Anda di halaman 1dari 11

POPULASI DAN SAMPEL

A. Populasi
1. Pengertian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : objek atau subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2004).
Jadi, populasi tidak hanya terbatas pada orang, tetapi juga benda-benda
alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek
atau subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat
yang dimiliki oleh objek atau subjek tersebut (Sugiyono, 2004).
Populasi dapat bersifat terbatas dan tidak terbatas. Dikatakan terbatas
apabila jumlah individu atau objek dalam populasi tersebut terbatas dalam
arti dapat dihitung. Sedangkan bersifat tidak terbatas dapat ditentukan
jumlah individu atau objek dalam populasi tersebut.
Sedangkan menurut Dr. Siswojo, mengatakan definisi dari populasi adalah
sejumlah kasus yang memenuhi seperangkat kriteria yang ditentukan
peneliti. Disini peneliti dapat menentukan sendiri kriteria-kriteria yang ada
pada populasi yang akan diteliti.
Peneliti keperawatan atau peneliti sosial pada umumnya harus menentukan
populasi secara jelas, baik populasi wilayah maupun populasi subjek yang
akan menjadi sumber data. Perlu pula diingat oleh peneliti bahwa yang diteliti
sesungguhnya bukan subjek, wilayah, atau bendanya, melainkan segenap
karakteristik yang terkandung didalamnya.
Pilihan populasi tentu saja bisa beragam, seperti bidan, dokter, tokoh
masyarakat atau masyarakat pilihan. Pilihan itu secara teoritis akan menjadi
sederhana, jika populasi dimaksud dipilih menjadi beberapa sub populasi.

2. Kriteria Populasi
Dalam mendefinisikan populasi, peneliti harus mempertimbangkan kriteria
sebagai berikut :
1. Biaya, jika ingin meneliti populasi diluar pulau, maka peneliti harus
belajar budaya dan bahasa tempat yang kana dilakukan penelitian agar
dapat terjadi interaksi dengan baik. Keadaan ini memerlukan waktu yang
lama sehingga juga memerlukan biaya yang besar.
2. Praktik, kesulitan dari populasi dalam berperan serta sebagai subyek
karena berasal dari daerah yang sulit dijangkau.
3. Kemampuan orang dalam berpartisipasi dalam penelitian, kondisi
kesehatan seseorang yang menjadi subjek harus dijadikan bahan
pertimbangan dalam penentuan populasi.
4. Pertimbangan desai penelitian, pada penelitian dengan desain
eksperimen, maka diperlukan populasi yang mempunyai kriteria
homogenitas dalam upaya untuk mengendalikan variabel random, perancu,
dan variabel lainya yang akan mengganggu dalam penelitian.

B. Sample
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam penelitian keperawatan
kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dimana kriteria
tersebut menentukan dapat dan tidaknya sampel tersebut yang digunakan
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2007).
Arikunto (1998) mengatakan bahwa “ sampel adalah bagian dari populasi
(sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah
sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili
seluruh populasi. Sugiyono (1997) sampel adalah sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa; Sampel
adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu
yang akan diteliti.
Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Noto Atmojo, 1993:75). Dengan kata
lain, sampel adalah elemen-elemen populasi yang dipilih berdasarkan
kemampuan mewakilinya.
1. Syarat Sampel
Pada dasarnya ada dua syarat yang harus dipenuhi dalam menetapkan
sampel yaitu :
a. Representatif, adalah sampel yang dapat mewakili populasi yang ada.
Untuk memperoleh hasil dan kesimpulan penelitian yang menggambarkan
keadaan populasi penelitian, maka sampel harus mewakili populasi yang
ada.
b. Sampel harus cukup banyak, artinya jumlahnya harus memenuhi
sehingga perlu menggunakan rumus statistik. Sebenarnya tidak ada
pedoman umum yang digunakan untuk memnentukan besarnya sampel
untuk suatu penelitian, tetapi besar kecilnya jumlah sampel akan
mempengaruhi kevalidan dari hasil penelitian. Polit dan Hungler menyatakan
(1993), bahwa semakin besarnya sampel yang dipergunakan semakin baik
dan representatif hasil yang diperoleh. Prinsip umum yang berlaku adalah
sebaiknya dalam penelitian digunakan jumlah sampel sebanyak mungkin.
Namun demikian penggunaan sampel sebesar 10-20% untuk subjek dengan
jumlah lebih dari 1000 dipandang sudah cukup.

