Anda di halaman 1dari 5

A. Karakteristik Rumah tangga Miskin di Desa Gadingkulon.

Karakter rumah tangga miskin di Desa Gadingkulon diamati dari berbagai aspek
yaitu: 1) kondisi rumah dan status kepemilikannya, 2) tingkat pendapatan rumah tangga miskin
perdesaan, 3) Persepsi rumah tangga miskin perdesaan terhadap jumlah anak yang dimiliki, 4)
etos kerja rumah tangga miskin perdesaan.
1. Karakteristik kondisi fisik rumah.
Rumahtangga miskin di Desa Gadingkulon Kecamatan Dau kenampakan fisik rumah
mereka mudah dikenali. Dari segi atapnya tampak bahwa rumahrumah mereka
menggunakan genteng yang kualitasnya rendah. Ada juga yang menggunakan atap
sebagian genteng dan sebagian seng atau asbes, yang tampak tidak terawat. Berdasarkan
hasil wawancara dengan informan kunci, mereka mengatakan bahwa penggunaan jenis
genteng yang kualitasnya rendah atau seng/asbes karena keterbatasan dana. Mereka
sudah cukup puas dengan kondisi seperti itu, karena focus utama mereka bekerja adalah
untuk memenuhi kebutuhan makan keluarga.
Bahan bangunan usuk dan reng menggunakan bambu, dan ada juga yang
menggunakan usuk dari kayu tetapi kayu dengan kualitas rendah. Kayu yang
dipakai sebagai bahan usuk adalah kayu sengon. Reng yang digunakan adalah reng dari
bambu, bahan ini mereka dapatkan dari meminta di tetangga yang memiliki pohon
bambu
Bahan-bahan bangunan untuk usuk dan reng jika kurang berkualitas, akan mudah
rusak karena bersentuhan langsung dengan air pada saat hujan. Dan panas jika musim
kemarau. Alas an mereka menggunakan bambu sebagai rengnya, karena mereka bisa
meminta di tetangga yang memiliki pohon bambu. Selain itu mereka tidak mengeluarkan
biaya dalam memproses hingga siap digunakan, karena dikerjakan sendiri.
Dinding rumah mereka ada yang seluruhnya terbuat dari bambu, dan ada juga yang
dinding rumah mereka sebagian terbuat dari tembok (rumah klenengan). Umumnya
mereka menggunakan dinding tembok di bagian bawah setinggi satu meter, sedang di
atas tembok menggunakan bambu (gedeg). Alasan mereka menggunakan dinding tembok
bagian bawah antara lain untuk menghindari binatang rayap.
Pintu dan jendela menyesuaikan dengan bahan yang dominan. Jika rumah Klenengan
bahan pintu yang digunakan adalah kayu. Dari kenampakan tersebut dapat dimaknai
bahwa tingkat kemiskinan mereka tidak begitu parah. Jika seluruh dinding bangunan
terbuat dari Gedeg yang kurang berkualitas menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan
mereka cukup parah.
Lantai rumah masih ada yang keseluruhan terbuat dari tanah. Dan ada yang hanya
sebagian lantai rumah dari tanah, dan sebagian lagi dari semen. Itupun hanya tanah yang
diratakan dan dilapisi dengan semen, terutama untuk ruang tamu dan lantai teras. Hal
tersebut menurut mereka karena malu jika ruang tamu kelihatan kotor, tamu yang datang
ke rumah wajib dihormati.
Ada juga kondisi fisik rumah mereka terbuat dari; atapnya genteng, bahan usuk dan
reng dari kayu, dinding dari tembok, lantai dari semen/keramik. Namun kondisi seperti
itu peneliti temui hanya sebagian kecil, karena mereka memiliki ketrampilan tentang
bangunan. Sehingga segala pekerjaan dilakukan sendiri tanpa harus mencari tukang
bangunan.

