Anda di halaman 1dari 10

1. Principi N, Esposito S.

Management of severe community-acquired pneumonia of


children in developing and developed countries. Thorax 2011;66:815e822.
doi:10.1136/thx.2010.142604
- Perkiraan insiden rawat inap pasien anak akibat pneumonia komunitas berkisar 8,7%
dari semua kasus di negara berkembang dan sekitar 0,3% dari semua kasus di negara
maju. Meskipun demikian, sangatlah tidak memungkinkan untuk membandingkan
kedua angka tersebut mengingat kriteria berbeda yang digunakan untuk
mendefinisikan pneumonia komunitas dan derajat beratnya, dan juga prevalensi
faktor risiko pneumonia komunitas berat yang sangat berbeda.
- Selain itu keterbatasan fasilitas radiologis di negara berkembang membuat pneumonia
komunitas biasa didiagnosis berdasarkan tanda dan gejala klinis. Hal ini dapat
menyebabkan overestimasi jumlah total kasus yang dihitung karena sering sulit
dibedakan dengan penyakit pernapasan lainnya, terutama bronkiolitis. Meskipun
demikian, dapat juga terjadi underestimasi mengingat masih jeleknya pengaturan
layanan kesehatan di negara berkembang membuat banyak anak dengan pneumonia
berat tidak sempat dirujuk ke rumah sakit dan akhirnya meninggal dunia di rumah.
- Pada mayoritas kasus, sangatlah tidak mungkin untuk mengidentifikasi etiologi
pneumonia komunitas pada praktik klinis. Lebih lagi, adanya koinfeksi bakteri dan
virus yang sering terjadi, dan sulit dibedakan dengan infeksi yang disebabkan oleh
patogen tunggal. Hal ini berarti bahwa antibiotik selalu diresepkan pada semua anak
yang secara klinis diduga kuat atau sudah terkonfirmasi terdiagnosis pneumonia
komunitas, terutama bila tanda dan gejala klinisnya berat. Meski demikian, terdapat
sejumlah perbedaan dalam regimen terapi yang biasa digunakan di negara
berkembang dan negara maju.
- Di negara berkembang, tujuan utama terapi adalah untuk mengurangi risiko kematian
semaksimal mungkin. WHO merekomendasikan obat pilihan pertama untuk kasus
pneumonia berat adalah benzilpenisilin, amoksisilin dan kloramfenikol, dimana
ampisilin atau kombinasi amoksisilin gentamisin direkomendasikan untuk kasus
pneumonia yang sangat berat.
2. Esposito S, Principi N. Emerging resistance to antibiotics against respiratory bacteria:
impact on therapy of community-acquired pneumonia in children. Drug Res Up
2002;5:73e87.
Regimen terapi di negara maju
- Di negara maju, terapi awal untuk penumonia komunitas berat pada anak mencakup
rawat inap dan pemberian antibiotik intravena. Pemilihan regimen antibiotik
sangatlah bergantung pada umur pasien, dan jenis antibiotik yang dapat aktif
membunuh kemungkinan patogen penyebab infeksi yang dicurigai. Tabel akan
merangkum rekomendasi pendekatan terapi antibiotik pada pneumonia komunitas
berat di negara maju. Berdasarkan tabel tersebut, sangatlah penting untuk menentukan
kemungkinan etiologi patogen. Meskipun virus merupakan penyebab utama
pneumonia pada anak di bawah usia 2 tahun sementara bakteri lebih sering menjadi
penyebab pada anak yang lebih tua, terdapat suatu tumpang tindih dalam temuan
klinis, laboratoris maupun radiologis antar berbagai etiologi yang berbeda sehingga
antibiotik tetaplah menjadi terapi utama yang diberikan pada anak dengan pneumonia
komunitas berat.
- Pemberian makrolid sebagai monoterapi tidak disarankan sebagai terapi awal untuk
pneumonia komunitas yang berat mengingat risiko timbulnya resistensi S.
pneumoniae terhadap makrolid. Makrolid hanya diberikan dalam kombinasi bersama
golongan beta-laktam untuk mencakup kuman atipikal (Mycoplasma, Klebsiella)
yang jarang resisten terhadap golongan makrolid.