2. Kriteria sampel
Ada dua kriteria sampel yang harus dicantumkan yaitu :
a. Kriteria inklusi (kriteria yang layak diteliti) merupakan kriteria dimana
subjek penelitian mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai
sampel. Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman dalam menentukan
kriteria inklusi (Nursalam, 2003).
b. Kriteria eksklusi (kriteria yang tidak layak diteliti) merupakan kriteria
dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak
memenuhi syarat sebagai sampel penelitian yang penyebabnya antara lain :
a. Adanya hambatan etik.
b. Menolak menjadi responden.
c. Terdapat keadaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan
penelitian.
d. Terdapat keadaan atau penyakit yang mengganggu pengukuran maupun
interpretasi hasil penelitian.

Berikut ini adalah hal-hal yang perlu dipertimbangkan ketika peneliti akan
menentukan sampel penelitiannya :
a. Probabilitas
Asas ini mengandung arti bahwa setiap estimasi dan keputusan yang
dihasilkan dapat melalui pengujian statistik berdasarkan data sampel, selalu
mengandung resiko salah atau ketidakpastian. Besar resiko salah atau
ketidakpastian dari hasil pengujian statistik dinyatakan secara probabilitas.
b. Standart error
Secara teoritis apabila ditarik sampel dengan besar tertentu dari populasinya,
maka akan didapatkan banyak kemungkinan sampel. Masing-masing sampel
akan mempunyai perhitungan yang saling berbeda besarnya. Bila
perhitungan yang berbeda besarnya tersebut diambil rata-ratanya, akan
diperoleh nilai yang besarnya mendekati atau sama dengan parameter.
Simpangan baku (standart deviation) dari distribusi kemungkinan statistik
yang diperoleh dari masing-masing sampel disebut sebagai standart error
(kesalahan baku).
c. Distribusi Teoritis
Dalam penentuan besar sampel, secara teoritis diperoleh banyak
kemungkinan sampel yang masing-masing mempunyai perhitungan yang
berbeda. Perhitungannya dapat berupa nilai rata-rata, proporsi, koefisien
korelasi perbedaan dua nilai rata-rata, perbedaan dua porposi, atau nilai-
nilai statistik yang lain. Statistik yang bervariasi dari sampel ke sampel,
secara teoritis akan membentuk suatu distribusi yang dikenal dengan
distribusu teoritis.
Distribusi teoritis dari sifat yang diukur pada umumnya cenderung
mengikuti distribusi normal. Walaupun distribusi sifat dalam sampel tidak
normal, namun distribusi teoritis mungkin saja normal. Distribusi teoritis
semakin mendekati normal dengan semakin besarnya sampel. Distribusi
normal merupakan distribusi yang penting dalam analisis statistik
inferensial. Pengujian statistik yang didasarkan atas distribusi normal
disebut juga sebagai analisis statistik parametrik.
Dalam menentukan besar sampel, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan,
diantaranya adalah jenis dan rancangan penelitian, tujuan penelitian, jumlah
populasi atau sampel, tehnik sampling, jenis (skala pengukuran) data
variabel dependen, tingkat kepercayaan atau ketelitian penyimpangan yang
masih dapat ditoleransi.

