari
7-14 mengkombinasikan Kombinasikan
hari 2 antibiotik 2 antibiotik
* Dua pengecualian: selama kehamilan dan sebelum pembedahan/operasi urologi
2.4 Patogen
Kultur urin biasanya mengidentifikasikan patogen kausatif () dan pola
kerentanannya. Kedua karakteristik bisa diperkenalkan dalam klasifikasi akhir
tahap klinis dari infeksi. Tingkatan kerentanan didefinisikan sebagai grade a
(rentan) hingga c (resisten).
3.2 Definisi
Acute, uncomplicated UTI pada orang dewasa akan termasuk episodik dari -
komunitas yang sporadik dalam hal acute cystitis dan acute pyelonephritis pada
individual yang sehat. UTI-UTI ini terlihat banyak diderita oleh wanita tanpa
abnormalitas struktural dan fungsional di dalam saluran urinary, penyakit ginjal
atau ko-morbiditas yang bisa mengarah pada hasil yang lebih serius dan karenanya
membutuhkan perhatian tambahan.
3.3 Acute uncomplicated sporadic cystitis pada wanita non -hamil pra-
menopause
3.3.1 Diagnosis
3.3.1.1 Diagnosis klinis
Diagnosis acute complicated cystitis bisa dilakukan dengan probabilitas
tinggi berdasarkan pada sebuah sejarah terfokus dari simptomatologi
irritative urinary (dysuria, frekuensi dan urgensi) dan tidak adanya vaginal
discharge atau irritasi, pada wanita yang tidak memiliki faktor resiko lain
untuk complicated UTI (LE:2a, GR:B).
3.3.2 Terapi
Terapi antibiotik direkomendasikan karena kesuksesan klinis secara signifikan
akan lebih mungkin terjadi pada wanita yang diberi perawatan dengan
antibiotik dibandingkan dengan mereka yang diberikan plasebo (LE:1a, GR:A).
Pilihan antibiotik untuk terapi harus dipandu oleh:
spektrum dan pola kerentanan dari uropatogen aetiologis
efikasi untuk indikasi tertentu dalam studi klinis
tolerabilitas dan reaksi negatif
efek ekologi negatif
biaya
ketersediaan
Menurut prinsip ini dan pola kerentanan yang tersedia di Eropa, fosfomycin
trometamol 3 g dosis tunggal, pivmecillinam 400 mg bid untuk 3 hari dan
nitrofurantoin macrocrystal 100 mg bid untuk 5 hari, dianggap sebagai obat
pilihan pertama di banyak negara, ketika tersedia (LE:1a, GR:A) (Tabel 3.1).
Antibiotik alternatif termasuk trimethoprim saja atau dikombinasikan dengan
sulphonamide dan kelas fluoroquinolone. Co-trimoxazole (160/180 mg bid
untuk tiga hari) atau trimethoprim (200 mg untuk 5 hari) seharusnya hanya
diperhitungkan sebagai obat pilihan pertama dalam area-area yang memiliki
tingkat resistensi E coli yang sudah diketahui <20% (LE:1b, GR:B). Namun,
pengaruh negatif termasuk pengaruh ekologi negatif dan pemilihan resistensi
juga harus turut diperhitungkan (Tabel 3.1).
Aminopenicillin tidak lebih cocok untuk terapi empiris karena resistensi E.coli
yang tinggi di seluruh dunia. Aminopenicillin dikombinasi dengan belactamase
inhibitor seperti misalnya ampicillin/sulbactam atau amoxicillin/slavulanic
acid dan oral cephalosporin umumnya tidak terlalu efektif sebagai terapi jangka
pendek dan tidak direkomendasikan untuk terapi empiris karena pengaru h
kolateral ekologi, tapi dapat digunakan dalam kasus tertentu.
3.3.3 Follow up
Urinalysis paska-perawatan yang rutin atau kultur urin ruin dalam pasien
asymptomatic tidak diindikasikan (LE:2b, GR:B). Pada wanita yang gejalanya
tidak berhenti di akhir perawatan, dan pada mereka yang gejalanya berhenti
tapi muncul kembali dalam 2 minggu, kultur urin dan uji kerentanan
antimikrobe harus dilakukan (LE:4, GR:B). Untuk terapi dalam situasi ini,
seseorang harus mengasumsikan bahwa organisme penginfeksi tidak rendan
terhadap agen yang digunakan sejak awal. Perawatan ulang dengan regimen 7
hari menggunakan agen yang lain harus diperhitungkan (LE:4, GR:C).
3.4.2 Terapi
Sebagai hasil dari kurangnya studi pengamatan yang sesuai, spektrum dan pola
kerentanan dari uropathogen yang menyebabkan uncomplicated cystitis dapat
digunakan sebagai sebuah panduan untuk terapi empiris (LE:4, GR:B). Namun,
S. saprophyticus tidak sering terjadi pada acute pyelonephritis jika
dibandingkan dengan acute cystitis (LE:4, GR:B).
LE GR
Sebuah parenteral fluoroquinolone, dalam 1b B
komunitas dengan tingkat resisten-
fluoroquionolone E.coli <10%
Sebuah generasi ketiga cephalosporin, dalam 1b B
komunitas dengan tingkat resistensi penghasil-
ESBL E.coli <10%
Sebuah aminopenicillin plus sebuah b-lactamase- 4 B
inhibitor dalam kasus patogen gram-positif
rentan yang telah diketahui
Sebuah aminoglycoside atau carbapenem 1b B
dalamkomunitas dengan tingkat resisten
fluoroquinolone dan/atau penghasil-ESBL E-coli
>10%
Gentamicin 2 5 mg/kg qd
Amikacin 2 15 mg/kg qd
Ertapenem 4 1 g qd 29
4
Imipenem/cilastatin 0.5/0.5 g tid 32
Meropenem 4 1 g tid 30
4
Doripenem 0.5 g tid 33
1
dosis yang lebih rendah dipelajari tapi dosis yang lebih tinggi
direkomendasikan oleh ahli
2
tidak dipelajari sebagai monoterapi dalam acute uncomplicated
pyelonephritis
3
terutama untuk patogen gram-positif
4
protokol yang sama untuk acute uncomplicated pyelonephritis dan
complicated UTI (stratifikasi tidak selalu memungkinkan)
Mual
Muntah
TIDAK YA
Perbaikan klinis dalam Tidak ada perbaikan Perbaikan klinis dalam Tidak ada perbaikan
72 jam klinis atau bahkan 72 jam klinis atau bahkan
Terapi oral kontinyu penurunan Pergantian ke terapi oral penurunan
(sesuai pengujian) Penggantian ke terapi (sesuai pengujian) Terapi parenteral
Durasi total terapi parenteral Durasi total terapi kontinyu
1-2 minggu (sesuai pengujian) 1-2 minggu (sesuai pengujian)
Rawat inap Rawat inap berlanjut
Secara umum, pilihan antibiotik harus didasarkan pada identifikasi dan pola
kerentanan/susceptibilitas organisme yang menyebabkan UTI, sejarah
pasien terkait alergi obat dan pengaruh kolateral ekologi termasuk
pemilihan resistensi bakteri oleh antimikroba terpilih. Menggunakan
prinsip ini, beberapa isu akan harus diperhitungkan:
3.6.3 Screening
Wanita hamil harus discreened untuk bacteriuria selama trimester pertama
(LE:1a, GR:A).
3.6.6 Follow up
Kultur urine harus diperoleh 1-2 minggu setelah penyelesaian terapi untuk
asymptomatic bacteriuria dan symptomatic UTI dalam kehamilan (LE:4,
GR:A).
3.6.7 Profilaksis
Postcoital profilaksis harus diperhitungkan pada wanita hamil dengan sejarah
frequent UTI sebelum awal kehamilan, untuk mengurangi resiko mereka dala m
UTI (LE:2b, GR:B).
3.7.2 Diagnosis
Referensi LE GR
Sejarah, pemeriksaan fisik, dan urinalysis 4 B
termasuk kultur
Gejala genitourinary tidak selalu terkait 54 1b B
dengan UTI dan sebuah indikasi untuk
perawatan anti mikroba
3.7.3 Perawatan
Referensi LE GR
Perawatan acute cystitis pada wanita 55 1b C
paska-menopause serupa dengan pada
wanita pra-menopause, namun terapi
jangka pendek tidak berkembang baik
seperti pada wanita pra-menopause
Perawata pyelonephritis pada wanita 4 C
paska-menopause serupa dengan pada
wanita pra-menopause
Asymptomatic bacteriuria pada wanita 18 2b A
lanjut usia seharusnya tidak dirawat
dengan antibiotik
Antimikrobia optimal, dosis dan durasi 4 C
perawatan pada wanita lanjut usia tampak
serupa dengan yang direkomendasikan
untuk wanita paska-menopause yang lebih
muda
Estrogen (khususnya vaginal) bisa 56 1b C
diberikan untuk pencegahan UTI, tapi
hasilnya masih kontradiktif
Metode alternatif seperti cranberry dan 57 1b C
lactobacilli probiotik bisa berkontribusi
tapi mereka tidak memadai untuk
mencegah recurrent UTI
Jika faktor komplikasi, seperti urinary 4 C
obstruction dan neurogenic bladder
dikecualikan, profilaksis antimikroba
harus dilakukan sebagaimana yang
direkomendasikan untuk wanita pra-
menopause
3.9.2 Screening
Referensi LE GR
Untuk wanita hamil 48 1a A
Sebelum sebuah prosedur genitourinary 18 1b A
invasif dilakukan dimana terdapat resiko
perdarahan mukosal
Faktor resiko terkait inang untuk UTI secara umum dan complicated UTI secara
khusus dituliskan dalam Tabel 4.1. Complicated UTI bisa muncul dal am sebuah
kelompok pasien heterogen. Namun, tidak satupun dari usia pasien ataupun jenis
kelamin pasien per se adalah bagian dari definisi sebuah complicated UTI.