2. Tingkat pendapatan
Rumah tangga miskin di perdesaan dalam memenuhi kebutuhan dasar
sehari-hari dengan cara; Bekerja keras, memperpanjang jam kerja dengan kerja
sampingan, mengurangi konsumsi, memanfatkan jaringan sosial, memanfaatkan ruang
rumah semaksimal mungkin, memanfaatkan lahan pekarangan yang masih kosong.
Walaupun demikian karena bargainning position mereka sangat rendah, maka tingkat
pendapatannya tetap rendah. Karena pendidikan mereka rendah, rata-rata tidak tamat SD
dan hanya lulusan SMA saja maka sangat sulit untuk bisa menguasai ketrampilan yang
meningkatkan posisi tawar dalam mereka bekerja.
Rumah tangga miskin hanya dapat memenuhi kebutuhan dasar yang sangat minim
setiap harinya, atau pemenuhannya masih belum bisa disebut layak. Bekerja keras yang
dimaksud seperti; buruh macul/buruh tani, buruh bangunan. Memperpanjang jam kerja
untuk melakukan kerja sampingan seperti; mencari barang bekas, ngrumat sapi.
Mengurangi konsumsi seperti; makan hanya dengan lauk tanpa sayur, atau hanya dengan
sayur saja tanpa lauk, hanya makan dua kali sehari, mengurangi merokok jika tidak
bekerja, anak sekolah tanpa sangu. Memanfatkan jaringan sosial yang mereka jalin yaitu;
Utang di warung, pinjam di tetangga, pinjam di tempat kerja (majikan), minta atau
minjam pada orang tua/mertua atau tetangga.
Memanfaatkan rumah semaksimal mungkin yaitu untuk kandang sapi dan
memelihara ternak lainnya. Memanfaatkan lahan pekarangan yang masih kosong untuk
menanam sesuatu yang bermanfaat untuk pemenuhan kebutuhan seharihari adalah
alternatif untuk menambah penghasilan.

3. Persepsi terhadap jumlah anak yang dimiliki


Ditemukan bahwa ada dua persi tentang nilai anak/pemaknaan mereka terhadap
jumlah anak yang dimiliki. Persi pertama adalah mereka masih memiliki pola pikir
konvensional yaitu mereka masih mengharapkan untuk memiliki anak yang banyak.
Karena mereka mengharapkan bahwa anak kelak akan mampu meringankan beban
ekonomi. Mereka tidak memikirkan kualitas anak, namun yang ada dalam pemikirannya
adalah kuantitas (anak banyak). Persepsi ini akan mempersulit untuk mengatasi angka
kelahiran yang semakin meningkat, demikian juga akan menyuburkan tubuhnya budaya
kemiskinan.
Persi yang kedua adalah, mereka sudah memiliki pola pikir moderen bahwa
kehadiran anak dalam suatu rumahtangga adalah wajib,tetapi tetap merupakan beban.
Mereka memiliki pemahaman bahwa kehadiran anak dalam rumahtangganya akan
menyita waktu sehingga mereka akan tidak bisa melakukan aktivitas ekonomi. Selain itu
yang menjadi pertimbangan rasional bagi mereka adalah biaya ekonomi yang dibutuhkan
oleh anak adalah sangat tinggi, dimana kondisi ekonomi mereka sangat tidak
memungkinkan. Sehingga mereka memilih mengikuti program pemerintah yaitu
membatasi kelahiran.

4. Etos kerja
Ada rumahtangga miskin yang etos kerjanya relatif tinggi dan ada juga etos kerjanya
rendah. Bagi rumahtangga miskin yang etos kerjanya baik atau relatif tinggi, memiliki
kondisi ekonomi yang semakin membaik sehingga aksesibilitas sosial dan bukan sosial
mereka semakin mengalami kemajuan. Mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar
minimal dengan baik dan memenuhi kebutuhan sekunder yang lebih tinggi.
Rumahtangga miskin yang etos kerjanya rendah, kondisi ekonomi mereka
dari tahun ke tahun tidak mengalami kemajuan yang berarti, aksesibilitas sosial dan
bukan sosial tidak ada kemajuan. Mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar yang
minimal dengan layak. Tingkat pendidikan anak anak mereka maksimal hanya tamat SD.
Etos kerja rendah akan berdampak pada bargaining position rendah dalam
kesempatan kerja, selain itu akan mengakibatkan munculnya budaya kemiskinan. Budaya
kemiskinan merupakan fenomena yang kompleks, penanganannya harus melibatkan
berbagai sub sistem sosial dan membutuhkan waktu yang relatif lama. Dengan
meningkatkan pendidikan masyarakat, akan lebih mudah mengurangi tingkat budaya
kemiskinan. Hal inipun tetap harus bersinergi dengan sub sistem sosial budaya yang
lainnya.