3. Menentukan Besarnya Sampel


Hingga saat ini belum ada kesepakatan diantar para pakar penelitian bidang
ilmu keperawatan mengenai besar sampel penelitian. Didalam menentukan
besarnya sampel asumsi berikut ini penting untuk dijadikan pertimbangan
yaitu :
a. Makin kecil sampel yang dipilih makin rendah pula kemampuan untuk
membuat generalisasi atas kesimpulan penelitian, kecuali ada bukti-bukti
kuat bahwa karakteristik sampel benar sama dengan karakteristik populasi
diluarnya.
b. Makin kecil sampel yang diambil dari sekelompok populasi, makin tinggi
kecenderungan kekeliruan penarikan kesimpulan, sebaliknya makin besar
ukuran sampel makin kecil kecenderungan kekeliruan dalam penarikan
kesimpulan.
Jika peneliti menelaah beberapa buku metodelogi penelitian keperawatan
seperti ditulis oleh Burns dan Grove (1993) atau buku metodelogi penelitian
pada umumnya, penentuan besar sampel tampaknya tidak terlalu ketat,
bahkan tidak begitu banyak digunakan dengan formula khusus.

Penggunaan sampel ini mengandung berbagai keuntungan, di


antaranya adalah:
1. Lebih murah
Dengan hanya meneliti sebagian populasi, maka biaya yang diperlukan
untuk penelitian menjadi jauh lebih murah dibandingkan apabila penelitian
dilakukan pada seluruh populasi.
2. Lebih mudah
Dengan mengambil sebagian dari populasi, maka pelaksanaan penelitian
menjadi lebih mudah.
3. Lebih cepat
Dengan meneliti lebih sedikit subyek, maka hasil yang diharapkan lebih
sedikit diperoleh.
4. Lebih akurat
Dalam banyak hal pemeriksaan terhadap sedikit subyek penelitian akan
memungkinkan pemeriksaan yang lebih teliti bila dibandingkan dengan
pemeriksaan terhadap seluruh populasi.
5. Mewakili populasi
Apabila dilakukan dengan baik, maka sampel dapat mewakili populasi, dan
inferensi kesimpulan dapat dengan tepat dilakukan dengan probabilitas.
6. Lebih spesifik
Sebagian penyakit mempunyai manivestasi yang amat bervariasi. Dengan
seleksi sampel, maka diperoleh pasien dengan karakteristik tertentu
sehingga dapat diperoleh data pada kelompok pasien yang lebih homogen
daripada pemeriksaan pasien dengan manisfestasi klinis yang heterogen.

Teknik Sampling Dalam Penelitian


Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk
dapat mewakili populasi (Nursalam, 2001:66). Teknik sampling adalah teknik
yang dipergunakan untuk mengambil sampel dari populasi (Arikunto, 1998 :
196). Pembagian jenis sampling secara umum ada 2, yaitu:
1. Probability Sampling, yaitu teknik yang memberi kesempatan yang
sama bagi anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel
2. Non probability Sampling, yaitu teknik yang tidak memberi kesempatan
yang sama bagi anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Cara pemilihan sampel
1. Probability sampling
Teknik sampling untuk memberikan peluang yang sama pada setiap
anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.

Berbagai jenis probability sampling antara lain:


a. Simple random sampling
Cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak
tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut.

Dua cara dapat dilakukan dalam menarik simple random sample:


1. Cara undian
Misalnya, kita ingin memilih sebuah sampel yang besarnya dua dari sebuah
populasi yang terdiri dari lima tenaga ahli. Kita tulis nama tenaga ahli tadi
masing-masing pada secarik kertas, dan kertas tersebut kita gulung. Lalu
kita masukkan ke dalam kotak dan dikocok. Kemudian tarik satu gulungan
kertas lain tanpa memasukkan kembali gulungan kertas pertama. Nama-
nama pada kedua gulungan kertas tadi merupakan anggota dari sampel
yang kita tarik secara undian.

2. Cara random/acak.
Cara kedua dengan menggunakan tabel angka random . Gunakanlah tabel,
di mana telah dikumpulkan angka-angka secara random, yang dinamakan
tabel angka random. Misalnya, dalam sebuah kampung terdapat 900
petani. Kita ingin menarik sebuah sampel keperluan. Jika kita
menggunakan sistem undian, maka kita menyediakan 900 gulungan kertas
dan masing-masing kertas kita tuliskan nama petani. Tentu kerja ini
melelahkan. Tapi jika digunakan tabel angka random, maka dapat
menghemat waktu. Caranya; karena N=900, maka bilangan harus terdiri
dari tiga angka (digit). Pertama-tama nomorilah tiap satu elementer
populasi (petani) dari 001 sampai 900, yaitu;
001, 002, 003, 004, ......., 898, 899, 900
Kemudian bukalah tabel angka random. Dengan menutup mata tusuklah
sebuah angka dengan pensil, dan catatlah angka tersebut pada baris
berapa dan kolom berapa.