Berkenaan dengan prognosis dan studi klinis, disarankan untuk menstratifikasikan
complicated UTI karena gangguan urologi ke dalam setidaknya dua kelompok:
4.3 Mikrobiologi
4.3.1 Spektrum dan resistensi antibiotik
Pasien dengan complicated UTI, baik yang diperoleh dari komunitas dan rumah
sakit, cenderung untuk menunjukkan beragam mikroorganisme dengan
prevalensi yang lebih tinggi dalam resistensi terhadap antimikroba, dan
tingkatan kegagalan perawatan yang lebih tinggi jika abnormalitas ini tidak
bisa dikoreksi.
Namun, adanya strain yang resisten dengan sendirinya tidaklah
cukup untuk mendefinisikan sebuah complicated UTI. Abnormalitas urinary
(anatomis maupun fungsional) atau adanya penyakit dasar yang mempengaruhi
terjadinya UTI juga perlu eksis.
Sebuah rentang luas bakteri dapat menyebabkan complicated UTI.
Spektrum ini jauh lebih besar dibandingkan dengan uncomplicated UTI dan
bakteri akan lebih cenderung resisten antibiotik (khususnya dalam complicated
UTI terkait-perawatan) dibandingkan dengan yang diisolasi dalam
uncomplicated UTI. E.coli, Proteus, Klebsiella, Pseudomonas dan Serratia sp
serta enterococci adalah strain yang umum digtemukan dalam kultur.
Enterobacteriaceae mendominasi (60-75%) dengan E. coli adalah patogen yang
paling umum; khususnya jika UTI termasuk dalam infeksi pertama. Jika tidak,
spektrum bakteri bisa jadi akan bervariasi sejalan dengan waktu dan dari satu
rumah sakit terhadap rumah sakit lainnya.
4.4 Perawatan
4.4.1 Prinsip umum
Strategi perawatan akan tergantung pada keparahan penyakit. Terapi
antimikroba yang sesuai dan manajemen abnormalitas urologi akan harus
dilakukan. Jika diperlukan, layanan supportive dapat di berikan. Rawat inap
seringkali perlu dilakukan tergantung pada keparahan penyakit.
5.5 Pencegahan
Septic shock adalah penyebab kematian yang paling sering terjadi untuk pasien
rawat inap dengan infeksi nosocomial dan yang diperoleh dari -masyarakat (20-
40%). Sepsis memulai rentetan yang menuju ke arah sepsis parah dan kemudian
septic shock dalam sebuah kontinuum klinis. Perawatan urosepsis akan
membutuhkan kombinasi perawatan terhadap penyebab (hambatan/obstruksi
dalam saluran urinary), layanan life-support yang memadai dan terapi antibiotik
yang tepat. Dalam situasi semacam ini, direkomendasikan agar urolog
berkolaborasi dengan perawatan intensif dan spesialis penyakit menular untuk
manajemen terbaik bagi pasien.
5.5.1 Langkah pencegahan dari efikasi yang telah terbukti atau yang
memungkinkan
Metode yang paling efektif untuk mencegah urosepsis nosocomial akan sama
seperti yang digunakan untuk mencegah infeksi nosocomial lainnya:
Isolasi semua pasien yang terinfeksi dengan organisme multi -resisten
untuk menghindari infeksi silang.
Penggunaan agen antimikroba dengan bijaksana untuk profilaksis dan
perawatan infeksi yang berkembang, untuk menghindari seleksi strain
resisten. Agen antibiotik harus dipilih sesuai dengan patogen dominan
pada lokasi infeksi di lingkungan rumah sakit.
Reduksi dalam masa inap di rumah sakit. Telah diketahui bahwa periode
rawat inap yang panjang sebelum operasi akan mengarah pada insidensi
yang lebih besar dari infeksi nosocomial
Pelepasan dini indwelling urethral catheter, segera setelah kondisi pasien
memungkinkan. UTI nosocomial dipromosikan oleh kateterisasi kandung
kemih dan juga oleh ureteral stenting. Antibiotik profilaksis tidak
mencegah kolonisasi stent, yang muncul 100% pada pasien dengan
permanen ureteral stent dan 70% pada temporal stent.
Penggunaan drainage catheter tertutup dan minimisasi jeda integritas
sistem, misal., untuk urine sampling atau bladder wash-out.
Penggunaan metode yang paling tidak invasif untuk melepaskan
hambatan/obstruksi saluran urinary hingga pasien terstabilkan.
Perhatian terhadap teknik sederhana sehari-hari untuk memastikan
asepsis, termasuk penggunaan rutin dari sarung tangan pelindung
disposable, disinfeksi tangan yang sering dilakukan dan menggunakan
langkah kontrol penyakit menular untuk mencegah terjadinya infeksi
silang.
Faktor komplikasi dlm saluran urogenital Terapi suportif, terapi sepsis tambahan, jika diperlukan
Kontrol sumber
5.7 Perawatan
5.7.1 Algoritma klinis untuk manajemen urosepsis
5.8 Kesimpulan
Sindrom sepsis dalam urologi tetap merupakan sebuah situasi yang parah dengan
tingkat mortalitas bisa mencapai setinggi 20-40%. Sebuah kampanye terkini,
‘Surviving Sepsis Guideline’, bertujuan untuk mengurangi mortalitas sebesar 25%
dalam beberapa tahun berikutnya. Pengakuan dini mengenai gejala ini dapat
menurunkan mortalitas dengan perawatan yang tepat waktu terhadap gangguan
saluran urinary, misal., obstruksi, atau urolithiasis. Langkah -langkah life-support
yang memadai dan perawatan antibiotik yang tepat menyediakan kondisi yang
terbaik untuk meningkatkan kelangsungan hidup pasien. Pencegahan sin drom
sepsis akan tergantung pada praktek yang baik (good practice) dalam menghindari
infeksi nosocomial dan menggunakan antibiotik profilaksis dan terapi antibiotik
dalam cara yang bijak dan dapat diterima.
6.1 Abstrak
Kami mensurvei sejumlah besar literatur berkenaan dengan perkembangan, terapi
dan pencegahan UTI terasosiasi-kateter (CAUTI). Kami secara sistematis mencari
meta-analisa dari percobaan terkontrol teracak yang tersedia di Medline, dan
memberikan preferensi pada Cochrane Central Register of Controlled Trials, dan
juga memperhitungkan publikasi lain yang relevan, menilai mereka dalam basis
kualitas mereka. Studi-studi penelitian diidentifikasi melalui pencarian PubMed.
Rekomendasi studi penelitian, dinilai sesuai dengan modifikasi dari US
Department of Health and Human Service (1992), memberikan panduan berbasis -
mendekati-bukti untuk semua bidang medis, dengan penekanan khusus pada
urologi, dimana perawatan kateter adalah sebuah isu yang penting.
Survei menemukan bahwa saluran urinary adalah sumber infeksi
nosocomial yang paling umum, khususnya ketika kandung kemih dikateterisasikan
(LE:2a). Kebanyakan CAUTI diperoleh dari flora kolon pasien sendiri (LE:2b) dan
kateter memberikan kecenderungan UTI dalam beberapa cara. Faktor resiko yang
paling penting untuk pengembangan bakteriuria terasosiasi -kateter adalah durasi
dari kateterisasi (LE:2a). Kebanyakan episode bacteriuria terasosiasi -kateter
berjangka-pendek termasuk asimptomatik dan disebabkan oleh satu organisme
tunggal (LE:2a). organisme ini cenderung diperoleh pasien yang dikateterisasikan
selama > 30 hari.
Dokter harus menyadari dua prioritas: sistem kateter harus tetap tertutup
dan durasi dari kateterisasi harus tetap minimal (GR:A). Penggunaan si stem
pengingat elektronik atau berbasis-perawat untuk melepaskan kateter yang tidak
diperlukan bisa menurunkan durasi kateterisasi dan resiko CAUTI (LE:2a).
Kantong drainage harus selalu berada dibawah level kandung kemih dan selang
penghubung (GR:B). Dalam kasus kateterisasi jangka pendek, profilaksis rutin
dengan antibiotik sistemik tidak direkomendasikan (GR:B). Terdapat sedikit sekali
data mengenai antibiotik profilaksis pada pasien dalam kateterisasi jangka
panjang, sehingga, tidak ada rekomendasi yang bisa dibuat (GR:C). Untuk pasien
yang menggunakan intermittent catheterisation, antibiotik profilaksis tidak
direkomendasikan (GR:B). Irigasi antibiotik dari kateter dan kandung kemih
tidaklah menguntungkan (GR:A). Pekerja layanan kesehatan harus selalu i ngat
mengenai resiko infeksi silang antara pasien terkateterisasi. Mereka harus
mengikuti protokol pencucian tangan dan perlunya menggunakan sarung tangan
yang disposable (GR:A).