Namun kenyataanya karakteristik pada data pusat tidak sepadan dengan data yang
terdapat di lapangan. Sehingga data yang yang di pusat mengganggap Desa Gadingkulon
adalah termasuk pada Rumah Tangga Miskin dan juga Desa Tertinggal. Namun pada
faktanya desa yang pertama Rumah Tangga Miskin paling parah yaitu desa kucur.
Sehingga data yang yang terdapat dipusat tersebut belum ter-uptudate dari hasil yang
sebenarnya.
B. Kesejahteraan Desa GadingKulon
Sesuai dengan hasil data kesejahteraan yang terdapat pada Desa Gading kulon yang
dimana pemerintah sudah memberikan bantuan yang bertujuan untuk mengurangi tingkat
Rumah tangga miskin yang terdapat di Desa Gadingkulon, Kec. Dau tersebut. Melalui PKH,
KPM didorong untuk memiliki akses dan memanfaatkan pelayanan sosial dasar kesehatan,
pendidikan, pangan dan gizi, perawatan, dan pendampingan, termasuk akses terhadap
berbagai program perlindungan sosial lainnya yang merupakan program komplementer
secara berkelanjutan. PKH diarahkan untuk menjadi tulang punggung penanggulangan
kemiskinan yang mensinergikan berbagai program perlindungan dan pemberdayaan sosial
nasional.
Tingkat kemiskinan tertinggi di Desa Gadingkulon urutan no.2 setelah Desa Kucur. Data
pusat dengan kantor Desa tidak sesuai dengan hasil yang sebenarnya. Desa Gadingkulon
dengan 346 keluarga miskin. Yang dimana seperti di peta administrasi di bawah :

Yang dimana desa yang dapat dianggap lebih maju dengan tiga desa tersebut yaitu desa
Sempuh karena yang dimana desa tersebut dengan pusat kota. lapangan pekerjaannya lebih
banyak dan dapat di jangkau dan berada di pusat keramaian jika dibandingkan dengan Desa
Krajan dan Desa Princi. Ada beberapa bentuk bantuan yang ada di Dusun Krajan Desa
Gadingkulon tersebut seperti Bantuan Tunai, Bantuan pembinaan, dan Bantuan Kartu
Indonesia Pintar.
Di akhir tahun ini menurut masyarakat sudah jarang adanya bantuan dari pusat, namun
pada faktanya pusat mengalami kendala dalam pengiriman bantuan yang seharusnya
masyarakat sudah dapat menerimannya. Sehingga mengalami ketelambatan yang ada di
beberapa bulan.
Bantuan yang diterima oleh masyarakat seperti Bantuan Tunai yang keluar setiap
bulanan per tanggal 25. Kartu Indonesia Pintar keluar persemester (6 bulan) berupa bahan
pokok dan dapat ditukarkan dengan toko yang sudah melakukan kerja sama dengan pusat.
Dan Program Keluarga Harapan (PKH) yang dapat keluar per 3 bulan. Bantuan bantuan yang
sudah disediahkan oleh perintah dapat dirapel 2 kali jika pertama tidak dapat menerima atau
keterlambatan. Dari segih kegiatan sejehatraan masyarakatnya 90% petani/pekebun dan
10% seperti kuli batu, kuli bangunan, pedagang dll.

Anda mungkin juga menyukai