- Jika perbaikian klinis sudah tercapai, dan pasien dapat makan dan minum biasa serta
tidak mengalami diare, terapi antibiotik parenteral harus diganti menjadi terapi oral
sehingga mengurangi rasa tidak nyaman pasien, mengurangi lama rawat inap maupun
biaya kesehatan. Total durasi terapi yaitu 10-14 hari. Bila terjadi komplikasi,
antibiotik dengan spektrum lebih luas (misalnya, piperasilin ditambah dengan
inhibitor betalaktamase atau golongan karbapenem dikombinasi dengan vankomisin)
dapat diberikan dengan durasi yang lebih lama (3-6 minggu).
3. British Thoracic Society of Standards of Care Committee. BTS guidelines for the
management of community acquired pneumonia in childhood. Thorax 2002;57: i1e24.
- Pemberian oksigen sangatlah penting dalam tatalaksana pneumonia komunitas berat
baik di negara maju maupun negara berkembang, meskipun terdapat beberapa
perbedaan kecil terkait target saturasi oksigen (SaO 2) yang digunakan. WHO
merekomendasikan pemberian oksigen pada anak dengan pneumonia berat dan
retraksi berat atau anak dengan frekuensi napas ≥70 kali/menit, dan pada semua anak
dengan pneumonia sangat berat. Pemberian oksigen diteruskan sampai tanda hipoksia
menghilang, atau bila tersedia pulse oksimeter, sampai SaO2 stabil >90%. Sementara
panduan British Thoracic Society menganjurkan pemberian oksigen pada semua
kasus pneumonia berat untuk mempertahankan target SaO2 >92%.

Tabel. Rekomendasi terapi antibiotik untuk pneumonia komunitas berat di negara maju.
Kelompok usia Bakteri penyebab utama Pilihan antiobiotik
Lahir – 3 minggu Streptroccocci grup B, bakteri Berikan Ampislin IV dan
enterik gram negatif, Listeria Gentamisin IV atau Cefuroxime
monocytogenes, Staphylococcus IV atau Cefotaxime IV (dosis
aureus berdasarkan usia gestasi/BBL)
selama 10 hari
4 minggu – 3 Streptococcus pneumoniae, Jika pasien afebris, berikan
bulan Chlamydia trachomatis, Bordetella eritromisin oral/parenteral atau
pertussis, Stapylococcus aureus klaritromisin oral/parenteral
selama 10-14 hari atau
Azitromisin oral selama 3-5 hari
Jika pasien demam, berikan
Cefuroxime IV atau Cefotaxime
IV atau Ceftriaxone IV sampai
demam turun, lalu dilanjutkan
cefuroxime oral atau amoksisilin-
klavulanat per oral dengan total
durasi 10-14 hari
4 bulan – 18 Streptococcus pneumoniae, Berikan Cefuroxime IV atau
tahun Mycoplasma pneumoniae, Cefotaxime IV atau Ceftriaxone
Haemophilus influenzae IV sampai demam turun ,lalu
dilanjutkan cefuroxime oral atau
amoksisilin-klavulanat dengan
total terapi 10-14 hari dikombinasi
dengan eritromisin oral/parenteral
atau klaritromisin oral/paenteral
selama 10-14 hari atau
Azitromisin oral selama 3-5 hari

- Anak dengan pneumonia berat biasanya tidak dapat mempertahanakan intake cairan
yang baik karena rasa sesak dan lelah, sehingga terapi cairan baik melalui selang
nasogastrik maupun intravena sangatlah diperlukan. Intake cairan harus dihitung
sesuai dengan kebutuhan dan hilangnya cairan akibat dehidrasi, maupun akibat
meningkatnya usaha pernafasan dan demam.