Minoritas pasien bisa diatasi dengan penggunaan non -return (flip) valve
catheter, sehingga menghindari kantong drainage tertutup. Pasien semacam ini
dapat bertukar kenyamanan dalam on-demand drainage dengan peningkatan resiko
infeksi. Pasien dengan urethral catheter yang dipasang selama ≥10 tahun harus
discreening tiap tahun untuk kanker kandung kemih (GR:C). Dokter harus selalu
memperhitungkan alternatif indwelling urethral catheter yang kurang rentan dalam
menyebabkan infeksi simptomatik. Pada pasien yang tepat, suprapublic catheters,
condom drainage system dan intermittent catheterisation masing-masing lebih
disukai untuk indwelling urethral catheterisation (GR:B). Ketika kateter sedang
digunakan, perawatan antimikroba sistemik dari bacteriuria terasosiasi -kateter
asimptomatik juga tidak direkomendasikan (GR:A), kecuali untuk be berapa kasus
khusus. Kultur urin yang rutin pada pasien terkateterisasi asimptomatik juga tidak
direkomendasikan (GR:C) karena perawatan secara umum tidak diperlukan.
Perawatan antibiotik direkomendasikan hanya untuk infeksi simptomatik (GR:B).
Setelah permulaan perawatan empiris, biasanya dengan antibiotik spektrum -luas
berbasis pada pola kerentanan lokal (GR:C), pilihan antibiotik mungkin perlu
disesuaikan menurut hasil kultur urin (GR:B). Terapi suppresive antibiotik jangka
panjang tidaklah efektif (GR:A).
Daftar pustaka
7.3 Etiologi
Sumber patogenik umum adalah bakteria gram-negatif yang terutama bersifat
enterik. Dari sini, E.coli bertanggungjawab untuk 90% episode UTI. Bakteri gram
positif (khususnya enterococci dan staphylococci) mewakili 5 -7% kasus. Infeksi
dari rumah sakit menunjukkan sebuah pola bakteri agresif yang lebih luas, seperti
misalnya Klebsiella, Serratia dan Pseudomonas sp. Grup A dan B streptococci
relatif umum dalam bayi baru lahir. Terdapat semakin meningkatnya trend
terhadap isolasi S. saprophyticus pada UTI pada anak -anak, meski peranan bakteri
ini masih diperdebatkan.
7.4 Patogenesis dan faktor resiko
Saluran urinary adalah sebuah ruang steril dengan batas yang dapat ditembus.
Retrograde ascent adalah mekanisme infeksi yang paling umum. Infeksi
nosocomial dan keterlibatan sebagai bagian dari infeksi sistemik kurang umum
terjadi.
Obstruksi/hambatan dan disfungsi adalah salah satu penyebab paling umum
dari infeksi urinary. Phimosis mempengaruhi UTI (LE:2a). Enter obacteria yang
diperoleh dari intestinal flora mengkoloni preputial sac, permukaan glandular dan
distal urethra. Diantara bakteri-bakteri ini adalah strain E.coli yang
mengekspresikan P fimbriae, yang melekat ke lapisan dalam dari preputial skin
dan ke sel uroepithelial.
Ragam luas dari abnormalitas saluran urinary congenital bisa menyebabkan
UTI melalui obstruksi misal, katup urethral, ureteropelvic junction obstruction
atau non-obstructive urinary stasis (misal., sindrom prune belly, atau VUR).
Penyebab UTI lain yang lebih biasa tapi juga signifikan termasuk labial adhesion
dan konstipasi kronis.
Dysfunctional voiding pada anak yang normal bisa menghasilkan
pengosongan kandung kemih infrekuen dibantu dengan manuver penundaan, misal
menyilangkan kaki, duduk di atas tumit. Disfungsi kandung kemih neuropathic
(misal spina bifida, atau sphincter dyssynergia) dapat mengarah pada post -void
residual urine dan VUR sekunder.
Link antara kerusakan renal dan UTI masih kontroversial. Mekanisme
dalam obstructive nephropathy termasuk self-evident, tapi perubahan yang lebih
samar terjadi ketika terdapat VUR. Hampir pasti, komponen yang diperlukan akan
termasuk VUR, intrarenal reflux dan UTI. Semua ini harus bekerja bersama di
masa awal kanak-kanak ketika ginjal yang tumbuh cenderung rentan terhadap
infeksi parenkima. Di masa kanak-kanak akhir, keberadaan bakteri tampaknya
tidak relevan terhadap kemajuan luka yang ada atau pembentukan yang sangat
tidak biasa dari luka baru. Faktor lain yang membingungkan adalah banyak dari
yang disebut sebagai luka (scars) adalah jaringan renal displastik yang
berkembang in utero.
7.6 Klasifikasi
UTI bisa diklasifikasikan sebagai sebuah episode pertama atau recurrent, atau
sesuai dengan keparahan (sederhana atau parah). Recurrent UTI bisa
diklasifikasikan lebih jauh ke dalam tiga kelompok:
Infeksi tak berhenti (unresolved infection): level antimikroba subterapeutik, non-
compliance dengan perawatan, malabsorpsi, patogen resisten
Persistensi bakteri (bacterial persistence): bisa jadi disebabkan oleh sebuah nidus
untuk infeksi persisten dalam saluran urinary. Koreksi bedah atau perawatan medis
untuk disfungsi urinary mungkin akan diperlukan.
Re-infeksi (re-infection): tiap episode adalah sebuah infeksi baru yang diperoleh
dari periurethral, perineal atau rectal flora.
Dari sudut pandang klinis, bentuk UTI parah/severe dan sederhana/simple harus
dibedakan karena hingga tingkatan tertentu keparahan gejala ini menunjukkan
tingkatan urgensi dengan mana investigasi dan perawatan yang harus diterima
(Tabel 7.1).
7.7 Diagnosis
7.7.1 Pemeriksaan fisik
Akan wajib untuk mencari phimosis, labial adhesion, tanda -tanda
pyelonephritis, epididymo-orchitis dan stigmata dari spina bifida, misal hairy
patch di sacral skin. Tidak adanya demam tidak menghilangkan adanya proses
infektif.
7.7.2.3.5 IL-6
Penggunaan klinis dari konsentrasi urinary IL-6 dalam UTI masih dalam
tahap riset.
7.7.3 Pencitraan saluran urinary
Sebuah teknik pencitraan standar emas harus efektif biaya, tanpa rasa sakit,
aman dan memiliki radiasi minimal atau tanpa radiasi, serta memiliki
kemampuan dalam mendeteksi anomali struktural signifikan apapun. Teknik
saat ini masih belum memenuhi semua ketentuan ini.
7.7.3.1 Ultrasound
Ultrasound (US) telah menjadi sangat bermanfaat pada anak -anak karena
keamanan, kecepatan dan akurasi tinggi dalam mengidentifikasikan
anatomi dan ukuran renal parenchyma dan sistem pengumpul. Teknik ini
subyektif dan karenanya akan tergantung pada operator, dan tidak
memberikan informasi mengenai fungsi renal. Namun, scars/luka bisa
diidentifikasi, meski tidak sebaik dengan menggunakan Tc-99m DMSA
scanning (LE:2a). Teknik ini telah ditunjukkan sangat sensitif dan excretory
urography harus dibalikkan/reversed hanya ketika imej perlu diklarifikasi
secara morfologi.
7.7.3.3 Cystourethrography
7.7.3.3.1 Conventional voiding cystourethrography
Voiding cystourethrography (VCU) adalah eksplorasi radiologis yang
paling banyak digunakan untuk studi salsuran urinary bawah dan
khususnya VUR. Teknik ini dianggap wajib dalam evaluasi UTI pada
anak-anak < 1 tahun. Kekurangan utamanya adalah resiko infeksi,
kebutuhan untuk retrogrades filling dari kandung kemih, dan pengaruh
merusak yang mungkin terjadi dari radiasi terhadap anak -anak. Dalam
tahun-tahun belakangan, VCU fluoroskopik berdosis rendah yang
disesuaikan telah digunakan untuk evaluasi VUR pada anak peremp uan
dalam rangka meminimalkan pemaparan radiologi. VCU diwajibkan
untuk dilakukan dalam assessment febrile childhood UTI, bahkan
dengan adanya US normal. Hingga 23% dari pasien ini bisa jadi akan
menunjukkan VUR.
7.7.3.3.3 Cystosonography
Contrast-material-enhanced voiding US telah diintroduksikan untuk
diagnosis VUR tanpa iradiasi. Studi penelitian selanjutnya akan perlu
dilakukan untuk menentukan peranan modalitas pencitraan baru ini
terkait UTI.