Simple random sampling hanya dapat digunakan bila:


1. Teknik lain yang lebih efisien tidak ada atau tidak memungkinkan untuk
dilakukan.
2. Keterangan-keterangan atau nama-nama dari semua unsur elementer
telah diketahui lebih dahulu.
b. Systematic sampling
Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak
memiliki alat pengambil data secara random, cara pengambilan sampel
sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk
memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa
dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Pada cara ini ditentukan bahwa
tiap subyek nomor ke sekian dimasukkan dalam sampel. Bila kita ingin
mengambil 1/n dari populasi, maka setiap pasien nomor n dimasukkan ke
dalam sampel.

Contoh;
Ingin dipilih 20 dari 200 pasien yang ada dengan cara sampling sistematik.
Dengan demikian diperlukan 20/200=1/10 bagian dari populasi yang akan
diikutsertakan sebagai sampel, karenanya maka setiap pasien nomor 10
akan dipilih. Mula-mula tiap subyek diberi nomor, dari 1 sampai dengan
200. Tiap pasien ke-10 diambil sebagai sampel, sehingga pada akhirnya
yang diikutsertakan dalam sampel adalah pasien bernomor 10,20,30,40,s/d
200.

c. Stratified random sampling


Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas
tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan
penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini.
Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap satu
kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas
cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat
menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling
tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik
pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan
memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer
atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari setiap stratum tersebut
dipilih sampel secara acak.

Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat
menentukan secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud
dengan proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding
dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk
stratum manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah
ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100 manajer.
Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel yang
akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka untuk stratum I diambil
(15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63
manajer.

Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah
unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit.
Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4
manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam stratum
tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan
manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.

d. Cluster Sampling
Proses penarikan sampel secara acak pada kelompok individu dalam
populasi yang terjadi secara alamiah, misalnya berdasarkan wilayah (kodya,
kecamatan, kelurahan, dst). Cara ini sangat efisien bila populasi tersebar
luas sehingga tidak mungkin untuk membuat daftar seluruh populasi
tersebut.

Contohnya; Kita ingin meneliti karakteristik bayi dengan atresia billier di


rumah sakit pendidikan diseluruh Indonesia. Bila diinginkan hanya
sebagian dari kasus yang terdaftar di rumah sakit tersebut, dilakukan
cluster sampling yaitu dengan melakukan random sampling pada tiap
rumah sakit tanpa berusaha menjumlahkan pasien yang terdaftar pada
seluruh rumah sakit.

Contoh berikutnya; Dalam satu organisasi terdapat 100 departemen.


Dalam setiap departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik
berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda
tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-
perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat
penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan
perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk
mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja.

e. Area Sampling
Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi
penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing
manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan
masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik pengambilan
sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya : Susun sampling
frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten,
Kotamadya, Kecamatan, Desa. Tentukan wilayah yang akan dijadikan
sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?). Tentukan berapa
wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.. Pilih beberapa wilayah
untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random. Kalau ternyata
masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi
wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

2. Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak

1. Convenience Sampling
Sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.Dalam memilih
sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan
kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang
tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena
itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak
disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini
sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian
diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak
(random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini,
hasilnya ternyata kurang obyektif.