4. Mohr J. Update on the Efficacy and Tolerability of Meropenem in the Treatment of
Serious Bacterial Infections. Clinical Infectious Diseases 2008; 47:S41–51
- Berdasarkan uji klinis, meropenem merupakan antibiotic golongan karbapenem yang
menunjukan efikasi sebagai terapi antibiotik empiris pertama untuk terapi pneumonia
nosokomial. Tidak seperti antbiotik golongan beta-laktam, seperti generasi
sefalosporin, karbapenem memiliki aktivitas untuk membunuh bakteri yang
menghasilkan enzim extended-spectrum-beta-lactamase (ESBL) maupun bakteri
yang menghazilkan enzim AmpC chromosomal-beta-lactamase.
- Pneumonia nosokomial mencakup hospital acquired pneumonia (HAP), ventilator-
associated pneumonia (VAP), dan health-care associated pneumonia (HCAP).
Pedoman klinis dari American Thoracic Society (ATS) dan IDSA mendefinisikan
HAP sebagai pneumonia yang muncul ≥48 jam setelah rawat inap dan tidak sedang
dalam masa inkubasi pada saat mulai rawat inap, sementara VAP adalah pneumonia
yang timbul lebih dari 48-72 jam setelah intubasi. HCAP adalah pneumonia pada
pasien yang pernah dirawat inap ≥2 hari di perawatan akut rumah sakit dalam waktu
90 hari terakhir, individu yang dirawat di rumah singgah atau fasilitas perawatan
jangka panjang lainnya, riwayat pernah menerima antibiotik intravena, kemoterapi
maupun terapi luka dalam jangka waktu 30 hari infeksi, atau mereka yang sedang
dalam terapi hemodialisa.
- Pneumonia nosokomial sanagt sulit untuk didiagnosis oleh karena tanda dan gejala
awal yang sering menyerupai banyak penyakit lain pada pasien rawat inap. Misalnya,
gambaran foto thorax menunjukkan adanya infiltrate paru, gambaran yang dapat juga
ditemukan pada banyak penyakit lain seperti gagal jantung kongestif, penyakit paru
interstisial yang sudah ada sebelumnya, karsinoma paru, emboli paru, perdarahan
paru, systemic lupus erythematosus atau acute respiratory distress syndrome. Bagi
pasien yang dicurigai mengalami pneumonia nosokomial, terapi antibiotik empiris
dengan spectrum luas harus diberikan sebelum hasil kultur keluar.
5. Gowraiah V, Awasthi S, Kapoor R, et al. Can we distinguish pneumonia from wheezy
diseases in tachypnoeic children under low-resource conditions? A prospective
observational study in four Indian hospitals. Arch Dis Child Published Online First: 12
June 2014 doi:10.1136/archdischild-2013-305740
- Penelitian menurut Gowraiah et al menyimpulkan bahwa melalui pemeriksaan fisik
yaitu auskultasi menggunakan stetoskop adalah cara yang paling dapat dipercaya
untuk membedakan pneumonia dari infeksi viral bronkiolitis.
6. American Academy of Family Physicians. Community-Acquired Pneumonia in Children.
2012
Etiologi
- Virus dapat menjadi penyebab pneumonia komunitas pada beberapa persen kasus,
khusunya pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun. Prevalensi pneumonia viral
akan berkurang seiring dengan usia. Respiratory syncytial virus, influenza A dan
parainfluenza tipe 1 hingga 3 adalah agen penyebab viral tersering. Patogen viral
lainnya yang dapat menjadi penyebab adalah adenovirus, rhinovirus, influenza B, dan
enterovirus. Infeksi campuran virus dan bakterial merupakan penyebab 30-50% kasus
pneumonia komunitas pada anak.