Pemeriksaan fisik
+
Urinalysis / kultur urin
1 episode UTI
2 episode UTI
Pada anak lelaki
Pada anak perempuan
Echografi + VCU
7.9 Perawatan
Perawatan memiliki empat tujuan utama:
Penghilangan gejala dan penghilangan bacteriuria dalam episode akut
Pencegahan renal scarring
Pencegahan recurrent UTI
Koreksi terhadap lesi urologi yang diasosiasikan
Terapi oral untuk menyelesaikan perawatan 10-14 hari Terapi oral untuk menyelesaikan perawatan 5-7 hari
Amoxicillin
Cephalosporin
Trimethoprim
Tabel 7.3: Pemberian dosis agen anti mikroba pada anak-anak usia 3 bulan
hingga 12 tahun*
Cefaclor
Perawatan Oral 3 bln-12 thn 50-100 mg/kg 3
BW
Profilaksis Oral 1-12 thn 10 mg/kg BW 1-2
Cefixime Oral 3 bln-12 thn 8-12 mg/kg BW 1-2
Trimethoprim
Perawatan Oral 1-12 thn 6 mg/kg BW 2
Profilaksis Oral 1-12 thn 1-2 mg/kg BW 1
Nitrofurantoin
Perawatan Oral 1-12 thn 3-5 mg/kg BW 2
Profilaksis Oral 1-12 thn 1 mg/kg BW 1-2
BW=body weight (berat badan)
*Diadaptasi dari ref. 63
7.9.3 Profilaksis
Jika terdapat peningkatan resiko pyelonephritis misal., VUR dan recurrent UTI,
antibiotik profilaksis dosis rendah direkomendasikan (LE:2a). Hal ini juga
dapat digunakan setelah sebuah episode UTI akut hingga diagnostic work -up
terselesaikan. Agen antimikroba yang paling efektif antara lain: nitrofurantoin,
TMP, cephalexin dan cefaclor.
8.1.4 Perawatan antibiotik untuk UTI dalam renal insufficiency dan setelah
transplantasi renal
Prinsip perawatan antibiotik untuk UTI dengan adanya kerusakan ginjal,
selama perawatan dialisis dan setelah transplantasi ginjal , dibahas dalam teks
dan diringkas dalam Tabel 8.1-8.4.
8.3.6.2 Tuberculosis
Tuberculosis bisa menyebabkan kerusakan ginjal akut dan kronis melalui
bilateral renal infiltration. Jarang terjadi, hal ini bisa mengarah pada
kegagalan ginjal tahap akhir. Namun, sebuah bentuk samar penyakit
interstitial granulomatous bisa terjadi, yang sudah mencukupi untuk
menyebabkan kegagalan ginjal dengan tidak adanya fibrosis, kalsifikasi
atau obstruksi (LE:3).
Tuberculosis dan leprosy bisa menyebabkan kerusakan renal melalui
pengembangan amyloid dan sebuah bentuk proliferative glomerulonephritis
(LE:2b). Untuk detil lebih jauh lihat panduan EAU dalam genitourinary
tuberculosis.
Rifampicin
Erythromycin
Aminoglycoside
TMP-SMX
Amphotericin B
TMP-SMX=trimethoprim-sulphamethoxazole
8.6.3 Schistosomiasis
Schistosomiasis adalah sebuah masalah yang familiar bagi pasien yang dirawat
untuk gagal ginjal tahap akhir dari lokasi dimana penyakit ini endemik.
Transplantasi ginjal akan memungkinkan, bahkan ketika donor hidup dan
penerima memiliki lesi aktif, mengingat mereka dalam perawatan. Pengobatan
kombinasi (praziquantil dan oxaminoquine) akan direkomendasikan untuk 1
bulan. Dalam sebuah percobaan yang membandingkan pasien terinfeksi dengan
mereka yang tidak menderita schistosomiasis, tidak ada perbedaan antara
insidensi penolakan akut dan kronis. Namun, UTI dan komplikasi urologi
terjadi pada kelompok yang terinfeksi dan dosis cyclosporin yang lebih tinggi
akan diperlukan. Meski adanya hal ini, disimpulkan bahwa schistosomiasis
yang aktif tidak mendahului transplantasi (LE:3). Untuk detil lebih jauh
mengenai schistosomiasis dalam infeksi saluran genitourinary lihat Bichler et
al.
8.7 Immunosuppression
Telah banyak diketahui bahwa infeksi viral dan fungal umum terjadi pada pasien
dengan immunosuppresion.
9. URETHRITIS
9.1 Epidemiologi
Dari sebuah sudut pandang terapeutik dan klinis, gonorrheal urethritis harus
dibedakan dari urethritis non spesifik. Di Eropa Tengah, urethritis non spesifik
jauh lebih sering terjadi daripada gonorrheal urethritis. Terdapat korelasi antara
persetubuhan dan status sosioekonomi rendah dan frekuensi infeksi karena
Neisseria gonorrhoeae dan C. trachomatis. Infeksi tersebar dengan kontak seksual.
9.2 Patogen
Patogen akan termasuk N. gonorrhoeae, C. trachomatis, Mycoplasma genitalium
dan Trichomonas vaginalis. Frekuensi dari spesies yang berbeda akan bervariasi
antara populasi pasien. Mycoplasma hominis mungkin tidak menyebabkan
urethritis dan Ureaplasma urealyticum adalah penyebab yang jarang terjadi. Dalam
sebagian besar kasus, bukti klinis Mycoplasma atau Ureaplasma disebabkan oleh
kolonisasi asymptomatic dari saluran urogenital.
9.5 Diagnosis
Sebuah gram stain dari sebuah urethral discharge atau sebuah urethral smear yang
menunjukkan lebih dari lima leukosit per high power field (x1,000) dan pada
akhirnya, gonococci berada secara intraseluler sebagai gram -negatif diplococci,
mengindikasikan pyogenic urethritis (LE:3, GR:B). Gram stain adalah uji
diagnostik cepat yang lebih disukai untuk mengevaluasi urethritis. Ini sangatlah
sensitif dan spesifik dalam mendokumentasikan urethritis dan keberadaan atau
ketidak beradaan infeksi gonococcal. Sebuah uji leukosit yang positif atau > 10
leukosit per high power field (x400) dalam spesimen voiding urine pertama akan
diagnostik. Pada semua pasien dengan urethritis, dan ketika transmisi seksual
diduga terjadi, tujuannya haruslah untuk mengidentifikasikan organisme
patogenik. Jika sebuah sistem amplifikasi digunakan untuk mengidentifikasikan
patogen, spesimen voiding pertama bisa digunakan dan bukannya urethral smear.
Trichomonas sp biasanya dapat diidentifikasikan secara mikroskopik.
9.6 Terapi
9.6.1 Perawatan gonorrhea urethritis
Panduan berikut ini untuk terapi sesuai dengan rekomendasi dari US Cente rs
for Disease Controls and Prevention. Antimikroba berikut ini bisa
direkomendasikan untuk perawatan gonorrhoeae.
Regimen alternatif
Ciprofloxacin, 500 mg secara oral sebagai dosis tunggal
Ofloxacin, 400 mg secara oral sebagai dosis tunggal
Levofloxacin, 250 mg secara oral sebagai dosis tunggal
10.3 Diagnosis
10.3.1 Sejarah dan gejala
Menurut durasi gejala, prostatitis bakteri dideskripsikan sebagai akut atau
kronis, yang terakhir disebut didefinisikan oleh gejala yang tetap eksis selama
setidaknya 3 bulan. Gejala yang dominan adalah rasa sakit di beragam lokasi
dan LUTS (Tabel 10.2 dan 10.3). Prostatitis bakteri kronis seringkali
merupakan penyebab recurrent UTI pada pria.
Tabel 10.2: Lokalisasi rasa sakit pada pasien dengan gejala mirip
prostatitis*
Lokasi rasa sakit Persentase pasien
Prostat/perineum 46%
Scrotum dan/atau testis 39%
Penis 6%
Kandung kemih urinary 6%
Punggung bawah 2%
*Diadaptasi dari Zermann et al.
11.4 Morbiditas
Komplikasi dalam epididymo-orchitis termasuk pembentukan abscess, testicular
infarction, testicular atrophy, perkembangan indurasi epididymal kronis dan
infertilitas.
Epididymitis disebabkan oleh organisme yang ditransmisikan secara
seksual dan terjadi terutama pada pria berusia <35 tahun yang aktif secara seksual
(LE:3). Mayoritas kasus epididymitis disebabkan karena patogen urinary umum,
yang juga merupakan penyabab umum bacteriuria (LE:3). Bladder outlet
obstruction dan urogenital malformation adalah faktor resiko untuk tipe infeksi
ini.
11.5 Patogenesis dan patologi
Biasanya, dalam epididymitis yang disebabkan karena bakteri umum dan
organisme yang ditransmisikan secara seksual, infeksi ini tersebar dari urethra atau
kandung kemih (bladder). Dalam granulomatous orchitis non -spesifik, fenomena
autoimun diasumsikan memicu inflamasi kronis. Orchitis pediatrik dan mumps
orchitis memiliki asal usul hematogenous.
Epididymo-orchitis juga terlihat pada infeksi sistemik seperti misalnya
tuberculosis, lues, brucellosis dan penyakit cryptococcus.
11.6 Diagnosis
Pada epididymitis akut, inflammasi dan pembengkakan biasanya dimulai di ekor
epididymis dan bisa menyebar untuk kemudian mencakup semua jaringan
epididymis dan testikular. Spermatic cord biasanya lunak dan membengkak.
Semua pria dengan epididymitis yang disebabkan oleh organisme yan g
ditransmisikan secara seksual memiliki sebuah sejarah pemaparan seksual, dan
organisme bisa tetap dorman selama berbulan-bulan sebelum kemudian
memunculkan awal gejala. Jika pasien diperiksa segera setelah mengalami
urinalysis, urethritis dan urethral discharge bisa jadi akan terlewatkan karena WBC
dan bakteri telah terbawa dari urethra selama urinasi.
Etiologi mikroba epididymitis biasanya dapat ditentukan dengan
pemeriksaan sebuah Gram stain dari sebuah urethral smear dan/atau sebuah MSU
untuk deteksi bacteriuria gram-negatif. Adanya diplococci gram-negatif
intraseluler pada smear berkorelasi dengan infeksi N. gonorrhoeae. Adanya WBC
pada urethral smear mengindikasikan adanya urethritis non -gonorrhoeae. C.
trachomatis diisolasikan dalam kurang lebih dua pertiga pasien ini (LE:3).