Contohnya:
Ingin diketahui kadar imunoglobulinpasien yang menderita penyakit
jantung bawaan. Ditetapkan besar sampel 40 kasus. Peneliti, demi
mudahnya, suatu hari mengambil kasus di Poliklinik Jantung sebanyak 9
kasus. Kemudian peneliti cuti, dan waktu masuk kembali ia mengambil lagi
sampai terkumpul pasien sejumlah 40. Cara ini jelas sangat mudah, tidak
memerlukan metode tertentu, namun sulit dapat dikatakan bahwa subyek
yang terkumpul dapat dianggap mewakili semua pasien Penyakit Jantung
Bawaan. Yang berobat di Poliklinik tersebut.

2. Consecutive sampling
Consecutive sampling ini merupakan jenis non probability terbaik, dan
seringkali merupakan cara yang paling mudah. Pada consecutive sampling,
setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam
penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien yang
diperlukan terpenuhi. Agar consecutive sampling dapat menyerupai
probability sampling, maka jangka waktu pemilihan pasien tidak terlalu
pendek, khususnya apabila suatu penyakit bersifat musiman. Cara
pengambilan sampel ini dilakukan dnegan memilih sampel yang memenuhi
kriteria penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel
terpenuhi (Sugiyono,2001).
Contohnya; pengambilan pasien demam berdarah dengue selama bualn
Agustus dan September mungkin tidak menggambarkan karakteristik
pasien demam berdarah secara keseluruhan, mengingat puncak insidens
demam berdarah dengue biasanya pada bulan April-Juni.

3. Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan
tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti
menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi
yang diperlukan bagi penelitiannya. Cara pengambilan sampel untuk
tujuan tertentu. Sebagai contoh, apabila mencari sampel pada orang yang
dilakukan pemasangan kateter pertama kali, maka sampel yang dicari
adalah sampel yang dipasang kateter pertama kali, buka yang kedua,
ketiga, dan seterusnya.

Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang
paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk
memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan
oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang
terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling
umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka
mempunyai “information rich”.
Misalnya; untuk meneliti pendapat ibu tentang perbandingan pemberian
ASI dan susu botol, dipilih ibu-ibu yang pernah memberikan ASI dan
pernah pula memberi susu formula kepada bayinya. Atau yang
pendidikannya cukup sehingga dapat memberikan keterangan yang akurat.

Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya


yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan
bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan
dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu
dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).

Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah penentuan sampel dari populasi yang mempunyai
ciri-ciri tertentu sampai jumlah (jatah) yang dikehendaki atau pengambilan
sampel yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu dari
peneliti atau bisa saja secara kebetulan
Misalnya; Peneliti ingin mengetahui informasi tentang penempatan
karyawan yang tinggal di perumahan Pondok Hijau, dalam kategori jabatan
tertentu dan pendapatannya termasuk kelas tertentu pula. Dalam
pemilihan orangnya (pengambilan sampel) akan ditentukan pertimbangan
oleh peneliti sendiri atau petugas yang diserahkan mandat..

Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan


40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua
jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki
sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi,
teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak,
melainkan secara kebetulan saja.

4. Snowball Sampling – Sampel Bola Salju


Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi
penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan
penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih
banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan
orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti
ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan.
Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan
wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian
tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah
wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa
mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan
pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain
yang eksklusif (tertutup)

Sampling Jenuh
Cara pengambilan sampel ini adalah dengan mengambil semua anggota
populasi menjadi sampel. Carini dilakukan bila populasinya kecil, seperti
bila sampelnya kurang dari tiga puluh, maka anggota populasi tersebut
diambil seluruhnya untuk dijadikan sampel penelitian. Istilah lain sampel
jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.

Sampling Aksidental
Cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu.
Sebagai contoh dalam menentukan sampel apabila dijumpai ada, maka
sampel tersebut diambil dan langsung dijadikan sebagai sampel utama.
Sumber
Nazir M. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia;Bogor;2005.
Budiarto E. Metodologi penelitian kedokteran. EGC; Jakarta;2004.
Riyanto Y. Metodologi penelitian pendidikan. SIC; Surabaya; 2001.
Riduwan. Metode dan teknik menyusun tesis. Alfabeta; Bandung;2008.
sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Binarupa
aksara;Jakarta;1995.

Anda mungkin juga menyukai