7. Chisti MJ, Salam MA, Bardhan PK, Sharifuzzaman, Ahad R, La Vincente, et al.
Influences of dehydration on clinical features of radiological pneumonia in children
attending an urban diarrhoea treatment centre in Bangladesh. Annals of Tropical
Paediatrics (2010) 30, 311–316
- Pedoman klinis WHO untuk diagnosis pneumonia pada anak berdasar pada riwayat
gejala pernapasan, terutama batuk, meningkatnya frekuensi pernafasan (tergantung
usia), dan adanya retraksi dinding dada bagian bawah. Takipnea dan retraksi dada
sering terjadi pada pneumonia akibat berkurangnya komplians dan elastisitas paru dan
juga sering berhubungan dengan hipoksia. Pengukuran frekuensi napas melalui
pengamatan selama 1 menit penuh, seperti yang direkomendasikan WHO, telah
divalidasi sebagai metode akurat dan konsisten untuk mendiagnosis anak dengan
pneumonia yang berusia di bawah 5 tahun. Meskipun demikian, kombinasi temuan
klinis fan gambaran radiologis toraks oleh klinisi yang berpengalaman masih menjadi
baku emas diagnosis pneumonia pada anak di pusat kesehatan primer.
- Diagnosis pneumonia pada anak dengan dehidrasi lebih sulit untuk ditegakkan karena
adanya penyerta asidosis metabolik yang juga dapat menyebabkan takipnea terutama
pada bayi dan anak balita. Takipnea akibat asidosis disebabkan oleh meningkatnya
produksi karbondioksida oleh darah, sebagai mekanisme buffer sistem asam-basah
tubuh, yang harus dibuang melalui paru. Kombinasi klinis pneumonia dan dehidrasi
berhubungan dengan meningkatnya fatalitas kasus.
8. Finberg L. Dehidration in infancy and childhood. Pediatrics in Review August
2002, 23 (8) 277-282; DOI: https://doi.org/10.1542/pir.23-8-277
- Dehidrasi adalah suatu gangguan fisiologis yang terjadi akibat tubuh kehilangan air
dan garam. Penyebab tersering dehidrasi pada masa bayi dan anak adalah diare
infeksiu yang disebabkan oleh patogen virus maupun bakteri. Penyebab dehidrasi
lainnya adalah ketoasidosis diabetik (KAD), diabetes insipidus, stres akibat operasi,
maupun kurangnya intake cairan.
- Tanda klinis objektif dehidrasi yang dapat terlihat adalah meningkatnya frekuensi
nadi sebagai respon berkurangnya volume plasma, dan secara subjektif adalah
meningkatnya rasa haus. Jika kehilangan cairan tetap berlanjut dan tidak diterapi,
gangguan sirkulasi dapat tampak secara klinis. Tanda klinis yang sangat berguna
adalah pemeriksaan capillary refill time (turgor): yang normalnya adalah kurang dari
2 detik. Tanda klinis dehidrasi lainnya yaitu ekstremitas dingin, mottled skin (cutis
marmorata) dan UUB cekung pada bayi, membran mukosa kering, mata cowong,
hiperpnea dan hilangnya elastisitas kulit pada bayi.
9.
- Dehidrasi merupakan komplikasi tersering penyakit pada pasien anak yang datang ke
IGD. Identifikasi dan penatalaksanaan awal sangatlah penting untuk mengurangi
risiko perburukan menjadi syok hipovolemik dan kegagalan organ. Pada pemeriksaan
fisik, temuan klinis yang ada dapat digunakan untuk menentukan derajat dehidrasi.
- Pemeriksaan laboratorium tidaklah terlalu berguna pada kasus dehidrasi ringan, tapi
mungkin dapat dipertimbangkan pada kondisi tertentu dan direkomendasikan bagi
pasien anak dengan dehidrasi berat.
Patofisiologi
- Tubuh manusia terdiri dari 2 kompartemen cairan tubuh utama: cairan intraseluler (
intracellular fluid - ICF) dan cairan ekstraseluler (extracellular fluid - ECF). ICF
menyusun sekitar duapertiga dari total air dalam tubuh (total body water – TBW),
sementara ECF menyusun sekitar sepertiganya. ECF dibagi lagi menjadi cairan
interstitial (75%) dan plasma (25%). TBW menyusun sekitar kurang lebih 70% total
berat badan pada bayi, 65% pada anak dan 60% pada dewasa.