Analisa ejakulasi menurut kriteria WHO termasuk analisa leukosit
mengindikasikan aktivitas inflammatory yang persisten. Dalam banyak kasus,
hitungan sperma yang menurun sementara dan motilitas ke depan (forward
motility) dapat ditemukan. Azoospermia karena obstruksi komplis dari
epididymides adalah sebuah komplikasi yang jarang terjadi. Jika mumps orchitis
diduga terjadi, sebuah sejarah parotitis dan bukti antibodi IgM dalam serum akan
mendukung diagnosis. Dalam sekitar 20% kasus mumps orchitis, penyakit ini
terjadi secara bilateral pada pria paska-pubertal dengan sebuah resiko testicular
atrophy dan azoospermia (LE:3).
11.7 Perawatan
Hanya sejumlah kecil studi penelitian yang telah mengukur penetrasi agen
antimikroba ke dalam epididymis dan testis pada manusia. Dari semua studi ini,
fluoroquinolone telah menunjukkan properti yang positif (LE:2 a).
Antimikroba seharusnya dipilih dalam basis empiris dimana pada pria muda
yang aktif secara seksual, C. trachomatis biasanya merupakan penyebabnya, dan
bahwa pada pria yang berusia lebih tua, dengan BPH atau gangguan micturition
lain, uropathogen yang paling umum biasanya terlibat. Studi penelitian yang telah
membandingkan hasil mikrobiologi dari puncture/tusukan epididymis dan dari
urethral swab serta dari urin telah menunjukkan korelasi yang sangat bagus.
Sehingga, sebelum terapi antimikroba, sebuah urethral swab dan MSU harus
diperoleh untuk investigasi mikrobiologi (GR:C).
Sekali lagi, fluoroquinolone, lebih disukai mereka yang memiliki aktivitas
terhadap C. trachomatis (misal., ofloxacin dan levofloxacin) haruslah menjadi obat
pilihan pertama, karena spektrum bakteri mereka yang luas dan penetrasi positif
mereka ke dalam jaringan saluran urogenital. Jika C. trachomatis telah dideteksi
sebagai sebuah agen etiologi, perawatan dapat dilanjutkan dengan doxycycline,
200 mg/hari, untuk setidaknya 2 minggu. Macroslides dapat digunakan sebagai
agen alternatif (GR:C).
Terapi suportif termasuk bed-rest, up-positioning dari testis dan terapi
antiphlogistic. Pada pria muda, epididymitis dapat mengarah pada oklusi permanen
saluran epididymal dan karenanya mengarah pada infertilitas, karenanya,
seseorang harus mempertimbangkan terapi anthiphlogistic dengan
methyulprednisolone, 40 mg/hari dan mengurangi dosis ini menjadi separuhnya
setiap hari kedua (GR:C).
Dalam kasus epididymitis C. trachomatis, partner seksual juga harus diobati
(GR:C). Jika uropathogen ditemukan sebagai agen penyebabnya, sebuah pencarian
menyeluruh untuk gangguan micturition harus dilakukan untuk mencegah relapse
(GR:C). Epididymitis atau orchitis yang membentuk abscess juga membutuhkan
perawatan dengan pembedahan/operasi. Epididymitis kronis terkadang bisa
menjadi manifestasi klinis pertama dari urogenital tuberculosis.
12.4 Mikrobiologi
Gangren Fournier biasanya merupakan necrotising fasciitis tipe 1 yang berasal
polimikrobial, termasuk S. aureus, Streptococcus sp, Klebsiella sp, E.coli dan
anaerob; keterlibatan Clostridium sp kini kurang umum terjadi. Organisme ini
mensekresikan endotoksin yang menyebabkan nekrosis jaringan dan kerusakan
kardiovaskular parah. Reaksi inflammatory lanjutan oleh inang memberikan
kontribusi pada kegagalan multi-organ dan kematian jika tidak ditangani.
12.5 Manajemen
Tingkatan nekrosis internal biasanya lebih besar daripada yang diperlihatkan oleh
tanda-tanda eksternal, dan karenanya, surgical debridement berulang yang
memadai akan diperlukan untuk menyelematkan hidup pasien (LE:3, GR:B).
Sistem skoring keparahan penyakit tidak tampak superior dibandingkan skor
illness kritis generik dan karenanya tidak direkomendasikan untuk digunakan
sehari-hari (LE:3, GR:C). Computed tomography atau MRI bisa membantu dalam
mendefinisikan keterlibatan para-rectal, menyatakan perlunya dilakukan
colostomy (LE:3, GR:C). Konsensus dari rangkaian kasus menyatakan bahwa
surgical debridement perlu dilakukan sejak dini (<24 jam) dan komplit, karena
penundaan dan/atau pembedahan yang kurang memadai akan menghasilkan
mortalitas yang lebih tinggi (LE:3, GR:B). Perawatan dengan antibiotik parenteral
concurrent harus diberikan yang mencakup semua organisme kausatif dan bisa
menembus jaringan inflammatory (LE:3, GR:B). Hal ini kemudian dapat
disesuaikan setelah kultur bedah. Benefit dari terapi pooled immunoglobulin dan
hyperbaric oxygen masih tidak pasti dan sebaiknya tidak digunakan secara rutin
(LE:3, GR:C). Dengan manajemen medis dan bedah yang dini dan agresif, tingkat
survival akan mencapai > 70% tergantung pada kelompok pasien dan ketersediaan
layanan kritis (LE:3). Setelah resolusi, rekonstruksi menggunakan graft kulit akan
perlu dilakukan.
Rehabilitasi
Graft kulit
Undiversion
Rekonstruksi
Hanya transrectal core prostate biopsy (LE:1b, GR;A) dan TURP (LE:1a, GR:A)
yang terdokumentasikan dengan baik. Tidak ada bukti adanya benefit dar i antibiotik
profilaksis dalam prosedur endoskopik tidak berkomplikasi dan shockwave lithotripsy
(SWL), meskipun hal ini direkomendasikan dalam prosedur yang berkomplikasi dan
pasien dengan faktor resiko yang telah teridentifikasi.
Tidak ada antibiotik profilaksis yang direkomendasikan untuk operasi yang bersih,
dimana dosis tunggal atau dosis 1 hari direkomendasikan dalam kondisi bersih-
terkontaminasi. Pendekatan dalam operasi terkontaminasi akan bervariasi berkaitan
dengan tipe prosedur, level kontaminasi, lokasi bedah, dan level kesulitan.
Kultur urine direkomendasikan sebelum intervensi pembedahan dan dengan
adanya bakteriuri yang telah terkontrol dengan pengobatan sebelum tindakan operasi
yang penyebabnya telah diketahui (LE: 1b, GR A).
Antibiotik profilaksis seharusnya diberikan sebagai dosis tunggal atau sebuah
pengobatan antimikroba jangka pendek yang dapat diberikan secara parenteral atau oral.
Rute pemberian tergantung pada tipe intervensi dan karakteristik pasien. Pemberian oral
membutuhkan obat-obatan yang memiliki bioavailabilitas yang bagus. Dalam sebuah
kasus drainase urine tertutup secara berkelanjutan, perpanjangan dalam antibiotik
profilaksis sebelum pembedahan tidak direkomendasikan.
Banyak antibiotik cocok digunakan untuk antibakteri profilaksis sebelum
pembedahan, yakni co-trimoxazole, cephalosporin generasi kedua, fluoroquinolone,
aminopenicillin plus sebuah beta-lactam inhibitor dan aminoglycosida. Antibiotik dengan
spektrum yang lebih luas yang termasuk fluoroquinolone dan karbapenem harus
digunakan dengan seksama dan disimpan untuk perawatan/penangan an kasus tertentu.
Hal ini juga berlaku untuk penggunaan vancomycin.
Penggunaan antimikroba harus didasarkan pada pengetahuan tentang profil
patogen lokal dan pola kerentanan antibiotik. Latihan terbaik termasuk pengawasan dan
sebuah audit terhadap komplikasi yang menular.
Tabel 19: Kesimpulan dari Level bukti (Level of Evidence/LE) dan tingkat
rekomendasi (Grade of recommendation/GR) untuk penggunaan antibakteri
profilaksis sebelum pembedahan dalam prosedur urologi standar (untuk
manajemen praktek, rujuklah ke Tabel 22-24)
Prosedur LE GR Komentar ABP
Prosedur diagnostik
Sistoskopi 1b A Frekuensi infeksi tidak
rendah.
Pertimbangkan
faktor resiko untuk
UTI (Bakteriuri,
riwayat demam)
Studi urodinamik 1a A Frekuensi infeksi tidak
rendah.
Pertimbangkan
faktor resiko untuk
UTI (Seperti
sistoskopi)
Transrectal core biopsy pada 1b A Resiko infeksi Ya
prostat tinggi
Menilai faktor
resiko dengan
seksama termasuk
resiko membawa
strain bakteri
resisten (misal,
resisten terhadap
fluoroquinolone)
Ureteroskopi diagnostik 4 C Tidak ada studi Tergantung
tersedia
Prosedur terapeutik endourologi/endoskopi pada umumnya (contoh)
Fulgurasi dari tumor buli-buli 2b C Seperti sistoskopi tidak
yang kecil
TUR-BT 2b C Data buruk. Tidak tergantung
ada perhatian yang
diberikan pada
resiko tumor,
misal, ukuran,
jumlah, nekrosis
TURP 1a A Resiko tinggi Ya
untuk demam
infeksi dan sepsis.
Kontrol untuk
bakteriuri/UTI dan
faktor resiko
lainnya sebelum
operasi
SWL (standar, tidak ada 1a A Frekuensi infeksi tidak
bakteriuri, tidak terpasang rendah
kateter, dengan kata lain sehat)
SWL dengan faktor resiko 1a A Terdapat resiko Ya
infeksi infeksi. Kontrol
dari bakteriuri dan
faktor resiko
Ureteroskopi untuk manajemen 2b B Frekuensi infeksi Tergantung,
batu (A) rendah tapi berhubungan
bervariasi dengan
tergantung lokasi tingkat
batu (i.e batu kesulitan
proksimal) kontrol
dari bakteriuri dan
faktor resiko
Manajemen batu perkutan dan 1b A Resiko demam Ya
retrograde intra-renal infeksi dan sepsis
tinggi
Operasi terbuka dan laparoskopi pada umumnya (contoh)
Operasi bersih (tidak membuka/masuk kedalam saluran kemih)
Nefrektomi 3 C Luka operasi tidak
terdokumentasikan
dengan buruk
Bakteriuri/UTI
yang berhubungan
dengan
pemasangan kateter
setelah operasi
Operasi skrotum, vasektomi, 3 C Tinjauan studi tidak
varikokel yang terjadwal berkontradiksi
Implan prostesa 3 B Dokumentasi yang Ya
ada terbatas
Bersih-terkontaminasi (membuka/masuk kedalam saluran kemih)
Nefroureterektomi 3 B Dokumentasi buruk Ya
Kontrol dari
bakteriuri dan
faktor resiko lain
sebelum operasi
Bakteriuri/UTI
yang berhubungan
dengan
pemasangan kateter
setelah operasi
Total (radikal) prostatektomi 2a
Perbaikan ureteropelvic 4 C
junction
Reseksi buli-buli parsial 3
Bersih-terkontaminasi/terkontaminasi (pembukaan perut, deviasi urin)
Sistektomi dengan deviasi urin 2a B Resiko infeksi Ya
tinggi
Tabel 20: Tipe utama infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
yang ditemui dalam praktek urologi
Infeksi di lokasi operasi terlihat setelah operasi terbuka dan hingga tingkatan
tertentu setelah operasi laparoskopik. Febrile dan complicated UTI terutama
merupakan komplikasi operasi endoskopik dan penggunaan indwellin catheter
serta stent. Mereka bisa terjadi setelah operasi terbuka dari saluran urinary. Sepsis
bisa terlihat dengan semua tipe prosedur.
Tujuan akhir dari pemberian profilaksis sebelum pembedahan dalam urologi
adalah komplikasi menular yang ditampilkan dalam tabel 20 ketika berhubungan
langsung dengan pembedahan. Hal ini mungkin perpanjangan dari ABU dan mungkin
infeksi luka minor. Bakteriuri tanpa gejala setelah TURP atau prosedur endourologi yang
lain dapat hilang secara sendirinya dan biasanya secara signifikan tidak mengakibatkan
gangguan klinis.
Secara umum telah disepakati bersama bahwa tujuan utamanya adalah untuk
mencegah infeksi febrile urogenital symptomatik seperti misalnya acute
pyelonephritis, prostatitis, epididymitis dan urosepsis, serta infeksi luka serius
yang secara langsung terhubung pada operasi (Tabel 15.2). Hal ini bisa diperluas
pada asymptomatic bacteriuria, dan bahkan infeksi luka minor, yang bisa dengan
mudah diobati dalam basis rawat jalan. Dalam sejumlah kondisi, bahkan infeksi
luka minor bisa memberikan konsekuensi yang serius, seperti dalam operasi
implan. Namun, asymptomatic bacteriuria setelah TURP atau prosedur
endourologi lain bisa menghilang secara spontan dan biasanya tidak memiliki
signifikansi klinis. Pertanyaan lain mengenai apakah profilaksis perioperatif harus
berkenaan dengan pencegahan infeksi non-urologi, misalnya endocarditis dan
postoperative pneumonia. Profilaksis anti bakteri perioperatif dalam urology harus
melampaui tujuan tradisional profilaksis dalam operasi, yang merupakan
pencegahan infeksi luka.
Kesehatan umum pasien seperti yang didefinisikan oleh skor P1 -P5 ASA
Adanya faktor resiko umum seperti usia lanjut, diabetes mellitus, kerusakan
sistem imun, malnutrisi, berat badan ekstrim
Adanya faktor resiko endogen atau eksogen spesifik seperti misalnya
sejarah UTI atau infeksi urogenital, kateter menetap, resiko bakteri,
tindakan instrumentasi sebelumnya, faktor genetik
Tipe operasi dan kontaminasi bidang operasi
Level invasif operasi yang diharapkan, durasi , dan aspek teknis
Klasifikasi tradisional prosedur operasi menurut Cruse dan Foord yaitu bersih,
bersih-terkontaminasi, terkontaminasi dan terinfeksi/kotor berlaku untuk operasi terbuka
tapi tidak untuk intervensi endourologi. Pedoman yang ada mempertimbangkan bahwa
prosedur yang masuk kedalam saluran kemih dan mukosa dianggap sebagai prosedur
bersih-terkontaminasi karena kultur urin tidak selalu sebagai patokan ada tidaknya
bakteri, dan pada saluran kemih bagian bawah terkolonisasi oleh flora mikro, meskipun
pada urin dengan kondisi steril. Adanya bakteriuri pada pasien dengan tanpa gejala,
ditunjukkan oleh kultur sebelum operasi, merupakan indikasi tingkat kontaminasi (tabel
23)
Masih diperdebatkan apakah membuka saluran kemih (misal., operasi kandung
kemih, prostatectomy radikal, atau operasi ke renal pelvis dan ureter) harus
diklasifikasikan ke dalam operasi clean atau clean -contaminated dalam kasus
kultur urin negatif. Hal yang sama juga berlaku untuk operasi endoskopik dan
transurethral. Namun, anggota EAU Expert Group menganggap prosedur ini
sebagai clean-contaminated karena kultur urin tidak selalu menjadi prediktor
adanya bakteri, dan saluran genitourinary yang lebih rendah dikolonisasi oleh
microflora, bahkan dengan adanya urin yang steril.
Tabel 21: Faktor resiko yang diterima secara umum untuk komplikasi
menular
Studi nosocomial UTI pan-Eropa telah mengidentifikasikan tiga faktor resiko yang
paling penting untuk komplikasi menular/infectious sebagai:
Resiko infeksi akan bervariasi tergantung pada tipe intervensi. Spektrum luas dari
inverventi akan semakin memperumit pemberian rekomendasi yang tegas. L ebih jauh
lagi, muatan bakteri, durasi dan sulitnya operasi, skill dokter bedah, dan perdarahan
perioperatif juga bisa mempengaruhi resiko infeksi. Untuk operasi urologi yang elektif,
faktor resiko spesifik dan umum pada saluran kemih harus dikontrol (misal, bakteriuri,
obstruksi).
3N.3.1 Waktu
Terdapat sebuah kerangka waktu tertentu dimana antibiotik profilaksis harus
diberikan. Meski panduan berikut didasarkan pada riset dalam luka kulit dan operasi
bersih-terkontaminasi dan operasi perut terkontaminasi, terdapat alasan yang bagus untuk
percaya bahwa hasil yang sama juga berlaku untuk operasi urologi. Waktu optimal untuk
antibiotik profilaksis adalah 1-2 jam sebelum instrumentasi. Beberapa studi dalam operasi
perut mengindikasikan hasil yang serupa hingga 3 jam setelah dimulainya intervensi.
Untuk tujuan praktis, antibiotik profilaksis oral harus diberikan kurang lebih 1 jam
sebelum intervensi. Antibiotik profilaksis intravena harus diberikan 30 menit sebelum
insisi, pada saat induksi anestesi. Waktu ini memungkinkan antibiotik profilaksis untuk
mencapai konsentrasi puncak pada saat resiko tertinggi selama prosedur dilakukan, dan
sebuah konsentrasi yang efektif segera setelahnya. Patut diketahui bahwa sebuah infeksi
aliran darah dapat berkembang dalam waktu kurang dari satu jam.
Bagan 15.1: Level daya invasi dan resiko infeksi dalam prosedur urologi
(skema empiris)
3N.4.1.2 Sistoskopi
Frekuensi komplikasi menular setelah sistoskopi, studi urodinamika dan
ureteroskopi diagnostik sederhana termasuk rendah. Penggunaan antibiotik profilaksis
masih diperdebatkan dan hasilnya cukup kontroversial. Dalam sebuah rangkaian one-
centre dari 2,010 kontrol cystokopik untuk kanker kandung kemih, hanya 1.9% yang
mengembangkan febrile UTI. Angka ini mencapai 1.1% untuk pasien tanpa bacteriuria
dan 4.5% dalam pasien terkolonisasi. Dalams alah satu percobaan klinis teracak
terkontrol plasebo, tidak ada perbedaan dalam UTI antara kelompok antibiotik dan
plasebo pada pasien dengan urin steril. Dalam melihat besarnya jumlah pemeriksaan
sitoskopi, rendahnya resiko infeksi dan efek negatif dalam sensitivitas bakteri yang
terjadi, antibiotik profilaksis tidak direkomendasikan (LE:1a, GR:A). Namun, bakteriuri,
kateter menetap, LUTD neurogenik, dan sebuah riwayat infeksi urogenital adalah faktor
resiko yang harus diperhitungkan (LE:1b, GR:A).