- Kandungan air yang tinggi pada bayi dan anak, disamping tingkat metabolisme
mereka yang lebih besar dan luas permukaan tubuh yang lebih luas, menyebabkan
bayi dan anak rentan mengalami kehilangan cairan dibandingkan dewasa. Hilangnya
cairan yang signifikan dapat terjadi dengan cepat, dan dapat menimbulkan penurunan
volume intravaskular dengan cepat.
- Deplesi volume dapat terjadi bersamaan dengan hiponatremia. Hal ini ditandai
dengan kontraksi volume plasma dengan kelebihan total air. Salah satu contohnya
adalah anak dengan diare yang diberikan air biasa untuk mengganti hilangnya diare.
Pada deplesi volume hiponatremik, pasien akan tampak lebih sakit dibandingkan
kehilangan cairan biasanya. Kadar sodium kurang dari 120 mEq/L dapat
menimbulkan kejang – dan risiko kejang akan lebih tinggi terjadi pada onset akut
hiponatremia. Jika volume air intravaskular tidak dikoreksi selama terapi penggantian
cairan, air akan bergerak ke kompartemen intravaskular dan menimbulkan edema
otak, terutama pada anak.
- Pada deplesi volume cairan hipernatremik, volume plasma akan berkurang secara
disproporsional dengan hilangnya total air. Contohnya, misalnya anak dengan diare
yang penggantian cairan diberikan dengan sup hipertonik, susu, air dan baking soda,
atau susu formula bayi dengan takaran yang tidak sesuai. Volume mungkin dapat
tergantikan, tetapi total air tidak. Derajat deplesi volume dapat terabaikan dan pasien
mungkin tampak tidak terlalu sakit dibandingkan kehilangan caran yang ada.
Biasanya, defisit volume minimal 10% terjadi bersamaan dengan deplesi volume
hipernatremik. Sama seperti pada hiponatremia, deplesi volume hipernatremik dapat
menimbulkan gangguan serius di sistem saraf pusat (SSP), sebagai dampak akibat
perubahan struktural pada neuron. Hipernatremia dapat menyebabkan mengerutnya
sel neuron, dan menimbulkan perdarahan otak, kejang, koma dan kematian. Koreksi
hipernatremia yang terlalu cepat juga dapat menyebabkan edema otak. Sehingga
koreksi hipernatremia haruslah dilakukan secara perlahan dalam waktu 48 jam, dan
tidak boleh melebihi kecepatan 8 mEq/L dalam 24 jam. Koreksi yang gradual akan
mencegah pergerakan cepat dari cairan melintasi sawar darah otak memasuki
kompertemen cairan intraseluler.
- Pergerakan kalium antara kompartemen intra- dan ekstraseluler terjadi lebih lambat
dibandingkan pergerakan air. Kadar kalium serum tidak dapat menggambarkan kadar
kalium intraseluler. Meskipun demikian, hilangnya kalium dapat terjadi pada semua
pasien dengan deplesi volume. Kegagalan untuk mengoreksi hipokalemia selama
terapi penggantian cairan dapat menyebabkan hipokalemia yang signifikan secara
klinis. Kalium tidak boleh ditambahkan dalam cairan rehidrasi sampai didapatkan
urine output yang adekuat.
- Gangguan asam basa juga sering terjadi bersamaan dengan deplesi volume, terutama
pada bayi yaitu asidosis metabolik. Mekanisme penyebabnya yaitu hilangnya
bikarbonat melalui tinja, produksi keton akibat kelaparan maupun produksi laktat
akibat hipoperfusi jaringan. Berkurangnya perfusi ginjal juga menyebabkan
menurunya laju filtrasi glomerulus, yang pada akhirnya menimbulkan berkurangnya
sekresi ion H+ di tubulus ginjal. Kombinasi faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan
asidosis metabolik.