15. LAMPIRAN
15.1 Kriteria untuk diagnosis UTI, yang dimodifikasi menurut
IDSA/European Society of Clinical Microbiology and Infectious Disease
Guidelines
Kategori Deskripsi Fitur klinis Investigasi
laboratorium
1 Acute Dysuria, urgensi, >10WBC/mm 3
uncomplicated UTI frekuensi, >10 3 cfu/mL*
pada wanita; acute suprapubic pain,
uncomplicated tidak ada gejala
cystitis pada wanita urinary dalam 4
minggu sebelum
episode ini
2 Acute Demam, menggigil, >10WBC/mm 3
uncomplicated flank pain, diagnosa >10 4 cfu/mL*
pyelonephritis lain dikecualikan,
tidak ada sejarah
atau bukti klinis
abnormalitas urologi
(ultrasonography,
radiography)
3 Complicated UTI Kombinasi apapun >10WBC/mm 3
dari gejala di >10 5 cfu/mL*
kategori 1 dan 2 pada wanita
diatas, satu atau >10 4 cfu/mL*
lebih faktor yang pada pria, atau
diasosiasikan pada urin
dengan sebuah straight catheter
complicated UTI pada wanita
(lihat teks)
4 Asymptomatic Tidak ada gejala >10WBC/mm 3
bacteriuria urinary >10 5 cfu/mL*
dalam dua kultur
MSU berturutan
5 Recurrent UTI Setidaknya tiga >10 3 cfu/mL*
(profilaksis episode infeksi
antimikroba) uncomplicated yang
didokumentasikan
oleh kultur dalam 12
bulan terakhir:
wanita saja, tidak
ada abnormalitas
struktural/fungsional
Semua hitungan pyuria merujuk pada urin tak diputar (unspun urine)
*Uropathogen dalam kultur MSU
15.4 CPSI
Dari Litwin MS, McNaughton-Collins M, Fowler FJ Jr, Nickel JC, Calhoun MA,
Pontari MA, Alexander RB, Farrar JT, O’Leary MP. The National Institute of
Health chronic prostatitis symptom index: development and validation of new
outcome measure. Chronic Prostatitis Collaborative Research Network. J Urol
1999: 162; 369-375
Urinasi
5. Seberapa sering Anda merasakan sensasi tidak mengosongkan kandung kemih
Anda sepenuhnya setelah selesai buang air kecil selama minggu terakhir ?
0 Tidak sama sekali
1 Kurang dari 1 kali dari 5 kali
2 Kurang dari separuhnya
3 Sekitar separuhnya
4 Lebih dari separuh
5 Hampir selalu
6. Seberapa sering Anda harus buang air kecil kembali dalam kurang dari dua jam
setelah Anda buang air kecil, selama minggu lalu?
0 Tidak sama sekali
1 Kurang dari 1 kali dari 5 kali
2 Kurang dari separuhnya
3 Sekitar separuhnya
4 Lebih dari separuh
5 Hampir selalu
Dampak Gejala
7. Seberapa jauh gejala yang Anda alami menghalangi Anda untuk melakukan
berbagai hal yang biasanya Anda lakukan sepanjang minggu lalu?
0 Tidak sama sekali
1 Hanya sedikit
2 Beberapa
3 Seringkali
8. Berapa banyak menurut Anda munculnya gejala Anda sepanjang minggu lalu?
0 Tidak sama sekali
1 Hanya sedikit
2 Beberapa
3 Seringkali
Kualitas Hidup
9. Jika Anda ingin menghabiskan sisa hidup Anda dengan gejala ini, seperti yang
telah Anda alami minggu lalu, bagaimana perasaan Anda mengenai ini?
0 Senang sekali
1 Senang
2 Sangat puas
3 Mixed (seimbang antara puas dan tidak puas)
4 Sangat tidak puas
5 Tidak senang
6 Mengerikan
Grup Agent
Kombinasi trimethoprim- Trimethoprim, co-trimoxazole, co-
sulphonamide tetroxoprime (trimethoprim plus
sulfametrol)
Fluoroquinolone 1,2
Grup 1 Norfloxacin, pefloxacin
Grup 2 Enoxacin, fleroxacin, lomefloxacin,
ofloxacin, ciprofloxacin
Grup 3 Levofloxacin
Grup 4 Gatifloxacin, moxifloxacin
Macrolides Eryhtromycin, roxithromycin,
clarithromycin, azithromycin
Tetracyclines Doxycycline, minocycline,
tetracycline
Fosfomycin Fosfomycin sodium, fosfomycin
trometamol3
Nitrofuran 4 Nitrofurantoin
Penicillin
Benzylpenicillin Penicillin G
Phenoxypenicillin Penicillin V, propicillin, azidocillin
Isoxazolylpenicillin Oxacillin, cloxacillin, dicloxacillin,
flucloxacillin
Aminobenzylpenicillin 5 Ampicillin, amoxycillin,
bacampicillin
Aminopenicillin/BLI 6 Ampicillin/sulbactam,
amoxycillin/asam clavulanic
Acylaminopenicillin Mezlocillin, piperacillin
±BLI 6 Piperacillin/tazobactam, sulbactam 6
Cephalosporins 1
Grup 1 (oral) Cefalexin, cefadroxil, cefaclor
Grup 2 (oral) Loracarbef, cefuroxime axetile
Grup 3 (oral) Cefpodoxime proxetile, cefetamet
pivoxil, ceftibuten, cefixime
Grup 1 (parenteral) Cefazolin
Grup 2 (parenteral) Cefamandole, cefuroxime, cefotiam
Grup 3a (parenteral) Cefodizime, cefotaxime, ceftriaxone
Grup 3b (parenteral) Cefoperazone, ceftazidime
Grup 4 (parenteral) Cefepime, cefpirome
Grup 5 (parenteral) Cefoxitin
Monobactams Aztreonam
Carbapenems Imipenem, meropenem, ertapenem
Aminoglycosida Gentamicin, netilmicin, tobramycin,
amikacin
Glycopeptida Vancomycin, teicoplanin
Oxazolidone Linezolid
1
Klasifikasi menurut Paul Ehrlich Society for Chemotherapy
2
Hanya pada orang dewasa, kecuali wanita hamil dan menyusui
3
Hanya pada cystitis akut uncomplicated sebagai dosis tunggal
4
Terkontraindikasi dalam gagal ginjal dan pada bayi baru lahir
5
Dalam kasus resistensi, patogen cenderung produsen β-lactamase
6
BLI hanya dapat digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik β -lactam
7
Dalam larutan, ketidakstabilan penyimpanan
15.6.1 Penicillin
Penicillin G dan penicillin oral, penicillin V, propicillin, dan azidocillin,
memiliki aktivitas intrinsik tinggi terhadap streptococci dan pneumococci.
Namun, tingkat resistensi pneumococci sangat bervariasi antar negara. Di
Jerman, resistensi penicillin dalam pneumococci masih <1%. Karena spektrum
aktivitas mereka yang rendah, penicillin ini tidak memiliki peranan
apapundalam perawatan/penanganan untuk infeksi urogenital.
15.6.1.1 Aminopenicillin
Aminopenicillin misal ampicillin dan amoxycillin, memiliki spektrum
aktivitas yang lebih luas. Terlepas dari streptococci dan pneumococci,
mereka mencakup enterococci, Haemophilus influenza, Haemophilus
parainfluenza, Listeria sp, E. coli, Pr. mirabilis, d an Salmonella dan
Shigella sp. Namun, resistensi bisa terjadi.
Aminopenicillin termasuk sensitif terhadap β-lactamase. Mereka
karenanya tidak cukup aktif terhadap spesies tertentu, seperti staphylococci,
Moraxella catarrhalis, Bacteroides fragilis, dan b anyak enterobacteria.
Kesenjangan dalam spektrum aktivitas ini dapat ditutup dengan penggunaan
sebuah BLI (clavulanic acid atau sulbactam). Amoxycillin/clavulanic acid
dan ampicillin/sulbactam tersedia di pasar sebagai kombinasi fix. Indikasi
untuk aminopenicillins dan kombinasi mereka dengan BLI adalah infeksi
saluran pernapasan ringan, UTI dan juga infeksi kulit dan jaringan lunak.
15.6.1.2 Acylaminopenicillin
Acylaminopenicillin akan termasuk apalcillin, azlocillin, mezlocillin, dan
piperacillin. Mereka dikarakterisasikan dengan aktivitas tinggi terhadap
enterococci, enterobacteria dan Pseudomonas (aktivitas mezlocillin lebih
lemah). Acylaminopenicillin dihidrolisis oleh β-lactamase dan karenanya
hanya aktif terhadap strain staphylococci penghasil β-lactamase, B. fragilis,
dan jika digunakan berkombinasi dengan BLI, bisa untuk beberapa
enterobacteria. Kombinasi aclyminopenicillin/BLI menyediakan spektrum
aktivitas luas dan bisa digunakan untuk sejumlah besar indikasi, termasuk
complicated UTI dan urosepsis. Sebuah pemilihan kombinasi bebas dengan
sulbactam akan tersedia, atau terdapat kombinasi fix tazobactam dan
piperacillin, yang memiliki kelebihan mudah dalam digunakan dan sebuah
databse yang terdokumentasi baik diambil dari studi klinis berkualifikasi.
15.6.1.3 Isoxazolylpenicillin
Isoxazolylpenicillin tersedia sebagai obat parenteral dengan oxacillin dan
flucloxacillin, dan memiliki spektrum aktivitas sempit.Indikas i mereka
dibatasi pada infeksi yang disebabkan oleh S. aureus. Karena parameter
farmakokinetik suboptimal mereka, isoxazolylpenicillin lebih disukai untuk
digunakan dalam infeksi ringan pada kulit dan jaringan lunak, serta untuk
teling, hidung dan tenggorokan. Mereka tidak memainkan peranan dalam
perawatan untuk UTI, tapi bisa digunakan untuk abscess staphylococcal di
area genital/kelamin.
15.6.4 Monobactam
Diantara monobactam, hanya aztreonam yang tersedia. Obat ini aktif hanya
untuk aerob gram negatif. Dalam hal ini, spektrum dan aktivitasnya serupa
dengan cephalosporin parenteral grup 3b.
15.6.5 Carbapenem
Carbapenem adalah antibiotik spektrum luas dengan aktivitas yang bagus
terhadap bakteri gram positif dan gram negatif termasuk anaerob. Mereka
biasanya digunakan dalam pengobatan infeksi campuran dan dalam terapi awal
penyakit yang mengancam keselamatan, termasuk urosepsis.
Imipenem/cilastatin, meropenem, dan doripenem juga aktif terhadap P.
aeruginosa. Namun ertapenem tidak aktif terhadap P. aeruginosa. Ertapenem
memiliki half-life yang lebih panjang daripada imipenem/cilastatin dan
meropenem, dan karenanya cocok untuk dosis sekali sehari.
15.6.6 Fluoroqionolone
Quinolon non-fluorinated tidak lagi direkomendasikan karena aktivitas
antibakteri mereka yang buruk. Menurut Paul Ehrlich Society for
Chemotherapy, fluoroquinolone diklasifikasikan ke dalam empat kelompo k,
berbasis pada spektrum aktivitasnya, farmakokinetiknya dan indikasinya
(Tabel 16.7.4).
15.6.7 Co-trimoxazole
Perawatan UTI adalah indikasi utama trimethoprim saja atau dalam kombinasi
dengan sulphonamide, yakni sulphamethoxazole. Trimethoprim dengan atau
tanpa sulphamethoxazole juga bisa digunakan untuk profilaksis recurrent
cystitis. Tingkat resistensi terhadap E. coli bisa bervariasi antar negara. Oleh
karenanya obat ini tidak direkomendasikan untuk terapi empiris uncomp licated
cystitis atau pyelonephritis akut, dimana tingkat resistensi dalam area ini
adalah >10-20%. Dalam complicated UTI, co-trimoxazole seharusnya
digunakan sesuai dengan pengujian sensitivitas. Trimethoprim, khususnya
berkombinasi dengan sulphamethoxazole, bisa mengarah pada peristiwa
negatif yang parah meski jarang terjadi, seperti sindrom Lyell, Stevens -
Johnson dan pancytopenia.
15.6.8 Fosfomycin
Fosfomycin termasuk aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.
Garam sodium hanyalah untuk digunakan secara parenteral. Fosfomycin
trometamol dilisensi untuk dosis tunggal (3g) dalam perawatan untuk
uncomplicated cystitis pada wanita.
15.6.9 Nitrofurantoin
Aktivitas antibakteri dari nitrofurantoin terbatas pada saluran urinary karena
konsentrasi serumnya yang rendsah. Obat ini termasuk aktif untuk E -coli,
Citrobacter dan sebagian besar strain Klebsiella dan Enterobacter, dimana
Providencia dan Serratia adalah yang paling resisten. Proteus, P. aeruginosa
dan Acinetobacter adalah yang hampir selalu resisten. Antibiotik ini aktif
terhadap cocci gram positif, misal enterococci, dan staphylococci.
Obat ini hanya cocok untuk perawatan atau profilaksis uncomplicated UTI.
Terapi jangka pendek untuk indikasi ini masih belum dibuktikan dalam studi
yang cukup besar. Sedikit perkembangan resistensi telah teramati selama
bertahun-tahun. Perawatan bisa mengarah pada peristiwa negatif yang parah
meski jarang terjadi, seperti misalnya desquamative interstitial pneumonia
kronis dengan fibrosis.
15.6.10 Macrolides
Ertythromycin adalah satu-satunya macrolide yang tersedia untuk digunakan
oral dan parenteral. Macrolides yang lebih baru, roxithromycin,
clarithromycin, dan azithromycin, lebih dapat ditoleransi daripada
erythromycin, tapi obat ini hanya bisa diberikan secara oral. Macrolides
memiliki aktivitas yang bagus terhadap streptococci, pneumococci, Bordetella
pertussis dan Chlamydia, Mycoplasma dan Legionella sp. Macrolides tidaklah
aktif terhadap batang gram negatif, sehingga, penggunaan mereka dalam
perawatan UTI terbatas untuk indikasi khusus, seperti dalam non -gonococcal
urethritis karena C. trachomatis.
15.6.11 Tetracylines
Resistensi terhadap doxycycline dan tetracycline dari pneumococci,
streptococci, H. influenza dan E. coli menunjukkan perbedaan regional yang
nyata. Tetracycline oleh karenanya hanya cocok untuk terapi empiris awal jika
situasi resistensi lokal cukup dikenal dan membenarkan penggunaannya.
Sebagai akibat dari aktivitas tinggi mereka terhadap apa yang disebut sebagai
patogen atipikal (Legionella, Chlamydia dan Mycoplasma sp) mereka dapat
digunakan sebagai antibiotik alternatif pada infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme ini misal., dalam urethritis non-gonococcal karena C.
trachomatis.
15.6.12 Aminoglycosida
Aminoglycosida adalah untuk digunakan secara parenteral saja. Obat ini
memiliki jendela terapeutik yang sempit. Level aktivitas efektif mereka
mendekati konsentrasi batas toksik, membuat indikasi terapeutik wajib dibuat.
Dengan sedikit pengecualian (misal., perawatan untuk UTI), aminoglycosida
seharusnya hanya digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik lain yang
tepat. Partner yang ideal adalah antibiotik β-lactam karena kombinasi ini
memiliki pengaruh sinergistik nyata terhadap spesies bakteri tertentu.
Streptomycin adalah salah satu aminoglycosida tua dan hanya digunakan untuk
perawatan/penanganan untuk tuberculosis.
Aminoglycosida yang lebih baru akan termasuk netilmicin, gentamicin,
tobramycin, dan amikacin. Mereka memiliki aktivitas yang bagus terhad ap
enterobacteria dan Pseudomonas (khususnya tobramycin). Aktivitas mereka
terhadap streptococci, anaerob dan H. influenzae tidaklah memuaskan. Data
resistensi untuk tobramycin, gentamicin dan netilmicin hampir identik,
sementara situasi resistensi lebih positif untuk amikacin terhadap banyak
enterobacteria.
15.6.13 Glycopeptida
Glycopeptida dengan vancomycin dan teicoplanin termasuk aktif terhadap
patogen gram positif, misal staphylococci (termasuk strain resisten oxacillin),
streptococci, enterococci, Clostridium difficile, bakteri difteri, dan aerob gram
positif. Mereka tidak aktif terhadap patogen gram negaif. Penggunaan mereka
diindikasikan:
Dalam infeksi yang disebabkan oleh patogen yang disebutkan diatas
dalam kasus alergi terhadap semua antibiotik lain yan g sesuai
Dalam infeksi yang disebabkan oleh enterococci resisten -ampicillin atau
staphylococci resisten oxacillin, atau corynebactera multi -resisten.
Sebagai alternatif, dalam bentuk oral, dengan metronidazole untuk
perawatan pseudomembranous colitis. Karena resiko seleksi enterococci
dan staphylococci resisten glypeptida, penggunaan glycopeptida haruslah
sangat dibatasi. Serupa dengan aminoglycosida, glycopeptida memiliki
jendela terapeutik yang sempit.
15.6.14 Oxazolidinones
Satu-satunya senyata untuk kelompok ini adalah linezolid, yang bisa diberikan
secara parenteral dan oral. Senyawa ini memiliki aktivitas yang bagus terhadap
cocci gram positif, seperti Staphylococci, termasuk strain methicillin
(oxacillin)-resisten, enterococci, termasuk strain resisten -vancomycin dan
streptococci.
Konflik Kepentingan
Semua anggota panel kerja Urological Infections Guidelines telah menyediaka pernyataan
disclosure mengenai semua hubungan yang mereka miliki yang mungkin bisa dianggap
sebagai sumber konflik kepentingan yang potensial. Informasi ini dapat diakses secara
publik melalui situs web European Association of Urology. Dokumen panduan ini
dikembangkan dengan dukungan finansial dari European Association of Urology. Tidak
ada sumber dana eksternal yang telah terlibat. EAU adalah sebuah organisasi non profit,
dan pendanaan terbatasi pada bantuan administratif dan pengeluaran perjalanan serta
pertemuan. Tidak ada honoraria atau reimbursement lain yang telah disediakan.