Etiologi
- Mekanisme terjadinya dehidrasi secara umum dapat dibagi tiga : (1) berkurangnya
intake, misalnya akibat penyakit seperti stomatitis, (2) meningkatnya kehilangan
cairan, misalnya akibat diare atau diuresis osmotik akibat diabetes mellitus dan (3)
meningkatnya insesible water loss seperti demam. Dehidrasi pada anak, sangat sering
disebabkan oleh meningkatnya kehilangan cairan akibat gastroenteritis, yang ditandai
dengan muntah dan diare. Meski demikian, muntah dan diare dapat juga disebabkan
oleh proses lainnya seperti yang dirangkum di bawah ini.
a. Penyebab muntah akibat SSP : infeksi, peningkatan tekanan intrakranial
b. Penyebab gastrointestinal dari muntah : gastroenteritis, ileus obstruksi, hepatitis,
gagal hepar, appendisitis, peritonitis, intususepsi, volvulus, stenosis pilorus,
toksisitas obat
c. Penyebab endokrin dari muntah: ketoasidosis diabetik (KAD), hipoplasia adrenal
kongenital, krisis Addison
d. Penyebab renal dari muntah: infeksi, pielonefritis, gagal ginjal, asidosis tubular
e. Penyebab diare akibat masalah gastrointestinal: gastroenteritis, malabsorpsi
(intoleransi susu), intususepsi, irritable bowel syndrome, inflammatory bowel
disease, short gut syndrome
f. Penyebab diare akibat masalah endokrin: tirotoksikosis, hipoplasia adrenal
kongenital, krisis Addison, enteropati diabetik
Deplesi volume cairan yang disebabkan oleh meningkatnya kehilangan cairan – tapi
bukan disebabkan muntah atau diare dapat dibagi menjadi penyebab renal atau
ekstrarenal. Penyebab renal dari dehidrasi meliputi penggunaan diuretik, asidosis
tubular ginjal maupun gagal ginjal high output. Penyebab ekstrernal dari dehidrasi
dapat mencakup ekstravasasi cairan intravaskular (misalnya pada pankreatitis,
peritonitis, sepsis, gagal jantung, sindrom nefrotik, protein losing enteropathy)
maupun perdarahan.

Epidemiologi
- Dehidrasi, terutama akibat gastroenteritis, merupakan keluhan tersering pada anak
yang datang di IGD. Sekitar 30 juta anak mengalami dehidrasi setiap tahunnya,
dengan 1,5 juta anak merupakan pasien rawat jalan, 200.000 anak membutuhkan
rawat inap dan 300 anak meninggal dunia.
- Secara global, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), insiden
tahunan diare pada balita mencapai sekitar 1,5 juta kasus, dengan jumlah kematian
diperkirakan antara 1,5 hingga 2,5 juta per tahunnya. Bayi dan anak balita lebih
rentan mengalami dehidrasi dibandingkan anak yang lebih besar. Meskipun demikian,
pasien anak dengan dehidrasi memiliki progonosis yang sangat baik bila diterapi
dengan baik.

Manifestas klinis
Tujuan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah untuk menentukan derajat berat
dan etiologi dari kondisi anak. Klasifikasi akurat dari derajat dehidrasi menjadi
derajat ringan, sedang dan berat memungkinkan pemberian terapi yang tepat dan
cepat. Anamnesis terinci dari orangtua maupun pengasuh sangatlah penting untuk
menentukan jenis dehidrasi yang terjadi. Klinisi harus mendapatkan informasi
berikut:
o Pola makan dan cairan yang diberikan
o Adanya kehilangan cairan (seperti muntah dan diare – termasuk onset,
frekuensi, dan durasinya)
o Frekuensi penggantian popok bila dibandingkan normal (melihat ada tidaknya
oliguria/anuria)
o Tingkat aktivitas
o Riwayat makan terakhir yang mungkin dapat menimbulkan muntah
o Pola penyakit saat ini, ada tidaknya demam
o Berat badan terakhir sebelum sakit (bayi biasanya diukur berat badannya
secara rutin)
- Beratanya derajat dehidrasi biasanya diukur berdasarkan kehilangan berat badan yang
akut sebagai persentasi berat badan sebelum sakit. Meskipun demikian, berat badan
sebelum sakit biasanya tidak diketahui dan klinisi harus mengandalkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik untuk menilai derajat dehidrasi.

Anda mungkin juga menyukai